Red Prince

The Red Prince | Part 26 : Manipulasi

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

red prince cover - CopyRed 3

20 votes, average: 1.00 out of 1 (20 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

Dan tugasmu pun belum selesai, Azure. Kau masih harus menemaniku sampai hidupku berakhir.
~Reddish

“Aku mewakili klan biru memberikan suaraku. Aku datang mendukung suamiku.” Azure berucap sembari mengangkat sebelah tangannya. Tatapannya lurus ke arah Reddish yang sepertinya sedang terkejut atas kedatangannya.

Sebelah alis Reddish terangkat dengan pandangannya yang dingin. “Azure. Sedang apa kau di sini?”

Azure tersenyum dengan sebelah bibirnya terangkat, membuat wajah manisnya terlihat tegas. Parasnya berseri-seri memesona. Entah bagaimana, aura Azure di dalam balutan kostum maharani itu terlihat berbeda dan Reddish tak bisa menahan diri untuk tak menyapukan pandangan ke arah istrinya itu dari pucuk mahkota yang dikenakannya hingga alas kakinya yang berkilauan batu safir nan indah.

Bersenjang dengan mata Reddish yang seperti ditempeli magnet sehingga tak mampu berpaling dari mengagumi istrinya, dalam sekian detik setelah Reddish melemparkan tatapan ke arah Azure, perempuan itu justru terpaku dengan tatapannya yang menyipit penuh tanya ke arah suaminya.

Apakah dia sedang salah melihat? Mengapa warna kedua mata Reddish berubah … menjadi sedikit pucat? Apakah perubahan itu sudah ada sejak lama karena ia tak memperhatikan  … atau ….

Azure berpikir cepat untuk membuktikan kecurigaan yang membuat dadanya berdesir. Dirinya memang telah lama menghilang dari dunia makhluk warna, pun juga telah lama tak bersinggungan dengan kekuatan-kekuatan warna selama di dunia manusia. Namun, Azure tak pernah lupa bagaimana wujud makhluk yang sedang berada di bawah pengaruh kekuatan jiwa seperti ini. Berbeda dengan makhluk yang sedang berubah warna yang hampir tak bisa diidentifikasi dalam sekali lihat, makhluk yang terkena mantra kekuatan jiwa memiliki warna mata yang lebih pucat.

Azure melihat sendiri bagaimana ibunya dahulu pernah terkena pengaruh kekuatan jiwa itu sebelum pada akhirnya tersadar setelah berhasil meminum ramuan untuk membunuh adik Azure yang masih berada dalam kandungan.

Apakah Reddish sedang berada di bawah pengaruh kekuatan jiwa yang sama?

Perempuan itu tanpa pikir panjang segera berlari ke arah Reddish dan merangkul lelaki itu. Azure merentangkan tangannya dan mengeluarkan kekuatan air berwarna biru yang seketika mengalir deras memenuhi ruangan tanpa seorang pun bisa menahan.

Di detik yang sama, tanpa diduga, dari arah acak dari banyak tempat, peluru-peluru berwarna-warni berhamburan mendatangi Reddish. Untunglah di dalam air yang mendadak memenuhi aula itu, kekuatan yang tepat terarah ke arah Reddish akhirnya melambat. Azure tak membuang waktu. Perempuan itu bergerak memutar sembari memeluk Reddish yang masih terpaku dalam keterkejutannya dan menangkis semua peluru warna itu hingga akhirnya meledak, menimbulkan getaran serupa gempa yang mengerikan di dalam kekuatan air tersebut.

Semua makhluk yang pada akhirnya tenggelam dan lekas menyadari apa yang terjadi pun hanya bisa berusaha mengeluarkan kekuatan mereka untuk bertahan melawan kekuatan air yang saat itu tiba-tiba saja menenggelamkan tubuh mereka semua. Kecuali Reddish dan Azure tentu saja. Keduanya berdiri tenang dalam selingkar lingkup warna biru yang bekerlipan indah seperti ruangan berbentuk lingkaran yang melayang di dalam air.

“Reddish!” Azure mengguncang-guncangkan tubuh suaminya yang saat itu nampak anteng dalam kependiamannya yang tak biasa. Perempuan itu tak berputus asa dan terus berusaha untuk menyadarkan Reddish yang saat itu kaku seperti batang kayu yang tak menyadari apa pun.

