4398 words
Yuk! Aktif bantu para author melindungi karyanya
© copyright 2017 @projectsairaakira seluruh karya di website ini telah didaftarkan dan dilindungi oleh hukum yang berlaku serta mengikat.
Dilarang meniru, menjiplak, mengubah nama tokoh, mengambil ide/inspirasi cerita baik sebagian maupun keseluruhan isi cerita yang berada di dalam website ini. Jika Anda menemukan plagiat cerita kami di wattpad, bantu report “copyright violance” ke pihak wattpad.
Kami menyediakan hadiah dan komplimen menarik bagi laporan atau temuan dari vitamins menyangkut usaha plagiat baik keseluruhan maupun sebagian dari karya-karya ProjectSairaAkira yang dipublish di website ini.
Silahkan hubungi admin kami di [email protected] ^^
[responsivevoice voice=”Indonesian Female” buttontext=”Dengarkan cerita ini”]
“Sialan!” Imhotep tiba-tiba menghentikan langkah dan menatap Mischa dengan tatapan marah mengerikan. Ekspresi wajah lelaki itu tampak gelap dan suram sementara mata hitamnya bergolak oleh keinginan membunuh kental yang menyeramkan, “Kalau kau sudah mengandung bayi Zodijak, maka darahmu sudah terkontaminasi. Kau tidak akan berguna lagi untukku! Darahmu tidak bisa menjadi serum kekuatan atau menjadi racun senjata!” mata Imhotep mengarah ke perut Mischa dan tiba-tiba lelaki itu menyeringai dengan nafsu membunuh, “Kecuali kalau aku berhasil melenyapkan anak itu sebelum terlambat, sebelum dia terlalu kuat untuk dimusnahkan. Mungkin itu akan berhasil menyelamatkan darahmu dari kontaminasi!”
Imhotep tiba-tiba menarik laci meja di dekatnya, meletakkan kotak berisi satu set peralatan bedah yang menyeramkan di depan mata Mischa. Peralatan itu terletak di kotak khusus yang menguarkan sinar biru terang untuk menjaga kesterilannya dan Imhotep mengambil salah satu pisau yang mengerikan, menimangnya sambil menatap Mischa penuh arti.
“Aku akan mengoperasi dan mengeluarkan bayi itu dari perutmu, Mischa.” ujar Imhotep dengan suara setengah gila.
Perkataan Imhotep membuat Mischa membelalakkan mata, diliputi ketakutan yang amat sangat. Seluruh tubuhnya bergerak mencoba meronta dan melepaskan diri dari belenggu yang mengikat kedua tangannya dalam kesia-siaan.
Mata Mischa semakin melebar ketik melihat Imhotep mulai mengeluarkan sesuatu berwarna hitam tetapi berkilauan. Bentuknya tipis memanjang seperti pisau bedah, tampak tajam dan berkilat-kilat, memantulkan cahaya lampu dan mengirimkan ancaman mengerikan yang menyerbu dan memukul jantung Mischa hingga berdebar lebih kencang daripada yang seharusnya.
Seolah tahu bahwa apa yang dilakukannya membuat Mischa ketakutan, Imhotep malahan sengaja mengayun-ayunkan pisau bedah itu ke depan mata Mischa, diiringi dengan seringaiannya yang menyeramkan.
“Pisau ini dibuat dari bahan terbaik, berlian dari terkuat dari planet Zodijak. Ini adalah batu Lonsdaleite yang memiliki kekerasan lebih kuat 58% dari berlian terkuat di bumi sekalipun. Akulah yang membawanya ke bumi dan memperkenalkan batu ini kepada kalian. Tetapi batu ini terlalu keras untuk diolah dengan peralatan bumi yang menyedihkan seperti milik kalian hingga kalian sama sekali tidak bisa memanfaatkannya dengan maksimal.” Imhotep menimang batu di tangannya itu seperti menimang benda kesayangan, sebelum kemudian melemparkan tatapan mengancam sekali lagi ke arah Mischa, “Di tanganku benda ini bisa diubah menjadi pisau, pedang, senjata dan peralatan lainnya yang sangat kuat. Dan apakah kau tahu? Jika batu Londsdaleite ini dibuat menjadi pisau bedah, maka akan mampu menyobek kulit Bangsa Zodijak yang sangat tebal dan keras.”
“Kau tidak boleh melakukan itu!” Mischa berteriak, berusaha menyembunyikan kepanikannya, “Anak di dalam kandunganku tidak bersalah apapun kepadamu. Kau tidak boleh melukainya!” teriaknya, berusaha meronta kembali, didorong oleh naluri keibuan yang menyelimuti jiwanya.
Mata Imhotep menajam mendengar perkataan Mischa.
“Anak di perutmu itu merusak rencanaku, sebuah anomali sialan yang seharusnya tidak mungkin terjadi tetapi ternyata bisa terjadi. Mungkin aku salah memperhitungkan besaran kemungkinan Bangsa Zodijak dan manusia bisa bereproduksi. Mungkin juga aku lupa bahwa kau memiliki darahku yang berarti sel telurmu memiliki genetik Zodijak yang bisa dibuahi oleh lelaki Zodijak. Dan kesalahanku itu membuat anak dalam kandunganmu tersebut mencemari darahmu yang berharga sehingga tidak bisa kumanfaatkan.” Imhotep menggertakkan gigi, “Tetapi aku masih bisa memperbaiki kesalahan ini. Anak itu tidak akan bisa bertahan dari pisau ini, jarum suntik atau peralatan lain mungkin bisa terkalahkan, tetapi tidak dengan pisau dari batu Lonsdaleite ini.”
