Only You

Only You – Chapter 50

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

1 vote, average: 1.00 out of 1 (1 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

1

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

Pagi-pagi setelah bangun, Nina langsung membantu ibunya membersihkan rumah dan menyiapkan sarapan. Dia melakukan semuanya dengan hati-hati dalam pengawasan Dian. Dian tidak mau terjadi sesuatu pada Nina atau cucunya. Setelah sarapan selesai, Alex dan Randy ikut bergabung.

“Sayang, nanti seseorang akan datang mengantar koper. Aku lebih tenang meninggalkanmu disini daripada sendirian di hotel.”

“Benarkah? Jadi kita tidak perlu tinggal di hotel lagi?” tanya Nina memastikan.

Alex memberikan senyumannya sebagai jawaban. “Ya, Sayang. Jika bersama ibu kau tidak perlu merasa bosan sendirian. Kalian bisa melakukan hal yang disukai bersama.”

Nina memeluk Alex untuk meluapkan rasa terima kasihnya. Saking senangnya, dia lupa jika Dian dan Randy juga berada diruangan itu. Dian hanya tersenyum melihat mereka berdua yang akur sedangkan Randy hanya acuh.

“Aku sudah selesai. Hari ini tidak perlu bawa bekal. Aku ingin makan diluar.” Setelah mengatakannya, Randy membereskan barang-barangnya dan berangkat ke kantor.

Nina yang melihat kepergiannya sedikit merasa bingung. Randy yang dilihatnya semalam berubah menjadi Randy yang dingin. Dia bingung dengan sikap adiknya dan merasa gagal sebagai kakak karena tidak tahu apa yang dipikirkannya.

“Randy sekarang kerja di konsultan. Dengar dari temannya, katanya Randy sedang mengerjakan proyek audit baru. Kliennya kali ini bule loh, pasti nanti bonus nya banyak.” Dian dengan semangat menceritakannya sambil menyuapakan makanan.

Nina hanya mengangguk lemah sebagai respon dan kembali melanjutkan sarapannya.

Alex tahu betul kenapa Randy bersikap seperti itu. Agar tidak membuat Nina bersedih, dia perlu meluruskan masalah ini. Melihat Nina yang sangat berharap mendapatkan perhatian dari keluarganya, membuat Alex tidak tega jika melihatnya muram hanya karena sikap mereka. Sekarang, dia memilih untuk diam agar tidak menimbulkan masalah.

***

Sepanjang hari, Randy berusaha untuk memfokuskan pikiran pada pekerjaannya. Walau sudah melakukan berbagai macam hal seperti mendengar musik ataupun menyibukkan diri, benaknya masih tidak lepas pada sosok Alex yang kini telah menjadi kakak iparnya. Rasa kesalnya tidak bisa hilang setelah mengetahui bahwa pria itu yang telah menyembunyikan kakaknya.

Sebelumnya dia telah mengetahui tentang Alex dari Anggi. Dari ceritanya, Randy mengetahui kalau kakaknya tengah menjalin asmara dengan seorang bule. Dari pengamatan Anggi, Alex sangat memperhatikan Nina. Dia juga ikut andil dalam menyembunyikan hubungan mereka. Namun, saat kakaknya menghilang, Anggi terpaksa menceritakan semuanya, termasuk rencana Alex untuk melamarnya.

Semakin memikirkannya, dadanya bergemuruh marah. Selama ini dia telah melakukan apapun untuk mencari kakaknya. Randy berpikir jika Alex lah yang menculik Nina. Tidak mungkin jika kakaknya hilang begitu saja dari rumah sakit dan jejaknya sama sekali tidak terekam oleh CCTV ataupun data rumah sakit.

Dengan segala upaya, Randy berhasil mencari tahu tentang Alex dan mengetahui dimana dia berada. Dari hasil pencariannya, dia menemukan fakta jika Alex adalah salah satu orang terkaya dan berpengaruh di New York. Randy tidak tahu dari mana Nina bisa mengenalnya tapi yang satu pasti, dengan segala kekuasaan yang dimilikinya, laki-laki itu bisa dengan mudah memanipulasi pihak rumah sakit dan mendapatkan apa yang diinginkan.

