Vitamins Blog

Langit untuk Jingga (Delapan-A)

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

339 votes, average: 1.00 out of 1 (339 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Jalanan penuh, sesak, panas, dan macet sudah menjadi hal yang biasa di Jakarta. Apalagi hari Senin seperti ini, rasa-rasanya aku ingin mencekik leherku sendiri gara-gara frustasi akan kemacetan yang semakin menggila. Sejak se-jam yang lalu mobilku hanya melaju tak sampai 20 meter membuatku jengkel sendiri.

Aku melirik kearah Nada yang duduk disampingku dengan headset menempel dikedua telinga dengan menyandarkan punggung di jok dengan santainya.

“Nanti jadi mampir pet shop nggak Nad?” tanyaku pada Nada saat lampu merah menyala.

“Jadi lah, besok aja anterin ke Vet, gue nggak mau bawa Max sekarang. Bisa-bisa Max di cekik sama Bilva saking gemasnya itu bocah sama kucing gue,” gerutu Nada dan kubalas dengan tawa.

“Besok Inggit jadi ke JN’s sama calonnya kan?” tanya Nada.

“Iya jadi, kenapa emang?”

“Yes! Ketemu Andika ganteng, hahahaha.” Tawa Nada terdengar sangat bahagia.

“Sableng, orang udah mau kawin masih aja lo taksir,” ucapku tak habis pikir, sempat-sempatnya dia mengagumi calon istri orang. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah  ajaib Nada.

“Pria beristri itu kadar ketampanannya meningkat.”

“Oke lo nyindir abang gue nih.”

“Anjirrr nggak lah! Kecuali Rizal deh gue rasa, ughh.”

“Haha yakiiiin?” tanyaku menggodanya. Kulihat dia mencebik kesal. Aku terkikik pelan. Bukan rahasia umum jika nada pernah mengejar-ngejar bang Rizal dulu. Kurasa sampai sekarang dia masih ada rasa dengan abang. Tapi Nada selalu menyembunyikannya dengan baik dengan sikap acuhnya.

Setelah setengah jam berlalu akhirnya mobil kami sampai juga di parkiran mall.

Aku segera turun dari mobil setelah itu disusul Nada. Kami segera masuk ke area taman bermain, karena Vanya dan Alya sudah sampai disana bersama baby mereka.

Aku mengedarkan pandangan saat sampai di taman bermain, kulihat Vanya sedang membuntuti Bilva yang berlarian sana-sini juga diikuti baby-sitter.

“Hai Guys!!” sapaku dan Nada hampir bersamaan. Vanya mengacungkan jempol dengan tampang sedikit kelelahan sambil memegangi Bilva yang hendak naik ke arah perosotan.

Aku berjalan mendekati Alya yang sedang menggendong Varo. Tampak wajah Varo penuh air mata, pipinya terlihat memerah dan anak itu masih meringik kecil di bahu Alya.

“Baby Varo kenapa?” Nada mendekati Varo dan hendak menggendong anak itu tapi Varo langsung menepisnya dan tangisnya kembali pecah.

Alya menenangkan anak itu sambil menggoyang-goyangkan tubuh Varo ke kanan dan ke kiri.

“Kenapa sih Al?” tanyaku sambil mengusap kepala Varo pelan.

“Mainannya Varo direbut sama Bilva, dibilangin adek Bilvanya pinjem, eh Varo-nya gak ngebolehin. Yahh akhirnya mereka rebutan, Bilva nyubit pipinya Varo sampe merah. Nangis deh nggak mau diem.” Alya kembali menenangkan Varo karena anak itu terus menangis. Pantas saja, aku tidak membayangkan bagaimana Bilva mencubit pipi gembil Varo sampai memerah seperti itu.

“Baby Varo mau ikut onty J? Nanti onty beliin es cream loh.” Aku menoel-noelkan tanganku ke hidung mancung anak itu, tapi tidak seperti biasanya dia langsung menggelengkan kepala dan menolak ajakanku.

“Dia masih badmood kayaknya J, yaudah kita duduk dulu disana yuk. Nanti biar gue pesenin minum buat kalian,” ajak Nada sambil berjalan ke arah tempat duduk sebuah kafe yang paling dekat dengan taman bermain. Aku mengikuti langkah Nada disusul Alya.

“Nanti biarin Vanya nyusul, yakin dah Bilva gak bakalan mau di ajak duduk diem aja dengerin emak-emak ngoceh,” gumam Alya.

“Harusnya Vanya punya dua nanny buat jagain Bilva. Hadeh ampun deh sama tingkahnya itu bocah, gue nggak kebayang gimana kalau gue yang jadi emaknya,” Nada mengangkat tangan dengan raut wajah seolah menyerah dengan tingkah hiperaktif Bilva. Aku dan Alya tertawa cekikikan.