Langkah Imhotep semakin dekat ke arah Mischa berbaring, sementara Mischa tidak mampu berbuat apa-apa.
“Tenanglah Mischa. Kau memiliki genetikku. Itu berarti kau memiliki kekuatan penyembuhan cepat sama sepertiku. Luka sayatan di perutmu akan cepat sembuh dan begitu aku berhasil mengambil bayimu, kau akan cepat pulih kembali.” ujarnya sambil menggunakan pisaunya untuk merobek pakaian Mischa yang menutupi perutnya, menampilkan perut Mischa yang membuncit berisi anaknya. Imhotep lalu mengetuk-ngetukkan ujung pisau bedah yang tajam itu di perut Mischa, merasa tidak perlu repot-repot membius Mischa ketika dia menggerakkan pisaunya untuk mulai menyayat kulit perut Mischa.
***
Aslan dan Akrep bergerak menyusuri hamparan padang gurun yang menyengat dan memantulkan sinar matahari dengan kuatnya di tengah hari yang mulai bergulir menuju senja. Beruntung kulit Bangsa Zodijak diciptakan tahan terhadap panas, es dan juga senjata hingga kondisi ekstrim yang mereka hadapi saat ini tidak begitu berpengaruh terhadap stamina mereka.
Gerakan Aslan dan Akrep begitu cepat, membelah padang pasir tersebut hingga menyeberangi dataran dalam jarak yang cukup luas. Sambil bergerak, mata Aslan menilai dan mengukur, mencari tempat di dataran yang tampak sama ini untuk menemukan pintu keluar lain dari lokasi markas tersembunyi bawah tanah milik Imhotep.
Mereka menghabiskan waktu beberapa lama berputar-putar mengitari lokasi dan melakukan penyisiran sebelum mata Aslan yang tajam mengangkat sesuatu.
Aslan langsung menghentikan langkah sementara Akrep mengikuti di belakangnya.
“Di sebelah sana.” Aslan menunjuk ke arah sebuah area berbentuk tak beraturan tertutup pasir yang warnanya tampak lebih gelap dari warna pasir di sekelilingnya. Siapapun yang melihat sekilas, apalagi dari pesawat pengintai dari bagian atas tidak akan menyadari perbedaan ini dan hanya menganggap bahwa bayangan awan meneduhi tempat ini dari sinar matahari sehingga menciptakan visual yang lebih gelap dari sekelilingnya. Tetapi mata Aslan sangat awas dan dia telah memindai lokasi dimana langit masih cerah meskipun sudah beranjak sore dan tidak ada awan yang menghalangi matahari.
Aslan dan Akrep bergerak perlahan mengitari tempat itu dengan hati-hati, mereka memastikan bahwa tidak ada pasukan musuh yang berjaga sebelum kemudian Aslan memindai kembali dan menemukan ada kait baja yang tertimbun oleh tumpukan pasir. Aslan mengeluarkan pistol laser peleleh besi dan menggunakan tenaganya untuk mengangkat permukaan baja yang sangat berat yang tadinya tertimbun oleh pasir yang sangat banyak. Pintu itu sangatlah berat hingga Aslan harus dibantu oleh Akrep untuk mengangkatnya. Dan ketika lapisan atas pintu belakang menuju markas musuh itu terangkat, Aslan dan Akrep langsung saling melempar pandang.
Sekarang tahulah mereka kenapa markas bawah tanah yang terbentang begitu besar ini tidak terlacak oleh pesawat pengintai yang memiliki kekuatan untuk melihat menembus tanah. Imhotep sungguh cerdik, dia memodifikasi lapisan baja yang sangat tebal yang dipadukan dengan batu Lonsdaleite yang sangat keras dan kuat untuk menutupi seluruh permukaan bagian atas markas di bawah tanah ini. Batu Lonsdaleite sangatlah keras dan hampir tidak memiliki rongga hingga alat pemindai milik pesawat pengintai pun tidak memiliki kekuatan untuk menembusnya.
Aslan hendak menuruni tangga yang terbentang ke bagian bawah area musuh, tetapi Akrep menyentuh pundak dan menahannya.
“Apakah kau yakin bisa menghadapi pasukan musuh yang sudah pasti ada sedemikian banyak di dalam sana? Jika mereka menggunakan senjata beracun dari darah Natasha, kau akan dilumpuhkan dengan cepat. Memasuki markas musuh begitu saja bukanlah cara terbaik.” ujar Akrep dengan nada penuh pertimbangan.
