Red Prince

The Red Prince | Part 20 : Pernikahan Agung

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

red prince cover - CopyRed 3

16 votes, average: 1.00 out of 1 (16 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

“Reddish! Pernikahan itu harus dilaksanakan lebih cepat! Malam ini juga! Kita tak punya banyak waktu lagi!”

Reddish terpaku mendengar perintah itu. Dadanya berdesir. Kedua tangannya mengepal rapat. Entah bagaimana firasat buruk yang semula hanya ia anggap sebagai perasaannya yang sedang penuh oleh rasa antisipasi karena pernikahannya telah begitu dekat ternyata tidak sesederhana itu. Situasi benar-benar genting dan dirinya tak tahu jika sampai garis warna ungu itu benar-benar runtuh, apakah ia dapat menyelamatkan negeri ini atau tidak.

Reddish semula berpikir jika akan ada sesuatu hal yang tak mampu ia duga selama proses pernikahan nantinya. Oleh karena itu, persiapannya sejauh ini adalah bagaimana menyiapkan kekuatan merahnya sebaik mungkin untuk menghalau segala serangan yang berusaha menggagalkan pernikahannya. Namun, sungguh bodoh jika ada makhluk yang mengambil kesempatan itu untuk menyerangnya, bukan? Dia berada di ruang penyucian itu untuk menyelamatkan negeri ini dari kehancuran. Maka, siapa saja yang sedang berusaha menghancurkannya, maka sungguh ia sedang mempercepat proses kehancuran negeri ini, karena menemukan pengganti pemimpin negeri tidaklah bisa dilakukan dalam sekejapan mata tanpa proses yang panjang.

“Kau benar-benar telah menemukan perempuan klan biru itu, bukan?” Jade bertanya kemudian seolah baru tersadar jika bisa saja, ucapan Reddish tentang pertemuannya dengan makhluk biru itu hanyalah bualannya semata agar dirinya tak terdesak. Sungguh Jade berharap bukan itu yang terjadi. Dia benar-benar mengandalkan Reddish kali ini.

Reddish masih bergeming di tempatnya dan tak memberi jawaban, membuat Jade tersulut emosi dan bertanya dengan suaranya yang membentak.

“Reddish. Kau dengar aku? Jangan sampai aku menghajarmu kali ini!”

Reddis menelan ludah dan mengerjap. “Ya. Tentu saja aku sudah menemukannya, dia berada dalam tempat terbaik di kastilku. Persiapkan semua hal yang diperlukan, Jade. Aku dan pengantinku akan segera siap,” sahutnya kemudian dengan nada mantap.

“Baik. Persiapan akan segera selesai secepat mungkin dan kami akan tiba terlebih dahulu untuk memastikan jika situasi dan segala halnya aman dan terkendali sampai kalian tiba dan siap untuk melaksanakan ritual pernikahan.” Nada suara Jade menurun kali ini. Lelaki itu mau tak mau harus bekerjasama dengan Reddish saat ini demi keselamatan negeri.

“Kami akan segera datang.” Reddish menutup komunikasi.

Ecru yang sejak tadi diam mendengarkan ucapan-ucapan Reddish itu melangkah mendekat. Lelaki klan kuning itu tahu jika sahabatnya sedang dalam keadaan terdesak untuk memenuhi tugasnya membangkitkan lagi pelangi semesta. Oleh karena itu, dia tak akan menahan Reddish lebih lama lagi di ruangan ini dan dia harus kembali untuk turut mempersiapkan koloninya dalam menyambut pernikahan itu.

“Aku tahu kau pasti bisa, Reddish. Aku tahu kita semua masih akan hidup dalam kejayaan ribuan bahkan ratusan ribu tahun lagi sampai tak terbatas. Aku percaya padamu.” Ecru menepuk pundak kukuh sahabatnya itu dalam gerakan pelan untuk menenangkan sekaligus memberi dukungan semangat.

Reddish menghela napas panjang dan menoleh sedikit ke arah Ecru yang berdiri di sampingnya. Bibirnya menipis dan gerahamnya berkedut. “Aku akan memberikan semua yang aku bisa dan akan segera menyelesaikan semuanya,” ucapnya dengan suara parau nan penuh arti.

Ecru sekali lagi menepuk pundak Reddish, mengangguk tipis, menularkan keyakinan. Lelaki itu lantas tak menunggu-nunggu lagi  melangkah meninggalkan ruangan.

