Only You

Only You – Chapter 36

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

0 votes, average: 0.00 out of 1 (0 votes, average: 0.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

1

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

“Oh, aku akan merindukanmu,” ucap Anna seraya memeluk Nina dan mencium kedua pipinya. Hanya dalam sehari, Anna langsung menyukai Nina. Obrolan singkat dan kegiatan saling membantu memasak membuat mereka semakin dekat. Ditambah dengan keduanya yang memang cepat menguasi suatu hal membuat Anna selalu menempel pada Nina.

“Kita tidak akan berpisah lama. Sore nanti setelah aku pulang, kau bisa melihatku lagi,” balas Nina.

“Kau benar, tapi tetap saja aku masih ingin mengobrol banyak denganmu. Kenapa kau tidak libur beberapa hari dulu? Kau kan baru tiba di sini. Apa kau tidak tertarik mengelilingi New York?” Anna mengapit sebelah lengan Nina dan mengatakannya dengan nada merajuk.

Nina hanya terkikik melihat tingkah kekanak-kanakan yang tidak sesuai dengan image dewasanya. “Kita bisa melihat New York saat hari libur nanti. Lagi pula lebih cepat bekerja lebih baik. Aku tidak mau merepotkan Alex lebih lama.”

“Oh, Dear. Alex dengan senang hati merepotkan dirinya jika berhubungan denganmu. Kuberitahu ya, dua tahun lalu saat dia kembali dari Indonesia, dia sudah …”

“Anna.”

Nina dan Anna sontak menoleh ke arah Alex yang memotong pembicaraan mereka. Penampilan Alex pagi ini begitu rapi dengan setelan jas hitam yang dikenakannya. Nina mengira dia sudah melihat wujud Alex yang sempurna saat mengenakan tuxedo. Nyatanya, Alex tetap tampan mengenakan apapun.

“Apa kau sudah siap, Sayang? Aku akan mengantarmu.” Alex meraih lengan Nina dan memberikan tatapan tajam pada Anna saat melewatinya.

Anna hanya terkekik kecil dan segera menyembunyikannya ketika Nina menoleh ke arahnya. “Baiklah, hati-hati ya, Sayang. Kita akan melanjutkannya nanti,” ucap Anna setengah berbisik seraya mengedipkan sebelah matanya.

Nina mengangguk sebagai jawaban. Saat menaiki lift, secara inisiatif Nina menggegam tangan Alex dan menyandarkan kepalanya. Senyumnya mengembang ketika Alex membalas genggamannya. Jika bisa, Nina ingin waktu berhenti sejenak dan menikmati waktu lebih lama dengan Alex. Selama 3 bulan di New York, Nina akan memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk mengenal Alex lebih jauh.

***

Setelah Alex memakirkan mobilnya, Nina mengikat rambutnya dan bersiap untuk turun. Sebelum membuka pintu, Alex menahan lengannya dan mendekatkan wajahnya.

“Apa kau tidak lupa sesuatu?”

Nina mengernyitkan dahinya sejenak lalu menggeleng, “Tidak ada. Aku sudah membawa semuanya. Tidak ada yang tertinggal.”

Alex menghela nafas sejenak lalu mendekatkan wajahnya dan mencium pipi Nina. Alih-alih melihat wajah Nina yang memerah malu, Alex justru terkejut ketika Nina membalas dengan mencium pipinya.

"A-aku pergi dulu

“A-aku pergi dulu.” Nina langsung membuka pintu dan menyebrang menuju cafe.

Saat Nina turun, sekilas Alex melihat wajahnya yang memerah hingga ke telinga. Dia terkekeh sejenak sebelum meninggalkan tempat itu.

***

Nina berdiri di depan cafe yang menjadi tempat kerjanya selama 3 bulan kedepan. Diatas pintu masuk, sebuah papan nama hitam bertuliskan Cafe Ciao terpampang disana. Sebelum kemari, Nina sudah mencari tahu pengertian Ciao terlebih dahulu. Ciao merupakan bahasa Italia yang berati selamat pagi. Menurut Anggi, pemilik cafe ini merupakan temannya dulu saat bersama-sama belajar kopi.