Randy tidak mau jika perasaan kakaknya dimainkan oleh seorang pria asing. Dia sudah bekerja keras agar bisa menemui laki-laki itu dan membawanya pulang. Namun sebelum keinginannya terwujud, kakaknya telah kembali bersama pria yang telah menculiknya.

Ingin rasanya dia memukul wajah Alex hingga babak belur dan mengusirnya. Tidak hanya menculik kakaknya, dia juga telah menghamilinya dan menikah tanpa sepengetahuan siapapun.

Suatu saat, Alex pasti akan membuang Nina setelah bosan dan membuatnya menderita.

“Ran, ada yang nyariin diruang tamu.”

Panggilan yang ditujukan padanya membuat lamunannya buyar. Randy membereskan mejanya dan mengunci komputernya sebelum menuju ke ruang tamu. Langkahnya sempat terhenti di ambang pintu saat melihat siapa yang menemuinya.

“Oh, itu dia orangnya sudah datang. Sebentar ya, Sir. Randy, cepat kesini!” Mau tidak mau, Randy terpaksa memasuki ruang itu saat atasannya memanggil.

Alex duduk disofa panjang dengan kaki yang disilangkan. Dengan setelan jas mahal dan sepatu mewah, penampilannya sekarang sangat mirip dengan orang yang berkuasa. Sedikitpun, Randy tidak merasa minder. Dia hanya enggan duduk berhadapan dengan Alex yang terus menatapnya sedangkan atasannya duduk di sofa lainnya.

So if anything don’t understand, you can ask Randy. He’s very good, very good.” Atasannya terus tersenyum sambil mengacungkan jempol meskipun inggrisnya acak-acakkan.

Setelah kepergian atasannya, Randy mengambil berkas yang ditinggalkan dan membukanya secara acak. “Jadi, apa yang ingin anda ketahui, Mr. Testa?” tanyanya sopan.

“Tidak perlu sopan saat berdua denganku. Kau bisa memanggilku Alex,” jawabnya ramah.

Randy langsung menutup berkas-berkasnya dan melepaskan kancing kemeja teratasnya. “Kalau begitu ada perlu apa, penculik?”

Tidak ada keterkejutan pada raut wajah Alex ketika melihat perubahan sikap Randy. Dia justru lebih menyukai sikapnya sekarang karena membuat suasana tidak terlalu tegang. “Apa kau sudah makan?”

“Tidak perlu basa-basi! Jika tidak ada yang kau tanyakan, aku akan pergi!”

“Aku membawa bekal yang dititipkan untukmu.” Gerakan Randy terhenti ketika hendak beranjak dari tempat duduknya. Dia menatap tote bag yang berada disamping Alex dengan tajam. “Nina membawanya tadi kekantorku. Dia juga membawa bagianmu. Bagaimana kalau kita makan siang bersama?”

Mata Randy menyipit, mencari kebohongan disana. “Apa kau bercanda?”

“Apa aku kelihatan bercanda?” Alex beranjak dari tempatnya seraya menyerahkan tote bag kepada Randy. “Ini masakan kakakmu. Kau bisa menelepon untuk menanyakan kepastiannya. Kalau kau masih tidak mau, aku dengan senang hati memakan bagianmu.”

Randy ingin merebut tote bag itu namun Alex masih lebih cepat untuk menariknya kembali. “Kuanggap itu iya. Bagaimana kalau kita ke cafe cinta? Sudah lama aku tidak kesana.” Tanpa menunggu jawaban Randy, Alex berjalan meninggalkannya dengan senyum ringan.

Randy menggeram kesal karena sudah masuk dalam permainannya. Terpaksa dia mengikuti Alex karena bekal buatan Nina ada padanya.

***

***

Melihat Alex yang makan dengan santai membuat Randy tidak habis pikir, bagaimana bisa ada manusia tidak tahu malu sepertinya? Contohnya saat berpapasan dengan Anggi tadi, Alex dengan santai menyapa dan meminta meja khusus untuk berdua

Melihat Alex yang makan dengan santai membuat Randy tidak habis pikir, bagaimana bisa ada manusia tidak tahu malu sepertinya? Contohnya saat berpapasan dengan Anggi tadi, Alex dengan santai menyapa dan meminta meja khusus untuk berdua. Ocehan Anggi sama sekali diabaikannya dan Alex justru memperlakukannya sebagai anak kecil.