Reddish membalikkan badan dan turut melesat keluar, pikirannya yang sedang kalut itu hanya terpikirkan satu hal saat ini.

Tadi, dia meninggalkan Azure dalam keadaan tertidur nyenyak di peraduannya. Apakah perempuan itu turut terkejut dengan suara dentuman itu? Ataukah dia masih tertidur sebelum ia memerintah seorang pelayan perempuan untuk memasuki kamarnya?

***

Azure terbangun dalam keadaan tubuhnya yang bugar setelah begitu lama dia tak bisa tertidur dengan nyaman dalam hidupnya bertahun terakhir. Perempuan itu mengerutkan keningnya dengan penuh tanya saat mendengar suara riuh ramai dari arah luar kastil ini yang tak biasa. Tidak. Dia terbangun bukan karena suara ramai itu, dia terbangun karena suara seorang perempuan yang membangunkannya dengan mengguncang-guncang tubuhnya.

“Nona, Anda harus segera bersiap.” Suara pelayan itu mengalihkan perhatian Azure dari tatapannya ke arah jendela besar di kamar itu.

Azure tampak menoleh dengan mengusap kedua matanya, seolah rasa kantuknya  tak mau pergi begitu saja setelah dia mendudukkan diri dan mendengar sorak semarai dari luar ruangan.

“Bersiap? Bersiap untuk apa?” Azure bertanya dengan kening mengernyit dalam.

“Astaga, Nona. Anda tak mendengar?” tanya pelayan itu dengan ekspresi tak  percaya. “Pelangi semesta mengeluarkan dentuman yang begitu keras hingga garis warna ungunya retak dan hampir runtuh. Lihatlah ke luar, Nona,” ucapnya seraya menengok ke arah pintu di mana para pelayan yang mendapatkan tugas untuk mendandani Azure dalam persiapan pernikahan itu sedang menunggu di sana, menanti sang calon maharani itu terbangun dari tidurnya.

Para pelayan itu kemudian melangkah beriringan membawa semua perlengkapan yang diperlukan, bersamaan dengan Azure yang turun dari ranjang dan mendekat ke arah jendela. Dia tak sempat memikirkan lagi jika ternyata ruang peraduan ini telah bebas dari segel milik Reddish sehingga para pelayan bisa mendekat ke arahnya. Dia tak sempat memikirkan tentang pelariannya itu karena saat ini, ekspresinya tampak ternganga dan wajahnya memucat saat melihat jika pelangi semesta yang menggantung di langit kelabu negeri ini meretakkan garis warna ungunya dengan mengerikan.

Astaga. Sepertinya keadaan benar-benar sedang dalam situasi berbahaya.

Azure membalikkan badan dan seolah baru tersadar sepenuhnya akan apa yang terjadi, dia melihat salah seorang pelayan mendorong maneken yang dipasangi gaun pengantinnya yang begitu indah. Gaun pernikahan berwarna azure untuknya.

“Kemari, Nona. Saya akan membantu Anda membersihkan diri dan mengenakan gaun ini,” ucap pelayan itu ramah disertai gerakan tangannya yang mempersilakan perempuan biru itu mendekat.

Azure seperti tersihir dengan kedua kakinya yang menurut begitu saja permintaan pelayan itu.

“Kami akan memastikan jika Anda datang dengan penampilan terbaik untuk tuan Reddish. Kami akan sebaik mungkin merias Anda dalam waktu yang terburu ini, Nona.” Pelayan itu kembali menebar senyum ramah.

Azure tak bisa berpikir lagi dan dia pasrah pada para pelayan yang saat itu sedang mencoba melepas pakaian birunya, melap tubuhnya dan membantu mengenakan gaun mewah itu ke tubuhnya. Tidak hanya itu, dalam waktu bersamaan, pelayan lainnya yang entah berjumlah berapa yang tak sempat Azure hitung, dengan cekatan mendekat ke arahnya, menyisir rambutnya, mengusap kulit tubuhnya dengan cairan harum yang tak sempat perempuan itu perhatikan, merias wajahnya dan segala pernak-pernik yang sepertinya dipersiapkan dalam waktu mendadak dan begitu cepat mengingat upacara pernikahannya dengan Reddish itu dimajukan setelah mendapat peringatan bahaya yang tak terhindarkan tersebut.

Di saat semua pelayan sibuk mempersiapkannya, di tengah hiruk pikuk semua makhluk yang sedang sibuk mempersiapkan pernikahan mendadak itu, kedua mata Azure berkaca-kaca.

