Red Prince

The Red Prince | Part 1 : Kehilangan

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

red prince cover - CopyBlack Line Art Butterflies Woman Phone Wallpaper(15)

 

38 votes, average: 1.00 out of 1 (38 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

 

“Orchid ….”

Ucapan itu terdengar memanggil untuk ke sekian kali. Suaranya tersekat, tertahan oleh rasa pedih yang kian memenuhi dada.

Flint, lelaki berklan abu-abu itu duduk dengan bertumpu pada kedua tangannya yang menggenggam sembari menciumi tangan lemah sang istri tercinta, Orchid, perempuan terakhir klan ungu.

Perempuan itu terbaring lemah di atas peraduan. Tubuhnya yang masih muda serta memancarkan aura ungunya yang begitu kuat ketika sehat, kini tampak pucat dengan nuansa kontras antara kulitnya yang putih pasi dan rambutnya yang berwarna ungu tua.

Orchid sebenarnya memiliki dua saudara laki-laki klan ungu sebelum ia menikah. Namun sayangnya, akibat perang warna yang begitu lama antara klan merah dan klan biru  semasa kepemimpinan ayah Reddish, dua laki-laki klan ungu itu harus gugur di medan perang hingga hanya menyisakan Orchid seorang. Perempuan itu sendiri, karena sempat terkena luka akibat kekuatan klan merah yang mengeluarkan kekuatan cahayanya, ia harus menanggung sakit sejak lama dan ikhlas jika harus bertemu dengan kematian di saat usianya yang begitu muda.

Kondisi sakit membuat ia tak bisa terlalu lama beraktivitas dan harus beristirahat di dalam rumah. Kekuatannya makin menurun membuat aura ungunya kian pudar meski ciri khas klan ungu masih menempel erat di tubuhnya.

Jika saja Flint tak melihatnya ketika Orchid berjalan merambat hendak masuk ke dalam rumah waktu itu, mungkin saja Orchid telah mati sejak lama dan pelangi semesta pun padam lebih awal dari saat ini. Tetapi, keberuntungan rupanya masih menghampiri Orchid hingga ketika dalam kondisi hidup seorang diri dalam keadaan sakit itu, Flint menolongnya.

Dan tidak hanya itu, melihat keanggunan Orchid dengan warna rambut ungunya yang bergelombang indah, kebaikan hati serta kehidupannya yang begitu bersahaja, Flint pun jatuh cinta. Lelaki itu tak perlu berpikir lama untuk memutuskan dan tak lama setelah pertemuan pertama mereka, Flint melamar Orchid dengan sederhana, memberi perempuan itu cincin berlian bermata abu-abu sebagai wujud permintaan dan kepemilikan, bahwa saat Orchid menerima lamaran itu, maka ia akan menjadi bagian dari klan abu-abu sebagai istri Flint.

Orchid yang menyadari keadaannya seketika menolak dengan alasan bahwa tubuhnya yang sakit-sakitan itu tak layak lagi dipinang sebagai istri. Namun Flint yang berjiwa teguh, tak patah semangat dan terus mendekati perlahan-lahan perempuan klan ungu itu dengan sabar, hingga akhirnya, dengan segala ketulusan yang ia tunjukkan, dengan kasih sayang yang tak putus ia berikan, Orchid luluh dan merasakan jatuh hati yang sama terhadap Flint dan tak lama setelah itu, keduanya menikah.

Dewan warna yang mengetahui pendaftaran pernikahan klan ungu dan klan abu-abu itu dilanda keterkejutan. Bukan karena pernikahan beda klan, bukan juga karena Orchid sakit parah, tetapi karena dewan warna itu baru saja mengetahui berita super penting bahwa bangsa klan ungu hanya tersisa Orchid seorang. Hal itu tentu saja dikarenakan Orchid yang terlalu lemah dan tak memiliki lagi kekuatan untuk sekadar menghubungi dewan warna tentang kematian dua saudaranya. Ditambah lagi dengan lokasi rumahnya yang berada jauh dari rumah-rumah lainnya, sehingga tak ada anggota klan lain yang mengetahui keadaan sehari-hari perempuan klan ungu itu.