Yang membuatnya semakin dongkol, Alex sama sekali tidak mengatakan apapun dan terlihat sangat menikmati bekal buatan Nina. Walau tatapan tajam selalu tertuju padanya, Alex tetap bersikap biasa, seolah-olah tidak terpengaruh olehnya.

“Apa tujuanmu mengajakku kesini? Kau bukan hanya sekedar ingin mengajak makan siang, bukan?” Randy tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya. Dia perlu mengetahui apa tujuan Alex dan bagaimana cara mengusirnya dari kehidupan kakaknya.

“Apa kau tidak mau menghabiskan makananmu dulu? Nina sudah susah payah membuatnya, jadi jangan menyia-nyiakan masakannya,” jawabnya tenang.

“Jangan bercanda!” Randy menggebrak meja dengan kasar hingga semua yang berada diatasnya bergetar. “Mau sampai sejauh mana kau mempermainkanku?! Apa kau pikir semuanya bisa diselesaikan dengan uang?! Asal kau tahu, aku bisa mengusirmu dengan paksa, penculik!”

Alex meletakkan sendoknya dan menyimpan kotak bekal dengan rapi. Tidak ada rasa takut dalam dirinya setelah mendengar ancaman Randy. Baginya, ancaman itu hanyalah omong kosong yang sia-sia. “Apa kau tahu apa yang menyebabkan Nina kecelakaan?”

“Berhenti menjawab dengan bertanya berputar-putar!” bentak Randy.

Mendengar bentakannya, Alex justru menyandarkan punggungnya pada kursi mencari posisi yang nyaman. “Kau pasti sudah mendengar dari Anggi jika aku ingin melamar Nina. Ya, hari itu aku meminta Anggi untuk menyuruhnya pulang agar bisa memberi kejutan dengan melamar didepan ibu kalian. Kau pasti menganggap itu hanya kecelakaan biasa tapi menurutku tidak.”

Randy masih menyimak apa yang diucapkan Alex. Dia sama sekali tidak mengerti apa yang ingin dikatakannya. Nina kecelakaan saat menyebrang. Sebuah mobil melintas dengan cepat dan menabraknya. Itulah kejadian yang didengarnya dari orang-orang disekitar.

“Setelah pulang, Nina bertengkar dengan Dian. Ibumu, telah mengusirnya dari rumah itu dan membuatnya bersedih. Menurutmu kenapa? Karena Dian lebih menyayangimu dari Nina.”

Randy tidak bisa berkata-kata. Dia memang mendengar dari tetangga jika ibu dan kakaknya bertengkar. Tetapi apa yang menjadi pemicu pertengkaran mereka, dia tidak tahu.

“Dari penyelidikanku, Dian menganggap Nina anak yang durhaka karena telah membohonginya. Saa itu, Nina memang berbohong. Nina berbohong dengan mengatakan kalau dia hanya keluar kota selama 3 bulan, tapi sebenarnya dia bersamaku, di New York. Disana, Nina mempelajari latte art yang membuat bisnis cafe ini semakin lancar. Kau bisa menanyakan kepada Anggi mengenai benar atau tidaknya perkataanku ini.” Alex meminum kopinya memberikan jeda kepada Randy untuk berpikir.

“Lalu apa hubungannya kebohongan kakak dengan kecelakaan itu? Jika soal berbohong, kakak hanya perlu meluruskannya saja sehingga ibu tidak perlu marah.”

“Sayangnya ibumu tidak berpikir demikian.” Raut wajah Alex berubah muram ketika mengingat laporan yang didapat dari anak buahnya. “Dian menganggap Nina pelacur karena mendapatkan barang-barang mewah. Dia tidak mau mendengar penjelasan Nina dan langsung mencap jelek tentang dirinya. Terakhir, Dian menampar dan mengusir Nina dengan mengatakannya sebagai pelacur. Nina yang sakit hati memilih untuk pergi. Rasa sakit yang terlalu perih membuat Nina tidak memperhatikan sekitarnya dan menyebabkan kecelakaan. Nina kehilangan segalanya dan semua itu karena kasih sayang Dian terhadapmu!”