Saat Nina mendorong pintu kayu coklat itu, dia langsung disambut dengan aroma kopi yang khas. Suasana yang familiar membuat Nina tersenyum memandang sekitarnya. Cafe Ciao sangat ramai dengan pengunjung. Setiap meja terisi penuh dan beberapa pelanggan bahkan rela duduk di kursi tunggu sambil menikmati hidangan. Ketika Nina sibuk memandangi sekitarnya, seorang pria berkulit coklat menghampirinya dengan senyum diwajahnya.

Ciao! Kamu pasti Nina. Aku sudah mendengar tentangmu dari Anggi. Perkenalkan, namaku Antonio Sanches. Panggil aku Antonio.” Pria yang disapa Antonio itu menyalami tangan Nina dengan semangat kemudian mengajaknya menuju kasir. “Kamu datang disaat yang tepat! Cafe sedang kekuragan orang karena beberapa pegawai yang tidak datang. Untuk sementara tolong bantu jaga kasir ya. Caranya mudah. Kamu tinggal memasukkan angka disini lalu memencet tombol ini untuk print struk dan ini untuk membuka lacinya.”

Nina memperhatikan setiap arahan Antonio pada tombol warna-warni yang ada pada mesin kasir. Caranya tidak terlalu berbeda dengan mesin yang dimiliki Cafe Cinta dan tidak sulit mengoperasikannya.

“Lalu gunakan ini jika pembayaran dengan kartu debit atau kredit. Harga menu ada dibelakang. Apa kau mengerti?” tanya Antonio.

“Ya! Aku bisa mengerjakannya,” jawab Nina mantap.

“Bagus! Kalau gitu kupercayakan padamu.” Antonio menepuk pundak Nina sebelum melayani pelanggan lain yang baru datang.

Baru sebentar setelah ditinggal, beberapa pelanggan yang sudah selesai datang untuk melakukan pembayaran. “2 Espresso dan 1 Baked Egg.”

"

Nina mulai memainkan jarinya diatas mesin kasir dan memasukkan nominal seperti yang tertera

Nina mulai memainkan jarinya diatas mesin kasir dan memasukkan nominal seperti yang tertera. “3 dollar.”

Pelanggan itu menyerahkan uang lalu Nina mencetak struk dan menyerahkan kembaliannya. “Terima kasih dan selamat datang kembali.”

Nina memberikan senyuman terbaiknya ketika pelanggan itu pergi. Pekerjaannya sekarang mengingatkannya pada kegiatannya dulu sebelum menjadi accounting. Melayani orang dengan sepenuh hati dan bertemu dengan banyak orang memberikan kepuasan tersendiri padanya.

Saat tidak ada orang yang membayar, Nina membantu melayani pelanggan dan mencatat pesanan mereka. Dia juga membantu mengantar makanan, membersihkan meja dan kembali ke kasir setelah saat ada yang membayar.

Cara Nina melakukan semuanya tidak lepas dari pengamatan Antonio. Dia kagum dengan kecepatan Nina menghapal semua menu dan mengerjakan beberapa pekerjaan sekaligus. Antonio sudah mendengar dari Anggi mengenai kehebatan Nina. Namun setelah melihatnya langsung, dia takjub dengan keahliannya.

Saat cafe sepi, Antonio mengumpulkan semua staffnya dan memperkenalkan mereka pada Nina. Mereka saling bertukar sapa dan bercakap-cakap ringan agar tidak canggung. Nina dengan mudah menyesuaikan diri pegawai yang lain dan membuatnya merasa nyaman.

Okay, lets cheers for our new comrade!” Semuanya mengangkat gelasnya tinggi-tinggi dan saling bersulang.

Suara dentingan gelas terdengar setelahnya. Nina merasa hangat karena mereka memperlakukannya seperti keluarga. Dia berjanji akan belajar sebaik-baiknya dan menikmati waktunya selama di New York.

***

“Tiriskan spaghettinya lalu siram dengan saus setelah itu taburkan keju dan daun peterseli.”

Nina mengikuti instruksi Anna dan menata spaghettinya

Nina mengikuti instruksi Anna dan menata spaghettinya. Setelah selesai, Nina menunjukkan hasilnya pada Anna. “Bagaimana?”

Perfect! Alex pasti menyukainya!” puji Anna.