Ekspresi Aslan mengeras. “Aku harus menemukan Mischa. Entah apa yang akan dilakukan Imhotep kepadanya, dia mungkin akan memeras darah Mischa seperti apa yang dilakukannya pada Natasha. Aku tidak akan membiarkan istri dari pemimpin tertinggi Bangsa Zodijak diperlakukan seperti itu.” Aslan tampak berpikir, lalu kemudian memberikan instruksi pada Akrep, “Aku akan masuk mengenakan jubah kamuflase dan mencoba mencari Mischa. Dia sedang mengandung anakku, itu berarti kemungkinan besar aku bisa memanggilnya lewat telepati. Untuk saat ini kita harus menghindari pertarungan tatap muka dan adu senjata karena jika sesuai dugaan musuh kita memiliki senjata dengan racun darah Natasha, korban jiwa akan ada banyak sekali dari pasukan kita.”
“Jika kau melarang adu senjata, maka satu-satunya cara adalah kami harus meledakkan markas musuh ini sampai luluh lantak tak bersisa.” Akrep bergumam dengan dahi berkerut dalam, “Bagaimana bisa kami melakukan itu, sementara kau, Mischa dan kemungkinan besar juga Natasha masih ada di dalam?”
“Kau masuk bersamaku untuk berjaga jika kita juga menemukan Natasha. Sementara itu aku akan memerintahkan Kaza membawa pasukan memasuki markas ini melalui pintu belakang, dengan menggunakan jubah kamuflase yang membuat mereka tak kasat mata. Pasukan Kaza akan menempelkan bom penghancur di seluruh penjuru markas ini dan dalam satu jam bom itu akan meledak. Itu adalah waktu paling maksimal sebelum Imhotep dan pasukannya menyadari kehadiran kita dan menggagalkan misi kehancuran itu. Seluruh pasukan Kaza harus sudah keluar dari markas ini dan menyelamatkan diri sebelum bom itu meledak.” Aslan memejamkan mata, mengirimkan perintah melakui telepati kepada Kaza, memastikan supaya seluruh instruksinya dimengerti dan dilaksanakan dengan tepat.
Setelah itu Aslan membuka matanya kembali dan menatap Akrep dengan pandangan penuh tekad. Mereka berdua sudah mengenakan jubah kamuflase yang membuat diri mereka tidak kasat mata. Aslan memasang penutup di kepalanya dan melompat masuk serta menginjak anak tangga teratas yang menuju area musuh.
“Ayo Akrep. Waktu satu jam juga berlaku untuk kita. Dalam kurun waktu tersebut, kita sudah harus menemukan Mischa dan juga Natasha.”
***
Area markas bawah tanah itu sangatlah luas sehingga membutuhkan waktu cukup lama untuk seluruh pasukannya supaya bisa mencapai seluruh area demi menempelkan bom-bom berdaya peledak tinggi di setiap sudut vital markas tersebut yang bisa menghancurkan serta meruntuhkan seluruh markas yang dibangun di ruang bawah tanah tersebut hingga tak bersisa.
Seluruh permukaan markas bawah tanah itu dilapisi oleh batu Lonsdaleite, tetapi itu bukan masalah bagi Kara karena batu Lonsdaleite juga sering dipakai sebagai benteng pertahanan Bangsa Zodijak di planet asli mereka sehingga Kara cukup berpengalaman dengan senjata peledak khusus yang bisa menghancurkan lapisan batu dengan struktur paling keras yang pernah ada tersebut hingga berkeping-keping.
Mereka mungkin kehilangan kewaspadaan dalam hal pemindaian dengan tidak menggunakan pemindai yang bisa menembus batu Lonsdaleite ketika menyisir wilayah ini. Itu dikarenakan sepengetahuan mereka, batu Lonsdaleite tidak terdapat cukup banyak di bumi. Kemungkinan besar ketika pergi meninggalkan Planet Zodijak dan berlabuh di bumi, Imhotep telah membawa sampel batu tersebut dan menggandakannya dengan kemampuannya sebagai seorang imuwan untuk membangun markasnya yang sangat besar dan luas tersebut.
Sudah pasti butuh waktu ratusan tahun bahkan lebih untuk membangun markas yang begitu besar dengan teknologi yang cukup maju seorang diri. Hal itu membuktikan bahwa Imhotep sudah tahu bahwa Bangsa Zodijak akan datang menyerang bumi dan sudah mempersiapkan untuk melawan mereka di kemudian hari.
Pemasangan bom di setiap penjuru markas tadi tidak menemukan kendala yang cukup berarti. Memang ada banyak pasukan manusia yang lalu lalang di dalam markas dan jumlahnya cukup banyak dengan senjata yang modern pula. Kaza melihat bahwa manusia-manusia ini adalah jenis manusia yang dimodifikasi dengan mengambil darah Natasha karena struktur tubuh mereka tampak begitu kuat, lebih daripada manusia biasa meskipun Kaza yakin bahwa mereka tidak sekuat dan segesit Bangsa Zodijak murni. Tetapi kekuatan itu memang bukanlah hal yang perlu mereka khawatirkan, yang lebih perlu dikhawatirkan lagi adalah senjata yang mereka pegang yang kemungkinann mengandung racun darah Natasha.