Terdengar suara gelembung air mendekat. Ecru datang. Lelaki itu melayang dan memasuki lingkup warna biru itu dalam sekali gerakan. Azure mengizinkannya masuk.

“Apa yang sebenarnya terjadi? Ecru bertanya dengan tatapan marah ke arah Azure yang saat itu masih mengguncang tubuh Reddish dengan ekspresi terluka. Tatapan lelaki kuning itu lantas beralih ke arah Reddish yang memejam tanpa perlawanan.

“Sepertinya Reddish terkena pengaruh kekuatan jiwa.” Azure mengerutkan kening dengan ekspresi putus asa.

“Apa? Pengaruh kekuatan jiwa?” Ecru bertanya dengan ekspresi tidak percaya. “Bagaimana mungkin?”

“Sepertinya … ada kekuatan lain yang berhasil menyembunyikan pengaruh itu sehingga bahkan Reddish sendiri tak menyadari jika dirinya sedang berada di bawah pegaruh,” ucap perempuan itu lesu, lalu berganti memandang ke arah Ecru dengan tatapan bertanya yang sungkan.

“Apakah … Reddish sedang dekat dengan makhluk yang memiliki kekuatan untuk meyembunyikan kekuatan warna? Atau … adakah makhluk-makhluk warna di kastil merah yang memiliki kekuatan itu?” Azure menatap lagi suaminya sembari mengulurkan tangan dan menyentuh pipi lelaki klan merah itu.

Tak berapa lama, terdengar suara dentuman-dentuman kecil dari arah belakang mereka. Para dewan warna dan prajurit yang saat itu betugs mengamankan ruang aula itu melayang mengitari ketiganya dalam posisi memunggungi dan betarung dengan kekuatan warna mereka yang berkali-kali  memendar di dalam kekuatan air Azure itu.

Ecru mengerutkan kening. “Vantablack?” Sebelah alis lelaki kuning itu terangkat. “Tidak mungkin,” sanggahnya sembari menggeleng. “Dia ….” Ecru menunduk ke samping sambil merangkulkan tangannya. Tak berapa lama, sosok hitam pekat dengan penampilannya yang serba hitam itu perlahan muncul dari arah samping Ecru. Takut-takut menampakkan sosoknya yang berlindung di belakang lelaki klan kuning tersebut.

Di sela-sela kejadian beruntun yang tak bisa dimengerti tersebut, Reddish perlahan membuka matanya. Ajaib, ada warna merah serupa darah milik Reddish yang seolah tersedot keluar dari tubuh lelaki itu dan mengembalikan kesadaran Reddish yang semula hilang entah ke mana.

Reddish membuka matanya lebar-lebar dan menemukan jika Azure sedang bersedu sedan di hadapannya. Kedua mata lelaki itu melebar saat menyadari jika ia sedang berada di air.

“Lepaskan! Lepaskan aku!” Suara teriakan dari arah seberang terdengar bersusul-susulan.

Azure mengangkat kedua tangan dalam gerakannya menarik kekuatan air yang semula melingkupi mereka. Perlahan, air berwarna biru itu surut, menghilang, menyisakan tetes-tetes air yang membasahi baju para makhluk.

Hening sesaat.

Hanya terdengar embusan napas yang bergemuruh saling bersahutan satu sama lain. Sampai entakan gerakan itu terdengar.

Azure, Reddish, Ecru, dan yang lainnya menoleh bersamaan. Tampak dari belakang mereka seorang makhluk klan hitam yang dicekal oleh prajurit merah dan hitam. Wajahnya tampak pucat dan mengerikan dengan hitam yang menetes-netes dari tubuhnya mulai dari rambut hingga ujung jubahnya yang panjang.

“Paman Musoublack?” Vantablacklah yang pertama kali bersuara. Lelaki kecil itu melebarkan mata dengan ekspresi takut sembari terus memeluk dan mencengkeram jubah tebal milik Ecru.

“Navy?” Mulut Azure bergetar kemudian. Keningnya mengernyit saat mengenali lelaki klan biru yang kini juga sedang dicekal oleh para prajurit.

