Only You

Only You – Chapter 37

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

1 vote, average: 1.00 out of 1 (1 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

1

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

Seminggu berlalu dengan cepat selama bekerja di Cafe Ciao. Kesibukan yang dilalui berhari-hari tidak membuat Nina lelah. Setelah mengetahui kalau Nina suka melayani tamu, Antonio menempatkannya sebagai pelayan. Diwaktu senggang, dia akan belajar latte art.

Semenjak kedatangan Nina, pelanggan Cafe semakin hari semakin bertambah. Mereka merasa nyaman dengan cara Nina yang mengajak mereka mengobrol santai dan memperhatikan kondisi kesehatan mereka. Sesekali, Nina juga mengajak mereka bersenda gurau dan bersabar melayani orang lanjut usia.

Grande! Kemampuanmu benar-benar meningkat! I’m so proud of you!” Antonio memeluk Nina dengan senang karena keberhasilan Nina membuat gambar latte baru. Jika dulu Nina hanya bisa menggambar love dan menulis rangkaian kata mudah, sekarang dia bisa menggambar angsa dan motif hati bertingkat.

“Aku masih belum apa-apa dibandingkan denganmu. Masih banyak yang perlu kupelajari agar skill ku agar lebih baik.” Nina merapikan peralatan dan memberikan kopi buatannya pada salah satu pelanggan. Alasan lain kenapa cafe tidak pernah sepi karena Antonio memberikan kopi gratis hasil latihan.

Ada rasa puas ketika melihat pelanggan yang menikmati kopi buatannya. Ayahnya dulu juga sangat menyukai kopi. Nina masih ingat, ekspresi ayahnya saat pertama kali meminum kopi buatannya. Raut wajah ayahnya saat itu seperti menahan sakit dan menutup kedua mata rapat-rapat. Saat itu dia tidak tahu jika kopi harus ditambah gula. Setelah cukup dewasa, barulah Nina menghetahui rasa kopi yang begitu pahit tanpa gula.

Menambah gula pada kopi membuat rasanya semakin nikmat, seperti kehidupannya sekarang. Semenjak kehilangan ayahnya, Nina merasa hari-harinya begitu pahit. Dia kehilangan tempat untuk bersandar, tidak bisa mengutarakan isi hatinya dan menelan semua kesedihannya. Dia harus bersusah payah menahan tuntutan dari ibunya dan bekerja siang malam untuk membiayai Randy.

Ingin rasanya Nina mengakhiri semua kepahitan yang dialaminya. Tubuh dan jiwanya lelah menghadapi seluruh rintangan yang datang tiada akhir. Nina sayang dengan keluarganya dan kasih sayang itu juga yang menjadi bumerang baginya.

Ditengah-tengah semua masalah yang melandanya, Alex datang bagaikan angin yang menerbangkan semuanya. Perkenalan mereka yang tidak disengaja, sikapnya yang kaku dan menyebalkan, perhatian yang diberikannya membuat Nina merasa luluh. Alex memberikan rasa aman dan hangat yang telah lama dilupakannya. Bukan hanya itu, Alex juga membuatnya menjadi diri sendiri dan merasakan cinta.

Hanya memikirkan Alex membuat jantung Nina berdebar-debar. Rasanya dia ingin bertemu dengan pria itu dan meluapkan kerinduannya. Nina ingin memeluk punggung tegap yang selalu menjaganya, ingin selalu bersamanya dan ingin memberikan ciuman hangat dibibirnya.

Wajah Nina memanas memikirkan keinginan terakhirnya yang begitu bodoh. Dia kembali teringat dengan ciuman pertamanya yang diambil Alex dengan lembut. Bibirnya yang penuh, deru nafas yang saling beradu dan dekapannya yang erat membuat gairah dalam dirinya muncul. Alex bukan hanya memperlakukannya sebagai wanita tetapi juga membangkitkan sisi terdalam dirinya.

Ketika lonceng pintu berbunyi, sosok yang membuatnya rindu muncul dengan senyum hangatnya. Nina ingin berlari memeluk pria yang dicintainya itu dan meluapkan kerinduannya. Namun dia masih bisa menahan diri karena hal itu akan membuat dirinya terlihat memalukan.

Ciao, Alex! Mau menjemput Nina pulang?” Antonio dengan semangat menyapa Alex dan berdiri bersisian dengannya.

Nina baru menyadari jika mereka berdua memiliki tinggi yang sama. Namun bukan itu yang menarik perhatiannya, melainkan penampilan Alex yang terlihat lebih gagah. Padahal, tidak  ada yang berubah darinya tetapi dia merasa Alex tampak lebih menawan. Pengaruh cinta begitu kuat hingga membuat otaknya tidak bekerja dengan benar.

“Sayang, apa kau sudah selesai?” Bukannya menjawab Antonio, Alex malah mendekatinya dan mencium pipinya. Mulut Antonio sampai menganga lebar, tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.

“Sebentar lagi. Aku masih harus membereskan gelas-gelas ini.”

“Tidak perlu, Sayang. Bukan begitu, Antonio?” Alex melirik kepada laki-laki itu dan membuatnya terperanjat. “Nina sudah boleh pulang kan?” tanyanya lagi.

