Only You

Only You – Chapter 11

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

1 vote, average: 1.00 out of 1 (1 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

1

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

Rialto Market selalu ramai dengan warga lokal dan turis. Berbagai macam buah, sayur dan ikan terhampar disetiap sisi. Keramaian yang memenuhi seluruh pasar membuatnya tampak meriah dan mempunyai daya tarik tersendiri.

Pertama-tama, Alex mengajak Nina mengunjungi pasar ikan. Nina sangat antusias ketika dia mengatakan tempat itu telah berusia seribu tahun dan merupakan pasar ikan yang paling segar di Venice. Dengan antusias, Nina mengikutinya dan berdecak kagum ketika melihat banyaknya ikan segar yang dipajang.

Nina begitu semangat berkeliling hingga melepaskan genggaman tangannya dan berlari kecil pada seorang penjual

Nina begitu semangat berkeliling hingga melepaskan genggaman tangannya dan berlari kecil pada seorang penjual. Decak kagum meluncur dari mulut Nina ketika melihat seorang penjual yang sedang memfillet ikan. Penjual itu dengan cepat dan ahli membelah ikan, memisahkan kulit dan daging lalu membersihkannya. Semua itu dilakukan dalam satu gerakan dan membuat Nina bertepuk tangan kagum.

Grazie, signorina! Amante molto bella.

Walaupun tidak mengerti, Nina membalas dengan senyuman. Dia menganggap kalau itu adalah sapaan karena penjual itu mengatakan sambil tersenyum.

Alex mengepal tangannya erat ketika penjual itu memuji Nina. Sekuat mungkin dia menahan diri untuk tidak menghajar penjual itu. Alex merasa iri pada penjual itu karena mendapatkan senyum Nina. Dengan langkah teratur, Alex mendekat dan melingkarkan lengannya diperut Nina.

Grazie per il complimento. Mia moglie è bellissima.” Alex mencium sekilas pipi Nina dan menimbulkan rona merah disana.

Sei molto fortunato, signore, a prendere una bella moglie.

Alex memberikan senyum singkat dan membawa Nina pergi dari tempat itu. Dia tahu jika penjual itu tidak salah memuji Nina. Nina memang wanita yang cantik, terbukti dari beberapa pasang mata turis yang tertuju padanya ketika sendiran. Rambut hitam sepunggung, tubuh ramping dan kulit putih dengan tinggi yang mencapai dagunya membuat Nina tampak sempurna.

Tetapi Alex tidak bisa menyembunyikan kecemburuannya ketika Nina tersenyum pada orang lain. Senyum Nina hanya miliknya seorang dan Alex tidak akan membiarkan siapapun mendapatkannya.

“Bahasa apa itu tadi? Bagaimana kau bisa mengatakannya?” tanya Nina penasaran.

“Itu bahasa Italia, sayang. Ibuku lahir disini,” jawab Alex sambil mengeratkan genggamannya agar Nina tidak berkeliaran sendiran lagi.

“Benarkah? Aku belum bertemu ibumu sampai sekarang. Apa beliau tahu aku hilang ingatan? Apa yang harus kulakukan saat bertemu dengannya nanti?” Nina mulai merasa cemas karena dia tidak mempersiapkan apapun untuk bertemu dengan orang tua Alex.

Alex mengelus pipi Nina sekilas dan memberikan senyuman lembut. “Jangan khawatir. Orang tuaku tidak berada disini. Mereka berada di Singapura untuk urusan bisnis. Kau akan bertemu dengan mereka nanti setelah keadaanmu lebih baik.”

Nina mengangguk sebagai jawaban lalu pikirannya dengan cepat teralihkan dengan berbagai jenis ikan yang dipajang. Dengan semangat, Nina mengamati seluruh ikan yang terjual dan membeli ikan yang diinginkan.

Melihat interaksi Nina membeli ikan membuat Alex merasa bangga. Pelajaran singkat mengenai hitungan dan perubahan jumlah uang dikuasi Nina dengan cepat. Nina sekarang mengetahui apa itu mahal dan murah. Dia juga belajar bernegosiasi ringan dan sedikit cara agar tidak tertipu harga.

Setelah membeli ikan yang diinginkan, Alex menyuruh salah satu bodyguard untuk membawa belanjaan Nina dan mengantarnya ke hotel. Nina hendak memprotes sebelum Alex mengatakan akan membawanya ke tempat lain untuk membeli sayur atau buah. Bujukkannya sukses membuat Nina menurut. Dengan semangat, Nina melihat sayur-sayuran segar dan membeli apa yang dibutuhkannya untuk memasak makan malam nanti.

