Only You

Only You – Chapter 38

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

0 votes, average: 0.00 out of 1 (0 votes, average: 0.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

1

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

Akhir pekan, Alex mengajak Nina mengunjungi Westfield World Trade Center, atau disingkat WTC mall yang merupakan salah satu pusat perbelanjaan terbesar di New York

Akhir pekan, Alex mengajak Nina mengunjungi Westfield World Trade Center, atau disingkat WTC mall yang merupakan salah satu pusat perbelanjaan terbesar di New York. Bangunannya berbentuk setengah lingkaran dengan atap yang menyerupai sirip tajam disetiap sisi. Warna putih yang melapisi seluruh gedung membuatnya tampak terang dan megah. Lokasinya yang strategis juga membuat mall ini banyak dikunjungi. Mall itu terdapat dibawah tanah, dekat dengan kereta api, gereja dan perumahan lainnya.

Saat menginjakkan kaki kedalam mall, Nina berdecak kagum melihat banyaknya toko-toko yang berjejer. Dari seredetan toko-toko itu, hanya beberapa nama yang diketahuinya seperti Sketcher, Apple dan H&M. Nina pernah memasuki mereka ketika berada di Jakarta. Harga barang yang dijual mereka begitu fantastis sehingga membuatnya melongo melihatnya. Jika biasanya dia perlu bepikir keras untuk membeli keperluan dirinya, Nina hanya memalingkan wajah jika melihat merk-merk terkenal itu.

“Apa ada sesuatu yang kau inginkan? Dari tadi kau melihat toko-toko itu,” tanya Alex yang dari tadi memperhatikan Nina.

“Tidak ada. Aku hanya terkejut melihat toko-toko itu ada disini. Setelah dipikir-pikir lagi, sebenarnya kan mereka merk luar. Aku benar-benar bodoh,” jawabnya sambi tertawa.

Alex mengerutkan dahinya ingin memprotes. Tetapi diurungkannya saat mengingat bagaimana Nina bersusah payah selama ini. Dengan kemampuannya, membeli barang-barang bermerk bukanlah hal yang sulit. Berbeda dengan Nina yang harus menahan diri, termasuk untuk kebutuhannya selama ini.

Alex merasa menyesal meninggalkan Nina 2 tahun lalu. Seharusnya dia lebih berani pada perasaannya dan membantu kekasihnya. Meskipun Nina wanita yang tangguh, dia tetaplah rapuh. Nina tetap membutuhkan sosok yang melindunginya dan menerima semua kekurangannya.

Tanpa basa-basi, Alex mengajak Nina memasuki toko sepatu. Seorang pramuniaga langsung menyapa dengan senyuman khasnya. “Selamat siang tuan dan nyonya, mencari sesuatu?”

“Keluarkan semua produk terbaru kalian. Kekasihku akan memilih sepatu yang disukainya.”

Permintaan Alex langsung disambut dengan senyum sumringah oleh pramuniaga itu. Dia segera memberitahu rekannya dan mulai mengeluarkan satu per satu sepatu keluaran terbaru. Nina sampai terperangah melihat kumpulan sepatu yang kini sudah dihadapannya.

“Sayang, apa ada yang kau suka?”

Pertanyaan Alex sukses mengejutkan Nina yang tengah melihat harga yang tertera. Dengan hati-hati dia meletakkan sepatu itu kembali dan berbisik ditelinganya. “Harganya sangat mahal. Aku tidak bisa membelinya. Ayo, kita pergi.”

Permintaan Nina tidak digubris olehnya. Alex meraih sepatu yang sebelumnya diperhatikan Nina dan memeriksa ukurannya. Dia lalu mendudukkan Nina di salah satu kursi dan memasangkan sepatu itu.

“Apa rasanya nyaman?”

Nina menggigit bibir bawahnya, takut untuk menjawab. Dia bisa mengira apa yang akan Alex lakukan selanjutnya dan ketakutannya semakin bertambah setelah mendengar apa yang dikatakan pria itu.

“Aku ambil ini dan sepatu lain yang berukuran sama.” Alex menyerahkan uang dan sepatu yang Nina pakai sebelumnya kepada Pramuniaga untuk dibungkus beserta yang satunya.

Nina meremas lengan Alex dengan erat. Bukannya menunjukkan wajah kesakitan, Alex justru memberikan senyum tanpa dosanya. “Itu hadiah dariku. Kau tidak perlu sungkan.”

