Vitamins Blog

Derap

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

Love it! (No Ratings Yet)

Loading…

 

When your legs can’t dance anymore, dance with your heart.

 

>•<

 

Tap tap tap

Itu adalah langkah orang yang berjalan santai.

Taptaptaptaptap

Kalau yang barusan adalah orang yang terburu-buru ke kantor.

Tuk tuk tuk

Yang satu itu, suara heels wanita yang mengenai lantai.

Suaraku bisa kalian dengar di mana pun, bukan?

Tak jarang suara gaduhku menjadi hal pertama yang kalian dengar di kala kalian memulai hari.

Akan tetapi tak jarang pula, aku tidak terdengar sama sekali.

Begini, apakah kalian bisa mendengar langkah seorang bayi? Bahkan para orang tua sering memberi bayi yang sedang aktif berjalan sebuah gelang kaki berhiaskan bel kecil.

Atau dapatkah kalian mendengar kehadiran seorang pencuri atau mata-mata? Mereka adalah orang-orang yang diharuskan untuk tidak menghasilkan suara sekecil apapun.

Bagaimana dengan suara sepatu seorang penari balet? Memang, suara yang dihasilkan cukup keras, tetapi alunan musik yang mengiringi berhasil menutupinya. Meskipun sama-sama tidak tertangkap telinga, bukankah langkah-langkah seorang penari balet begitu indah? Melompat, memutar, berkeliling menghipnotis siapapun yang melihatnya.

Tetapi … pernahkah kalian memperhatikan suara langkah orang yang tidak dapat berjalan? Atau orang yang sudah tidak dapat berjalan lagi? Mereka juga tidak terdengar, ‘kan?

Mari ambil contoh: wanita di trotoar itu.

Wanita itu memakai kursi berroda untuk membantunya bergerak. Namun saat ini ia bergeming. Terpaku menatap ke satu arah. Di hadapannya terdapat sebuah toko elektronik. Ada sebuah televisi besar di etalasenya. Benda persegi itu sedang menayangkan sebuah lomba tari.

Tap tap tap

Suara langkah orang yang lalu-lalang masih menghiasi sekeliling wanita itu. Mungkin para pembuat langkah tersebut akan beranggapan bahwa wanita itu takjub pada gerakan seorang penari balet ternamaㅡguest star ajang tersebut. Sesekali ada sekelompok orang yang lewat di belakangnya sambil berbisik satu dengan yang lain.

Tetapi tidak ada yang memperhatikan arti tatapannya. Kediamannya bukan berarti ia sedang terpukau. Bagaimana mungkin seseorang bisa merasa kagum bila matanya memandang dengan tatapan sendu?

Katherine!

Kulihat seruan dari seorang wanita lain itu membuatnya menoleh.

Tuktuktuktuktuk

Langkah wanita yang memanggil tadi terlihat begitu terburu-buru. Heels-nya membentur aspal dengan nyaring. Saat berhasil mencapai kursi roda yang ditujunya, wanita berambut sebahu itu terengah-engah.

Ternyata kau di sini,” katanya dengan napas yang masih tersengal-sengal.

Wanita berambut hitam legam yang dipanggil Katherine membalasnya dengan cengiran minta maaf. “Aku bosan menunggumu memilih buku!

Lawan bicaranya hanya bisa mendelik. “Wajar saja lama. Aku sangat kesulitan menemukan apa yang kucari. Diskon besar-besaran membuat buku-buku berserakan tidak beraturan! Novel remaja, dewasa, majalah anak-anak, komik, semua bercampur jadi satu!” omelnya sambil menghentak-hentakkan kaki, begitu menggebu-gebu.

Lalu? Kau berhasil membeli apㅡlho! Kau tidak membeli apapun?” seru Katherine tidak percaya. Ah, memang, kulihat tidak ada satu belanjaan pun yang dibawa oleh wanita itu.

Dengan sekali desahan, jawaban pertanyaan itu meluncur, “Aku begitu panik saat kau menghilang! Jadi aku langsung meninggalkan buku pilihanku dan mencarimu.