Selesai berbelanja, Alex membawa Nina ke Piazza San Marco yang merupakan alun-alun utama kota Venice

Selesai berbelanja, Alex membawa Nina ke Piazza San Marco yang merupakan alun-alun utama kota Venice. Reaksi Nina saat menginjakkan kaki disana sudah diduga Alex. Pertama-tama Nina menutup telinganya karena bisingnya suara manusia yang berlalu-lalang disana. Kedua, saat melihat turis yang memberi makan merpati, Nina juga ingin melakukannya.

Alex memberikan sebungkus roti pada Nina yang disambut dengan tawa bahagia. Nina berlari menuju kerumunan merpati dan merobek roti menjadi potongan kecil lalu memberikannya pada mereka. Melihat merpati-merpati itu memakan roti yang diberikannya membuat Nina semakin kegirangan layaknya seorang anak kecil.

 Melihat merpati-merpati itu memakan roti yang diberikannya membuat Nina semakin kegirangan layaknya seorang anak kecil

Alex juga mengajak Nina berkeliling menuju Doge Palace, Clock Tower dan berbagai tempat menarik lainnya

Alex juga mengajak Nina berkeliling menuju Doge Palace, Clock Tower dan berbagai tempat menarik lainnya. Tidak lupa, Alex mengambil fotonya dengan Nina untuk menambah keromantisan mereka. Terakhir, Alex mengajak Nina menaiki Gondola privat yang sudah dipersiapkannya untuk mengelilingi seluruh kanal.

Nina sempat menolak untuk menaikinya karena Gondola itu begitu mewah. Lapisan cat hitam yang mengkilat, tempat duduk hingga tangga yang dibalut warna merah dan dua patung kuda berlapis emas membuat takut untuk mengotorinya.

Alex menuntun Nina menaiki Gondola dan memberikan isyarat untuk dijalankan

Alex menuntun Nina menaiki Gondola dan memberikan isyarat untuk dijalankan. Nina tidak bisa mengatakan apapun ketika melihat seluruh pemandangan kota Venice. Mereka menikmati iringan lagu dari pendayuh dan berhenti untuk memandangi matahari terbenam.

Nina memeluk lengan Alex dan menyandarkan kepala pada bahunya. “Terima kasih, Alex. Kau sudah menunjukkan berbagai tempat yang indah hari ini. Aku akan selalu mengingatnya.”

“Masih banyak tempat yang lebih menganggumkan dari pada ini. Aku akan membawamu kesana dan menunjukkan betapa indahnya dunia ini.”

Setelah menikmati matahari terbenam, mereka berdua kembali ke hotel dengan mobil yang telah Alex siapkan. Begitu Nina sibuk mempersiapkan makan malam, Alex menyiapkan kejutan lain untuknya. Dia telah menyuruh pelayan untuk menyiapkan kejutan kecil dikamar.

Alex telah menunggu lama untuk mempersiapkan hari ini. Nina telah mencintainya dan satu langkah lagi untuk membuatnya menjadi miliknya seutuhnya. Alex akan membuat malam ini menjadi sempurna dan malam yang tidak pernah dilupakan oleh Nina.

***

Salmon panggang buatan Nina merupakan yang terbaik. Alex tidak pernah berhenti memuji dan membuat Nina merasa senang. Dari pancaran matanya, Alex menangkap ada rasa bangga disana. Dia ikut tersenyum melihat betapa bahagianya Nina sekarang.

“Aku akan membereskannya sebentar. Kau mandilah dulu. Jangan menungguku.” Nina menumpuk semua piring itu dan membawanya ke dapur.

Alex beranjak dari kursi dan mengikutinya. Nina hampir memecahkan piring ketika Alex memeluknya dari belakang dan berbisik ditelinganya. “Aku ingin memperlihatkan sesuatu padamu.”

Tubuh Nina sempat bergetar ketika hembusan nafas Alex menyapu permukaan wajahnya. Alex sudah sering memeluknya seperti ini dan dia baru menyadari betapa kokoh dada bidangnya. “Apa bisa menunggu aku selesai mencuci?” tanya Nina berusaha menormalkan suaranya.

“Aku akan menunggumu seperti ini,” balas Alex yang diiringi kecupan ringan diseluruh lehernya.

Nina merasakan sesansi aneh saat Alex melakukannya. Rasanya mirip saat Alex menciumnya di kantor. Seketika Nina merasa tubuhnya panas ketika Alex mulai meraba dada dan mengelus pahanya. Cepat-cepat Nina menyelesaikan pekerjaannya dan berbalik menghadap Alex.

“Aku sudah selesai. Jadi, apa yang ingin diperlihatkan padaku?”

Alex mengerjap beberapa kali untuk menghilangkan raut kecewanya dan setelah itu sudut bibirnya terangkat seraya menuntun Nina kedalam kamar. Lengan kekarnya dicengkram Nina ketika melihat betapa gelapnya kamar. Dengan perlahan, Alex menuntunnya dan mendudukkan Nina pada kursi. Sesudahnya, Alex duduk diseberang dan menyalakan lilin.

