Vitamins Blog

WHEN : 5. Let You Go

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

Karin menatap bosan pada lelaki pirang di depannya. Sejak tadi lelaki itu tak henti-hentinya mengganti pakaian dan tersenyum bodoh di cermin berkali-kali.

 

“Hei, bodoh. Sebenarnya kau ini ingin pergi kemana?” Tanya Karin.

 

Naruto melirik sebal pada Karin. “Apa pedulimu? Keluar dari kamarku.” 

 

Mendapat jawaban seperti itu, Karin langsung memukul bagian belakang kepala Naruto dengan keras, membuat lelaki itu mengadu kesakitan. “Kau cari mati bicara tak sopan pada bibimu ini, hah!”

 

“Jangan memukulku seenaknya! Kau hanya beda setahun denganku, monster.” Kata Naruto sebal.

 

“Monster?” Karin menaikan sebelah alisnya. “Kau memang cari mati, bocah.” Kata Karin menyeringai, dia menarik rambut pirang keponakanya dan membawanya jatuh ke kasur. Mereka saling gigit dan saling cakar di sana.

 

Karin yang merupakan atlit judo akhirnya mengalahkan Naruto. Dia memiting bocah pirang itu dan  tak membiarkannya bergerak sedikitpun.

 

“Rasakan ini keponakanku tersayang. ” Karin menggigit lengan Naruto keras-keras.

 

“Mom!!!”

 

Sementara itu di lantai bawah kediaman Namikaze, sepasang suami istri mesra menikmati sarapan pagi mereka. Tak mempedulikkan teriakan-teriakan dan keributan yang terjadi di atas.

 

***

 

Neji memperhatikan Hinata yang sedang berkutat di dapur. Menyiapkan sarapan untuk keluarga Uchiha.

 

Sebenarnya Hinata adalah kepala pelayan rumah tangga keluarga Uchiha. Ia tak perlu turun tangan langsung mengurus segala keperluan yang dibutuhkan keluarga itu, Hinata bisa saja hanya menyuruh pelayan-pelayan lain melakukannya. Tapi Hinata selalu mengatakan jika dia menyukainya.

 

Seperti sekarang, Hinata menyiapkan sarapan tradisional jepang kesukaan Uchiha Fugaku sendirian dan memerintahkan pelayan lain untuk melakukan pekerjaan lainnya.

 

Neji merasa jika Hinata semakin dewasa. Dan gadis dewasa ini mulai mencintai seseorang. Senyumnya mengembang tulus.

 

Tapi ia teringat gadis kecilnya. Hubungan cinta segitiga mereka membuat Neji bimbang. Ia menyayangi ketiganya dan berharap tak ada yang terluka. 

 

“Hinata.” Panggilnya.

 

“Ya nii-san?” Kata Hinata tanpa menoleh. 

 

Neji menatapnya lembut. “Apa kau menyukai Sasuke?”

 

Hinata menoleh, terkejut. Spatula di tangannya terjatuh dengan suara keras. Dia diam tak menjawab, pipinya bersemu. Dan Neji tak perlu sebuah jawaban. Reaksi adiknya sudah menjawab semuanya.

 

***

 

Sakura menatap arlojinya sekilas. Masih ada waktu beberapa menit sebelum jam janjiannya. Ia memang lebih suka menunggu daripada harus membuat orang lain menunggunya.

 

Seorang pelayan menghampirinya dan menyerahkan air putih di atas meja. Sakura tersenyum padanya, dan pelayan itu pergi melayani pelanggan lain.

 

Sakura hari janji bertemu dengan Naruto untuk melunasi hutangnya tempo hari. Memang bukan malam malam seperti yang diinginkan pemuda itu, tapi Naruto menerimanya. Baginya apapun asal bisa bertemu gadis merah muda itu lagi.

 

Pintu berdenting.

 

Berdiri di sana Naruto dengan wajah bingung menatap ke sana ke mari mencari Sakura. Wajahnya berubah ceria saat ia melihat gadis itu melambai riang padanya.

 

“Apa aku membuatmu menunggu lama? Maaf.” Kata Naruto. Dia mendudukan dirinya di depan Sakura. 

 

Sakura menggeleng. ” Aku yang datang terlalu cepat.” Sakura menunjuk buku menu di depan mereka. “Pesanlah sesuatu. Aku akan mentraktirmu.”

 

“Tidak perlu. Biar aku yang mentraktirmu, Sakura-chan.” Naruto menepuk dadanya dengan bangga. “Aku ini lelaki dewasa.”

 

Sakura tersenyum geli, lalu dia menggeleng. “Aku yang akan mentraktirmu kali ini, kau bisa mentraktirku lain kali.”

 

“Benarkah? Jadi aku bisa menemuimu lagi lain kali?” Matanya membulat senang.

 

Sakura mengangguk. “Tentu. Karena kita teman.” Dia tersenyum tipis. “Jadi, bisakah kita mulai memesan sekarang?”

 

***

 

Naruto berniat mengantarkan Sakura sampai rumahnya. Tapi gadis itu bersikeras tidak mau diantar. Dan karena Nauro terus memaksanya, akhirnya Sakura mengijinkan Naruto mengantarkannya sampai stasiun.