Ada rasa syukur tak terkira dan cemas yang bertumpuk-tumpuk di hati dewan warna mengetahui pernikahan itu. Namun, dengan keyakinan yang begitu teguh dan harapan yang terapal tak putus dari semua pihak, akhirnya setelah beberapa bulan pernikahan keduanya, Orchid dikabarkan tengah berbadan dua.

Kebahagiaan tentu saja tak hanya milik Orchid dan Flint saja, tetapi juga bagi semua klan warna, karena setelah ini, akan ada penerus klan ungu yang akan melanjutkan kejayaan serta cahaya pelangi semesta yang begitu dipuja-puja.

Namun tanpa diduga, kehamilan dari bulan ke bulan yang baru mencapai usia empat bulan itu semakin melemahkan kondisi Orchid, Hingga saat ini, perempuan itu kembali terbaring lemah dengan kesehatan yang terus menerus turun dari hari ke hari.

“Pergilah ke kastil merah … dan mintalah waktu bertemu dengan pemimpin kita.” Orchid berkata lirih dengan terengah setelah tidur ayamnya terjaga berkat panggilan suaminya. Dadanya terasa sesak, seolah dari hari ke hari, saluran udara di paru-parunya kian menyempit dan terbebani oleh tugasnya mengantarkan udara untuk bernapas.

Flint yang terduduk sambil memejam itu membuka matanya perlahan. Wajahnya berkerut dengan senyumnya yang terpaksa, berusaha tampak tegar walau ekspresi sedih di sana tak bisa ditutupi.

Sebelah tangan lelaki itu mengusap pipi Orchid lembut dengan bergetar.

“Untuk apa aku harus bertemu dengan pemimpin kita?” tanyanya dengan mata memerah menahan tangis. Menanyakan sesuatu hal yang sudah ia tahu pasti jawabannya, membuat perasaannya perih dan seakan ingin menghukum dirinya sendiri dengan kesakitan, ia ingin mendengar jawaban dari sang istri.

Orchid ingin Flint memohonkan maaf jika sepertinya ia tak sanggup lagi meneruskan garis keturunan klan ungu.

Satu tetes air mata turun di pipi lelaki itu.

Sekuat tenaga Orchid begitu ingin mengusap air mata di pipi suaminya, tetapi apa daya, tangannya hanya bergerak-gerak lemah di samping tubuhnya, pun dengan tangannya yang tergenggam oleh Flint, tak mampu membalas genggaman tangan itu.

Perempuan itu memperlihatkan wajah tersenyum.

“Tentu saja … untuk meminta maaf. Aku … aku sungguh payah dan tak berguna bagi keberlangsungan kehidupan di negeri langit. Aku … aku sepertinya tak lama lagi, Flint. Mohon maafmu … untukku. Maaf karena tak bisa menemanimu hingga tua,” bisiknya dengan suara sengau.

Orchid merasakan tubuhnya mulai kehilangan kendali atas dirinya. Seluruh badannya lunglai dan perutnya … perutnya yang saat ini tengah ditempati oleh makhluk kecil, buah cintanya dengan Flint, pun sama. Kedutan-kedutan di beberapa tempat yang pada awalnya begitu membahagiakan, kini tak lagi terasa.

Perutnya terasa kosong.

Perempuan itu menghela napas panjang dengan perasaan yang seakan turut melemah pula.

Apakah bayinya telah terlebih dahulu pergi?

Lalu tak lama, seluruh indranya seola berhenti bekerja dan Flint memeluknya. Tak disangka, sebelum semuanya berakhir gelap, ia melihat seorang anak perempuan di ujung penglihatannya, tersenyum lebar dan mengulurkan tangan.

“Ayo, Ibu, sudah waktunya kita pergi,” ajaknya dengan senyum penuh bujukan khas anak-anak yang membuat Orchid seketika terenyuh sekaligus bahagia saat menyadari bahwa itu adalah anaknya.

Tanpa berpikir dua kali, karena terbawa oleh suasana senang setelah melihat bahwa anak mereka baik-baik saja, Orchid tanpa menoleh lagi langsung menerima uluran tangan anak perempuan itu. Digenggamnya rapat-rapat dan keduanya berjalan berdampingan. Terus dan terus ke arah cahaya yang tak ia tahu di mana ujungnya, tanpa terasa membawa serta nuansa tubuh Orchid kian dingin.