“Musoublack. Navy.” Reddish terkekeh. Ekspresinya tampak gelap dan marah dengan kedua matanya yang bersinar merah serta auranya yang membara.

“Pantas saja kau membiarkan Vantablack jatuh ke tanganku dengan mudah. Ah, rupanya kau sedang ingin bermain-main denganku, eh?” Reddish melangkah perlahan ke depan, menghampiri Navy yang kini tertunduk.

“Apa maksudmu, Reddish?” Alabaster menyela bertanya.

“Mereka berhasil memengaruhiku dengan kekuatan jiwa. Mereka berhasil membuatku berpikir jika apa yang sedang kupikirkan adalah kehendakku sendiri. Mereka menginginkanku berada di tempat ini, mendatangi tempat ini sebagai lokasi eksekusi. Tidakkah kalian lihat bagaimana tadi kedua makhluk ini berusaha menyerangku?” tanyanya dengan bibir menipis menahan murka.

“Jadi … jadi kau tak benar bersungguh-sungguh ingin mundur sebagai pemimpin kami? Itu semua … hanya manipulasi makhluk-makhluk ini?” Ecru berkata dengan wajah tegangnya yang juga turut menyimpan sejuta rasa tak percaya yang sarat kekesalan.

“Apakah kau benar-benar begitu ingin menggantikan Reddish menjadi pemimpin klan sementara urusan-urusanmu saja selalu bertentangan dengan kami dan mencelakai kami?” Azure tiba-tiba berucap serak, matanya menatap ke arah Navy dengan pandangan menerawang yang tak terbaca.

Dalam kepalanya yang menunduk, Navy mengetatkan gerahamnya.

“Kau membuatku malu, Navy,” lanjutnya dengan suara lirih yang menggetarkan hati. “Tidakkah kau tahu jika sesungguhnya ayahkulah yang menyebabkan perang warna beberapa tahun lalu? Tidakkah kau tahu muasal ini semua, Navy?”

Semua makhluk yang berkerumun di ruangan itu saling berbisik dan bertanya kemudian dengan penuh keterkejutan akan kalimat yang dilontarkan maharani pemimpin mereka itu.

“Kalian minggir!” Reddish berkata cepat sembari memajukan langkahnya lagi,merangkul Azure semakin rapat. Dengan angkuh ia memerintah kepada para prajurit untuk menyingkir dari posisi mereka mencekal Musoublack dan Navy.

Musoublack dan Navy mendongak. Ecru dengan segera merangkul Vantablack dan mengajaknya untuk keluar dari ruangan itu.

“Aku akan memenuhi keinginan kalian berdua.” Reddish berkata dingin dengan mengangkat tangannya yang telah menampakkan bola merah menyala. “Menjadikan aula ini sebagai tempat eksekusi,” lanjutnya beriringan dengan lemparan kekuatan merah ke arah dua makhluk itu, membuat nuansa ruangan yang semula putih menjadi bercahaya merah.

Azure melipat bibir dan memejamkan mata. Membiarkan dirinya dipeluk oleh Reddish dengan sebelah tangannya. Bukan. Bukan karena ia takut menyaksikan dua makhluk itu mati menjadi abu, tetapi Azure merasa sangat bersalah karena lagi-lagi anggota klannya hampir saja membuat kekacauan besar dengan rencana pembantaiannya kepada Reddish.

Satu tetes air mata mengalir. Ah, tidak. Semua makhluk yang menyaksikan eksekusi itu menitikkan air mata. Mereka bersama-sama membiarkan nuansa sesak yang dipenuhi kengerian itu menguasai aula kemudian dengan mata terpejam. Sementara itu, suara pekikan kesakitan menggema di dalam ruangan itu, diiringi nuansa panas yang membuat peluh muncul di pelipis.

Suasana mencekam membungkam semua makhluk, termasuk Jade dan dewan warna lainnya yang tak berkutik melihat bagaimana ganasnya Reddish ketika murka.

Perlahan, bayangan warna merah yang lenyap sekaligus suara pekikan yang berubah hening itu membuat para makhluk warna yang semula menunduk diam mulai termakan rasa penasaran hingga akhirnya mulai membuka mata dengan jantung bedebar dan mengangkat pandangan.