 

“Terima kasih untuk makan siangnya.” Kata Naruto.

 

Sakura mengangguk kecil. Dia tak sepenuhnya memperhatikan Naruto. 

 

“Naruto, berhenti saja di sini.” Kata Sakura tiba-tiba.

 

Naruto menepikan mobilnya ke bahu jalan. “Ada apa?”

 

“Aku turun di sini saja. Terima kasih tumpangannya.” Sakura lalu turun tergesa-gesa. Dia menghentikan sebuah taksi dan masuk ke dalamnya, meninggalkan Naruto yang menghela nafas pasrah.

 

Naruto baru akan menjalankan mobilnya, tapi pandangannya tertuju pada ponsel yang tergeletak di kursi sebelahnya. Membuat dia tersenyum senang.

 

***

 

Sasuke menoleh dengan kesal saat seseorang masuk begitu saja ke kantornya tanpa mengetuk pintu. Dan ia menjadi berkali-kali lebih kesal saat tau itu adalah Sakura.

 

Putra bungsu Fugaku itu tak habis pikir dengan gadis merah muda di depannya ini. Sakura terus saja datang padanya meskipun ia selalu berkata kasar. Bagaimana bisa seseorang memiliki wajah setebal itu. Benar-benar tidak memiliki malu.

 

Sedangkan Sakura sedikit memerah saat Sasuke terus melihat padanya. Hanya ditatap saja membuatnya berdebar.

 

Sasuke mendengus, kesal. “Pergi. Kau mengangguku.”

 

Tapi Sakura tak mempedulikan nada bicara Sasuke. Dia sudah terbiasa. “Sasuke-kun, mau makan malam bersama?” Tanya Sakura. Dia menatap Sasuke penuh harap.

 

“Tidak.”

 

“Ayolah Sasuke-kun. Kau boleh memilih tempatnya, aku akan ikut kemanapun.” Rayu Sakura.

 

Sasuke menggertakan giginya. “Kubilang tidak!”

 

“Kumohon, kali ini saja. Ada yang ingin kubicarakan denganmu.” Pinta Sakura lagi.

 

Dan Sasuke benar-benar marah. “Apa kau tuli? Berhenti menggangguku, brengsek!”

 

Sakura menatapnya pilu. “Kenapa kau selalu seperti ini padaku?” Dia meremas ujung kemejanya. Menahan sesak. “Aku hanya ingin makan malam denganmu, apakah terlalu sulit?”

 

Sasuke berdiri dari kursinya. Mencengkeram pinggiran mejanya erat. “Dengarkan aku Haruno. Bahkan jika aku ditakdirkan untuk mati besok, aku tak akan sudi untuk menghabiskan waktu sedikitpun apalagi makan berdua denganmu, gadis sial. ” Kata Sasuke dengan suara rendah dan nada yang dibuat setajam mungkin.

 

Kali ini Sasuke bukan hanya mendorong Sakura menjauh, tapi Sasuke juga menikam jantungnya.

 

***

 

Tayuya merasa bosan di kamarnya sehingga dia memutuskan untuk turun ke ruang tamu, menemani ibunya —ibunya biasa menonton dorama disore hari seperti ini.

 

Karena kamar miliknya tepat di sebelah kamar Sakura, jadi ia harus melewati kamar adiknya untuk turun ke bawah. 

 

Dia melirik pintu kamar yang tertutup itu. Biasanya Tayuya akan datang ke kamar adiknya untuk mengobrol atau sekedar mengajaknya turun ke bawah bersama, tapi belakang ini ia jarang datang atau pun berbicara dengan adiknya, dia masih marah perihal kejadian beberapa waktu yang lalu.

 

Tayuya tau kadang tingkahnya sedikit kekanakkan dan sering kali berlebihan dalam merebut perhatian orang tua mereka. Tapi jauh di lubuk hatinya, ia sangat menyayangi Sakura.

 

Dia hanya iri.

 

Sakura seperti memiliki segalanya. Dia cantik, bahkan sangat cantik. Rambutnya merah muda cerah sedangkan miliknya terlihat kusam. Sakura memiliki banyak teman, sedangkan ia tak memiliki satupun karena lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah sakit. Adiknya itu cerdas dan pandai sekali mendesain pakaian. Sakura memiliki banyak hal. Mereka kembar, tapi banyak sekali perbedaan. Jadi apakah ia salah jika dia berusaha menyimpan sendiri kasih sayang orang tuanya?

 

Bruk!

 

Tayuya tersentak kaget. Suara barang terjatuh dengan keras dan itu dari dalam kamar Sakura.

 

Perlahan ia membuka kamar adiknya, mengintip dari sela pintu yang terbuka. Dan ia merasa jantungnya hampir berhenti.

 

Dilantai, Sakura terbaring. Pingsan. Dan banyak pil berserakan di sebelahnya.

 

“Ibu!”

 

***

 

 

2 Komentar

  1. bunuh dirikah sakura

  2. Ehm bunuh diri ngga ya? Hehe

    Silahkan ditunggu next part..makasih udh mampir :inlovebabe