Beruntung mereka menggunakan metode penyusupan tanpa konflik dengan bergerak sehalus mungkin, berhati-hati dan menggunakan penutup seluruh tubuh kamuflase yang membuat tubuh mereka tak kasat mata. Imhotep mungkin menempatkan banyak sekali pasukan di dalam markas untuk menjaga, tetapi rupanya makhluk kuno Zodijak itu lupa bahwa kadang-kadang, Bangsa Zodijak bisa dengan cerdik menghindari konfrontasi dan memilih penghancuran dengan metode penyusupan yang lebih menghancurkan seperti yang mereka lakukan sekarang. Imhotep mungkin menganggap bahwa Bangsa Zodijak masih sebarbar dulu, Bangsa yang memiliki hasrat tinggi dalam berperang sehingga tidak memikirkan strategi lain selain adu senjata dan saling menghancurkan secara langsung. Karena itulah pertahanan Imhotep juga hanya digandakan untuk persiapan menghadapi serangan secara langsung.
Matas Kaza yang gelap berkilat ketika menatap orang yang ditunggunya meloncat keluar dari pintu belakang markas tersebut. Dengan datangnya orang terakhir yang dikirim oleh Kaza untuk memasang bom ke seluruh area saat ini, itu berarti semua pasukan sudah kembali dan berhasil menyelamatkan diri keluar dari markas tepat waktu sebelum seluruh bom itu meledak tak terkendali. Hal itu juga berarti bahwa setiap bom yang disebarkan telah terpasang dengan rapih, aktif dan akan meledak sesuai waktu yang ditentukan.
Kaza melirik ke arah penunjuk waktu di tangannya. Sepuluh menit lagi bom itu akan meledak dan menghancurkan semuanya. Khar yang membawa pesawat pengintai pun sudah berputar-putar di area langit dengan pesawat tak kasat mata diiringi pasukan udaranya. Sama seperti dirinya, Khar juga sudah pasti gelisah di atas sana.
Mereka belum melihat tanda-tanda Aslan dan Akrep keluar dari pintu ini dan itu mencemaskannya. Ledakan bom ini akan sangat besar dan merusak hingga bahkan Kaza tak tahu apakah Aslan atau Akrep akan bisa bertahan di bawah sana dari imbas ledakan bom tersebut.
Kaza mengusap wajahnya yang kotor penuh pasir sebelum kemudian menganggukkan kepala ke arah anak buahnya yang terakhir melapor, menyuruh si anak buah kembali ke posisi dan bersiaga di tempat yang telah ditentukan sambil menunggu terjadinya ledakan di bawah mereka.
Tidak ada yang bisa mereka lakukan sekarang selain menunggu.
***
Mischa memejamkan mata dan menyeringai ketakutan atas rasa ngeri yang menyelimuti tubuhnya ketika permukaan pisau bedah yang dingin itu mulai menggores tubuhnya. Suara tercekik keluar dari bibirnya yang digigit, menahan diri untuk tidak berteriak ketakutan. Bagaimanapun gentingnya kondisi yang dihadapi saat ini, Mischa tetap bersikeras tidak akan menunjukkan kelemaannya di depan Imhotep.
Lelaki ini adala tipe penindas yang akan semakin merasa berkuasa ketika melihat korbannya ketakutan. Dan Mischa tidak akan memberikan kepuasan itu kepadanya.
Ketika ujung pisau itu menekan kulit perut Mischa, air mata bergulir dari sudut mata Mischa yang terpejam, rasa sedih bercampur aduk di dalam diri Mischa ketika menyadari bahwa anak yang ada di perutnya akan direnggut paksa dalam kondisi tidak berdosa dan tidak berdaya.
Tetapi kemudian tidak terasa sakit… sama sekali tidak ada rasa sakit…
Mischa membuka mata, mengerutkan kening dengan bingung dan matanya langsung menemukan Imhotep yang terpaku. Ekspresi Imhotep tampak marah, bercampur aduk dengan rasa tidak percaya.
Tangan Imhotep yang memegang pisau di tangannya tampak gemetar sementara lelaki Zodijak itu mengangkat pisau tersebut dan mendekatkan ke wajahnya seolah tidak yakin.
“Tidak mungkin… Tidak Mungkin! Bagaimana bisa pisau dari batu paling kuat di planet Zodijak pun tidak mampu menembus kulitmu?” Imhotep membanting pisaunya ke lantai dengan frustasi dan melangkah mundur tanpa sadar, menatap Mischa dengan kemaraan yang amat sangat, “Kau ini berubah jadi apa? Dan apakah anak yang berada di dalam kandunganmu itu? Karena jelas-jelas dia bukan Bangsa Zodijak yang biasa!”
Mischa tidak mampu menjawab pertanyaan Imhotep karena dirinya sendiri pun juga diselimuti kebingungan. Perlahan Mischa mengangkat kepala untuk menengok kondisi perutnya yang terbuka. Tidak ada luka di sana, kulitnya perutnya masih baik-baik saja tanpa goresan sedikit pun.
Pantas saja Imhotep tampak sangat marah.
Mischa mengalihkan pandangan dari perutnya dan kembali menoleh ke arah Imhotep yang membalas tatapan matanya dengan mata gelapnya yang berkilat menyala.
“Anakmu mungkin masih kuat karena dia memiliki masih memiliki cadangan makanan yang dia peroleh darimu sebelumnya.” Imhotep menatap penuh kebencian ke arah perut Mischa, “Aku akan membiarkanmu kelaparan, sangat kelaparan hingga anak di dalam perutmu tidak punya daya upaya untuk mempertahankan diri. Dan ketika anakmu sudah begitu lemah karena tidak punya sumber energi lagi, aku akan mengeluarkannya dari perutmu!”
