Vitamins Blog

A Priori ch. 15 Peringatan yang berkabut

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

19 votes, average: 1.00 out of 1 (19 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

A Priori ch. 15 Peringatan yang berkabut

Bacalah dengan posisi yang nyaman dan jangan membaca terlalu dekat, ingat 30 cm adalah jarak yang paling minimal untuk aman mata.

Sebelumnya

Air mata mulai mengalir menandakan seberapa ketakutannya dia saat ini, ditambah lagi sosok Fadli yang dikenalnya sebagai paman Azka tengah menodongkan pistol tepat didepan matanya.

“Selamat tinggal gadis manis.” Ucap Fadli bagai memberikan senyum perpisahan.

 ——

 Azka menghentikan mobilnya tepat didepan sebuah bangunan sekolah tua, walau saat ini siang hari tetap saja ketika memasuki bangunan suasana menjadi gelap dan sunyi bahkan ketika langkah Azka suah sepelan mungkin masih saja terdengar sedikit getaran suara yang menggangu.

“Aku sudah nerada dilokasi, beri tau aku jaraknya dan kearah mana.” Azka meminta bantuan Alda seperti biasa.

“Dilantai 2, kira-kira arah jam  9 kau akan menemukan tangga dan bersiap lah akan ada beberapa orang yang menjaga tangga itu.” Alda berada tepat diatas bangunan dengan helikoter dan beberapa peralatan cannggih yang dimilikinya hingga dapat mengontrol situasi yang ada.

 “Aku akan membereskan para penggagu, Azka kau fokus saja pada penyelamatan Zia.” Raka menerobos masuk sekolah dengan menggunakan motor merahnya hingga membuat keributan karena suara ban menggema di seluruh  sekolah.

Azka sudah terbiasa dengan gerakan tanpa sebuah pola yang memang sering mereka lakukan, karena itu penyergapan yang mereka lakukan pasti berhasil karena memang tidak mudah ditebak oleh musuh. Dengan Alda sebagai otak yang mengatur pergerakan Raka yang selalu mengamuk liar untuk memancing musuh kecil dan Azka yang sebagai pion untuk menyekap para pemimpin musuh.

“Kami akan datang dalam waktu 10 menit.” Ardi sebagai ketua selalu menyiapkan jalan keluar jika memang kemungkinan yang paling buruk masih ada, yaitu sesuai dengan info yang mereka dapat bahwa Fadli selama ini menjadi salah satu tokoh penting dalam organisasi sebagai ahli pembuat bom, maka ada kemungkinan jika sekolah itu juga sudah dipasangi bom.

“Aku akan mengecek seluruh tempat.” Nadia melompat dari heliopter yang memang juga mengangkut Alda. Berterimakasihlah pada pasukan utama yang memang memiliki fasilitas lebih dalam setiap keadaan genting.

——

Suara kaca yang pecah dan deguman suara motor membuat Fadli menghentikan kegiatannya, “Sepertinya kita kedatangan tamu.” Ucapnya sambil menatap pintu yang terbuka dan menampilkan sosok Azka.

“Wah wah, pahlawan sang Dewi. Sungguh hebat.” Wira menepuk tanganya dengan sebuah senyuman palsu.

“Selamat dangan di pesta kami keponakan ku, sungguh kebetulan sebenarnya aku setelah ini akan menemui untuk mencari tau hal yang kucari.” Ucap Fadli sambil berjalan mendekati Azka yang masih terdiam.

Azka menatap marah ketika tatapannya bertemu dengan tatapan Zia yang tengah ketakutan, tangannya menggenggam kuat sambil mengeluarkan pistol yang sedari ada di dalam jaketnya. “Senang juga bertemu dengan mu paman.” Ucapnya sebelum mulai menembak lampu yang  merupakan satu-satunya penerangan yang ada hingga seluruh ruangan menjadi gelap gulita.

Azka berlari sambil menggunakan kacamata malamnya lalu memndekati kerah Zia berada dan melepas seluruh tali yang mengikat hingga mereka dapat keluar dari ruanga. Azka terus menarik Zia menuju tangga hingga sebuah suara pistol membuat Azka dengan cepat menarik Zia kebelakang tubuhnya.

“Kau pikir bisa lari secepat ini hah, kelakuan mu memang tidak jauh dari ayahmu yang sok pahlawan itu. Apa kau masih ingat bagaimana wajahnya sebelum ku bunuh malam itu.” Ucap Fadli dengan pistol yang tepat mengarah pada Azka.