Hatinya terasa sakit berada dalam lingkupan warna merah yang begitu asing baginya itu. Dia teringat keluarganya, Azure teringat koloninya yang saat ini entah berada di mana.

Setetes air mata mengaliri pipi Azure ….

***

Kesibukan yang sama tampak di ruangan Reddish. Lelaki itu tadi dihadang oleh Crimson yang mengatakan jika dirinya harus segera berganti pakaian. Reddish yang saat itu hendak melangkah menuju ruang peraduannya, harus mengalah saat Crimson berkata bahwa ruang kamarnya sedang dipenuhi oleh barang-barang perlengkapan untuk Azure serta pelayan-pelayan yang sedang sibuk mengurusi segala keperluan calon maharaninya itu.

Menghela napas panjang dan menguatkan hatinya menahan sabar untuk menunda pertemuannya dengan Azure, Reddish akhirnya bergeming di ruangan besar ini dan membiarkan para pelayan pria membantunya berganti pakaian.

Dari baju kebesarannya dengan jubah besar yang selalu tersampir di pundaknya, lelaki itu kini berganti mengenakan jas panjang berwarna merah dibalut celana dan baju merah yang pas menutup tubuhnya. Tatanan rambut pendeknya yang semula dibiarkan tergerai begitu saja, kini tersisir rapi ke belakang, membuat aura ketampanan wajahnya terlihat berbeda dan lebih maskulin dari biasanya.

Reddish tak sempat memperhatikan penampilannya di cermin meski ada dua cermin besar yang dihadapkan padanya saat ini. Lelaki itu terus saja menatap ke arah luar ruangan di mana pemandangan pelangi semesta terlihat utuh di sana. Reddish memejam, kali ini dengan hatinya yang turut serta menunduk dalam doanya yang khidmat untuk para dewa penguasa langit agar ia masih diberi sempat untuk menyelesaikan salah satu tugasnya sebagai pemimpin ini.

“Anda sudah selesai, Tuan.” Salah seorang pelayan memundurkan langkah setelah menyelesaikan tugasnya dan memberi tahu.

Reddish membuka mata kemudian. “Bagaimana pengantinku?” tanyanya  kemudian.

“Nona Azure hampir selesai. Anda bisa menunggunya terlebih dahulu di luar kamar sementara para pelayan menyelesaikan riasannya,” sahutnya dengan suara yakin sembari menunduk.

Reddish menghela napas, menengok kembali ke arah jendela sebelum kemudian melangkah keluar ruangan, mempercepat langkah menuju kamarnya sendiri.

Ketika hampir tiba di ruang peraduan itu, tampak para pelayan perempuan yang bertugas untuk Azure, mulai membawa keluar kotak-kotak besar yang tadi digunakan untuk membawa barang-barang keperluan perempuan biru itu. Mereka semua sontak menghentikan langkah saat melihat Reddish sedang berdiri tak jauh dari ruang kamarnya, menanti calon maharaninya.

Reddish mengibaskan tangan, memerintah secara isyarat bahwa mereka diperbolehkan melanjutkan langkah untuk kembali ke tempat mereka masing-masing.

“Reddish.” Suara seorang perempuan menyapa dari arah belakang tubuhnya. Lelaki itu menoleh, di antara para pelayan yang sedang berjalan melewati sisi kiri dan kanannya, Reddish melihat jika Candylah yang datang. Perempuan merah itu menghampirinya didampingi oleh seorang pelayan yang membawa nampan berisi mahkota miliknya.

“Kau lupa memakainya, Keponakan Kecil.” Candy berkata dengan wajah sendunya yang penuh haru. Dua makhluk pelayan datang menyusul kemudian membawa mahkota maharani dengan batu-bau merah yang tampak berkilau di semua sisinya.

Reddish tersenyum kecil dengan sudut bibirnya yang berkedut. Candy lantas mengambil mahkota itu dengan kedua tangan dan melangkah mendekat. Reddish yang masih terpaku pada mahkota kepemimpinan miliknya itu kemudian sedikit membungkukkan tubuh tingginya untuk mempersilakan sang bibi memasangkan mahkota itu ke kepalanya.