Flint yang mengetahui jika suhu tubuh istrinya mendadak dingin, seketika mengangkat kepala. Matanya membelalak tatkala dilihatnya warna ungu pada rambut Orchid kian pudar. Tak sampai di situ, lelaki itu menatap perut istrinya dan dengan gemetar mengusapnya untuk memastikan yang telah pasti sama keadaannya.

Dingin.

Rasa hancur itu pecah ketika ujung kepala Orchid berubah warna menjadi warna ungu pucat yang menandakan bahwa perempuan itu telah kehilangan nyawanya.

Tangis Flint membahana seketika. Suaranya terdengar pilu membuat hewan-hewan langit serta seluruh makhluk langit yang mendengarnya berhenti bergerak karena terkejut. Hal itu masih ditambah dengan nuansa gelap tiba-tiba yang menyelubungi langit. Pelangi semesta memadamkan cahaya perlahan dari ujung ke ujung, membuat warnanya yang selalu cerah kini hanya tinggal garis-garis warnanya saja yang berwarna kelam.

Pelangi padam. Perempuan klan ungu itu telah pergi.

“Orchid!” Flint berteriak putus asa diiringi tangisan pedihnya yang tak tertahan lagi. Istrinya telah tiada.

***

Reddish tengah duduk dengan bertumpu pada kedua tangannya yang berjalinan di atas meja. Duduk di sebelah kanannya, Ecru, sang pemimpin klan kuning, di samping kirinya, Crimson, anggotanya dari klan merah serta di sebelah Ecru, duduklah Dijon, anggota klan kuning, pendamping setia Ecru.

Siang itu mereka tengah melakukan pertemuan rutin untuk membahas tentang penyemaian warna pada musim hujan mendatang. Klan hijau, beserta klan-klan lainnya yaitu klan cokelat, klan ungu, klan biru, klan merah muda dan klan nila tengah diperintah untuk bersiap-siap menghadapi musim sibuk di waktu beberapa hari ke depan.

Musim hujan adalah waktu paling membahagiakan bagi penghuni negeri langit karena pada saat itu, mereka akan turun bersama-sama dengan dewi air ke dunia manusia untuk menyemai warna pada kehidupan manusia.

Biasanya pada musim kemarau, atau pun musim dingin, tumbuh-tumbuhan di dunia manusia akan mengalami layu, dedaunan akan cepat mengering, bunga-bunga jarang bertumbuh, tanah-tanah pun menganga kering serta sumber air mulai menyusut karena curah hujan yang hampir tidak ada. Hal itu dikarenakan klan penghuni langit sedang tidak diturunkan ke bumi dan sedang mempersiapkan kekuatan mereka untuk memberi warna dan mengganti warna baru pada apa-apa yang sudah menjadi tanggung jawab mereka.

Klan hijau akan menabur warnanya yang mendamaikan pada dedaunan, rumput-rumput serta tanaman-tanaman yang membutuhkan sentuhannya, klan merah muda, klan kuning dan yang lainnya memberi warna pada bunga-bunga serta tumbuhan yang menjadi warnanya, dan seterusnya sampai warna bumi menjadi semerbak sempurna. Cerah dan indah sesuai dengan warna seharusnya.

Saat gelombang mendung bergulung-gulung datang mengatapi kehidupan manusia, saat itulah para makhluk langit itu akan terbang dan menyatukan warna mereka dengan tetes air hujan, bersama-sama menghujani bumi dengan kesejukan dan semaian warnanya saat mereka tumbuh subur nanti.

Para prajurit klan merah pergi beberapa waktu lalu dari ruangan itu setelah diberi penjelasan untuk menjemput masing-masing pemimpin klan warna agar berkumpul dan duduk bersama membahas tugas masing-masing.

“Sudah kaupastikan bahwa seluruh klan warna bisa datang kemari, Crimson?” Reddish menegur saat anggotanya dari klan merah sekaligus tangan kanannya itu tengah sibuk berkutat dengan kertas-kertas pekerjaan di depannya.