Dengan marah Imhotep melemparkan pelototan penuh ancaman ke arah Mischa, sebelum kemudian melangkah pergi meninggalkan ruangan itu dan menutup rapat pintu yang dia tinggalkan hingga tidak ada kesempatan bagi Mischa untuk melarikan diri.
Toh dia akan melarikan diri dengan cara apa? Mischa menghembuskan napas panjang putus asa, meringis perlahan ketika gerakan di tangannya menimbulkan rasa pedih pada bagian pergelangannya akibat memar keunguan yang mulai muncul di sana karena Mischa menghentak-hentakkan tangannya dengan kasar dari belenggu besi tersebut ketika mencoba melepaskan diri.
Kedua tangannya dibelenggu dengan begitu kuat, dan jika tidak ada yang datang untuk menolongnya, sudah pasti Mischa akan berakhir seperti apa yang dikatakan oleh Imhotep. Dibiarkan kelaparan hingga terpuruk dalam kondisi terlemahnya sebelum kemudian Imhotep akan mengeluarkan paksa anak di dalam perutnya.
Sekarang saja perutnya sudah terasa begitu perih meminta diisi. Melilit begitu sakit hingga lambungnya seakaan mendorong asam lambung naik ke tenggorokan, menyisakan rasa terbakar di tenggorokan dan rongga dada yang menyiksa.
Mischa menelan ludah, sekali lagi menghembuskan napas panjang untuk meredakan kesakitan yang menyiksa dari dalam tubuhnya.
Apakah benar apa yang dikatakan oleh Imhotep bahwa jika anaknya kelaparan maka daya tahan untuk melindungi dirinya juga ikut menurun? Mischa bahkan tidak sadar bahwa permukaan kulitnya menjadi begitu keras hingga tidak bisa ditembus oleh senjata dari batu terkuat Bangsa Zodijak sekalipun. Bahkan beberapa waktu yang lalu Mischa masih ingat bahwa kulitnya bisa terluka…. dan tangannya yang dibelenggu tetap bisa memar meskipun sama sekali tidak lecet atau terluka.
Apakah jangan-jangan kekerasan kulitnya itu benar-benar muncul dari anak di dalam kandungannya? Sebuah usaha melindungi diri dari kekejaman yang hendak dilakukan Imhotep kepadanya?
Mata Mischa perlahan menyapu ke arah Natasha yang terbaring masih tak sadarkan diri di tempat tidur tak jauh dari Mischa berbaring. Natasha tidak dibelenggu, tetapi sepertinya itu tidak perlu karena saat ini kondisi Natasha seperti cangkang mati yang sama sekali tidak mampu bergerak, kehilangan kesadaran yang direnggut dan ditenggelamkan dengan paksa begitu lama.
Apakah pada akhirnya Mischa akan berakhir seperti Natasha? Terbaring layaknya sebuah benda yang dimaanfaatkan oleh Imhotep demi mewujudkan kepentingan jahatnya?
Pertanyaan demi pertanyaan yang bercampur dengan bayangan mengerikan akan masa depan bergolak di dalam pikiran MIscha, membuat dadanya semakin sesak dan rasa sakit makin menyelimuti tubuhnya. Pada akhirnya tubuhnya mengambil alih kendali diri, menenggelamkan Mischa dalam ketidaksadaran yang nyaman dan menyelimutinya dalam kegelapan dari alam bawah sadar.
***
Imhotep sedang mondar-mandir di ruangannya dengan sangat marah. Dia sama sekali tidak menduga akan begini jadinya. Segala rencana yang telah dia susun dan tampak mudah saat ini jadi berantakan gara-gara kehadiran seorang anak yang tidak diinginkan.
Bagaimanapun caranya, dia harus menyingkirkan anak itu dari perut Mischa sebelum kemudian mencari cara untuk memurnikan darah Mischa akibat kehadiran anak yang menjadi parasit di tubuh Mischa tersebut.
Darah Mischa sangat berharga, akan menjadi yang paling kuat dari semua saudarinya dan juga bisa digunakan untuk memanggil semua saudarinya yang tersisa dan tercerai berai di seluruh penghujung bumi. Imhotep tidak akan membiarkan darah Mischa terbuang sia-sia hanya karena bayi sialan yang muncul tanpa diduga serta tidak diharapkan.
Bisakah dia meracuni Mischa dengan darah Natasha?
Mata Imhotep tiba-tiba tertuju pada tabung-tabung yang dikumpulkan di ruang pribadinya. Ada puluhan tabung yang disusun di sana. Terdapat dua sisi yang saling berseberangan, yang satu adalah tabung berisi darah berwarna biru bening berkilauan yang merupakan darah murni yang diambil dari tubuh Natasha yang telah berubah menjadi air suci Zodijak. Darah inilah yang digunakan sebagai serum penguat untuk pasukan Imhotep. Sementara di sisi lain, ada tabung berisi cairan yang lebih gelap dan keruh, ini adalah cairan khusus dari darah Natasha yang telah mengalami perubahan struktur atas prakarsa Imhotep sehingga berubah menjadi racun mematikan bagi Bangsa Zodijak. Racun darah inilah yang baru-baru ini berhasil diciptakan oleh Imhotep setelah penelitian tak terhingga, dan ternyata setelah dimasukkan ke dalam senjata, peluru serta peledak pasukannya, terbukti bisa melukai Bangsa Zodijak dengan fatal.