Betapa terkejutnya mereka ketika melihat pemandangan yang ada di depan mereka. Navy dan Musoublack lenyap dari hadapan, sementara Azure jatuh pingsan dengan Reddish yang menyangga kepalanya dengan bergetar.

“Azure!”

***

“Mengapa Navy lama sekali?” Sky berdiri dengan kepalanya yang bersandar pada terali besi, berharap segera melihat sosok biru yang telah berjam-jam mereka nanti.

“Kita hanya bisa bertaruh sampai saat ini saja.” Crow berkata dengan sebelah tangannya mengusap jenggot hitamnya yang panjang. Embusan napasnya terdengar lelah.

Sky menoleh cepat. Lelaki biru muda itu berjalan mendekati Crow. “Apa maksudmu, Crow?”

Crow menghela napas. “Aku dan Navy sebenarnya mempunyai rencana kami sendiri,” ucapnya membuka suara.

Sky mendecak. “Kau dan Navy memang selalu punya rencana. Tapi lihatlah. Pada rencana ke berapa kira-kira kalian akan menemui keberhasilan?” tanyanya dengan nada sebal yang meremehkan.

“Entahlah. Tapi … ini adalah rencana pemungkas kami. Navy sendiri yang menjalankan rencana itu. Jadi, kusebut pemungkas karena jika Navy berhasil menjemput kita di tempat ini berarti ia berhasil dan jika sampai sore nanti Navy tak datang kemarii, berarti ia telah habis di tangan Reddish dan kita terjebak selamanya di ruang tahanan ini.” Crow menerawang, memandangi tembok batu di hadapan mereka dengan penuh pemikiran.

“Maksudmu … Navy … dia … ada di ruang aula dan mengikuti rapat besar pemimpin klan?” Sky membelalak dalam upaya meyakinkan diri ketika melontarkan pertanyaan itu, meski ia sendiri kini tahu jawabannya.

Crow menipiskan bibir. “Dia ada di ruangan itu bersama Musoublack. Dialah yang selama ini menutupi pengaruh kekuatan jiwa yang Navy semai di kastil merah untuk mengacaukan Reddish.”

Sky memundurkan tubuhnya. “Mengacaukan Reddish? Apakah maksudmu … keinginan Reddish untuk mengundurkan diri itu adalah pengaruh dari kekuatan jiwa? Dia selama ini terkena pengaruh kekuatan dari Navy?”

Lelaki klan hitam itu mengangguk. “Itu satu-satunya upaya yang bisa kita lakukan agar tak terlihat mencurigakan. Reddish sendiri yang pada akhirnya bertindak,” ujarnya seraya bersedekap. “Tak disangka, dibalik sikap garangnya yang angkuh, Reddish ternyata memiliki sisi tersembunyi yang begitu rapuh menyangkut makhluk-makhluk yang dicintainya.”

Sky mengangkat sebelah alis dengan ekspresi heran. “Makhluk yang dicintainya? Maksudmu … Azure?” tebaknya dengan malas.

“Bukan.” Crow menoleh ke arah Sky. “Dia mencintai anaknya,” jawabnya lugas.

Sky terkekeh. “Anak? Reddish ternyata telah memiliki anak dengan pasangannya yang lain?” tanyanya dengan dugaan spontan.

Crow kembali menghela napas. “Reddish mencintai anaknya jauh sebelum anak itu ada. Dia sangat peduli dengan anaknya hingga rela menjatuhkan kepemimpinannya tanpa pikir panjang. Kau tahu? Navy hanya memberikan pengaruh kekuatan jiwa agar Reddish mau meninggalkan kastil merah dan kekuasaannya. Tak disangka jika ternyata Reddish akan memiliki ikatan yang kuat dengan pemikirannya sendiri jika ia harus meninggalkan kepemimpinan klan agar anaknya tak jatuh di jalan yang sama dengannya. Bukankah itu cinta yang indah?” ucapnya dengan ekspresi getir.

“Navy sengaja menggiring Reddish ke ruang aula itu untuk membunuhnya. Pengaruh kekuatan jiwa itu akan memiliki efek paling dahsyat di hari keempat setelah pengaruh itu disemai. Pada saatnya nanti, ketika pengaruh itu menguasai Reddish sepenuhnya, lelaki klan merah itu akan kehilangan kendali atas dirinya dan akan dengan mudah dibunuh. Aku telah melobi Jade agar mau mengeluarkan kekuatan hitamnya untuk menyerang Reddish.”