Ada keraguan yang tiba-tiba menyelip di hati Reddish. Pertemuan ini sebetulnya tidaklah diperlukan lagi karena selain dirinya tidak ingin duduk semeja dengan perwakilan klan biru-yang meski sudah dipastikan selalu absen-, tugas penyemaian warna ini telah menjadi kehidupan mereka selama ribuan tahun sejak bermulanya alam semesta, tetapi entah bagaimana, Reddish merasa perlu mengumpulkan perwakilan klan warna setelah sekian lama untuk mengetahui secara pasti berapa jumlah anggota klan setelah sekian lama meskipun tentu saja, dewan pencatat warna telah bertugas dengan baik mencatat kelahiran dan kematian anggota klan warna.

Crimson seketika menengadah dan menampilkan wajah serius seperti biasanya. Lantas dengan penuh keyakinan, lelaki itu mengangguk.

“Ya, Tuan. Saya telah menyebar berita ke masing-masing klan dan para prajurit sedang menjemput mereka sebagai undangan resmi,” jawabnya.

Reddish hendak berucap memberi tanggapan saat tiba-tiba saja, suasana yang semula sejuk dengan angin hangat yang terbawa musim panas berubah dingin diiringi suara gemuruh dari kejauhan. Langit yang semula cerah mendadak tersaput awan kelabu yang seketika membuat ruangan tempat rapat Reddish dan para anggotanya itu menjadi remang. Dan setelah suara layaknya petir yang menyambar-nyambar seolah marah mengutuki awan, warna ungu dari pelangi semesta berubah kelabu, runtuh, dan menyerpih seperti abu kertas yang beterbangan setelah terbakar.

Belum selesai kejutan itu membuat semua penghuni langit ternganga, warna-warna pelangi lainnya turut memadamkan warnanya, sebagai akibat menyerpihnya warna ungu yang telah memutus lengkungan pelangi.

Semua orang di ruangan itu tampak memandang ke arah langit. Ecru yang saat itu tampak menahan napas menoleh ke arah Reddish dan bertambah pucatlah wajahnya. Reddish terlihat menguarkan aura merah seperti api menyala yang sangat bersenjang dengan ruangan itu yang temaram dengan warna kelam.

Tubuh Reddish kini berdiri menjulang di tengah-tengah mereka yang duduk mengelilingi meja. Pandangannya tampak marah memandangi langit, lalu tak lama, matanya yang berwarna merah menyala itu menatap dengan dada membusung marah ke arah Crimson yang saat itu masih ternganga menatap langit dengan segala dugaan yang telah memenuhi kepala.

“Reddish ….” Ecru yang paham situasi segera berdiri. Namun belum sempat Ecru berucap sepatah kata untuk menenangkan sahabatnya itu, saat Crimson dengan takut-takut hendak duduk kembali menghadap meja, Reddish telah menciptakan bulatan kekuatan merah sebesar bola di tangannya dan melemparkannya seketika ke arah Crimson.

Crimson yang tak siap dengan serangan itu pun terlempar pasrah begitu saja dengan keras menabrak lantai. Lelaki yang tengah apes bersua dengan kemarahan Reddish itu mengaduh keras dengan tubuhnya yang kesulitan bergerak. Terkapar di lantai.

“Kau … Crimson … apa kau sedang mencoba mengkhianatiku?” geram Reddish dengan ekspresi murka.

Baru saja ia menanyakan tentang kelengkapan anggota klan warna pada pendamping setianya itu, memastikan dengan firasat tak nyaman di hatinya, dan dengan mantap Crimson menjawab dengan mudah. Lalu sekarang apa? Belum hitungan menit lelaki itu memberi jawaban, sekarang pelangi semesta padam.

Apakah Crimson sedang bermain-main dengannya dan sudah bosan bernapas?

Dari luar ruangan terdengar suara langkah berlari yang berderap bersama-sama mendekat. Tanpa meminta izin karena situasinya begitu genting, prajurit klan merah yang tadi diutus untuk menjemput perwakilan masing-masing klan warna itu datang dengan napas terengah dan wajah kacau.

“Tuan kami. Maafkan kami. Kami tadi baru saja tiba di kediaman klan ungu dan sesuatu yang buruk terjadi. Perempuan terakhir klan ungu sedang berada dalam ambang hidup dan mati. Dan sekarang … dan sekarang ….” Prajurit itu tampak menelan ludah dan mengatur napas bersamaan diiringi kegugupan yang kian menjadi-jadi.

