Vitamins Blog

Pandora’s Cursed : PART 5

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

57 votes, average: 1.00 out of 1 (57 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Aaron memasuki daerah perbatasan antara Prancis dan Jerman. Ia bisa melihat sesuatu hal yang sedikit berbeda dari Prancis di tempat ini. Para rakyat jelata yang kelaparan, duduk sambil menatap rombongan Aaron yang melewati jalan setapak menuju ibukota Jerman. Mereka adalah rakyat pinggiran yang tidak mendapatkan haknya dari pihak atas. Ini lebih parah dari Prancis.

 

Aaron kembali melajukan kudanya. Lalu, ia sampai di gerbang pintu masuk ibu kota Jerman, Berlin. Dari kejauhan ia bisa melihat pintu istana yang terbuka dan para prajurit menyambut kedatangan Aaron.

 

Rombongannya tiba di pintu masuk istana. Aaron turun dari kudanya. Seorang laki-laki berpakaian sutra dan jubah beludru hijau datang menghampirinya. Aaron mengetahui siapa itu. Dia adalah raja Jerman yang baru, Raja Alexandre. Ia seumuran dengan Aaron saat ini dan ia naik tahta saat ayahnya, Raja James meninggal akibat cacar.

 

“Selamat datang di Jerman, Pangeran Aaron,” Sapanya.

 

“Terima kasih.”

 

Sejenak, mereka saling berpelukan satu sama lain. Lalu, Alexandre membawa Aaron memasuki istana.

 

“Aku tahu tujuanmu datang kesini. Sebelum itu aku telah menyiapkan ruangan dan juga makan malam untukmu,” Kata Alexandre.

 

“Mungkin aku tidak bisa berlama-lama berada disini. Aku hanya ingin meminta tagihan itu,” Kata Aaron.

 

“Aku tahu, aku tahu.”

 

Rombongan mereka terhenti saat seseorang gadis dengan pakaian sutranya berwarna peach melewati mereka berdua. Ia terkejut akan kehadiran Aaron dan segera menundukkan badannya, memberi hormat kepada Aaron.

 

“Pangeran Aaron dari Prancis,” Gumam gadis itu sambil memberi hormat kepadanya.

 

“Tuan Putri Claudia.”

 

Aaron meraih tangan Claudia dan menciumnya. Claudia tersipu malu mendapat perlakuan seperti itu dari Aaron.

 

“Bagaimana kabarmu, My lady?” Tanyanya.

 

“Sangat baik,” Claudia tersenyum. “Apa perjalananmu dari Prancis kesini sangat menyenangkan? Apakah ada hambatan?”

 

Aaron menggelengkan kepalanya. “Semuanya berjalan lancar.”

 

Claudia kembali tersenyum. Entah kenapa ia tidak bisa menghilangkan senyum dari wajahnya saat ini. Ia benar-benar terpesona dengan Aaron. Dia bagaikan dewa-dewa yunani yang selalu ia lihat di buku-buku. Dengan postur badannya yang tegap, tinggi, dan sangat maskulin membawa karismanya hingga para dewi dan gadis jatuh hati kepadanya.

 

“Sebaiknya kau bersiap-siap, adikku. Kita akan makan malam dengan tamu kita ini,” Kata Alexander membuyarkan semua lamunannya.

 

Claudia mengangguk tipis. Lalu, ia kembali memberikan hormat kepada Aaron dan meninggalkan mereka.

 

–{—

 

“Tampaknya warna biru muda terlihat lebih cocok denganku.”

 

Claudia menunjuk kearah gaun berwarna biru muda dengan potongan leher yang rendah kepada pelayannya. Pelayannya itu meletakkan gaun yang lainnya di atas ranjang Claudia. Claudia membuka kancing bajunya dan berdiri membelakangi pelayannya, sedangkan pelayannya membantu Claudia untuk berpakaian.

 

“Aku harus terlihat cantik malam ini,” Kata Claudia sambil menurunkan gaun terakhirnya dari tubuhnya.

 

“Aku ingin Pangeran Aaron tertarik olehku,” Lanjutnya. Ia menoleh kearah pelayannya. “Bukankah dia sangat tampan, Barbara?”