Tangan Imhotep mengambil tabung dengan isi cairan keruh di tangannya dan menimang penuh pertimbangan.
Dia bisa saja mencoba menembak Mischa dengan pistol berisi racun darah Natasha tepat ke perut Mischa. Tetapi kemungkinan besar hal itu akan gagal karena kulit perut Mischa begitu kuat, bahkan tak tertembus oleh pisau bedah dari batu Lonsdaleite sekalipun.
Kalau begitu satu-satunya cara adalah memaksa Mischa meminum racun darah ini. Imhotep dengan cerdik telah membiarkan Mischa kelaparan serta kehausan untuk melemahkan anak itu. Dan ketika nanti dalam kondisi lemah ternyata perut Mischa masih juga tak tertembus. Maka satu-satunya jalan adalah memaksakan cairan ini diminum oleh Mischa.
Senyum kejam tampak di bibir Imhotep. Ya.. anak di dalam perut Mischa sudah pasti kehausan dan dengan bodohnya akan menyerap rakus cairan apapun yang diminum oleh ibunya. Itu berarti anak dalam kandungan Mischa akan menyerap cairan racun ini sebanyak-banyaknya dan bisa membunuhnya dari dalam.
Imhotep menggenggam tabung berisi cairan racun darah itu di tangannya dan bertekad menunggu sampai Mischa benar-benar kelaparan sebelum hendak mendatangi Mischa kembali.
Tetapi sebelum dia bisa mencapai maksudnya. Tiba-tiba saja sebuah ledakan terjadi di kejauhan, bersusul-susulan dengan dahsyatnya hingga menggetarkan dataran tempat kakinya berpijak saat ini.
Mata Imhotep melotot ke arah dinding kaca tebal satu arah yang membatasi ruang rahasia pribadinya ini dari markasnya di luar. Kemarahan tampak memenuhi wajah Imhotep ketika melihat ledakan itu begitu kuatnya di luar sana, menciptakan kehancuran dan puing berserakan tanpa ampun di balik kobaran lidah api yang membakar.
Pasukan Bangsa Zodijak! Kurang ajar!
Terlalu fokus pada Mischa rupanya membuat Imhotep melupakan kecermatan dan ketelitiannya hingga lengah dan membiarkan pasukan sialan itu menyusup ke markasnya dan memasang peledak yang begitu banyak. Saat ini Imhotep berada di ruang rahasia yang tak tersentuh dan tersembunyi sehingga keberadaannya aman dan lepas dari ledakan bom tersebut. Tetapi sekarang situasi berbalik baginya.
Melalui pandangan matanya yang menyapu kamera-kamera pengawas, terlihat keributan terjadi di seluruh penjuru markas, pasukan-pasukan yang dibangunnya dengan penuh ketekunan dan waktu yang lama sekarang bergelimpangan berkeping-keping kehilangan nyawa akibat ledakan besar yang tak terduga, beberapa yang masih bertahan tampak menyeret-nyeret tubuh dengan luka parah dan tak tertolong, beberapa lagi terjebak dalam kebakaran yang mulai menjalari seluruh lokasi. Mereka semua habis dan tak tertolong karena serangan dari dalam.
Imhotep menggertakkan gigi dengan kemarahan yang amat sangat melihat apa yang telah dia bangun dengan susah payah dihancurkan sekejap mata.
Tetapi saat ini Imhotep tidak akan bersikap melankolis dan menangisi kehilangannya. Pasukan Zodijak yang dipimpin tujuh pemimpin Zodijak yang bodoh tersebut tidak tahu bahwa di belahan lain bumi, Imhotep memiliki markas cadangan lain yang dibangunnya dengan lebih besar, lebih kuat dan lebih menyeramkan, begitupun dengan pasukan yang dikembangkannya beserta senjata canggih yang dia siapkan, semuanya lebih banyak dari yang ada di markas ini.
Di sana cadangan darah Natasha telah tersedia dalam jumlah banyak… meskipun saat ini Imhotep seharusnya tetap mengambil Natasha dan juga Mischa untuk menjamin pasokan persediaan darah bagi pasukannya.
Mata Imhotep menatap kobaran api yang berubah begitu besar menyeramkan di luar markasnya dan pada akhirnya dia memutuskan bahwa menerobos keluar demi manusia-manusia perempuan tak berharga itu tidak sepadan dengan kemungkinan dirinya terluka atau kehilangan nyawa. Lagipula bukan tidak mungkin saat ini Natasha dan Mischa telah hangus terbakar api ledakan.
Itu berarti Imhotep harus fokus untuk menemukan lima manusia perempuan lainnya, anak-anaknya yang tersisa lebih dulu daripada Bangsa Zodijak untuk menjamin kemenangannya. Hal itu akan dia pikirkan nanti. Sekarang waktunya menyelamatkan diri sendiri dulu.
Imhotep menekan tombol hitam yang terletak di dinding ruang pribadinya dan dalam sekejap, lampu-lampu menyala dan dinding terbuka, menampilkan papan navigasi dengan banyak tombol rumit di sana.