Randy membeku ditempatnya setelah mendengar semua itu. Bibirnya tidak bisa menahan tawa yang akhirnya terlepas begitu saja. Tawanya begitu menyakitkan hingga tanpa sadar air mata jatuh membasahi pipinya. Ini bukan kesalahan Dian melainkan dirinya.

Karena dirinya, Dian selalu menuntut Nina untuk memenuhi segala kebutuhannya. Tanpa mengeluh, Nina selalu bekerja keras tanpa mengenal waktu. Kebutuhannya sendiri bahkan diabaikan. Randy masih mengingat, kalau Nina selalu mengenakan sepatu yang sama meskipun sudah kumal. Nina selalu mengutamakan dirinya diatas apapun.

Sekarang, Randy menyadari, kenapa Dian tidak terlalu bersedih saat Nina menghilang. Hari saat dikabarkan Nina menghilang dari rumah sakit, Dian tampak biasa saja bahkan lega. Berbeda dengan dirinya yang terus mencari keberadaan Nina hingga membuatnya gila. Dian bahkan menyuruhnya untuk merelakan kepergian Nina begitu saja walau belum melihat wajah terakhirnya.

“Bagiku, Dian tidak lebih dari seorang pembunuh. Karena dia telah membunuh calon anakku dan hampir merengut nyawa Nina.”

Randy langsung tersentak ketika Alex mengatakan hal yang janggal. “Apa maksudmu?”

Sebuah senyum menghiasi wajah Alex. Senyum itu bukanlah senyum kebahagiaan, melainkan senyum kepahitan. “Disaat aku berpikir menjadi orang yang paling bahagia, saat itulah aku kehilangan segalanya. Nina hamil, dia mengandung anak pertamaku dan kecelakaan itu membunuhnya. Aku tidak bisa kehilangan Nina setelah anakku jadi aku membawanya pergi. Dian pasti tidak keberatan jika aku melakukannya. Dia bahkan tidak melakukan apapun, bukan begitu?”

Diamnya Randy sudah menjadi jawaban. Satu sisi, dia marah terhadap Alex karena sudah memisahkan mereka selama 5 tahun. Namun sisi lainnya, dia tidak bisa berbuat apa-apa. Saat itu dia hanyalah orang biasa tanpa kekuatan apapun. Seperti sekarang, setelah mengetahui kebenaran, dia tetap tidak bisa melakukan apapun untuk kakaknya.

“Aku mengabulkan permintaan Nina untuk membawanya kemari karena dia merindukan kalian. Terlepas dari apa yang terjadi di masa lalu, Nina ingin bertemu terlebih denganmu. Kuharap setiap kali kita bertemu, kau bisa menahan kemarahanmu di depan Nina.”

“Apa kau sungguh mencintai kakakku?” tanya Randy saat Alex hendak beranjak.

“Tentu saja, aku sangat mencintainya. Aku bersedia memberikan apapun untuk membuatnya bahagia,” jawab Alex mantap.

Randy lalu beranjak dari kursinya dan menjulurkan tangan. “Aku menyutujui hubungan kalian. Kalau kau membuat kakakku menangis, ke ujung duniapun, aku pasti akan menghajarmu.”

Alex menerima uluran tangan itu dan menjabatnya. “That same goes with you.

Dengan ini, Randy bisa memastikan kebahagian Nina. Setidaknya, Alex berbeda dengan laki-laki yang dulu mengejarnya. Jika mereka hanya memperhatikan Nina sebagai objek, Alex memperlakukannya seperti belahan jiwanya. Justru seharusnya dia berterima kasih pada Alex karena telah menyelamatkan Nina dan mencintainya dengan sepenuh hati. Kali ini Randy sungguh-sungguh berharap, jika kakaknya akan mendapatkan kebahagiaan yang di impikannya.

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

4 Komentar

  1. dyah ayu monika menulis:

    Aku nangis dungs hahahhahaa

    1. wah berati aku berhasil bikin cerita yang bisa memengaruhi emosi pembaca donk, kukira aku bakal gagal hahaha

  2. Indah Narty menulis:

    Ngga gagal ko

  3. Ibuknya duhhh :pedas :pedas