 

Claudia meminta pendapat kepada pelayannya yang bernama Barbara tersebut. Barbara hanya tersenyum tipis sambil menganggukkan kepalanya.

 

“Dia sangat tampan,” Jawab Barbara.

 

“Dia sangat sopan dan juga… menawan,” Claudia terbayang-bayang wajah Aaron saat mereka bertemu tadi. “Lihatlah tubuhnya yang indah di balik baju besi itu. Aku berharap bisa menjadi istrinya.”

 

Barbara melirik kearah Claudia. “Aku mendengar Kerajaan Prancis mendapatkan suatu ketukan aneh.”

 

“Kutukan?” Claudia menahan nafasnya saat Barbara mengetatkan korset miliknya.

 

“Konon, setiap keturunan dari Keluarga D’Orleans, keluarga yang berkuasa saat ini akan selalu mendapatkan seorang anak yang membawa kutukan iblis di tubuhnya. Itu membuat orang-orang yang berada di sekitarnya akan menjadi sial dan sengsara. Itu semua telah terjadi dalam satu abad ini.”

 

Claudia terdiam sejenak. Kutukan itu sangat mengerikan untuknya. Apabila ia melahirkan anak yang terkena kutukan, itu akan membawa konsekuensi baginya.

 

“Apa yang terjadi pada anak kutukan itu?” Akhirnya Claudia memilih untuk bertanya.

 

“Mereka akan dihukum mati ataupun diasingkan ketempat lain.”

 

–{—

 

Ophelia berlarian memasuki mansion Sebastian. Ia duduk di sudut ruangan sambil mengendalikan detak jantungnya yang berdebar sangat kencang. Ophelia melirik kesekitarnya.

 

Ia tidak ingin orang lain mati karenanya.

 

Samuel selalu mengancamnya bila ia berdekatan dengan orang lain. Seolah-olah Samuel tidak ingin Ophelia tersentuh oleh siapa pun. Samuel terkadang bisa menjadi sangat protektif kepadanya. Protektif yang sangat aneh dan mengerikan yang membuat ia rela membunuh siapa pun itu yang mengancam nyawa Ophelia.

 

Ophelia melirik kearah teko berwarna keemasan yang terletak di meja di sampingnya. Ophelia segera mengambil gelas yang tersedia dan meraih teko tersebut untuk menuangkan airnya ke gelasnya. Lalu, Ophelia meneguknya dengan cepat hingga air di gelas itu tandas.

 

“Kau sudah selesai memetik tanamannya?”

 

Ophelia terkejut saat ia mendengar suara Sebastian. Sebastian berdiri di hadapan Ophelia dan menatap Ophelia bingung. Gadis ini baru saja pulang dari kebunnya tetapi ia tampak sedang gelisah dan was-was. Apa yang terjadi?

“Kau— baik-baik saja?” Tanya Sebastian.

 

“Aku…” Ophelia mengusap wajahnya. “Baik-baik saja.”

 

Ophelia melirik kearah sekitarnya, seperti mencari sesuatu. Sebastian ikut melirik kesekitar, bertanya-tanya apa yang sedang Ophelia cari.

 

“Apa yang kau cari?”

 

“Tidak ada,” Jawab Ophelia segera.

 

Sebastian maju satu langkah. Ia meletakkan telapak tangannya di dahi Ophelia. Ophelia tersentak kaget saat kulit Sebastian menyentuh kulitnya. Ada sensasi yang aneh saat Sebastian melakukan hal itu. Seperti darahnya yang berdesir dan juga jantungnya yang berdetak kencang. Ini tidak seperti Samuel yang menyentuh. Mungkin ini karena ia belum pernah disentuh oleh orang lain selain Samuel.

 

“Kau tidak demam,” Ujar Sebastian. “Tapi tampaknya kau kelelahan dan juga shock.”

 

“Aku tidak lelah,” Sangkal Ophelia.

 

Sebastian menghiraukan perkataan Ophelia dan melirik ke keranjang yang berada di atas meja. Ia meraih keranjang itu dan kembali menatap kearah Ophelia.

 

“Sebaiknya kau istirahat di kamarmu,” Kata Sebastian.