Lelaki itu menegang saat merasakan mahkota itu terpasang. Hari ini tentu saja bukanlah kali pertama Reddish mengenakan mahkota tersebut, tetapi entah bagaimana, saat ini, ketika dia mengenakan pakaian pengantin yang sama sekali tak pernah terpikirkan sebelumnya, dengan seorang pelayan yang membawakan satu lagi mahkota untuk maharaninya, dadanya terasa sesak oleh perasaan yang amat sulit untuk ia telaah apa namanya. Reddish begitu senang, khawatir, sekaligus bercampur baur dengan rasa teriris yang membuat hatinya perih saat ia harus memberikan pernikahan kepada calon maharaninya dengan terburu-buru seperti ini.

“Kau tampan sekali,” puji Candy dengan ketulusaan yang membuat bibirnya mengulum senyum sembari menepuk-nepuk pundak keponakannya itu, mengusap-usap jas yang dikenakan oleh Reddish untuk merapikan penampilannya walau sebenarnya, tak ada yang kurang dari diri lelaki klan merah itu. Dia sangat gagah dan tampan, bahkan hingga Candy sendiri terpesona melihatnya.

“Terima kasih.” Reddish menjawab parau dengan nada tulus yang sama.

Candy tampak menghela napas panjang untuk menahan perasaannya. Perempuan itu mengangguk tipis menanggapi ucapan terima kasih Reddish. Candy lalu mengangkat tangannya dengan gerakan mempersilakan.

“Maharanimu telah siap di dalam sana. Jemputlah dia, kami akan menunggu di depan.” Perempuan itu tersenyum tipis dan segera berlalu dari lorong itu, diikuti para pelayan yang menjura ke arah Reddish lantas berjalan membuntut di belakang perempuan merah itu.

Suasana lorong itu senyap kemudian. Reddish tampak mengamati sekeliling sebelum melangkah lagi menuju ruang kamarnya yang tinggal beberapa jangkahan lagi. Namun, belum tiba langkah Reddish membawanya masuk, Azure tampak terlebih dahulu menampakkan diri keluar ruangan. Perempuan itu berjalan menunduk dengan kedua tangannya yang berada di samping tubuh, mengangkat sedikit gaunnya yang megah untuk mempermudah dirinya dalam berjalan.

Reddish menghentikan langkah kakinya dalam keterpukauan yang tak bisa ditahan. Pemandangan perempuan biru nan cantik dan anggun yang begitu mencolok di ruangannya yang serba merah itu membuat gelombang kenangan mengantarkan Reddish kembali ke masa di mana ia melihat satu-satunya warna biru pada diri perempuan itu di dunia manusia. Keterkejutannya pada waktu itu kini berganti menjadi keterpesonaan atas seluruh diri Azure dari ujung kepala hingga ujung kaki tiada henti.

Sementara Azure yang telah berhasil keluar dari ruangan dan menyadari jika dirinya sedang ditatap itu sontak memandang ke depan. Ke tempat di mana Reddish saat ini sedang berdiri menunggunya dengan pakaian pengantinnya yang berwarna merah beserta mahkota yang membuat penampilan lelaki itu benar-benar terlihat seperti pangeran di negeri dongeng yang hampir-hampir Azure tak bisa membayangkan seperti apa paras tampannya sebelumnya.

Sesungguhnya Reddish hanya berganti baju, menyisir rambutnya lebih rapi dan mengenakan mahkota. Namun, entah bagaimana dada Azure terasa berdebar saat melihat Reddish dengan pakaian seperti itu, berdiri tak jauh darinya dan sedang terang-terangan memandang dengan penuh kagum ke arahnya.

Reddish berdeham. Lelaki itu melangkah mendekat dan menyakukan kedua tangannya di saku jas. “Aku memang tak pernah salah memilih pakaian. Gaun itu sangat … cantik,” ujarnya dengan memandang lekat kedua mata Azure yang kini tampak manis dengan riasan yang bekerlipan di sekeliling matanya.

Azure membuang muka sejenak dengan tatapan kesal. “Tapi kurasa ukurannya agak kekecilan,” sahut perempuan itu dengan sikap pura-pura tak nyaman, mengibaskan gaun bagian bawahnya dengan gerak tubuh mengejek.

Reddish terkekeh. “Tidak apa-apa. Mungkin dengan kekecilan lekuk tubuhmu akan lebih terlihat, tapi jangan khawatir, tidak akan ada yang memperhatikannya,” ujarnya dengan nada menggoda yang menyebalkan.

Lelaki itu lalu mengalihkan pandangan ke arah samping di mana ada seorang pelayan perempuan yang masih berdiri di sana. Sebelah tangannya terangkat dengan jemarinya yang mengisyaratan panggilan untuk mendekat.