“Oh, tentu saja! Kau sudah boleh pulang. Tidak usah pedulikan gelas-gelas itu. Nanti aku yang akan membereskannya.” Antonio langsung mengambil nampan yang dibereskan Nina dan membawanya ke dapur.

Nina terheran-heran melihat perubahan sikap Antonio yang terkesan menghindarinya. Bukan, lebih tepatnya menghidari Alex. Setelah berpamitan dengan rekan-rekan kerjanya, Nina mengikuti Alex memasuki mobil dan melepas ikat rambutnya.

“Sayang,” panggil Alex.

Nina mendeham ringan untuk menjawab karena tengah kesulitan memasang seatbelt. Setelah sabuknya terpasang, Nina berhenti bernafas ketika melihat wajah Alex yang begitu dekat. Dia segera memejamkan mata, mengira Alex akan menciumnya. Namun, ciuman itu tak kunjung datang. Dengan hati-hati Nina membuka matanya dan menemukan tatapan tajam darinya.

“Sayang.”

Panggilan Alex kali ini berbeda dengan sebelumnya. Dia bisa merasakan adanya kemarahan disana. Dari sorot matanya, Alex kelihatan frustasi. Dia seakan-akan menahan diri untuk tidak meledak. Sesekali Alex menggeram tanpa melepaskan pandangan darinya.

“Sayang, apa hubunganmu dengan Antonio?” tanyanya setenang mungkin.

Nina meneguk air liurnya memikirkan jawaban dari pertanyaan Alex. Hubungannya dengan Antonio sebatas mentor dan pegawai. Antonio mengajarkannya cara membuat latte art dan dia berlatih seraya membantu pekerjaan cafe. Tidak ada yang istimewa diantara mereka. Antonio hanya senang memberikan pujian jika latte art buatannya bagus.

“Kami hanya teman. Dia mengajariku membuat kopi dan aku bekerja dibawahnya,” jawab Nina takut-takut.

Alex mendengus tak suka mendengar penjelasannya. “Kenapa Antonio memelukmu?” tanyanya lagi.

Nina akhirnya mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Perubahan sikap Alex bukan karena marah, melainkan cemburu karena melihat Antonio memeluknya. Alex pasti salah paham dan menganggap dia tengah bermain dibelakangnya.

“Antonio memelukku karena aku berhasil membuat latte art dengan motif yang baru. Dia hanya senang melihat perkembanganku,” jelas Nina.

Wajah Alex masih terlihat tidak puas mendengar jawabannya. Dia merasa putus asa karena Alex sulit diyakinkan. Sebelum pertanyaan kembali diajukan, Nina menyatukan bibirnya dengan milik Alex. Samar-samar, dia bisa melihat punggung Alex yang tegang menjadi rileks. Ciuman itu tidak bertahan lama karena Alex memutuskannya secara sepihak.

“Aku dan Antonio tidak ada hubungan apa-apa, sungguh! Aku hanya mencintaimu! Aku …” Air mata Nina jatuh membasahi pipinya. Dia takut karena kejadian ini Alex akan membencinya.

Ditengah kecemasan yang melanda, Nina merasakan sesuatu yang lembut dibibirnya. Tatapan Alex saat menciumnya begitu hangat. Tanpa sadar tangisannya semakin deras. Dia begitu takut Alex meninggalkannya. Nina sudah sangat mencintai Alex hingga tidak bisa hidup tanpanya.

 Nina sudah sangat mencintai Alex hingga tidak bisa hidup tanpanya

“Maafkan aku. Aku tidak bermaksud membuatmu menangis. Aku hanya cemburu.” Alex menghapus air mata Nina dan memberikan ciuman di pipinya. “Aku melihatnya tadi, Antonio memelukmu dan kau membalasnya. Aku tidak suka. Kau hanya milikku.”

Nina tertegun mengetahui betapa cemburunya Alex. Dulu, saat Anna menyuruhnya untuk membayangkan Alex bersama dengan wanita lain sudah membuat dadanya bergemuruh. Nina tidak bisa membayangkan, bagaimana kemarahan Alex ketika melihatnya dipeluk oleh pria lain.

Tanpa berpikir panjang, Nina berhambur ke dada Alex dan membenamkan wajahnya. “Aku tidak akan melakukannya lagi. Aku hanya mau dipeluk olehmu.”

Nina dapat merasakan lengan kekar Alex yang melingkar di peluknya. Setelah beberapa saat, pelukan itu terurai dan Alex memberikan ciuman singkat. “Jangan pernah berpaling dariku. Ingat, hanya aku yang boleh menyentuhmu.”

Nina memberikan senyum cerahnya sebagai jawaban dan berjanji pada dirinyakan akan terus menggenggam erat tangan Alex sampai kapanpun.

.

.

.

.

.

*Grande = Hebat, bahasa Italia.

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

3 Komentar

  1. Fransiscalavoie menulis:

    ❤❤❤❤

  2. Indah Narty menulis:

    Grande

  3. Cemburuuu teroooosss