“Jade?”

“Ya. Jade akan dengan bebas menyerang Reddish tanpa ketahuan karena pengaruh kekuatan hitam Musoublack. Jade adalah satu-satunya makhluk di ruangan itu yang memiliki kebebasan untuk mengeluarkan kekuatan maksimal karena dia adalah dewan warna. Dan … kau tahu sendiri, bukan? Bagaimana Jade begitu membenci Reddish? Ini akan membalaskan kekesalannya terhadap makhluk klan merah yang angkuh itu,” ucap Crow penuh keyakinan.

Sky terdiam mencerna semua perkataan Crow. “Pengaruh kekuatan jiwa … bagaimana kekuatan itu bisa masuk ke dalam kastil merah? Ah, kenapa aku dibiarkan tidak tahu? Kalian sengaja menyembunyikan semua rencana dariku?” Sky berkata ketus dengan nada penuh tuduhan.

“Pelayan merah. Kau ingat pelayan merah yang kita kirim ke kastil merah? Dia adalah kuncinya. Dia yang membawa ramuan itu ke sana. Sekali botol ramuan itu dibuka, maka seperti anak panah yang dilesatkan, ramuan itu akan merasuk ke dalam tubuh yang dituju,” jelas Crow. “Dan kami tak berniat menyembunyikan semuanya darimu. Kami paling tahu jika kau adalah yang paling mudah dicurigai oleh Reddish karena kekuatanmu yang hampir sama dengan kekuatan Azure. Kami ingin kau menyembunyikan rencana ini dengan ketidaktahuanmu. Seperti itu. Dasar anak kurang ajar, bodoh, kau menuduh-nuduh!” Crow menjitak kepala Sky hingga lelaki biru muda itu mengaduh.

***

Jade termangu di sisi dinding kaca besar ruangannya yang hitam. Seperti makhluk lainnya yang baru saja terkejut oleh peristiwa rapat besar pemipin klan yang berakhir tragis, ia juga tengah terguncang karena peristiwa itu.

Pikiran dan hatinya kacau. Ia sedang mensyukuri sekaligus merasa ngeri atas apa yang menimpa mereka tadi. Jade sungguh-sungguh tak menyangka jika Azure akan datang dan ia tak tahu apa yang akan terjadi jika Azure tak datang.

Lelaki itu sungguh baru saja akan mengeluarkan kekuatan hitamnya yang katanya tak akan nampak untuk menyerang Reddish. Jade berada dalam detik terakhir kebimbangannya untuk mengeluarkan kekuatannya itu hingga Azure mendadak masuk ke ruang aula seperti air bah yang datang menghancurkan semua yang dilewatinya, Azure hadir menggagalkan semua rencana. Kekuatan pengaruh jiwa itu luruh ketika Reddish tenggelam dalam kekuatan air milik Azure dan semua kekuatan warna lainnya seperti dilemahkan saat itu.

Jade mengangkat tangannya dengan gemetar. Tangannya itu hampir saja membunuh Reddish. Ia teringat percakapannya dengan Crow sesaat sebelum lelaki tua klan hitam itu dimasukkan ke dalam ruang tahanan.

“Aku hanya ingin memintamu satu hal saja untuk rapat besar pemimpin klan esok hari.” Crow berucap serius kemudian.

Jade sungguh tak tahu lagi dengan pemikiran makhluk klan hitam di depannya ini. Ia lalu memejam sejenak mengusir amarah, lalu membuka mata seiring embusan napas yang berusaha keras ia netralkan. “Apa yang kauinginkan?”

“Aku ingin kau menyerang Reddish.” Crow berucap sembari menatap lurus ke kedalaman mata Jade yang melebar mendengar ucapannya. “Navy akan membantumu,” lanjutnya lagi sambil memajukan kepalanya dengan volume suara yang direndahkan.

Jade hampir saja melayangkan tinjunya ke wajah Crow jika saja lelaki tua itu tak menangkisnya dengan sebelah tangan.