 

Ophelia mendengus kesal. Ia baru saja keluar dari kamarnya dan akhirnya berakhir berada disana lagi. Sebastian tersenyum kepada Ophelia. Ia mengetahui apa yang berada di pikiran Ophelia.

 

“Aku akan mengantarkan segelas susu padamu dan juga beberapa makanan.”

 

Ophelia mengangguk dan akhirnya ia berjalan menuju kamarnya. Sesampai di kamar dan membaringkan dirinya di ranjangnya, tiba-tiba saja ia merasakan kantuk yang berlebihan. Mungkin ini adalah cara terbaik untuk menghilangkan kejadiaan buruk saat di taman tadi. Ia memejamkan mata dan mulai masuk ke alam mimpinya, melupakan Samuel sejenak dan juga ancamannya.

 

–{—

 

“Ada apa dengan dia?”

 

Gautama berjalan menelusuri koridor sambil menelengkan kepalanya memikirkan Ophelia. Gadis itu tiba-tiba saja muncul di istananya. Tapi itu tidak membuatnya tercengang. Gautama melihat Sebastian yang mengendarai kuda saat malam hari menuju hutan. Saat itu ia ingin berkunjung ke mansion Sebastian saat tengah malam untuk meminta obat tambahan darinya. Melihat Sebastian yang berkuda dengan tergesa-gesa membuat Gautama akhirnya memutar arah dan kembali ke kamarnya.

 

“Apa maksudmu, Putra Mahkota?” Tanya Agni yang berada disampingnya.

 

“Aku menawarkan Ophelia untuk menjadi pelayan pribadiku, maksudku sebagai dayangku. Tapi dia malah menolaknya dan langsung berlari masuk ke mansion. Seolah-olah ada hal yang membuatnya takut.”

 

“Ophelia?” Agni mengerutkan keningnya. “Bukankah dia adalah perempuan utara yang berasal dari kuil itu? Bukankah dia harus diasingkan karena mengidap penyakit menular?”

 

Agni tampak terkejut mendengar penjelasan Gautama mengenai Ophelia. Bagaimana pun juga ia harus memprioritaskan keselamatan tuannya ini dari hal apa pun termasuk dalam hal penyakit.

 

“Tidak, dia tidak mengidap penyakit apa pun,” Gautama menyangkal perkataan Agni. “Aku memeriksakan kondisiku kepada Sebastian dan Sebastian mengatakan bila aku tidak terkena penyakit menular apa pun. Berarti orang-orang itu membohongiku mengenai Ophelia.”

 

Agni mendekati Gautama. Ia merasa bila tuannya ini sedang mempunyai ketertarikan kepada Ophelia. Ia sedikit mencondongkan tubuhnya dan membisikkan sesuatu kepada Gautama.

 

“Sebaiknya Putra Mahkota tidak perlu mengkhawatirkannya.”

 

Gautama menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya menghadap Agni.

 

“Apa maksudmu?” Tanya Gautama.

 

“Dia berasal dari daerah utara dan juga ia tidak mempunyai asal-usul yang jelas. Bila Putra Mahkota mempunyai ketertarikan pada wanita itu, saya mohon hilangkan perasaan itu. Bangsa dari daerah utara berlahan-lahan mulai mengambil alih daerah kita. Dia mulai menjajah perdagangan kita akan rempah-rempah. Saya takut bila wanita itu adalah salah satu dari bangsa utara yang sedang menjadi mata-mata.”

 

“Maksudmu… mereka ingin mengambil alih kerajaan ini suatu saat nanti?”

 

“Mungkin saja itu bisa terjadi, Putra Mahkota.”

 

“Bagaimana dengan Tabib Sebastian? Bukankah dia juga berasal dari daerah utara?”

 

“Sebaik Anda juga harus berhati-hati dengannya, Putra Mahkota. Kita hanya bisa was-was dalam memahami dan menilai orang asing disekitar kita.”

 

Gautama akhirnya mengangguk. Walaupun ada hal lain yang ia rasa perkataan Agni itu adalah salah. Tapi, kali ini ia tidak ingin menyangkal Agni. Ia tidak ingin berdebat untuk masalah ini.