Reddish menoleh. Di tangannya, telah menyala kembali kekuatan merahnya yang menyelubungi kepalan, siap menyerang.

“Perempuan klan ungu itu telah tiada-“

Bola merah di tangan Reddish terlempar lagi. Kali ini tepat mengenai dada prajurit malang itu, membuatnya jatuh ke belakang menabrak tembok. Prajurit lainnya yang tadi turut menghadap dan berdiri di belakang prajurit yang melapor itu ikut terkena imbasnya, mereka terjatuh saling bertubrukan dan menunduk, tak berani mengeluh dan mengeluarkan suara.

Aura merah di tubuh Reddish semakin pekat.

“Ayo kita ke kediaman anggota klan ungu, Ecru.” Reddish memimpin jalan. Membiarkan para anggotanya yang terluka begitu saja di dalam ruangan.

Ecru yang berjalan di belakang, menyempatkan diri menoleh ke arah Dijon dan memberi isyarat perintah dengan polatan mata kepada abdinya itu untuk memberi pertolongan pada anggota klan merah yang terluka sementara dirinya mengantar Reddish melihat situasi yang terjadi.

Ecru mengembuskan napas dengan pikiran kalut lalu berjalan menyejajari Reddish yang melangkah dengan terburu-buru.

***

Reddish dan Ecru tiba di area rumah ungu itu beberapa menit kemudian.

Di rumah itu, ada beberapa anggota klan abu-abu, keluarga Flint yang sepertinya ditugaskan untuk berjaga di depan rumah sebagai penerima anjangsana dari anggota klan lain setelah kematian Orchid.

Saat melihat jika yang datang pertama adalah Reddish sendiri, pemimpin mereka, para anggota klan abu-abu itu seketika membungkuk dengan sebelah tangan tertekuk di dada sebagai tanda menghormat.

Sebelum sempat Reddish dan Ecru bertanya, para anggota klan abu yang salah satunya bernama Grey itu memberi penjelasan. “Nyonya Orchid telah dibawa ke tempat peristirahatan terakhir di area pemakaman klan abu-abu, Tuan.”

“Sudah dimakamkan?” Ecru bertanya dengan ekspresi kaku.

“Belum. Mari saya antar.” Grey berjalan mendahului masih dengan sikap tubuhnya yang penuh segan dan hormat. Melangkah menuju area pemakaman yang ternyata tak jauh dari rumah Orchid.

Reddish berjalan dengan pikiran setengah melayang dan benaknya yang kini dipenuhi oleh pemikiran-pemikiran. Semuanya seolah berjalan di dalam kata ‘kebetulan’. Kebetulan pertama adalah tentang dirinya yang baru saja diangkat menjadi pemimpin negeri langit dan belum menikah. Kebetulan kedua adalah tentang klan ungu yang ternyata kehabisan anggota dan untuk meneruskan kembali keberadaan klan ungu, haruslah ada pernikahan antara klan merah dan klan biru, yang itu berarti tanggung jawab sepenuhnya ada di tangan Reddish sebagai pemimpin.

Jika saja Reddish telah menikah saat ini, maka tanggung jawab pernikahan antar klan akan dilempar kepada anggota terkuat di bawahnya.

Bagaimana mungkin tidak ada yang mengetahui jika perempuan ungu itu tinggal satu-satunya padahal setelah menelusuri jejaknya dengan pasti tadi, Reddish tahu jika perempuan itu bersuami dan memiliki beberapa kerabat dari klan abu?

Langkah mereka terhenti saat ketiganya tiba di depan area pemakaman. Tampak tak jauh dari tempat mereka berada, perempuan ungu yang diketahui bernama Orchid itu ditidurkan melayang dengan beberapa orang di sisi kiri dan kanannya.

Sepertinya prosesi pemakaman telah dimulai.

Reddish bersedekap melihat drama tangis menangis yang kian membuat nuansa menjadi tak nyaman.