“Pasang tudung itu sekarang,” perintahnya membuat Azure seketika menoleh. Dilihatnya pelayan merah itu membawa sebuah kain panjang menjuntai dengan warna senada dengan gaun yang sedang ia kenakan.

Setelah berdiri cukup dekat dengan Azure, pelayan itu sedikit membungkuk untuk meminta izin kepada Reddish dan juga Azure yang saat itu menoleh ke arah Reddish dengan mengangkat sebelah alisnya karena bingung.

“Menunduklah sedikit.” Reddish membalas tatapan Azure yang penuh dengan ketidakmengertian itu dengan kalimat perintah.

Azure menghela napas panjang dan menuruti perintah Reddish itu dengan sedikit mencondongkan tubuhnya. Dengan segera, pelayan itu memasang kain panjang yang ternyata tudung itu ke kepala Azure, menatanya cepat dan membiarkan kain panjang itu menutup seluruh diri Azure, membuat penampilannya terlihat megah dengan tambahan kain veil tersebut.

Reddish tersenyum tipis dengan rasa puas yang mengembang penuh di dada. Dia tak main-main dengan ucapannya kepada Ecru dan juga Candy waktu itu jika dia akan memakaikan kain veil ini agar makhluk-makhluk yang memelototkan mata karena rasa penasaran terhadap perempuan birunya ini tak dapat melihatnya dengan jelas.

Hanya kedua matanya yang cacat inilah yang boleh memandangi dengan ekspresi kagum dan terpesona pada Azure. Hanya dirinya seorang yang bisa menikmati dengan utuh betapa cantiknya makhluk klan biru yang akan menjadi maharaninya ini.

Azure yang lagi-lagi dibuat terpana karena sikap Reddish yang begitu perhatian dengan memasangkan kain tudung itu terpaksa dipupuskan kembali rasa senangnya setelah mendengar ucapan Reddish yang tanpa perasaan.

“Kau tak layak dilihat oleh siapa pun nanti di ruang pernikahan. Tak akan ada yang memuji-mujimu di sana. Aku hanya sedang berbelaskasihan agar kau tak malu karena dirimu yang seperti itu,” ujarnya dengan tatapan teduh saat mengucapkan kalimatnya, begitu berbanding terbalik dengan ucapannya yang terdengar penuh celaan.

Azure yang tak dapat melihat dengan jelas ekspresi Reddish di sampingnya hanya mendengus sebal. “Dan aku yang jelek ini sungguh tak ada serasi-serasinya bergandengan tangan dengan makhluk merah yang sangat angkuh. Tak apa, karena aku sedang terus membayangkan jika aku bersanding dengan seorang pangeran biru yang baik hati dan bukan kau,” sahutnya dengan suara ketus.

Reddish tampak tak tersinggung dengan ucapan Azure itu, dia malah terkekeh senang selah ucapan Azure itu adalah pujian. “Mari, Nona Azure. Kita harus cepat.” Reddish mengulurkan sebelah tangannya yang segera disambut oleh tangan Azure yang sedikit menyentakkan gerakannya.

Reddish tersenyum kecil melihat sikap kesal perempuan itu. Dia lantas menggenggam tangan lembut itu erat dalam lingkupan jari jemarinya, membuat Azure lagi-lagi terkesiap. Keduanya lalu berjalan beriringan melewati lorong panjang di sisi ruang pribadi Reddish itu menuju ruang terbuka di sisi depan kastil merah ini untuk segera melangsungkan ritual penyucian pernikahan.

Azure tanpa sadar terus memperhatikan sebelah tangannya yang kini bergenggaman dengan jemari Reddish. Nuansa hangat dan sejuk yang berbaur menjadi satu itu membuat dada Azure kian bedebar. Ada rasa tak percaya jika waktunya akan tiba secepat ini.

Dia akan menjadi maharani di kastil merah ini. Menjadi istri Reddish.

***

Ruang penyucian pernikahan itu bukanlah ruangan biasa. Tempat itu adalah sebuah tanah lapang yang begitu luas dengan tembok-tembok tinggi yang dipadu pilar-pilar kokoh berwarna merah yang berdiri tegak mengelilingi tempat tersebut. Ruang itu dibuat tanpa atap, sehingga saat ini, mereka yang sedang berkumpul di tempat itu dapat melihat bagaimana pelangi semesta yang begitu besar menaungi negeri itu tampak begitu megah meski dengan warnanya yang pucat.