 

–{—

 

Ophelia berjalan di lorong istana sambil membawa nampan yang berisikan obat di dalamnya. Sebastian tiba-tiba saja menyuruhnya untuk membawakan obat-obatan kepada Gautama. Dan kali ini Ophelia mau tidak mau harus menerima perintah dari Sebastian. Bila ia menolak, mungkin Sebastian akan memberikan berbagai pertanyaan dan malah mengkhawatirkan Ophelia seperti tadi siang.

 

Ia merasa tidak nyaman bila Sebastian berlaku seperti itu kepada dirinya. Dan setiap Sebastian menyakan sesuatu tentang dirinya, ia merasa bila rahasianya mengenai Samuel akan terbuka. Kali ini ia tidak ingin ada orang lain yang tersakiti karena dia dan Samuel.

 

Ophelia berbelok dari lorong satu ke lorong lainnya. Dan ia tiba-tiba saja melihat sesuatu hal yang membuat ia terperanjat kaget. Sebuah bayangan beberapa orang yang tampak mengendap-endap di lorong ini. Ophelia menghentkan langkahnya sejenak dan memilih untuk mengintip.

 

Itu tidak beberapa orang, tetapi satu orang yang sedang berusaha mengendap-endap memasuki suatu ruangan. Ophelia kembali memajukan langkahnya. Orang itu tampak melirik ke kiri dan ke kanannya sebelum ia memasuki pintu dengan corak dan juga ukiran emas yang megah. Ophelia membulatkan matanya saat ia menyadari bila itu adalah pintu ruangan Gautama. Orang itu secara diam-diam memasuki ruangan Gautama untuk melakukan sesuatu hal. Tentu saja itu bukanlah hal yang baik, pikir Ophelia.

 

Orang itu tiba-tiba saja menghilang dibalik pintu tersebut. Ophelia mempercepat langkahnya menuju pintu tersebut. Ia melirik dari balik celah pintu yang sedikit terbuka. Orang asing itu berjalan kearah ranjang yang di tutupi kelambu yang tak lain adalah ranjang Gautama. Ia sedikit menyibak kelambunya dan mengeluarkan belatinya. Ophelia terkesiap saat ia telah mengetahui apa yang sedang orang lain itu akan lakukan. Dengan gerakan impulsifnya, ia berlari menyebrangi ruangan dan menahan orang asing itu yang sudah menaikkan belatinya, bersiap-siap untuk menancapkannya ke tubuh Gautama.

 

Ophelia menahan tangan orang asing tersebut dan mencoba untuk menjatuhkan pisau dari tangannya. Tapi, orang itu sangatlah kuat membuat Ophelia terhuyung saat orang itu menghentakkan tangannya. Ophelia memekik saat badannya terbentur lantai kamar. Pekikannya itu membuat Gautama terjaga dari tidurnya. Ia menoleh kesegala arah dan menyadari kehadiran orang yang tak dikenalnnya dan juga Ophelia yang sedang tersungkur di lantai.

 

“Siapa kau?”

 

Spontan Gautama mengambil pedang yang berada di samping ranjangnya yang tersimpan agak tersembunyi disana. Orang asing tersebut mengambil pedangnya dan mengayunkannya kepada Gautama. Gautama dapat menangkis semua serangan dari orang asing tersebut hingga orang asing itu mundur beberapa langkah karena serangan Gautama.

 

“Apa yang kau lakukan di kamarku?”

 

Orang asing itu tidak menjawab pertanyaan Gautama. Tiba-tiba saja orang sing itu bergerak cepat meraih tubuh Ophelia dan mengekangnya dengan salah satu tangannya sedangkan tangannya yang lain menghunuskan pedangnya ke leher Ophelia.

 

“Turunkan senjatamu atau tidak aku akan membunuh pelayan ini.”

 

Ophelia menahan nafasnya saat ancaman itu terdengar oleh telinganya. Orang asing itu mengetatkan kekangannya dan terus mengarahkan pedang itu ke lehar Ophelia.