“Justru karena darimu aku tidak bisa menerimanya! Aku tidak mau dianggap sebagai wanita pengeruk harta!” Mata Nina berkaca-kaca meluapkan emosinya. Biasanya dia tidak akan terpengaruh oleh perasaannya. Dia sudah beberapa kali mendapatkan perlakuan istimewa dari Alex dan tidak pernah mengharapkan lebih.

Alex mengerti kenapa Nina marah. Dia mengelus pipi putih miliknya dan memberi ciuman ringan di dahi. “Kau tidak perlu menganggap dirimu begitu rendah. Kau adalah wanitaku. Sudah sepantasnya aku memberikan yang terbaik untukmu.”

Saat Nina hampir menangis, Alex dengan cepat memberikan ciuman singkat. Ekspresi Nina yang semula sedih menjadi merah karena malu. Lengannya bahkan dicubit sebagai luapan kekesalan. Alex hanya tertawa melihat Nina yang kembali ceria.

“Ayo, Sayang kita jalan-jalan lagi. Kalau ada yang kau inginkan katakan padaku. Pacarmu ini bersedia memberikan apapun termasuk berlian termahal sekalipun.” Bibir Alex tidak berhenti tersenyum ketika Nina memberikannya tatapan peringatan. Dia sengaja mengatakannya cukup keras agar terdengar oleh pramuniaga lain. Sesuai dugaannya, para pramuniaga itu berbisik-bisik melihat kemesraan mereka. Entah mereka iri ataupun senang, Alex tidak peduli. Dia hanya ingin menegaskan bahwa mereka berdua adalah pasangan yang serasi.

Setelah keluar dari toko itu, mereka kembali berkeliling mall sambil terus menggenggam tangan. Nina tidak merasa malu karena disini bukan negaranya dan berpegangan tangan merupakan hal yang lumrah. Jika dulu mereka harus berhati-hati karena pandangan orang disekitar, sekarang mereka bisa terang-terangan menunjukkan hubungan mereka. Nina juga tidak perlu khawatir ada yang melihat ataupun melaporkannya pada ibunya. Untuk pertama kali, dia merasa bebas tanpa ada tekanan yang selalu menghimpitnya.

Nina berhenti pada satu toko dan memperhatikan kumpulan jam tangan yang dipajang. Pandangannya terhenti pada sepasang jam tangan. Kulit dan permukaan jam itu bewarna hitam elegan dibalut dengan pinggiran tembaga hingga memberi kesan mewah. Untuk jam wanita, terdapat sebuah gelang tipis bewarna senada yang dapat dipadukan.

Nina membayangkan jika Alex cocok mengenakannya, terlebih dengan warna hitam yang telah melekat pada dirinya yang menambah kesan misterius

Nina membayangkan jika Alex cocok mengenakannya, terlebih dengan warna hitam yang telah melekat pada dirinya yang menambah kesan misterius. Nina ingin memberikannya kepada Alex sebagai hadiah. Namun melihat harga yang tertera membuatnya bimbang ditambah dengan pesan yang bertuliskan jika jam tangan itu tidak bisa dibeli terpisah.

“Kau mau jam itu?”

Nina menggeleng lalu mengajak Alex pergi dari sana. Dia tidak mau jika pria itu membelikan semua barang yang dilihatnya. Dengan kemampuannya sekarang Nina sadar, kalau dia tidak akan mampu membelikan barang mewah untuk Alex. Dia akan mencari barang lain yang cocok untuknya.

Ketika Nina sibuk memperhatikan sekelilingnya, Alex menarik lengannya memasuki toko jam yang dilihat sebelumnya. Tanpa basa basi dia langsung membayar jam itu dan memakaikan dilengannya.

“Kau cocok mengenakannya,” puji Alex setelah melihat jam dan gelang itu terpasang.

Nina memberikan senyum simpul lalu mengambil jam satunya dan memakaikannya pada Alex. “Sebenarnya aku ingin membelikan jam ini sebagai hadiah. Tetapi aku tahu kalau aku tidak akan mampu membelinya. Karena kau sudah membelinya, setidaknya yang bisa kulakukan adalah membantumu mengenakannya.” Setelah selesai mengaitkannya, Nina memberikan senyum lebarnya. “Sudah kuduga, kau cocok mengenakannya. Warna hitam memang sudah menjadi ciri khasmu.”

Senyum tulus Nina membuat Alex tanpa sadar menciumnya. Hanya perlakuan kecil darinya sudah membuat dadanya terasa hangat. Nina, wanita yang telah merengut hatinya dan mengisi pikirannya. Wanita yang merupakan nafas dan belahan jiwanya. Wanita tegar yang kelak akan menemaninya hingga akhir hayat dan ibu dari anak-anaknya.