Reddish dan Azure tiba di pintu keluar dan berhenti di sana. Para pengiring pengantin berseragam merah tampak mengikuti kemudian di belakang mereka sambil membawa kendi-kendi berisi bunga. Candy, Crimson dan seorang pelayan berdiri di barisan paling depan, memimpin ratusan pasukan pengiring yang telah siap mengantar Reddish menuju area pusat ruang terbuka itu. Sang bibi membawa mahkota maharani di tangannya, didampingi Crimson di sebelah kanan dan pelayannya di sebelah kiri. Mereka tampak melangkah maju beriringan ke belakang Reddish dan Azure yang terlihat bergandengan tangan menunggu mereka.

Dari posisi mereka yang tinggi ini, Reddish dan Azure dapat melihat ruang penyucian itu kini telah penuh oleh para makhluk langit berbagai klan warna yang berkumpul menjadi satu, melakukan penghormatan sekaligus memuaskan rasa ingin tahu mereka terhadap makhluk klan biru calon pendamping Reddish yang telah lama tak terlihat itu.

Reddish mengetatkan genggaman tangannya, lantas mulai melangkah perlahan, menuruni tangga. Di sisi kiri dan kanan sepanjang tangga itu, para makhluk pengiring yang juga membawa kendi berisi bunga di tangan mereka, mulai menaburkan kelopak-kelopk bunga yang harumnya semerbak itu ke arah Reddish dan Azure, mengantar mereka berdua ke tempat penyucian.

Sementara di sekeliling area panggung penyucian itu, para makhluk aneka warna mulai menguarkan aura warna mereka dalam iring-iringan musik dan tarian yang mengalun merdu, menggema di seluruh area. Para makhluk yang menari itu bersama-sama menggerakkan tubuh mereka dalam gerak penuh harmoni dengan aura mereka yang menguar bersamaan, membuat udara di sekeliling mereka penuh dengan aura warna berwarna-warni yang membubung tinggi ke langit sebagai tanda jika mereka saat ini sedang berada dalam nuansa penuh pengharapan agar pelangi semesta berkenan untuk memunculkan warnanya lagi.

Azure tampak melangkah seirama dengan Reddish yang berjalan pelan di sisinya. Perempuan itu terlihat khidmat dan tak melawan atas apa yang sedang dihadapkan padanya itu, walau sejujurnya Azure sangat ingin menangis dengan dadanya yang sesak oleh kepedihan.

Perempuan itu merasa hilang di antara aura warna yang mengambang memenuhi sekelilingnya. Bagaimana tidak, di antara warna-warna yang berdoa untuk bersatunya dua warna miliknya dan Reddish itu, hanya warna birulah yang tak tampak di sana selain dirinya.

Pada upacara pernikahan biasa, pengantin laki-laki akan datang dengan para keluarga dan pengiring-pengiring di belakangnya dengan warna serupa, begitu juga dengan pengantin perempuan yang datang dari arah berlawanan yang juga membawa rombongan koloni warnanya yang seragam. Kedua sejoli itu lantas bertemu di meja penyucian dalam nuansa hangat bertabur dua warna keluarga yang saling bertaburan mengiringi keduanya.

Tapi, lihatlah saat ini di mana Azure hanya seorang diri dengan warnanya yang tunggal. Tak ada satu pun anggota koloni warnanya yang turut menguarkan aura birunya untuk menyambut Azure. Azure justru datang bersamaan dengan calon suaminya yang berbeda warna, dengan para pengiringnya yang keseluruhannya berwarna merah.

Sekali lagi Reddish menggerakkan tangannya dalam genggaman Azure untuk menguatkan, paham benar apa yang sedang bekecamuk di kepala perempuan mungil itu. Azure hanya menoleh tipis dan mendapati Reddish sedang menatap ke arahnya, meski entah apa kata yang diucapkan lelaki itu lewat pandangan matanya tersebut.

Mungkin lelaki itu saat ini sedang berpuas hati karena berhasil mempermalukannya pada upacara pernikahan mereka kali ini. Membuatnya tampak menyedihkan dengan menunjukkan kepada semua orang jika Azure benar-benar telah termakan oleh kesombongannya sendiri sebagai klan biru yang menolak bekerjasama dengan pemerintahan Reddish saat ini dengan tiada satu makhluk biru pun yang mendukungnya menikah. Namun, Azure saat ini berusaha untuk tak peduli dengan itu semua karena keinginannya dan keinginan Reddish sama kuat dan terdesak saat ini untuk menyatukan dua warna mereka demi warna ungu yang kembali menyala.