Azka menggetakan giginya ketika mendengar Fadli menyebut ayahnya, sekarang ingatannya berputar pada malam itu. Jika memang benar salah satu dari orang yang membunuh keluarganya malam itu merupaka Fadli maka bagaimana dengan tanda mawar hitam itu, kenapa tidak ada di sisi tangan Fadli.

“Apa kau mencari sesuatu?” Sekarang suara Wira mengganggu pikiran Azka.

“Zia, larilah sampai keatap sekolah disana akan ada helikopter untuk menjemputmu.” Ucap Azka sambil mendorong Zia.

“Tidak, aku tidak bisa meninggalkan mu.” Ucap Zia sambil terus menarik jaket Roby. “Ayo, kita berlari bersama, ayo Azka.”

Azka menatap kerah pistol yang ditujukan Fadli dan Wira padanya, sampai Raka datang dengan motornya dari arah belakang mereka. Dengan cepat Raka menaiki tangga dengan motornya dan di ikuti Azka yang melompat bersama dnegan Zia hingga duduk di belakang motor Raka. “Wow kau datang di waktu yang tepat.” Puji Azka pada Raka dengan memukul bahunya.

“Kalian semua cepat kejar mereka!!” teriak Wira memberi perintah pada anak buahnya.

——–

Azka, Zia dan Raka sudah sampai diatap sekolah dan segera memberikan aba-aba pada rekan mereka untuk menurunkan helikopter. “Zia cepat masuk.” Azka menggendong Zia hingga memasuki helikopter.

“Sekarang pergi.” Ucap Azka memberikan arahan pada pilot.

“Azka, ku mohon kembalilah dengan selamat. Jangan sampai terluka!!” Teriak Zia sebelum benar-benar pergi.

Sebenarnya bisa saja Azka ikut menaiki helikopter tapi tidak mungkin ia membiarkan kesempatannya untuk menanyakan pada Fadli tentang maksud dari ucapannya tadi.

Brakkk. Pintu yang sedari tadi Raka tahan akhirnya terbuka, Azka segera menarik Raka dan melemparkan helm yang dipakai Rapa pada arah Wira yang siap menembak mereka. Dan behasil Wira kehilangan pistol yang tadi ditangannya tapi sebuah tembakan melesat tepat menggores pipi kiri Azka ketika dia menghindari tembakan itu.

Fadli menarik Wira kebelakang sambil membisikan, “Lebih baik pengecut seperti mu jangan ikut campur.” Uca[nya dngan nada meremehkan.

“Dasar kau penghianat, kau kira dirimu sangat berharga untuk Tuan Dulra!!” teriak Wira menggelegar.

Azka mundur bersama Raka sambil terus mengawasi situasi yang ada, mata Azka terus memantau sambil terus mengingat pekataan Wira tentang nama bos besar mereka. “Nadia apa kau sudah menjinakan bom yang ada?” bisik Azka.

Tenang saja sekarang hanya sisa pada beberapa pilar yang berada di tengah bangunan.” Balas Nadia sambil sibuk menggunting beberapa kabel yang berada dihadapannya.

“Azka segera kembali, Ardi sudah sampai sekarang tugas mu dan Raka sudah selesai.” Alda menyampaikan perintah dari Ardi.

“Raka kau pergilah terlebih dulu.” Azka berkata sambil memberikan senyumannya.

“Baiklah, kembalilah dengan selamat A. Aku akan membantu Nadia.” Raka berlali lalu melompat dari atas gedung lalu mendarat di gedung kelas dan memasuki suang sekolang yang ada dilantai 2.

“Kalian kejar dia.” Teriak Wira pada anak buahnya agar mengejar Raka.

——-

“Ada yang ingin ku tanyakan pada mu.” Azka berjalan mendekati Fadli hingga jarak diantara mereka kurang lebih 1m dengan saling berhadapan.

“Apa kau penasaran mengapa keluargamu ku bunuh?” ucap Fadli tepat sasaran.

Wajah Azka semakin mengeras karena amarah yang semakin menguasainya, “Iya.” Jawab Azka dengan setenang mungkin.