Terpampang jelas perasaan bersalah yang seketika hinggap pada diri Katherine. Pancaran matanya seakan meminta maaf sebesar-besarnya. “Maafkan aku, Marie,” bisiknya hampir tak terdengar karena ia memutuskan untuk menunduk.

Wanita yang ternyata bernama Marie hanya membalasnya dengan senyuman geli. “Hei, sudahlah! Tidak apa-apa!”

Dengan segera kulihat Katherine kembali menatap wanita di hadapannya. “Kau mau kembali ke sana? Ayo aku temani,” ujarnya sambil mulai menggerakkan kedua roda yang menopangnya, “Betul-betul kutemani.”

Sebelum bertindak lebih jauh, Marie tampak menghentikannya. “Lupakan saja. Buku itu mungkin sudah diambil oleh orang lain dan aku tidak berminat untuk mencarinya lagi. Mungkin lain waktu saja,” sanggahnya menenangkan, “Oh iya. Tadi kau sedang melihat apㅡ” Ucapan Marie mendadak tertelan kembali ketika menatap etalase yang dipandangi Katherine tadi. Tatapannya seketika menyiratkan kekhawatiran.

Katherine yang tampak menyadari itu segera berkata, “Aku tidak apa-apa,” ucapannya terhenti sejenak, “hanya sedang mengenang masa-masa itu.

Sayangnya, suara yang lebih terdengar untuk meyakinkan diri sendiri itu tidak membuat Marie percaya. “Oh ayolah! Kau serius sama sekali tidak ingin menuntut ganti rugi terhadap anak muda itu? Anak itu harus disadarkan kalau ia telah merusak salah satu aset dunia!” Perkataan Marie dilontarkan dengan penekanan penuh. Aku bahkan bisa merasakan nada kecewa di dalamnya.

Mendengar itu, kekehan kecil terdengar dari mulut Katherine. “Kau terlalu berlebihan, Marie. Masih banyak ballerina hebat di dunia ini. Aku hanya salah satu yang beruntung untuk dikenal publik. Mati satu tumbuh seribu, ingat?

Melihat Marie ingin mengajukan protes lainnya, Katherine menambahkan, “Lagi pula dia masih anak-anak. Biarlah ia menikmati masa mudanya tanpa terbelit rasa bersalah.

Tetapi kalau kau membiarkan anak seperti dia terus berkeliaran, akan ada lebih banyak orang yang dirugikan dengan permainan sepedanya yang tidak tahu aturan! Main sepeda kok sambil menutup mata dan mendengarkan musik. Belum lagi kecepatannya yang tidak kira-kira!

Terjadi keheningan mendadak. Ah, sebenarnya tidak juga. Langkah orang dan kendaraan yang menghiasi trotoar serta jalan raya itu masih memekakkan telinga. Tetapi sepertinya kedua orang ini tidak memedulikan kebisingan suara sepatu dan decit ban yang bersautan.

Aku yakin ia akan sadar dengan kesalahannya. Terutama setelah kau memarahinya habis-habisan. Selain itu, efek dari kecelakaan tersebut baru kurasakan beberapa hari setelahnya. Kita tidak tahu kontak anak itu, ‘kan?

Marie terlihat ingin mengajukan argumen lain, namun tampaknya ia memilih untuk menyerah. Helaan napas kasar bernadakan kefrustrasian keluar dari mulutnya. “Aku tidak tahu mengapa hal ini harus terjadi pada sahabatku. Terutama ketika sahabat itu adalah seorang ballerina profesional yang amat menjaga kakinya,” lirihnya lebih kepada diri sendiri.

Katherine terlihat kembali memandang benda persegi yang masih menayangkan lomba tari itu. “Dari milyaran orang di muka bumi ini, Tuhan menganugrahkanku sebuah talenta menari. Dari sekian banyak ballerina di dunia ini, Tuhan mengijinkanku untuk bisa menunjukkan kebolehanku di panggung besar. Dikenal banyak orang menjadi bonus tersendiri. Oleh karena itu, aku merasa bersyukur sekali. Ketika Tuhan juga mengijinkan kecelakaan ini terjadi padaku, patutkah aku marah?”