Di sisi lain, para makhluk berbagai warna berusaha membuka mata mereka lebar-lebar dan berbisik-bisik dengan suara penasaran demi bisa melihat dengan jelas seperti apa paras calon maharani pemimpin mereka itu meski percuma. Para makhluk penasaran itu hanya bisa melihat jika perempuan klan biru itu memiliki warna biru muda yang tampak manis, dibalut gaun indah yang menutupi tubuhnya dengan elegan. Dari sisi terjauh pun, para makhluk warna hanya bisa menyaksikan jika pengantin Reddish itu tertutupi oleh kain veil panjang menjuntai yang membuat penampilannya tampak anggun. Mereka menafikan kenyataan jika perempuan biru itu adalah seorang pemberontak yang pada masa sebelum ini menolak dengan keras untuk bekerjasama dengan kepemimpinan negeri.

Reddish dan Azure tak memedulikan apa pun. Mereka hanya terus melangkah hingga akhirnya tiba di meja penyucian itu beberapa saat kemudian diikuti Candy yang menghentikan langkahnya beberapa langkah dari arah Reddish dan Azure. Jade, Raven, Alabaster, dan juga White telah menunggu di sana dengan sebuah bejana berisi air berwarna bening. Keempat dewan warna itu lantas mengangkat kedua tangan mereka, mengucapkan kata-kata serupa mantra selama beberapa waktu. Secara ajaib, air bening di dalam bejana itu tampak bergerak-gerak. Dengan kekuatan aura mereka, para dewan warna itu lantas mengangkat air dari bejana itu, membuat kilau beningnya tampak indah bekerlipan di udara. Setelahnya air bening itu bergerak menyelubungi tubuh Reddish dan Azure yang terpaku diam di sana, membuat dua makhluk berbeda warna itu merasakan aura agung yang begitu besar terasa melingkupi, membuat seluruh jiwanya terasa ringan dengan dada berdegup cepat dan kedua mata terpejam merasakan betapa indahnya aura bening yang dikatakan merupakan air suci untuk penyatuan dua warna itu.

Baik Reddish maupun Azure sama-sama terpana saat merasakan jika kedua tangan mereka yang bergenggaman itu sama-sama mengeluarkan aura warna tipis mereka yang saat ini tampak telah bersatu menjadi satu warna baru yang tentu saja telah begitu lama para makhluk langit nantikan perwujudannya.

Semua mata menantikan keajaiban itu di mana dua warna agung, merah dan biru dari dua makhluk tertinggi klan merah dan klan biru itu bersatu. Semua pasang mata dari berbagai makhluk klan warna tampak antusias memandang ke depan, ke arah lingkaran besar di mana Reddish dan Azure mulai berdiri berhadapan.

“Kalian berdua telah disucikan. Reddish dan Azure, kalian telah disatukan dan direstui oleh kami sebagai wakil penguasa langit dalam ikatan pernikahan yang sah. Kedua warna kalian akan menyatu dalam perpaduan aura berwarna ungu nan agung.” Jade berucap kemudian.

Nuansa hening nan tegang itu berubah seketika menjadi nuansa haru yang berpendar di seluruh penjuru ruang terbuka tersebut. Semua makhluk tampak berkaca-kaca menyaksikan pemimpin mereka yang kini telah memiliki maharani untuk negeri mereka.

Candy melangkah maju ke sisi Reddish dan Azure, membawakan nampan berisi mahkota maharani sebagai tanda penobatan perempuan biru itu. Reddish menoleh, memandangi mahkota itu dengan jantung berdebar, mengambilnya dengan kedua tangan, lantas mengulurkan tangannya untuk memakaikan mahkota itu di kepala istrinya. Setelah terpasang tepat, Reddish melangkah maju semakin dekat sembari membuka kain veil itu untuk mengucapkan penobatan kepada istrinya. Sebelah tangan Reddish terangkat ke sisi kepala Azure, menguarkan warna merah dari tangannya saat berkata,

“Kau, Azure. Dengan ini kunobatkan sebagai maharaniku, maharani pemimpin klan merah, pemimpin negeri langit dan akan mendampingiku dalam mewujudkan kejayaan negeri dalam waktu ke depan yang tiada batas. Aku akan membersamaimu dalam cinta dan kasih sayang yang tulus, dalam kehidupan bersama yang tiada akhir.” Reddish berucap lantang hingga suaranya terdengar jauh, merdu nan penuh khidmat di ruangan yang luas itu.