“Musoublack akan membantumu. Dia akan hadir di ruang rapat besar itu dan mengamankanmu,” bujuknya dengan ekspresi meyakinkan.

“Kau pasti tahu jika Musoublack bisa kita andalkan.” Crow mengangkat sebelah alisnya dengan ekspresi puas saat melihat roman muka penuh keraguan di ekspresi wajah Jade.

“Musoublack terlalu berbahaya. Bagaimana dengan Vantablack?” Jade menampakkan wajahnya yang  tampak berpikir keras.

“Vantablack ada di tangan Reddish. Bocah kecil itu telah kita lemparkan agar kecurigaan Reddish selesai. Dia akan berpikir jika satu-satunya senjata kita telah ia rebut, padahal itu hanyalah jebakan agar ia lengah.”

Jade memalingkan wajah. Emosi yang semula tampak membakar pikirannya itu surut.

“Kau diuntungkan dua hal dalam hal ini, Jade,” bujuk Crow lagi tak mau menyerah.

Jade terdiam.

“Kau bisa membayar rasa kesalmu kepada anak ingusan itu sekaligus … membuka jalan bagi klan kita untuk memimpin negeri langit. Kau akan berkuasa sepenuhnya setelah Reddish mati. Kita, klan hitam, akan berjaya ….”

Mata tua Jade memejam. Entah siapa yang pada akhirnya mengeluarkan kekuatan itu hingga akhirnya nekat mengarahkan peluru kekuatannya ke arah Reddish? Apakah Navy?

Lelaki klan hitam itu mengernyit ketika menyesali hal yang seharusnya ia ketahui. Bagaimana bisa White dan rekannya yang lain pada akhirnya menangkap basah Navy dan Musoublack? Apakah kekuatan air dari Azure itu membuat segalanya menjadi tampak?

“Tuan. Minuman Anda.” Salah seorang pelayan datang membawa nampan berisi sebotol minuman dan gelas kaca kecil.

Jade menoleh.

“Tuan White meminta bertemu, Tuan,” ucap pelayan itu lagi setelah meletakkan nampan di tangannya.

“Biarkan dia masuk,” ucapnya kemudian masih dengan tubuhnya yang memunggungi si pelayan.

“Baik, Tuan.” Si pelayan menjura lantas bergegas keluar ruangan menyampaikan pesan tersebut kepada White yang tenang menunggu dipersilakan masuk di depan pintu.

Beberapa saat kemudian, dengan langkahnya yang tanpa suara, White masuk ke ruangan hitam itu. Auranya yang terang sebagai makhluk klan putih itu segera membuat Jade menyadari jika rekannya telah berada di belakangnya.

“Semuanya terjadi di luar kendali.” White membuka suara, membuat Jade membalikkan badan.

Lelaki klan hitam itu lantas melangkah menuju meja kecil di mana pelayannya tadi meletakkan minuman. “Duduklah,” ajaknya.

Tanpa kata White melangkah, lantas duduk di kursi yang berada di seberang Jade. Lelaki hitam itu kemudian menuang sedikit minumannya ke dalam dua gelas. Satu untuknya dan satu lagi untuk White.

“Kau sepertinya sedang merasa lega, meskipun masih dilingkupi kengerian.” White mengambil gelas kecil itu dan meneguknya tanpa dipersilakan.

Tatapan Jade sontak memandang tajam ke arah lelaki muda berklan putih itu. Nuansa panas diikuti jantungnya yang berdebar mendadak membuatnya berkeringat oleh rasa waswas.

White mengetahui rahasianya.

Jade berdeham sebelum kemudian meneguk habis minuman itu dalam sekali minum.

“Semesta masih melindungimu.” White menuang sendiri minuman dari botol itu, meneguknya dengan puas sebelum melangkah meninggalkan Jade seorang diri di ruangannya.

Di meja kecil itu, Jade merebahkan kepalanya di pangkuan kedua tangannya, menyembunyikan wajahnya di sana. Tubuhnya bergetar dan suara isakan lirih terdengar kemudian.

Lelaki itu menangis dalam nuansa kesyukuran tiada terkira, bertumpuk-tumpuk dengan rasa malu karena hitamnya pemikirannya selama ini yang sehitam penampilannya.