 

Ophelia menatap kearah Gautama dan memohon untuk meminta pertolongan. Sebelum itu, Ophelia merasakan sesuatu yang membuat bulu kuduknya merinding. Ia bisa melihat bayangan hitam dan juga asap tipis menyelibungi mereka. Mungkin hanya ia yang menyadarinya, tidak dengan Gautama dan orang asing itu.

 

“Samuel.”

 

Kata-kata itu keluar dari mulutnya dengan lirihnya. Hanya itu penolongnya saat ini. Hanya Samuel yang selalu menolongnya dalam keadaan genting saat ini. Tapi, ada satu hal yang tidak ingin ia harap dari Samuel. Ia tidak ingin Samuel menimbulkan masalah dengan membunuh Gautama atau pun orang asing ini. Ia ingin Samuel datang untuk menolongnya saja, tidak menimbulkan masalah yang membuat ia kembali ke dalam pengasingan.

 

Ophelia menutup matanya. Ia berdoa agar Samuel dapat melakukan hal yang ia inginkan. Dan juga ia yakin bila Samuel dapat mendengar isi hatinya.

 

“Gigit tangannya, sayang.”

 

Anastasia mendengar suara Samuel. Saat ia membuka matanya, ia bisa melihat Samuel yang berdiri di belakang Gautama sambil mengisyaratkan hal itu kepadanya. Ophelia percaya dengan Samuel, dan akhirnya ia melakukan apa yang Samuel perintahkan.

 

Ia menggigit tangan orang asing tersebut sekuat yang ia bisa. Orang asing itu berteriak kesakitan dan ia menghentakkan tangannya sambil mendorong tubuh Ophelia. Tubuh Ophelia terdorong menjauh, tapi ujung pisau yang orang asing itu pegang mengenai sedikit pipinya yang membuat luka sobekan yang membentang di pipi hingga bawah telinganya.

 

Ophelia merasakan ada sesuatu cairan yang menetes dari pipinya. Awalnya hanya satu tetes cairan berwarna merah. Lalu, cairan itu semakin lama semakin deras sehingga membuat saree-nya yang berwarna kuning berubah menjadi merah. Tiba-tiba saja ia merasakan kepalanya berat dan tubuhnya rubuh seketika. Samar-samar ia masih bisa melihat kesekitarnya. Hanya satu hal yang ia inginkan sebelum kesadarannya hilang.

 

“Kumohon, jangan bunuh mereka, Samuel.”

 

–{—

 

Ophelia tersadar dari pingsannya. Ia melirik kesekitar dan baru menyadari bila ia kembali ke kamar di mansion Sebastian. Ophelia bangkit dari ranjangnya dengan tergesa-gesa. Untung saja ia tidak menabrak Sebastian yang sedang duduk di pinggir ranjang. Ophelia mengaduh kesakitan saat ia merasakan ngilu di bagian pipinya dan menjalar kebawah telinganya. Ophelia mengelus bagian pipinya dan baru menyadari bila pipinya tengah sedang di perban saat ini.

 

“Kau terluka tadi malam,” Ujar Sebastian.

 

“Terluka?”

 

Ah, ia baru menyadarinya saat ini. Kemarin ia melihat ada orang asing yang menyusup masuk ke dalam kamar Gautama. Lalu, bagaimana dengan Gautama.

 

“Putra Mahkota baik-baik saja,” Kata Sebastian seolah tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Ophelia. “Karena dirimu, para penjaga langsung sigap melindungi Putra Mahkota. Sayangnya, orang asing itu tiba-tiba saja menghilang saat para penjaga mengejarnya.”

 

Ophelia menghela nafas lega.

 

“Aku baru saja merebus ramuan,” Sebastian beranjak dari kursinya. “Aku akan segera kembali.”

 

Ophelia menganggukkan kepalanya. Sebastian keluar dari kemara Ophelia dan menutup pintunya dengan berlahan. Ophelia menghela nafasnya. Kali ini ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan.

 

Ophelia bangkit dari posisi tidurnya dan menoleh kearah jendela. Luka ini tidak seberapa baginya, ia masih bisa berjalan atau pun melakukan segala hal walaupun luka itu masih bersemayam di pipinya.