Ketika ruangan menjadi lebih terang, Nina menyadari ada yang berbeda. Dia menoleh ke arah ranjang dan menemukan puluhan kelopak bunga mawar merah berbentuk hati. Bukan hanya ranjang, seluruh lantai juga dipenuhi oleh kelopak. Dimeja, sepasang gelas kaca dengan wine telah tertata untuk menambahkan kesan romantis.

“Alex, kau menyiapkan ini semua? Bukankah sejak tadi kita terus bersama?”

Alex terkekeh kecil dengan semua pertanyaan Nina. “Jangan mengkhawatirkan hal kecil. Apa kau menyukai kejutan dariku?”

“Aku menyukainya dan aku merasa sayang harus merusak hati itu saat tidur nanti,” balas Nina sambil melihat ke arah ranjang.

“Kau tidak perlu khawatir akan merusaknya, sayang. Kau memilikiku, hatiku.” Godaan Alex berhasil membuat wajah Nina merona. Dia lalu menuangkan wine dan memberikannya pada Nina. “Minumlah,” tawar Alex.

Nina menerima minuman itu dan meminumnya seteguk. Rasanya yang manis membuat Nina dengan cepat meminumnya hingga tandas. Dia kembali minum ketika Alex menuangkannya lagi. Tanpa terasa, Nina telah menghabiskan tiga gelas wine. Tubuhnya mulai linglung dan pandangannya mengabur.

“Hmm… Alex, minuman ini sangat enak. Apa aku boleh meminumnya lagi?” tanya Nina seraya menyodorkan gelasnya.

“Kau sudah menghabiskan tiga gelas. Apa kau tidak merasa pusing?” Alex mengambil gelas dari tangan Nina dan memindahkan kursi untuk duduk disampingnya.

Meskipun sudah menghabiskan beberapa gelas, Nina masih setengah mabuk. Dia masih bisa berpikir jernih dan merasa percaya diri. Wine yang diminumnya sekarang memiliki kadar alkohol lebih rendah dari sebelumnya. Walau begitu, toleransi Nina terhadap alkohol masih rendah. Segelas lagi dan itu mampu membuatnya mabuk total.

“Tidak. Aku tidak merasa pusing!” Nina beranjak dari kursi dan berjalan mengelingingi ruangan. Langkahnya yang terhuyung-huyung membuatnya hampir terjatuh. Alex menangkap tubuh Nina dan membuat keduanya jatuh diatas ranjang.

Nina yang berada dibawah memandang mata Alex dan mengelus wajahnya. Aroma rempah dari parfum Bvlgari langsung menyerang aroma penciumannya. Tanpa sadar, Nina tersenyum dan menggantungkan kedua lengannya dikepala Alex dan menariknya mendekat. “Kau sangat tampan. Matamu begitu abu-abu, seperti kabut dan aku sangat menyukai aromamu.”

Sebelah tangan Nina mengusap permukaan bibir Alex. Bibir yang tebal dan selalu menciumnya dengan penuh gairah setiap saat. Nina tidak pernah bosan setiap kali Alex menciuminya. Sebaliknya dia sangat menyukai ciuman yang diberikan Alex.

“Kau tahu, saat pertama kali aku melihatmu, aku merasa langsung terpesona padamu. Kau begitu menawan dan kuat sehingga aku juga merasa takut akan kalah darimu. Lalu saat pertama kali aku menciummu disini,” Nina menyentuh rahang Alex dan menciumnya sekilas, “aku merasa sangat senang. Setelah kau pergi, aku terus tersenyum sampai membuat Anna kebingungan. Dia pasti berpikir kalau aku sudah gila.”

Nina kemudian tertawa lalu membalikkan tubuh Alex sehingga dia berbaring diatasnya. Jemarinya perlahan bermain diatas dada Alex dan menggambar pola abstrak. Saat mendengar geraman dari mulut Alex, Nina menghentikan gerakannya dan kembali menatapnya.

“Alexander Black Testa, aku sangat beruntung menjadi istrimu. Aku mencintaimu.” Nina menyatukan bibirnya dengan Alex dan mencecapnya perlahan. Ciuman itu tidak berlangsung lama ketika Nina menghentikannya secara sepihak.

Alex yang tidak rela, memutar balik tubuh Nina sehingga posisinya kini yang berada diatas. Dengan hasrat yang masih membuncah, Alex meraih bibir Nina dan menciuminya dengan penuh nafsu. Erangan Nina semakin membuat gairahnya meningkat. Dalam sekejap, pakaian yang dikenakan Alex telah lepas. Ciuman mereka terlepas ketika Nina telah terengah-engah kehabisan nafas.

“Aku juga mencintaimu, Nina. You’re the only one i love.”

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

2 Komentar