Tampak Flint menutupkan kain berwarna ungu secara penuh ke tubuh Orchid membuat seluruh tubuh perempuan itu tak tampak lagi. Di tangan Flint, tergenggam tanah langit berupa segenggam awan berwarna putih bersih yang mulai ia taburkan mulai dari kaki hingga kepala Orchid. Perlahan, kabut berwarna ungu yang bekerlipan muncul dari tubuh Orchid yang tertutup kain. Kabut itu melayang-layang di udara dan terbang ke langit, lantas kabut putih menyusul muncul kemudian dari tubuh perempuan itu, membawa serta wujud fisiknya memendar dan menghilang lalu masuk ke dalam tanah langit, menyisakan jejak nama yang bergelantungan di atasnya. Sebagai tanda bahwa Orchid dimakamkan di sana.

Orchid telah kembali pulang ke dalam awan.

Reddish mendengus sembari memejam. Segala keruwetan yang melilitnya akan segera tiba. Dia harus memulai mencari keberadaan perempuan klan biru!

 

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

 

KONTEN PREMIUM PSA


 

Semua E-book bisa dibaca OFFLINE via Google Playbook juga memiliki tambahan parts bonus khusus yang tidak diterbitkan di web. Support web dan Authors PSA dengan membeli E-book resmi hanya di Google Play. Silakan tap/klik cover E-book di bawah ini.

Download dan install PSA App terbaru di Google PlayWelcome To PSAFolow instagram PSA di @projectsairaakira

Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat – Project Sairaakira

24 Komentar

  1. famelovenda menulis:

    Asyiik, perburuan jodohnya Bang Reddish akan segera dimulai dan seperti apakah kira2 cewek dari klan biru itu? Apakah cerewet atau pendiam kayak aku? Wkwkkwk :ohyeaaaaaaaaah! :ohyeaaaaaaaaah! :ohyeaaaaaaaaah!

    Btw, Bang, kalo boleh tau ide bikin cerita ini dari mana, ya?

    Oh, iya, makasih untuk update-nya. Moga sehat selalu. :lovelove

    1. Bintang Timur menulis:

      dari mana yah? kujuga bingung, wkwkwk
      dulunya cerita Reddish ini cerpen sih, cerita macam dongeng anak2 tema persahabatan gitu, hehe
      aamiin, makasih ya

  2. whoaaa kereeen :berikamiadegankiss! :berikamiadegankiss! :berikamiadegankiss!

    1. Bintang Timur menulis:

      terima kasih banyaakk, mbak Au lebih keren lagi lagi lagiiii :lovely

  3. selinokt18 menulis:

    Mari memulai perburuan calon istrinya Reddish :lovelove

    1. Bintang Timur menulis:

      siaapp grakk

  4. Horeee ada ❤

    Thank bang rindu sama shamrock..
    Saphirreee..

    Wah pencarian jodoh Reddish gas keun…
    Ditunggu bang…lanjuut
    Btw aku fokus baca crimson jadi crismon :ohyeaaaaaaaaah! :ohyeaaaaaaaaah!

    1. Bintang Timur menulis:

      Shamrock Sapphire di mana ya? kucari engga ketemu2 tuh :kamubikinngakak

      1. Emiliey menulis:

        Dia ada disini..nangkring disalah satu rak bukuku :lovelove :lovelove

  5. Indah Narty menulis:

    Ditunggu bang kelanjutannya :lovelove

    1. Bintang Timur menulis:

      wokay…

  6. Lagi pengen menggalau jadi aku mampir ke sini sis

    1. Bintang Timur menulis:

      hayuk mari ngopi, hihi

  7. dewantilaraswaty menulis:

    Izin baca kak
    Hihihihihihi
    Semangat

  8. wah imajinasi author memang mantaapppppp :kudukungkau

  9. Roronoa ZoroNa menulis:

    Uhuhu, Mas Flint yang tabah, yaa :aw..aw :aw..aw :aw..aw :aw..aw

  10. Jayaning Sila Astuti menulis:

    keren.. lanjut bsk lah..

  11. Kayaknya seru nih 🙂

  12. Dian Sarah Wati menulis:

    Keren lah….👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻

  13. Semangat cari jodohnya ya.

  14. Takjub sama author novelnya nggak pasaran

  15. Baca ulang :ohyeaaaaaaaaah! :pedas

  16. Inilah buah sabar menunggu lengkap terimakasih :lovelove