“Terima kasih, Sayang. Aku mencintaimu.” Genggaman mereka semakin erat seiring dengan berlalunya waktu. Hanya tinggal menunggu sebentar lagi hingga Nina menjadi miliknya, seutuhnya. Setelah saat itu tiba, Alex berjanji akan menjaga Nina seumur hidupnya dan memberikan kebahagian yang tidak pernah dibayangkan olehnya.

***

Pagi hari, Alex telah disuguhkan dengan pemandangan Nina yang sedang memasak dan mengenakan dress. Semalam, dia bersikeras untuk membelikan Nina beberapa dress untuk dikenakan. Selama bekerja, Nina selalu mengenakan kemeja dan jeans. Cara berpakaiannya itu telah melekat hingga menjadi kebiasaannya sehari-hari.

Matanya tidak salah ketika membelikan dress kuning bermotif bulu itu. Lihatlah, saat Nina mengenakan dress kaki jenjangnya itu begitu mengundang. Lehernya terpampang sempurna menunjukkan betapa putih kulitnya. Dia tampak begitu cantik dan terlihat feminin dengan lekuk tubuh yang sangat pas. Jika Nina mengenakan dress untuk bekerja sehari-hari, Alex tidak akan rela. Tidak ada yang boleh mengagumi Nina selain dirinya.

Bau kopi menguar di udara bersama dengan aroma makanan yang dimasak Nina

Bau kopi menguar di udara bersama dengan aroma makanan yang dimasak Nina. Perutnya memberontak untuk diisi oleh masakan yang dibuat kekasihnya. Dengan langkah pelan dan pasti, Alex mendekati Nina lalu memeluknya dari belakang. Pelukannya hampir membuat masakan Nina hampir terjatuh jika tangannya tidak sigap menahannya.

Morning, Darling. Kau memasak spaghetti kesukaanku?” Alex mengecap bumbu masakan Nina dengan ujung jarinya. “Rasanya enak,” ucap Alex seraya memberikan ciuman di pipinya.

“Kau ini, seperti anak kecil saja. Pantas saja Anna selalu mengomelimu,” gerutu Nina. Tangannya masih sibuk mengaduk spaghetti hingga matang. Setelah siap, Nina meletakkan diatas piring dan menata sedemikian rupa.

Sesudah menaruhnya diatas meja, Alex langsung mendudukkan Nina diatas perutnya. Perbuatannya membuat Nina berteriak terkejut dan meronta-ronta. Alex justru senang menggodanya dengan cara seperti ini terlebih tubuh Nina hampir mengenai miliknya.

“Sayang, duduklah yang tenang. Kau membuatku sulit mengontrol si junior.”

Ucapan Alex membuat wajah Nina semakin merah. Dia berhenti meronta namun masih tetap mencoba untuk melepaskan pelukannya. “Kalau begitu biarkan aku pindah. Dan jangan berani macam-macam denganku atau kau akan menyesal seumur hidup!”

Ancaman Nina tidak di indahkan olehnya. Alex justru memeluknya semakin erat dan menghirup aroma khasnya dalam-dalam. Dia menyukai aroma dan kehangatan tubuh Nina yang menenangkan. Sayang, dia tidak bisa menikmati kehangatan itu hingga mengantar tidur. Nina menolak tidur bersamanya yang merupakan hal tabu dari negaranya.

Terkadang Alex membenci tradisi negara itu yang mengekangnya. Dia tidak bisa mencium atau memeluk Nina sesuka hatinya. Kekasihnya itu bukan hanya malu, tapi juga membatasi diri agar tidak terlena.

Kegigihannya itu yang membuat Alex luluh dan tidak sembarang menyentuhnya. Namun, ada kalanya Alex tidak bisa menahan gejolak dalam dirinya. Seperti sekarang, dia sangat ingin menjamah setiap inci tubuhnya dan menikmati ciuman darinya, menyatukan diri dan melepaskan hasrat yang telah lama bergelora. Membayangkannya saja sudah membuat tubuhnya terasa panas.

“Alex, kau demam?”

Pertanyaan Nina menyadarkan Alex dari lamunannya. Segera saat pelukannya mengendur, Nina beranjak dari pangkuan Alex dan mendekatkan wajahnya. “Badanmu panas. Apa karena semalam kita terlalu lama jalan-jalan?”

