Only You

Only You – Chapter 13

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

1 vote, average: 1.00 out of 1 (1 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

1

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

Pagi ini seperti biasa setelah Alex berangkat ke kantor, Nina belajar memasak dengan Anna dan menyiapkan bekal makan siang. Anna memuji keahlian Nina yang berkembang pesat. Dalam waktu singkat, dia telah bisa mengolah bahan yang sulit dan memasak berbagai macam makanan negeri lainnya.

Nina memasak dengan sepenuh hati. Dia sangat senang ketika Alex memuji masakannya dan memberikan kritik. Membayangkan Alex yang menyukai masakannya sudah cukup membuatnya senang.

“Sempurna! Ayam panggangmu sangat lembut dan harum. Alex pasti sangat menyukainya,” puji Anna setelah mencicipi makanan buatan Nina.

“Alex menyukai semua masakanku. Jika aku sengaja memasak gosong, apa Alex juga akan menyukainya?” Nina tertawa kecil membayangkan reaksi Alex. Biasanya, Alex akan memakan masakannya tanpa ragu dan melahapnya hingga habis meskipun rasanya terkadang hambar atau asin. Seadainya hasilnya gagal, akankah Alex memakan masakannya?

Oh, dear. Meskipun kau memasukkan racun, Alex tetap akan memakannya. Rasa cintanya padamu begitu besar hingga tidak ada racun yang bisa membunuhnya.” Anna terkekeh sembari membawa peralatan yang sudah terpakai ke wastafel.

Wajah Nina berubah muram karena tidak menyukai gurauan Anna. “Aku tidak mungkin memberikan racun pada Alex. Dia suamiku dan aku mencintainya.”

Anna sekita menghentikan kegiatannya dan menoleh pada Nina. Dia masih tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya. “Sejak kapan kau mencintai Alex?” tanya Anna penasaran.

Nina memiringkan kepalanya ke satu sisi dan tersenyum. “Sejak aku membuka mata. Dari awal aku telah mencintainya. Meskipun aku tidak mengingat apapun, perasaanku terhadap Alex tidak pernah berubah. Aku mencintainya.”

Mulut Anna menganga lebar mendengarnya. Buru-buru dia menghampiri Nina dan menatapnya penuh keingintahuan. “Ka-kalau begitu, selama kalian ke Venice apa terjadi sesuatu? Seperti sex?”

Sex? Apa itu?”

Anna menepuk dahinya mendengar pernyataan yang begitu polos. Dalam hati, dia mengutuk Alex yang membatasi ruang belajar Nina dan bingung bagaimana cara menjelaskannya. “Itu, hubungan suami istri. Kalian berdua tidur bersama tetapi bukan hanya tidur. Kalian juga melakukan sesuatu dan akhirnya tidak mengenakan pakaian.”

Mendengar penjelasan Anna yang gamblang, membuat Nina teringat dengan hal yang selalu dilakukannya dengan Alex setiap malam. Wajahnya terasa panas dan memerah. Nina menutup wajahnya dengan kedua tangan, menghindari tatapan tidak percaya Anna.

“Jadi itu yang kalian lakukan sekembali dari Venice? Pantas saja Alex mengatakan akan terlambat makan malam dan tidak ingin diganggu. Kalian sedang bercinta!”

Tawa Anna membuat Nina semakin malu. Tubuhnya terasa panas mengingat apa yang dilakukan setiap malam bersama Alex. Jemari hangat Alex yang menjamah seluruh fisiknya, tubuh kekar dengan dada bidang dan hembusan nafas yang berat, membuat Nina menelan ludah. Dia membereskan bekal yang akan dibawa untuk mengalihkan pikiran dari imajinasi liarnya.

“Cukup bercandanya. Aku mau mengantarkan bekal untuk Alex.”

Nina segera mengemas bekal makanan dan meninggalkan Anna yang masih tertawa dibelakangnya. Melupakan godaan yang dilontarkan Anna, Nina bersemangat menuju mobil dan menggenggam tas bekal dengan erat. Sembari tersenyum, Nina menoleh keluar jendela menikmati pemandangan siang kota New York.

***

Semenjak kembali dari Venice, Alex selalu menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat dari biasanya. Rapat yang biasa dilakukan siang hari, dipindah menjadi pagi. Laporan-laporan yang membutuhkan review atau tanda tangan diselesaikan siang hari. Semua itu dilakukan agar bisa mengajari Nina dan menikmati waktu bersamanya.

Ketukan jemari Alex terus menggema seiring berjalannya waktu. Dia sudah tidak sabar untuk menyelesaikan rapat dan menemui Nina. Sikapnya membuat kepala divisi menjadi tidak takut. Alex meminum air yang disediakan dan kembali menunjukkan sikap tenangnya.

“Bulan depan, kirim masing-masing satu orang dari divisi keuangan dan divisi pengembangan untuk memeriksa kondisi perusahaan di negara itu. Usut semua permasalahan yang kalian temui dan laporkan padaku.”

Alex menutup rapat pagi itu dan berjalan menuju lift pribadinya. Hentakkan kakinya memenuhi seluruh lift yang hanya terdapat dirinya seorang. Pandangannya terus beralih antara jam tangan dan angka lift yang bergerak lambat. Setelah lift berhenti, Alex segera melesat ke ruangannya dan menemukan Nina yang berdiri di meja kerjanya.