Nina tersipu mendengarnya lalu meletakkan masakannya di atas meja. Saat pulang tadi, dia berpikir untuk membuat masakan kesukaan Alex ketika melihat wajah lelahnya. Nina berpikir kalau pekerjaannya pasti menumpuk karena mengambil cuti lama. Untung saja Alex tidak dipecat. Nina tidak tahu harus bagaiman jika Alex kehilangan pekerjaan karena dirinya.

Nina mengungkapkan keinginannya pada Anna dan dengan senang hati mengajarinya. Dia mungkin tidak bisa berbuat banyak untuk Alex. Namun setidaknya Nina ingin membuat Alex senang walau hanya sedikit.

“Baunya harum.”

Nina menoleh ke asal suara dan melihat Alex yang tengah bertelanjang dada dengan handuk di rambutnya. Dia langsung menolehkan wajahnya ke arah lain dengan pipi bersemu merah. Nina mengutuk otaknya yang dengan cepat mengingat setiap detail tubuh Alex. Otot perut yang terbentuk sempurna, kulit coklat yang mulus dan terlebih lagi saat matanya melihat sesuatu yang tercetak jelas di celana pendeknya.

“Pakai bajumu, dasar bar-bar! Kau membuatku malu saja!” Anna mulai mengomel layaknya menasehati anak kecil.

Alex tidak menggubris omelan Anna. Dia justru berjalan ke arah meja dan melihat masakan disana. “Sayang, kau yang memasaknya?”

Nina mengangguk pelan tanpa menjawab. Dia malu untuk berpaling dan tidak sengaja melihat sesuatu yang memalukan.

Saat Alex ingin mencicipinya, Anna memukul tangannya dan memberikan tatapan sangar. “Kau tidak boleh makan sebelum berpakaian. Atau perlu kubantu?” tawar Anna dengan senyuman nakalnya.

“Tidak boleh!” seru Nina cepat. Sadar akan kesalahannya, wajah Nina memerah padam hingga tetap terlihat meskipun ditutupi.

Anna tertawa cekikikan melihat Nina yang malu-malu. Begitu pula dengan Alex. Rayuan Anna membuktikan kalau Nina bisa cemburu. Sebelum pergi meninggalkan dapur, Alex memberikan kode kepada Anna untuk menguji Nina seberapa cemburunya dia.

“Alex sudah pergi, Sayang.”

Nina hampir menjerit ketika Anna berbicara tepat ditelinganya. Dia masih menundukkan wajahnya, takut jika Anna membohonginya. Namun tawa Anna yang tidak berhenti membuatnya kesal.

“Berhenti tertawa. Kita masih harus membereskan peralatan masak,” ujarnya bersungut-sungut.

“Oh Nina, kau tidak perlu cemburu. Aku dan Alex hanya sahabat. Lagi pula aku hanya membantunya memakai baju, tidak lebih.”

“Tetap saja tidak boleh!” Nina membanting teflon cukup keras ke Wastafel hingga berdenting. “Alex sudah dewasa. Dia bisa melakukannya sendiri. Kau tidak boleh memanjakannya hanya karena dia sahabatmu!” Emosi Nina menggebu-gebu ketika mengatakannya.

Anna mengenal Alex jauh lama lama daripada dia mengenalnya. Meskipun Anna selalu mengatakan mereka adalah sahabat, Nina tidak tahu bagaimana hubungan mereka berdua sebelumnya. Bisa saja Anna dulu adalah kekasih Alex dan karena tidak mau meninggalkannya dia menawarkan diri sebagai asisten rumah tangga.

Jika dipikir-pikir kembali, tidak mungkin Alex sengaja mempekerjakan seorang asisten hingga berpuluh-puluh tahun lamanya hanya untuk membersihkan rumah dan menyiapkan makanan. Alex tinggal sendiri dan lebih banyak menghabiskan waktunya dikantor. Apabila ingin membersihkan rumah, Alex bisa menyewa asisten rumah tangga sekali datang. Untuk makan malam pun, Alex bisa membeli diluar tanpa bersusah payah.