Saat Azure hendak menyahut ucapan Reddish itu, tiba-tiba saja, dari arah kerumunan makhluk warna yang sedang antusias mendengarkan penobatan itu, datanglah tiga makhluk warna yang datang dengan baju tudungnya nan berwarna-warni memecah keheningan. Mereka datang dengan langkah  yang mendesak tanpa peduli pada makhluk lainnya hingga menimbulkan keributan dan menyita perhatian. Semua makhluk termasuk mereka yang berada di atas penggung pernikahan itu menoleh dengan rasa penasaran.

Setelah tiba pada tujuan mereka yaitu berada di sisi panggung yang terletak menjulang di tengah ruang tersebut, mereka membuka tudung mantel yang ternyata adalah kamuflase. Reddish menyipitkan pandangan dengan aura kemarahan yang seketika menyala kuat. Para dewan warna yang terkejut melihat sikap para makhluk pembuat onar itu melangkah maju di sisi kiri dan kanan Reddish serta Azure dalam gerakan melindungi.

Saat tahu siapa yang datang, Jadelah yang mengawali percakapan. “Crow. Apa yang kaulakukan?” tanyanya pada pemimpin klan hitam tersebut. Ekspresinya tampak gelap, mengalahkan warna gelap dari aura hitam yang menguar di tubuhnya.

Terdengar suara tawa dari arah makhluk klan hitam yang saat itu mengenakan mantel berwarna putih. “Aku datang membawakan apa yang seharusnya ada,” ucapnya angkuh. “Pernikahan kalian berdua tak ada gunanya lagi, Reddish. Aku datang membawa makhluk klan ungu untuk dibangkitkan,” lanjutnya dengan suara kerasnya yang dalam, membuat para makhluk warna yang ada di tempat itu terkejut setengah mati dengan wajah pias.

Lelaki di samping Crow yang mengenakan mantel hijau itu membuka tudungnya dan memperlihatkan semakhluk laki-laki tak sadarkan diri dalam rangkulannya yang juga dipakaikan mantel. Semua mata membelalak tak percaya pada apa yang mereka lihat lantas saling berucap dalam keriuhan tak terhindarkan.

Makhluk klan ungu!

“Apa maksudmu?” Jade bertanya dengan nada marah.

“Maksud kami adalah ….” Seorang makhluk yang membuka tudung oranyenya turut berucap menjawab. “Kami akan membawa Azure kembali kepada kami. Dia tak pantas berada di sisi makhluk cacat yang mengaku-ngaku akan meneruskan kejayaan negeri langit ini. ” Sky menyahut, menatap lekat pada Azure yang saat itu ternganga melihat kehadiran saudaranya.

Crow mengeluarkan kekuatannya, persis sama seperti yang dilakukan dewan warna tadi dalam penyucian pernikahan, dia menggunakan kata-kata mantra dengan menggunakan air suci untuk menghidupkan kembali makhluk ungu tersebut. Namun, saat kekuatan Crow mulai menyelubungi makhluk ungu itu, saat lelaki klan ungu itu mulai membuka mata dan proses penghidupan selesai, bukan aura ungu yang memancar dari makhluk itu, tak ada warna ungu yang menyala dan pelangi semesta tak menunjukkan kehidupannya seperti yang Crow dan Sky harap-harapkan pasti terjadi. Yang lebih mendebarkan dan mengejutkan dari itu adalah saat sekali lagi, pelangi semesta justru mengeluarkan suara dentumannya yang amat keras, membuat orang-orang menjerit ketakutan. Dan, di antara suara teriakan ketakutan itu, terdengar suara seruan tak terduga yang muncul dari arah panggung pernikahan. Itu suara Candy!

Perempuan klan merah itu tampak histeris dan memanggil-manggil nama lelaki makhluk ungu itu hingga suaranya serak.

“Carmine! Carmine!”

 

Bersambung ….

 

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

7 Komentar

  1. Dona Nurhayati menulis:

    :muach :muach :muach
    Akhirnya bersatu juga,,,
    Walaupun ada gangguan sesudahnya, tapi sudah terjalin pernikahan

  2. Seenggaknya udah menikah ya :lovelove :lovelove

  3. Tks ya kak udh update.

  4. Jayaning Sila Astuti menulis:

    penantian cintamu terbayar, candy..

  5. Dian Sarah Wati menulis:

    :lovelove :lovelove

  6. selinokt18 menulis:

    :lovelove :lovelove :lovelove

  7. Uhuuuyyyy :lovelove