Posisi Nina yang berdiri membelakanginya, membuat imajinasi Alex menjadi liar. Pandangannya tertuju pada kaki jenjang Nina yang membelitnya selama bercinta, lengan yang memeluknya erat lalu beralih pada leher yang dipenuhi dengan tanda miliknya.

Khayalan liar membuatnya kembali bergairah. Dengan perlahan, Alex mendekati Nina dan memeluknya dari belakang. Ciuman langsung diberikan ketika Nina menoleh kearahnya. Alex tidak memberi jeda pada ciuman itu. Dia melepaskan tautannya ketika mereka saling kehabisan nafas.

“Nina,” erangnya.

Nina sontak menjauhkan tubuh Alex dan menunjuk kearah dada. “Kita tidak akan melakukannya sekarang. Disini adalah kantor. Aku tidak mau Merry berpikiran yang tidak-tidak.”

Mery, seketaris Alex. Setelah memberi pertemuan awal yang tidak menyenangkan, hubungannya dengan Nina perlahan membaik. Nina yang setiap hari datang juga membawakan bekal untuknya. Sekembali dari Venice, Nina juga memberikan hadian untuknya. Karena keramahannya, Mery menjadi terbuka dan terkadang membantu mengajari Nina.

Alex mengangkat sebelah alisnya lalu berjalan mendekati Nina dan menghimpitnya sebelum kabur. Dia tersenyum nakal ketika melihat wajah Nina yang memerah menahan malu.

Alex lalu meraih telepon yang berada disampingnya dan menekan tombolnya. “Mery, sampai sore ini, aku dan Nina tidak mau diganggu. Aku juga mengijinkanmu menggunakan earphone.”

“Baik, sir.”

Alex lalu beralih pada Nina yang tengah melotot menatapnya. “Sekarang tidak ada lagi yang menganggu. Kita bisa melanjutkannya.”

“Tunggu, Alex – !” Alex langsung mencium Nina untuk memotong ucapannya. Lidahnya mengeksplorasi setiap inchi mulut Nina dan mencecap bibirnya. Baginya, bibir Nina sangat manis seperti madu dan membuatnya candu. Alex tidak pernah bosan menciuminya. Sehari saja tidak menciuminya, Alex akan merasa gila.

Pertahanan Nina runtuh ketika erangan berhasil lolos dari mulutnya. Perlawanan kecilnya pun ikut terhenti dan mulai bergerak seirama dengannya. Punggung Nina melengkung ketika Alex meremas dadanya. Ketika Alex ingin menelusupkan jemarinya, pintu ruangannya terbanting seiring suara wanita yang memanggilnya dengan keras.

“ALEXANDER BLACK TESTA!”

Seorang wanita berambut pirang melesak masuk kedalam ruangan. Dibelakangnya, Mery telah menunduk pasrah karena tidak bisa menghalanginya masuk. Wanita itu, menarik paksa jas Alex dan memisahkannya dengan Nina.

“Luisa? Apa yang kau lakukan disini?!”

Luisa tetap bergeming meskipun Alex meninggikan suaranya. Sebaliknya, dia berbalik menatap Nina dengan permusuhan. “Oh, jadi jalang ini yang menganggu hubungan kita?”

Dalam sekejab, sebuah tamparan telah melayang kepipi Nina. Tamparan itu membuat Nina terhuyung kebelakang dan hampir terjatuh.

“Nina!” Alex langsung menangkap tubuh Nina lalu menatap marah pada Luisa. “Keluar dari ruanganku, sekarang! Aku tidak mau melihat wajahmu!” raung Alex.

“Kau tidak bisa mengusirku! Aku yang akan mengusir jalang ini dan membuatmu kembali mencitaiku!” balas Luisa tidak kalah sengit.

“Aku tidak pernah mencintaimu! Sekarang, keluar dan jangan pernah muncul dihadapanku atau kau akan menyesal!”

Ancaman Alex berhasil membuat Luisa pergi dengan tangisan yang mengiringinya. Saat Alex ingin membantu Nina duduk, lengannya dicengkram kuat.

Sekelabat ingatan Nina muncul dengan samar. Potongan kenangan yang diingatnya adalah seseorang yang menamparnya dan memakinya. Nina spontan mendorong Alex menjauh dan memeluk dirinya sendiri.

“Sayang, ada apa?”

Pertanyaan Alex dihiraukan Nina yang masih berdiri mematung. Dengan perlahan, Alex mendekati Nina dan memeluk tubuhnya yang gemetar. “Tidak apa-apa, sayang. Wanita itu sudah pergi.”

Nina meremas gaunnya, tidak berani menatap Alex. “A-aku ingin pulang,” ucap Nina tergagap.

Dada Alex teriris melihat ketakutan Nina. Nina yang sekarang begitu lemah dan rapuh, berbeda dengan biasanya yang selalu kuat dan ceria. “Baik. Kita pulang.”

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

3 Komentar

  1. Kirain Anna udah ngerti sendiri maksud perkataan Alex yang menyuruhnya ga mengganggu Alex dan Nina di kamar di bab sebelumnya. Ternyata oh ternyata… Anna ga berpikiran jauh sampai ke sana. ?
    Nina teringat siapa ya setelah ditampar Luisa? Keluarganya atau Alex? ?

    1. Juniar Vina menulis:

      Hahaha, siapa ya?

  2. Tks ya kak udh update.