Alya memberikan botol susu kepada Varo. Anak itu langsung meminumnya pelan dan matanya mulai terpejam masih dalam gendongan Alya. Kasihan Varo, sepertinya anak itu sudah kelelahan menangis.

Nada berpamitan untuk memesan minuman dan makanan ringan seperti biasanya untuk kami berempat. Tinggal aku dan Alya yang duduk di kursi sambil menunggu Vanya juga yang masih membujuk Bilva untuk ikut dengannya dan meninggalkan tempat bermain.

“Nih minumnya.” Nada meletakkan sebuah nampan berisi empat minuman kesukaan kami masing-masing di atas meja. Latte Green-tea kesukaan Nada, Hazelnut Signature Chocolate kesukaan Alya, Espresso double Shots kesukaanku dan Vanya.

“Muka lo kusut banget J,” celetuk Alya tiba-tiba membuyarkan lamunanku saat aku tak sadar hanya memainkan sendok kopi di meja. Aku sedikit tergagap saat Alya dan Nada menatapku sambil memicingkan mata.

“Curhat aja,” kata Alya. “Iya J, lo kenapa sih tumben. Abis ketemu Alfath sama pacar barunya ya?” ucap Nada asal bicara. Aku memelototinya sebal, dan dia malah tertawa cengengesan.

“Huaahh,” teriak kecil Vanya yang tiba-tiba saja sudah duduk di sampingku. Dia berhasil meninggalkan Bilva dengan nanny-nya, terlihat anak itu sekarang di area menggambar dan duduk disana dengan tenang, meskipun dengan peralatan yang sudah ia acak-acak sedemikian rupa.

“Haus nih, minum dong.” Vanya menyeruput minuman yang paling dekat dengan jangkauannya.

“Nyaa!! Kenapa minuman gue lo minum!” teriak Nada membuat  Alya melototinya karena tidur Varo sedikit terusik. Kulihat bocah itu meringik lagi, tapi dengan cepat Alya menepuk bokong Varo pelan dan anak itu kembali tidur.

“Sttt, itu suara pelanin dikit napa!” gerutu Alya.

“Hehe sorry Al,” Nada mengacungkan tangan membentuk tanda peace dengan kedua jarinya. Alya mencebik kesal dan mengabaikan Nada. Sekarang Alya menatapku dan menaik-naikan alis. Aku tahu kalau dia pasti mau menagih penjelasan tentang kemunculan Langit beberapa hari yang lalu, dan sekarang dia benar-benar ingin aku untuk menceritakannya. Padahal aku sedang tidak ingin menceritakannya sekarang, apalagi ada Nada dan Vanya. Pasti nanti mereka berdua yang paling heboh mendengar ceritaku nanti.

“Ini udah pada ngumpul semua, sekarang ceritain semuanya J.” Uhh, kan. Ini Alya langsung to the poin banget. Aku memijit pangkal hidungku pelan, apalagi saat melihat tatapan bingung dan ingin tahu berlebih dari Vanya dan Nada.

“Lo nyimpen rahasia dari kita J?” tanya Vanya langsung memajukan kursinya mendekat ke arahku. Iya kan? Belum apa-apa mereka sudah heboh sendiri. Aku mengambil napas panjang sebelum memulai cerita.

“Langit come back.”

“What!!!?”

“Langit Biru?!!!”

“Kok bisa?!!!”

“Lo nemuin dia dimana?!!”

Bla bla bla..

Aku memijat kepalaku pelan sambil menyeruput pelan Espresso-ku.

See?

***

SitiIsmaya

Pecinta musik -random - Dan penikmat novel romance ?

15 Komentar

  1. Wow wow wow
    Akhirnya dilanjut jg Jingga ny
    Aihhh, ngakak aq pas baca ‘pria beristri kadar ketampanan ny meningkat, apalgi yg lgi gendong2 manjahhh baby girl ny yak ehhh haha, abaikan dah yak’
    Nahh kan nahh kan, niat mau cerita malah dpt what what an dari tmn2ny Jingga yak haha
    Lanjuttt baca bagian B ny

    1. hahaha itu kata temen aku sih ? iyaa rempong semua emang temen2 nya jingga ? hayuk lanjut bacaa

    2. farahzamani5 menulis:

      Btw ga dilanjut lgi kah disini cerita ini nya?

  2. Good :dragonmuach

    1. ?

  3. kangen sama abang langit :BAAAAAA

    1. next part ??

  4. KhairaAlfia menulis:

    Langitnya kok gak muncul-muncul ya,,

    1. Tau nih :PATAHHATI

  5. Bang langit, dimana kah dirimu

  6. Bang langittt :PATAHHATI

    1. :PATAHHATI

  7. fitriartemisia menulis:

    ini rame ya genk nya Jingga ahahha

  8. Huaaaaa

  9. Ini masih dilanjut nggak yaa