Dia bersyukur Reddish tak jadi terbunuh oleh tangannya.

***

Ini tak seperti yang ia duga. Biasanya, dengan sedikit sentuhan tangannya, Azure akan sembuh dari lukanya dalam sekejap. Namun kali ini, setelah berulang kali mengeluarkan aura merahnya dan memasukkannya ke dalam tubuh Azure, kekuatan merah Reddish seperti tak memiliki efek apa pun. Azure masih dalam keadaannya semula sejak berjam-jam tadi. Mengatupkan mata dengan sesekali tampak mengeluh, seolah rasa sakit yang dideritanya itu menembus hingga ke alam mimpinya.

Reddish mengusap perlahan dahi Azure dengan wajah cemasnya.

Perempuan itu berbaring di peraduan dengan tubuh lemah. Warna tubuhnya memperlihatkan rona kulitnya yang pucat.

Salah seorang okultis perempuan yang duduk di sisi ranjang dan tengah memeriksa Azure itu tampak menghela napas. Keninngya mengernyit dan tangannya yang masih memegang pucuk jemari perempuan biru itu tampak mengukur-ukur dengan keahliannya memeriksa.

“Apa yang terjadi dengan istriku?” Reddish bertanya putus asa. “Apakah ini karena ia terlalu banyak mengeluarkan kekuatannya tadi? Ataukah … pengaruh itu turut masuk ke dalam kekuatan airnya dan memengaruhinya?”

Perempuan klan merah itu menjura dalam posisi duduknya. “Hasil pemeriksaan masih harus ditunggu sampai esok pagi, Tuan. Sementara ini, saya akan memberi ramuan pengurang rasa sakit untuk diminumkan kepada Yang Mulia Azure,” tuturnya.

Terdengar suara Azure yang meracau. Keringat-keringat kecil bermunculan di tubuh perempuan itu.Yang tampak mengejutkan, tubuh Azure tampak sesekali kehilangan aura birunya, lantas di beberapa bagian tubuh muncul pendar aura merah yang lebih tampak seperti sumber rasa sakit yang membuat Azure kian mencengkeramkan tangannya pada apa saja yang bisa digapai oleh tangannya.

“Azure.” Reddish menggenggam tangan sang istri, lantas menciuminya dengan penuh cinta. “Aku begitu payah karena tak bisa menjagamu. Maafkan aku,” ucapnya lagi. Tak peduli pada perempuan okultis klan merah yang saat itu masih terduduk di tempatnya dengan wajah terkejut saat menyaksikan sikap dan mendengar ucapan Reddish yang  menyentuh hati itu.

Seandainya bisa, perempuan merah itu pasti tak ingin beranjak dari tempatnya dan ingin terus memandangi bagaimana pemimpin negeri mereka begitu lembut dan penuh perhatian kepada kekasihnya.

“Kau boleh pergi. Datanglah jika telah membawa kabar pasti.” Reddish memerintah tanpa menoleh, membuyarkan lamunan perempuan yang sedari tadi terduduk dan tak berani berkutik barang menggerakkan tubuhnya ketika bernapas itu.

“Ba-baik, Tuan. Saya izin undur diri,” sahutnya gugup dengan sikap menjura dan segera berjalan cepat dari ruang peraduan tersebut.

Suara guntur terdengar kian dekat. Langit di dunia manusia sepertinya sedang ditimpa gelapnya mendung. Reddish menengok ke arah jendela kamarnya dan menghela napas.

“Ayo bangun Azure. Hujan menanti izin diturunkan. Menantimu memimpin penyemaian warna.” Reddish mengecup punggung tangan Azure yang dingin, menanti dengan penuh ingin, berharap sang istri segera membuka mata. “Dan tugasmu pun belum selesai, Azure. Kau masih harus menemaniku sampai hidupku berakhir. Bangunlah,” ucapnya sengau sekali lagi, dengan senyum getir yang menyedihkan.

 

Bersambung….

 

5 Komentar

  1. rhafatimatuzzahra menulis:

    :lovelove

  2. Jayaning Sila Astuti menulis:

    adih aduh gaswat..

  3. Menanti chaoter berikut nya

  4. Harus minta bantuan Candy kayaknya

  5. Ouhh tidak bisaaa