Fadli tersenyum puas setelah mendengar jawaban dari Azka, sebenarnya ada yang dia inginkannya dari Azka. Selama ini sebenarnya Fadli memang menghilang untuk mencari keberadaan Azka yang mungkin memiliki benda itu, benda yang dapat mengembalikannya pada posisi yang selama ini dia raih dan mungkin saja dengan benda itu ia akan kembali mendapatkan kepercayaan dari sang pemimpin organisasi.

“Apa kau tau di mana chip itu berada? Jika kau memang ingin tau seluruhnya maka serahkan chip itu padaku besok hari tepat di tempat ini. Aku akan menunggumu keponakanku.” Fadli berkata sambil berpaling dan berjalan menjauhi Azka.

Azka yang tidak terima dengan jawaban pamannya maka dia melepaskan sebuah tembakan kearah Fadli, “Apa kau kira bisa menyuruh-nyuruhku tanpa penjelasan yang tepat?” geram Azka.

Fadli berpaling kembali ketika melihat pintu yang terkena tembakan Azka dengan mata menajam, “Jika kau memang benar-benar ingin tau maka baiklah …

Malam itu seluruh tempat begitu sunyi, hanya dari luar suara berisik sebuah pesta sangat terdengar jelas dari sebuah rumah sederhana dipinggiran kota. Rumah dengan cat putih dan taman bunga dengan penerangan yang cukup meneduhkan dilihat tidak ada yang dapat yang menebak apa kejadian setelah itu.

Rumah yang tadinya ramai itu tida-tiba mencekam karena datangnya dua orang yang menggunakan topeng hitam dengan pistol ditanganya. Fadli segera menarik pintu yang sudah terbuka itu hingga ayanya dan adiknya tampak terkejut ketika ia membuka topeng hitamnya.

“Aku datang untuk mengambil benda itu. Cepat berikan pada ku!” teriak Fadli.

“Kau benar-benar harus dihentikan Fadli.” Ucap sang ayah menasihati anaknya.

Sebelum percecokan antara ayah dan anak itu berlanjut sosok lain dengan topeng hitamnya segera mengelurkan sebuah pistol lalu menembakannya kearah Adhilah sosok yang merupakan sorang perwira terkemuka dan dengan kelihaiannya itu tembakan orang itu meleset.

Fadli tersenyum miring melihat kelihaian ayahya yang masih tidak hilang, dengan memanfaatkan keterkejutan kejadian tadi ia segera melayangkan seranggan kepada adiknya sendiri. Perkelahian terjadi tidak seimbang karena Fadli dan sosok tidak dikenal itu rupanya bersama dengan para anak buahnya.

Sekarang Adhilah kekek dan Dava ayah Azka sudah kewalahan hingga sudah berada dalam posisi terkunci tangan kebelakang lalu di dirong memasuki rumahnya dengan paksa. Dan disanalah kejadian yang masih lekat di ingatan Azka terjadi. Seluruh orang dirumah itu dibunuh dengan keji tapi apa yang dicari mereka tidak ditemukan.

“Apa kau masih ingin tau lebih banyak? Tapi kau harus menemukan kunci harta karun itu. ” ucap Fadli sambil tersenyum miring.

Azka menatap Fadli dengan tatapan yang sulit untuk ditebak, ingatannya menjaikannya semuanya menjadi lebih mudah untuk menyelesaikan kasus pembunuhan keluarganya. Jadi orang yang sengaja meninggalkannya itu bukan Fadli, orang yang mengejarnya hingga kesebuah rumah di hutan itu bukanlah pamannya ini.

“Akan ku tunggu jawaban mu.” Fadli segera berlari di ikuti Wira yang sejak tadi dengan diam-diam merekam pembicaraan antara Azka dan pamannya itu lalu dikirimnya pada seseorang dengan username BlackRoseA.

Azka menatap kearah sebuah helikopter yang datang dari sisi kirinya tiba-tiba dan menurunkan tali hingga Fadli dan Wira berpegangan dan pergi menjauh dari bangunan tua sekolah. Tapi hal mengejutkan terjadi sebuah tembakan berbunyi dan mengenai ujung tali milik Fadli hingga terputus dan mebuat paman Azka itu terjun bebas ketanah.

“Sial!!” teriak Azka nyaring matanya mencari keseluruh tempat untuk mencari sosok yang melayangkan tembakan.

SEE YOU ~~~

BY : RP

2 Komentar

  1. paman nya mati? nah loh makin teka teki ne :bebekmikirkeras

  2. misteri…misteri…..