Only You

Only You – Chapter 16

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

1 vote, average: 1.00 out of 1 (1 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

1

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

Keramaian Jakarta sudah menjadi ciri khas kota tersebut. Sebelum matahari membumbung tinggi, orang-orang sudah terlebih dulu menjalankan aktivitas dan berangkat kerja. Meskipun badan dan pikiran masih lelah, meskipun melakukan pekerjaan yang sulit, semuanya berusaha mencari nafkah demi keluarga.

Seorang gadis, setengah berlari melewati kerumunan pejalan kaki. Sesekali dia mengelap keringat yang membasahi wajah dengan lengan bajunya dan meminta maaf ketika menabrak orang lain. Wajahnya cemas karena khawatir akan terlambat.

“Hei! Jalan pake mata!” Seru seorang bapak ketika tidak sengaja menyenggol bahunya.

Gadis itu meminta maaf singkat dan mempercepat langkahnya untuk menyebrang ketika melihat rambu hijau. Dia menarik nafas singkat sebelum kembali berlari. Selama berlari, gadis itu melihat kumpulan anak SMA yang tengah bercengkrama. Dengan tatapan sendu, dia mengamati mereka sejenak sebelum bunyi klakson motor menyadarkannya. Gadis itu menghela nafas panjang dan melanjutkan kembali perjalanannya yang sempat tertunda.

Saat berlari, gadis itu menangkap punggung seorang pria yang mengenakan setelah jas hitam yang berjarak beberapa langkah didepannya. Bukan postur ataupun setelan mahal yang mengkilap itu yang menarik perhatiannya, melainkan sebuah dompet bewarna coklat yang hampir jatuh dari kantongnya.

Dalam hati, gadis itu merasa cemas. Dia ingin memperingati pria itu tapi disisi lain juga tidak ingin ikut campur. Terakhir kali dia membantu orang yang tak dikenal, itu hampir membuat dirinya sendiri celaka.

Saat gadis itu kalut dengan perasaanya, hal yang ditakutkannya pun terjadi. Dompet itu jatuh dan si pemilik tidak mengetahuinya. Beberapa preman jalanan langsung menandai dompet itu dan menunggu hingga pria itu menjauh. Gadis itu hanya menggeleng ketika hatinya berteriak untuk mengembalikannya.

“Ah, sudahlah!”

Gadis itu langsung mengambil dompet tersebut dan mengabaikan tatapan mengancam dari preman yang melihatnya. Dia mengikuti pria itu di keramaian dan kesulitan mengejarnya karena langkah kakinya yang cepat. Beruntung gadis itu memiliki postur yang lebih tinggi dari pada wanita umunya sehingga dia masih bisa melihat pria itu ditengah keramaian dan berhasil menyusulnya.

“Pak!” Gadis itu menepuk bahu pria itu dan membuatnya menoleh. Dia mematung sejenak ketika bertatapan dengan mata abu-abu milik pria itu, warna yang indah dan unik. Menyadari pria itu adalah bule, gadis itu menggunakan bahasa inggris sambil menyerahkan dompetnya. “Your wallet, sir.

Setelah pria itu mengambil dompetnya, gadis itu memberi senyum dan melesat pergi. Dia tidak bisa berlama-lama saat melihat jam yang terpampang dari cafe tadi. Tidak ada rasa menyesal dalam dirinya meskipun mengetahui hal itu membuatnya terlambat. Baginya menolong orang lain adalah salah satu pelampiasan dari masalah yang sedang dihadapinya. Gadis itu hanya berharap jika kedepannya pria itu lebih berhati-hati dan tidak mengulangi kesalahannya lagi tanpa mengetahui kalau pertemuan itu bukan hanya sesaat.

***

“Tumben kamu terlambat. Biasanya kamu paling cepat datangnya.”

“Maaf pak, tadi ada masalah sedikit jadi saya terlambat.”

Pak Suryo selaku manager toko Betamart menyipitkan matanya ketika mendengar alasan Nina. Betamart adalah usaha lokal bersifat franchise yang menjual berbagai macam barang harian. Nina bekerja menjadi salah satu pegawai di tempat itu. Sifatnya yang ramah, riang, murah senyum dan cepat tanggap membuatnya menjadi pegawai favorit. Karenanya juga, banyak pelanggan yang datang dan membuat omset menjadi naik.

Tetapi hal itu juga memberikan dampak buruk. Nina sering menjadi bahan pergunjingan pegawai lainnya dibelakang. Mereka sering membicarakan hal-hal yang buruk dan tidak benar tentangnya. Mereka iri karena dia lebih diperhatikan terlebih dengan umurnya yang lebih muda dari yang lainnya.

Nina mengetahui semua itu dan memilih menutup telinganya. Di usia yang ke 18 ini, seharusnya dia mencicipi masa akhir tahun sekolah. Menikmati rasanya pusing karena belajar, rasa tegang saat ujian akhir sudah dekat, saling mengejek nilai satu sama sama lain dan lulus bersama yang lainnya. Sayangnya dia tidak bisa menikmati semua itu semenjak ayahnya meninggal 1,5 tahun yang lalu.

Sejak saat itu pula, Nina memutuskan untuk berhenti sekolah dan membantu kondisi keuangan keluarganya dengan bekerja. Adik laki-lakinya yang berjarak satu tahun, mempunyai prestasi yang lebih baik darinya. Nina ingin agar adiknya dapat menyelesaikan sekolah dan melanjutkannya hingga ke perguruan tinggi.

Untuk mewujudkannya, Nina bekerja siang malam tanpa mengenal rasa lelah. Setiap uang dihasilkannya, ditabung untuk keperluan adiknya. Nina bahkan tidak peduli dengan kebutuhannya sendiri. Baginya, kebutuhan adiknya yang lebih penting. Dia sudah berjanji agar adiknya tidak menempuh jalan sepertinya.

Setelah melayani pelanggan, Nina beristirahat sejenak dan menulis semua pemikirannya dalam binder. Binder dan kertas itu adalah pemberian Pak Suryo atas kerajinannya. Dia membuka lembar kosong dan menggambar asal dengan imajinasinya.

Ketika sedang menggambar asal, Nina teringat kejadian tadi pagi yang membuatnya terlambat. Dia sempat melihat wajah bule yang menabraknya sebelum terpaku pada mata uniknya. Garis wajah yang keras, rahang yang ditumbuhi janggut rapi, dan aura tegas yang dewasa, membuat Nina terheran-heran kenapa ada pria yang bisa sesempurna itu.

Nina tidak berani membayangkan bagaimana rasanya jika berpasangan dengan pria itu. Untuk sekarang, yang ada dipikirannya hanya biaya untuk adiknya. Nina tidak berani berharap, terlebih pada seorang pria asing yang baru ditemuinya. Dia hanya mendesah panjang dan melalui hari-harinya tanpa rasa mengeluh.

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

1 Komentar

  1. Indah Narty menulis:

    Banyak orang iri yg berseliweran