Ya, ruang pribadi Imhotep ini sebenarnya adalah pesawat kamuflase yang ditanam di markas ini untuk persiapan jika Imhotep harus pergi dalam keadaan genting seperti sekarang. Dengan suara tenang Imhotep memberikan instruksi-instruksi kepada pesawatnya untuk persiapan terbang sebelum kemudian pesawat tersebut siap mengudara.
Imhotep melemparkan pandangan ke markasnya yang saat ini hancur lebur oleh ledakan dan kobaran api dan menggertakkan gigi dengan marah, bersumpah bahwa dia akan kembali dengan rencana dan kekuatan yang lebih besar nanti sebelum kemudian pesawat tersebut langsung naik ke udara, menembus bagian atas markasnya yang telah hancur lebur dan naik melesat ke langit dalam kondisi tak kasat mata.
***
Suara ledakan yang begitu besar membuat Mischa membuka matanya tiba-tiba, terbelalak dan menatap ke langit-langit ruangan.
Ledakan lagi. Kali ini bahkan lebih besar dari yang terakhir dialaminya ketika berada di istana milik para pemimpin Zodijak. Seluruh ruangan tampak bergetar sisa-sisa dari ledakan yang menciptakan getaran dahsyat yang terdengar menyeramkan itu.
Apa yang terjadi?
Mischa bahkan tidak sempat mencari jawaban atas pertanyaannya sendiri itu karena matanya langsung tertuju ke langit-langit ruangan dimana pemandangan yang dilihatnya langsung membuatnya ketakutan.
Entah berada di mana dirinya berada sekarang, tetapi atap ruangan tempatnya sekarang tampak pecah akibat ledakan, dan pasir berwarna kecokelatan yang sangat banyak tampak mengalir dari sela-sela retakan atap itu, terus menerus mengalir dalam jumlah banyak hingga menciptakan gundukan pasir yang menumpuk di lantai.
Dan seakan hal itu belum cukup mengkhawatirkan, salah satu atap tiba-tiba rubuh jatuh ke bawah seolah tidak kuat menahan beban pasir yang tertumpah di atas mereka, menyisakan lubang yang menganga begitu besar dan memperbesar jumlah pasir yang memenuhi ruangan.
Mischa menatap gundukan pasir tersebut dan dorongan di dalam jiwanya langsung membuatnya meronta untuk melepaskan diri dari belenggu di tangannya. Kepanikan langsung melanda diri Mischa ketika dia menyadari bahwa apa yang dilakukannya itu sia-sia. Pergelangan tangannya terasa sakit, tetapi belenggu itu bahkan tidak bergeser sedikitpun untuk memberinya izin melepaskan diri, malahan memarnya makin terasa sakit.
Gundukan pasir itu tampak semakin meninggi seiring dengan besarnya volume yang diturunkannya ke tanah. Dan Mischa tahu, kalau dia tetap terjebak di ruangan ini, dia akan mati terkubur hidup-hidup oleh pasir yang membanjiri ruangan ini.
Mischa menoleh ke arah Natasha yang masih tak sadarkan diri. Tangannya kembali bergerak dan mengabaikan rasa sakit, ketakutan oleh kenyataan yang hampir pasti bahwa dirinya dan juga Natasha akan segera mati.
Apakah terjadi sesuatu pada markas musuh ini di luar kehendak Imhotep? Atau memang Imhotep sengaja melakukannya? Membunuh Mischa dan Natasha dengan cara mengubur mereka hidup-hidup?
“Tolong…” Mischa berusaha berteriak dengan suara lemah, dia kelaparan dan juga haus, tenggorokannya begitu sakit bahkan ketika dirinya berusaha untuk bersuara pelan. Tetapi saat ini rasa sakit yang dirasakannya bukanlah yang utama, Mischa harus berusaha meminta tolong meskipun tahu bahwa di tempat musuh seperti ini kemungkinan dirinya ditolong sangatlah kecil, Mischa masih memiliki harapan kecil bahwa akan ada seseorang, siapapun itu yang datang untuk menyelamatkan dirinya dan Natasha.
Sambil meringis Mischa mencoba mengumpulkan kekuatan, membunuh rasa sakit yang menyiksa dari tenggorokannya dan menjerit sekuat dia bisa.
“Tolong! Tolong kami!” teriaknya sekuat tenaga. Napas Mischa terengah menahan sakit, lalu entah kenapa, meskipun dia tahu bahwa kemungkinan baginya begitu kecil, dorongan dari dirinya tidak bisa menahannya untuk meneriakkan itu, “Aslan! Aslan! Tolong!” teriaknya lagi sekeras dia bisa.
***
Ledakan sudah terjadi dan mereka belum berhasil menemukan Mischa serta Natasha, apalagi keluar dari markas ini. Aslan berjalan dengan cepat, berusaha menajamkan pikiran dibalik suara keras reruntuhan berselubung kabut asap serta teriakan erangan pasukan musuh yang menjadi korban ledakan. Sementara itu Akrep mengikuti di belakangnya dengan konsentrasi yang sama, berusaha menemukan petunjuk sesedikit apapun demi menemukan Mischa.