Kediaman Marie membuat Katherine melanjutkan, “Aku akui aku sempat marah. Kecewa pada kenyataan. Merasa tidak adil akan apa yang terjadi padaku. Kau ingat bukan bagaimana responsku saat dokter memvonis kakiku mengalami kelumpuhan dan tidak bisa digunakan untuk menari lagi?

Meski samar, Marie kulihat mengangguk. “Kau sempat mengurung dirimu di kamar selama berhari-hari. Makan pun kau memilih untuk tetap di kamar. Kau juga tidak memperbolehkan siapa pun masuk. Itu membuat kami semua khawatir.”

Pernyataan itu membuat Katherine tersenyum miris. “Benar. Lalu akhirnya aku menyadari kebodohanku. Talenta ini anugrah, ketenaran anugrah plusplus. Kalau Tuhan memang ingin mengambilnya dariku, aku tidak bisa berbuat apapun selain tetap bersyukur,” ucapnya dengan diakhiri senyum keyakinan.

Aku melihat Marie menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri, seperti heran dengan kelakuan sahabatnya. “Sebenarnya jalan pikiranmu belum betul-betul kupahami, tetapi aku menghargai keputusanmu,” katanya akhirnya. Kelegaan pun terpancar dari wajah Katherine.

Baiklah kalau begitu. Bagaimana kalau kita mulai beranjak pulang? Hari sudah semakin gelap.

Tentu. Mari kuantar,” ujar Marie sambil mendorong kursi roda Katherine.

Tuk tuk tuk

Cittttt

Taptaptap

Suara kegaduhan langkah masih setia menghiasi trotoar itu. Tak berkurang sedikit pun, tetap konstan mengiringi hari itu. Namun di antara semua itu, sering kita melupakan mereka-mereka yang tidak terdengar langkahnya. Mengabaikan yang tak terdengar dan fokus untuk menambah mereka yang terdengar.

Padahal terkadang, mereka yang tak berdengar memiliki arti lebih.

7 Komentar

  1. farahzamani5 menulis:

    Haii
    Penulisan [ratings] ny sprtny ada yg kurang tepat krna lope2ny ga muncul
    Cba diedit lgi bntr, tulis ratings ny bgni [ratings]
    Selamat mncba kembali
    Mga berhasil
    Semangat

  2. Ternyata derap langkah kita aja begitu berarti untk orang yg tidk lagi menggunakan kakinya ya. Kasian Katherine hnya karna seorang anak ceroboh hrs membuatnya berhenti jadi ballerina tapi kagum jg sama dia yg begitu pengertian dngn kelumpuhannya itu.

    Ceritanya menyentuh..aku sukaaa
    Ditunggu karya2 lainnya yaaa

  3. mithaprtwi menulis:

    Ini bagus banget :PEDIHH katherine lapang dada sekali :PEDIHH kalau posisi kami ditukar, aku nggak yakin bisa sekuat katherine atau nggak :PEDIHH banyak banget pelajaran yang bisa diambil dari kisah ini. Makasih banget authornya. Kisahmu bener-bener menyentuh :beruraiairmata

  4. Aku belum bisa ngasih vote nih
    Walaupun tanda lope2 nya sdh ada tp gagal ngasih vote loh

    1. Coba ditulis ulang tulisan ratings nya
      Tapi jgn copas, biasanya kalo dicopas ngk bisa dikasih vote

  5. Kaki adalah segalanya balerina
    Salut sama Katherine yang kuat dan tabah menghadapi kondisi nya

  6. farahzamani5 menulis:

    Sukaaaa
    Dri cerita dikau kita bsa ambil hikmah klo segalany pny Allah, jdi ketika anugrah itu diambil kembali oleh-Nya, kita hanya bsa pasrah dan ttp melanjutkan hidup dngn baik krna pasti ada hikmah disetiap segala takdir-Nya
    Mkshh yak atas cerita ini
    Ditunggu karya2 lainnya
    Semangat