Pertanyaan Nina diabaikannya. Alex lebih fokus pada wajah Nina, lebih tepatnya pada bibirnya. Bibirnya yang begitu menggoda membuat Alex tanpa berpikir panjang menciumnya. Dia melumatnya dengan perlahan, memainkan lidahnya dengan lembut memberikan jeda padanya untuk mengambil nafas.

I love you.” Hanya tiga kata itu yang keluar dari mulutnya ketika bertemu dengan mata cokelat kekasihnya. Dia tidak bisa memikirkan kata-kata lain yang bisa diungkapkan untuk menunjukkan rasa cintanya.

Me too.”

Belaian Nina membuatnya merasa nyaman. Alex memeluk erat tubuhnya dan menyandarkan wajahnya. “Biarkan aku seperti ini sebentar lagi.”

“Baiklah. Setelah ini minum obat agar cepat sembuh ya,” ucapnya seraya menepuk punggung layaknya anak kecil yang perlu ditenangkan.

Alex hanya tersenyum simpul memaklumi kepolosan Nina dan menikmati waktu bersama mereka.

***

Sudah tinggal bersama selama beberapa tahun, baru kali ini Alex merasa bahagia atas ketiadaan Anna. Biasanya, akhir pekan Anna menghabiskan waktunya dengan clubbing dan akan kembali pagi harinya. Namun hingga menjelang sore dia masih belum kembali. Bukannya tidak khawatir, tetapi Alex tahu kalau Anna baik-baik saja terlebih jika kabar itu berasal dari sahabat kuliahnya.

Karena kesalahpahaman tadi pagi, Nina benar-benar merawatnya seperti orang sakit. Dia membantunya mengganti pakaian, mengelap tubuhnya dan mengawasinya setiap saat. Alex tidak merasa sedih melainkan senang karena semua perhatian Nina tertuju padanya dan karena itu jugalah dia memanfaatkan kesempatan ini bersikap manja.

“Sayang, aku ingin dipeluk.” Alex merentangkan kedua tangannya dan berpura-pura memelas. Sekuat tenaga dia berusaha untuk tidak tersenyum ketika Nina mendekat ke arahnya.

“Nah, tidurlah anakku sayang. Cepatlah sembuh agar mama tidak khawatir.” Nina menepuk-nepuk punggung Alex dan terkekeh dengan ucapannya sendiri. Dia bermaksud untuk mengejek karena sebelumnya tidak pernah melihat lelaki itu sakit.

Sebaliknya, Alex mengartikannya lain. Dia langsung membayangkan anak-anaknya nanti dimasa depan. Dia dan Nina akan terbangung tengah malam untuk mengganti popok ataupun menyusui. Melihat anak mereka saat pertama kali memanggil mereka dengan sebutan Mommy dan Daddy, bersekolah dan tumbuh dewasa. Anak-anaknya nanti tidak akan kekurangan apapun karena mereka berdua membesarkan mereka dengan penuh kasih sayang.

Alex lalu mengangkat tubuh Nina dan menghempaskannya diatas kasur dengan perlahan. Nina yang berada di bawahnya tampak bingung dan kecil. Pandangannya lalu beralih pada leher Nina yang sejak tadi menarik perhatiannya. Alex meneguk air liurnya mengkhayalkan ciuman panas yang nantinya menimbulkan jejak disana. Jejak yang merupakan tanda kepemilikannya.

Nafsu liar mulai menguasai dirinya. Sudah lama semenjak dia terakhir kali memuaskan gairahnya. Alex tidak akan sembarangan memilih wanita untuk menyenangkannya. Dia lebih memilih untuk menyibukkan pikirannya dengan pekerjaan sehingga tidak ada keingan untuk melakukan hubungan intim dengan siapapun.

“Sayang, kau begitu menggoda.” Suara serak miliknya ditambah dengan sorot kelaparan membuat Nina bergetar. Dia mencium lehernya hingga menimbulkan suara kecupan diseluruh . Alex juga mengigit dan memberikan tanda merah dikulit putihnya.

“Alex, jangan …” Bibir Nina bergetar ketika mengatakannya. Alex yang dikuasi oleh nafsu tidak mempedulikan permohonan itu dan menyerang bibirnya. Ciumannya kali ini tidak seperti biasanya. Kali ini dia lebih dalam dan menuntut untuk dipuaskan.

“Aku tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Hari ini kau menjadi milikku.”

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

1 Komentar

  1. Indah Narty menulis:

    Alex Nakal