Mereka harus keluar dari markas ini segera karena dilihat dari massivenya ledakan, kobaran api akan segera melalap tempat ini yang disusul oleh runtuhnya pasir dari permukaan yang akan menimbun mereka tanpa ampun. Markas ini seperti labirin yang tak berujung, membuat mereka berputar-putar tanpa arah dan menyulitkan. Tetapi bagaimanapun sulitnya, sudah tentu Aslan tidak akan pergi tanpa Mischa.
Lalu teriakan itu terdengar oleh pendengaran Aslan yang tajam. Suara Mischa. Perempuan itu memanggil namanya!
Secepat kilat Aslan langsung melesat maju, melompati reruntuhan, menembus hujan pasir dan gumpalan asap yang menghalangi. Tidak dia pedulikan seluruh rintangan yang ada di jalannya, Aslan bahkan menggunakan tubuhnya untuk menyingkirkan rintangan tersebut dengan membabi-buta, berusaha sekuat mungkin berlari ke arah suara Mischa yang didengarnya.
Yang ada di dalam pikirannya saat ini hanya menuju ke tempat Mischa berada dan menyelamatkannya. Menyelamatkan istri dan anaknya.
Bersambung ke Part berikutnya.
[/responsivevoice]
Follow instagram PSA di @projectsairaakira untuk mendapatkan informasi di luar web jika kebetulan web sedang eror dan tidak bisa diakses.
- 🔏[IC 06] Inevitable Constelation: Kara & Natasha [IC 06]
- 🔏Inevitable Encounter (WARNING !!! BONUS PART EBOOK IW SUDAH ADA DI EBOOK IW) [250 PSA POINTS]
- 🔏[IC 02] Inevitable Compromise-Akrep&Kesha [225 PSA Points]
- 🔏[IC 01] Inevitable Conclusion-Aslan&Mischa [225 PSA Points]
- Inevitable War Part 60 : Ever After [ END ]
- Inevitable War Part 59 : Tried and True
- Inevitable War Part 58 : Silence Reconciliation
- Inevitable War Part 57 : Act Of Vengeance
- Inevitable War Part 56 : Lend A Hand
- Inevitable War Part 55 : Deeds Of Arms
- Inevitable War Part 54 : Cut And Thurst
- Inevitable War Part 53 : Lost Ground
- Inevitable War Part 52 : Rule the Roost
- Inevitable War Part 51 : Sail Close to the Wind
- Inevitable War Part 50 : Remorseless
- Inevitable War Part 49 : Serenity Before Carnage
- Inevitable War Part 48 : Adrenaline Rush
- Inevitable War Part 47 : Bolt From The Blue
- Bonus Part Inevitable War : Reproduction
- Inevitable War Part 46 : Intersect
- Inevitable War Part 45 : Exchange Blows
- Inevitable War Part 44 : Commemorate
- Inevitable War Part 43 : Strike A Balance
- Inevitable War Part 42 : Quantum Leap
- Inevitable War Part 41 : Give Pause
- Inevitable War Part 40 : Salvation
- Inevitable War Part 39 : Tumble Down
- Inevitable War Part 38 : Massive Fulminate
- Inevitable war Part 37 : Impurity Blood
- Inevitable War Part 36 : The Ancestor
- Inevitable War Part 35 : The Ring of Truth
- Short Story Inevitable War : Give And Take
- Inevitable War Part 34 : Segregate Lion From His Queen
- Inevitable War Part 33 : Blue Moon
- Inevitable War Part 32 : Blessing In Disguise
- Inevitable War Part 31 : Imhotep, The Healer
- Inevitable War Part 30 : Save The Enemy
- Inevitable War Part 29 : Reach An Accord With Humans
- Inevitable War Part 28 : Salted Wound
- Inevitable War Part 27 : Dark Horse
- Inevitable War Part 26 : Head Over Heels
- Inevitable War Part 25 : Come To Heel Bagian 2
- Inevitable War Part 24 : Come To Heel Bagian 1
- Inevitable War Part 23 : Non Zero Sum Game
- Inevitable War Part 22 : Underlying Causes
- Inevitable War Part 21 : Marking You
- Inevitable War Part 20 : The Weakness
- Inevitable War Part 19 : The Doctor’s Squad
- Inevitable War Part 18 : Holy Water of Zodijak
- Inevitable War Part 17 : Human Anomaly
- Inevitable War Part 16 : Loosen Vigilance
- Inevitable War Part 15 : Lion’s Tears
- Inevitable War Part 14 : Impulsive Healing
- Inevitable War Part 13 : The Last Pride
- Inevitable War Part 12 : Before The Lights Out
- Inevitable War Part 11 : Inevitable Closeness
- Inevitable War Part 10 : Force of Attraction
- Inevitable War Part 9 : The Honeymoon
- Inevitable War Part 8 : Aslan’s Tattoo
- Inevitable War Part 7 : Hunting Season
- Inevitable War Part 6 : Run and Seek
- Inevitable War Part 5 : A Bond Between Souls
- Inevitable War Part 4 : Blood Becomes Water
- Inevitable War Part 3 : The Lion and The Water Maiden
- Inevitable War Part 2 : Hide and Seek
- Inevitable War Part 1 : The Zodijak
710 thoughts on “Inevitable War Part 38 : Massive Fulminate”