Nina menghentikan kegiatannya dan merenung. Dia belum mengenal Alex seluruhnya. Parasnya yang rupawan dan sikapnya lembut pasti membuat banyak wanita memperebutkannya. Dibandingkan dengan dirinya, wanita-wanita yang mengincarnya pasti lebih cantik dan berkelas. Karena sering menghadapi wanita, bisa saja sikap Alex selama ini padanya hanya kebohongan belaka. Memikirkan semua hal itu, tanpa sadar membuat mata Nina memanas.

“Maaf, bercandaku keterlaluan. Jangan menangis, Sayang.” Anna bernafas lega ketika Nina tidak menolaknya. “Apa kau berpikir jika aku memiliki hubungan dengan Alex? Atau kau membuat berbagai asumsi tentangnya dengan wanita lain?”

Nina menoleh sejenak dan mengangguk lemah.

“Oh, Sayang, Alex tidak seperti itu. Aku dan Alex tidak memiliki hubungan apa-apa selain sahabat. Kami dulu satu SMA dan memiliki sifat yang cocok. Aku tahu kalau Alex dari keluarga yang mampu karena itu aku memilih bekerja padanya.” Anna mengusap air mata Nina dan menangkup wajahnya. “Kau tahu, kau sangat beruntung. Alex itu sangat menghormati wanita. Dia akan melakukan apapun untuk membuat pasangannya bahagia dan kau lah wanita pertama yang mendapat perhatian spesial darinya.”

“Benarkah?” tanya Nina tidak percaya.

“Tentu saja, Sayang. Alex tidak akan mengundang sembarang wanita memasuki rumahnya. Kau lah yang pertama menginap disini dan membuat Alex menjadi bodoh selama 2 tahun. Dia sangat mencintaimu.”

Saat mendengar penjelasan Anna, perasaan sesak di dadanya menghilang. Segala pikiran buruk yang tadi menghantuinya menghilang bagai ditelan bumi. Sebuah senyuman terbentuk diwajahnya setelah mengetahui bahwa Alex benar-benar mencintainya. Perhatian yang diberikan Alex padanya benar-benar tulus. Nina jadi merasa bersalah karena sebelumnya telah berpikiran buruk.

“Terima kasih, Anna. Kau benar-benar dewasa. Maafkan aku, karena sudah berpikiran buruk tentang kalian.”

“Tidak apa-apa, Sayang. Apa kau tahu penyebab dirimu seperti itu?”

Nina berpikir sejenak kemudian menggeleng, “Tidak.”

Anna terkikik kecil kemudian mendekatkan wajahnya. “Kau cemburu. Kau cemburu ketika melihat kedekatanku dengan Alex. Kau juga cemburu jika ada wanita lain yang menggodanya. Kau tidak sadar, bahwa kau juga sangat mencintainya.”

Pipi Nina bersemu mendengar penuturan Anna. Dia mencoba perkataan dengan membayangkan Alex bersama wanita lain. Dadanya terasa panas dan sesak ketika memikirkannya. Nina tidak bisa merelakan Alex dengan wanita lain. Walau tidak nyata, tetap saja itu membuat dadanya terasa sakit. Dia sudah sangat mencintai Alex hingga membutakan akal sehatnya.

“Nina.” Anna menangkup kedua pipinya dan mendekatkan bibirnya dengan miliknya. Nina sampai berkeringat dingin karena jika lebih dekat lagi mereka berdua bisa berciuman. “Kau dan Alex sama-sama lucu. Aku jadi ingin melihat wajah cemburunya.”

Ketika bibir Anna hampir menyentuh, telinganya ditarik dari belakang hingga membuatnya mengaduh kesakitan. “St-stop it! It’s hurt!

Dibelakangnya, Alex hanya diam tanpa melepaskan tatapannya dari Anna. “Apa yang kau lakukan?” tanyanya dengan nada dingin.

“Aku hanya bercanda, hanya bercanda!” jawab Anna setengah meronta.

Alex belum ingin melepas cubitannya jika bukan karena Nina menatapnya penuh permohonan. Setelah memberikan tatapan peringatan pada Anna, Alex mengajak Nina duduk dan menyantap makan malam yang disajikan.

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

2 Komentar

  1. Indah Narty menulis:

    Jadi ikut senyum

  2. Anna jailll :ohyeaaaaaaaaah!