 

Ophelia memejamkan matanya sejenak. Ia bersyukur bila Gautama baik-baik saja. Saat itu yang ia takutkan adalah Samuel yang tiba-tiba menyerang orang asing itu lalu kembali untuk menyerang Gautama.

 

Ophelia selalu bertanya-tanya, kenapa Samuel selalu memberikan penglihatan kepadanya mengenai Gautama? Dan semua penglihatan itu seolah-olah Samuel akan membunuh Gautama. Apa yang dilakukan oleh Gautama sehingga Samuel ingin sekali untuk membunuh Gautama?

“Kau ingin tahu jawabannya?”

 

Ophelia menoleh kearah sampingnya. Tepat saat itu, ia melihat Samue yang tengah duduk di pinggir ranjangnya sambil menatapnya intens.

 

“Aku tidak ingin mengatakannya sekarang karena ini bukanlah waktu yang tepat,” Samuel tersenyum sambil menyipitkan matanya.

 

“Sebaiknya kau tidak usah memberikan harapan kepadaku,” Ujar Ophelia.

 

“Manusia sangat berbahaya,” Samuel mengambil beberapa helai rambut Ophelia dan menyematkannya ke belakang telinga Ophelia. “Dan juga sangat bodoh.”

 

Samuel menangkupkan kedua tangannya di pipi Ophelia.

 

“Sekarang kau terluka, sayang…” Ia mengelus pipi Ophelia dan mendekatkan wajahnya ke wajah Ophelia.

 

“Kau sangat rapuh…” Ia mengecup bibir Ophelia sekilas.

 

“Bagaikan burung yang baru saja keluar dari sangkarnya dan belajar untuk mengenal dunia barunya.”

 

Samuel kembali mengecup bibir Ophelia. Kali ini tidak ciuman sekilas yang ia berikan barusan. Kali ini adalah ciuman yang di penuhi oleh nafsu dan gairah. Ophelia menyerngitkan dahinya menerima ciuman Samuel. Ciumannya berlahan-lahan menjadi kasar dan brutal. Ophelia berteriak kecil saat ia merasakan sakit di sudut bibirnya.

 

Samuel menjauhkan wajahnya dari Ophelia. Ia tampak menjilat sesuatu di sudut bibirnya, dan kali ini adalah darah. Ophelia baru menyadari bila bibirnya berdarah akibat ciuman Samuel. Gigi taring itu, gigi taring iblis yang sangat jarang diperlihatkan oleh Samuel kepadanya. Dan sekarang gigi taring itu muncul begitu saja dari balik bibirnya.

 

“Apabila ingin mencapai angkasa, burung harus bisa melawan badai dan angin yang membuat sayapnya luka,” Samuel kembali menjilati sudut bibirnya. “Begitu juga denganmu, sayang. Apabila kau ingin mencapai tahta, kau harus bisa merasakan rasa sakit menuju tahta itu terlebih dahulu.”

*maaf bila typo bertebaran*

12 Komentar

  1. Penasaran sama lanjutan nya xD

    1. hohoho iyaaa

  2. Hahahh,maknin penaseanan
    Ini namamya ophelia atau anastasa

  3. :LARIDEMIHIDUP :PATAHHATI :PATAHHATI

  4. Wah jd tambah penasaran ini

  5. farahzamani5 menulis:

    Seru seru seru
    Hehe iya dri part sblm ny typo bertebaran, ada anastasia ada Samuel dan Sebastian pdhl itu Samuel hihi
    Tp ga apa2, typo is manusiawi hihi, tp lbh baik dirapiin sdkt ka, biar yg laen bca ny lbh enak
    Cuzz ke part berikutnya
    Semangat trs yak

  6. Samuel punya dendam tersendiri dgn gautama :LARIDEMIHIDUP

  7. fitriartemisia menulis:

    ophelian dicium sampe berdarah #eyyy :LARIDEMIHIDUP

  8. Penasaran sama kelanjutannyaaa

  9. Ditunggu kelanjutannyaaaaa

  10. nananafisah184 menulis:

    Penasaraann..
    Kadang typo dibagian nama ya kak.. Tapi ceritanya seruu kok.. I like it?

  11. :tebarbunga :tebarbunga :tebarbunga