
Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat – Project Sairaakira
(1,680 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...
Baca Parts Lainnya Klik Di sini
4132 words
cerita sebelumnya
“Kalian semua akan lenyap satu-persatu di tanganku, kalian para pemimpin Zodijak yang lemah!! ” Imhotep berseru penuh kemenangan dengan mata nyalang dan tawa egomaniaknya yang mengerikan. Lalu cahaya kuat yang sangat besar melesat dari tangannya bersiap mengirimkan kerusakan besar untuk melenyapkan nyawa. Tawanya yang semakin kuat mengiringi cahaya mematikan itu, tak sabar untuk merayakan kemenangan yang sudah di depan mata.
Cahaya putih itu menghujam kuat ke arah benteng perlindungan Istana Zodijak yang telah porak poranda. Lalu tiba-tiba saja, ada cahaya lain berwarna keemasan selayaknya api yang membara dengan kekuatan dahsyat menghadapi cahaya putih milik Imhotep. Kedua cahaya itu bertumbukan di udara, menciptakan ledakan luar biasa yang menggetarkan bumi dan memekakkan telinga.
Tawa lebar Imhotep membeku ketika menyadari bahwa serangan besarnya ditahan dengan mudah. Matanya melebar, melotot berusaha menembus asap membumbung akibat ledakan di udara yang menebal bagaikan kabut. Dan samar-samar dari balik asap yang menipis, terlihat di matanya sosok Aslan yang menghadang.
Aslan berdiri di tengah, di antara Imhotep serta pasukannya serta memunggungi Kara dan pasukannya di belakang. Tubuhnya tegap dengan pakaian hitam-hitam yang membungkus keseluruhan dirinya. Aslan tampak begitu berbahaya, dan matanya menyorotkan sinar tajam dari legamnya yang berkilat. Lelaki itu siap bertarung sekuat tenaga.
“Tidak semudah itu, Imhotep,” Aslan menggeram, lalu seluruh tubuhnya seolah diselubungi api keemasan yang membara, membuatnya tampak bagaikan singa dengan surai keemasan yang menyala terang.
Music Instrument Credit link
⊗ Dustin Krizan Feat. Merethe Soltve – It’s Done ⊗
W A R N I N G ! postingan ini menggunakan musik background. Silahkan tekan tanda [ || ] pause di pojok kanan atas layar perangkat Anda, untuk mematikan musik background. Anda bisa menambah atau mengurangi volume backsound di perangkat Anda sesuai dengan tingkat toleransi pendengaran Anda.

Entah sudah berapa lama Melisha tertidur. Kegelapan melingkupi dirinya di dalam kurungan sempit tanpa akses keluar sama sekali. Indra penciumannya menghirup aroma aneh yang masuk ke dalam jalur pernafasannya. Aroma itu harum sekaligus asing, membuat Melisha kehilangan orientasi dan memberatkan matanya.
Tiba-tiba Melisha menyadari bahwa kemungkinan besar aroma yang dia hirup inilah yang membuatnya tertidur lelap tanpa mimpi dan seolah kehilangan kesadarannya. Tangannya bergerak cepat untuk menutup mulutnya, mencoba melindungi dirinya dari obat-obatan yang mungkin dimasukkan ke tubuhnya dengan cara dihirup masuk ke badannya. Tetapi percuma, dia masih merasakan kepalanya begitu berat, seolah-olah dirinya dipaksa untuk tertidur pulas sehingga tidak mampu melawan, dan ruangannya yang sengaja digelapkan ini semakin membuat keadaan parah bagi pertahanan dirinya.
Ketika mata Melisha hampir menutup kembali akibat pengaruh obat itu, dia segera mencubit dirinya sendiri, berusaha mengembalikan kesadarannya. Sekuat tenaga Melisha lalu menyeret tubuhnya mundur, terus dan terus hingga punggungnya menabrak dinding yang keras dan dingin. Hawa dingin itu membantunya untuk tetap sadar. Melisha menyandarkan seluruh punggungnya ke dinding, kepalanya mendongak ketika dia berjuang terus dan terus untuk tetap bangun.
Melisha kembali memeluk lututnya, dia tidak boleh kehilangan kesadaran. Dia harus berjuang supaya tetap bangun, kalau tidak entah kenapa Melisha merasa dia akan bernasib sama dengan perempuan yang tadi dilihatnya di luar jendela kurungannya, dibaringkan tak sadarkan diri sementara para penculik mereka menusukkan jarum-jarum tanpa izin ke tubuhnya.
Ketika kesadarannya mulai menipis, Melisha bergerak mendekatkan telapak tangannya ke bibir, lalu setelah menguatkan diri, digigitnya tangannya sekuat tenaga, hingga rasa sakitnya luar biasa dan menciptakan luka berdarah yang begitu nyeri. Tetapi, Melisha tidak keberatan merasa nyeri, rasa sakit itu berhasil membuatnya tetap sadar. Sambil berusaha sesedikit mungkin menghirup udara beracun di dalam kurungannya, Melisha merayap kembali, berusaha bangkit dan kembali bergerak ke jendela kaca kecil tempatnya mengintip ke luar tadi. Kali ini berbeda dengan sebelumnya, ruangan yang terpapar di depannya tampak gelap gulita, meskipun begitu, samar Melisha masih bisa melihat tubuh perempuan itu masih terbaring tak bergerak di sana.
Apa yang harus dia lakukan? Bagaimnana caranya berjuang melarikan diri? Yang lebih penting, dia bahkan tidak tahu apakah dia akan berhasil melarikan diri. Dirinya bahkan tidak tahu kenapa dia dibawa kemari dan dikurung seperti ini. Pun dengan siapa penculiknya dan dimana dia berada sekarang.
Tetapi, dia tidak mungkin berdiam diri, bukan? Dia telah dibawa ke tempat ini dengan paksa, dipisahkan dari keluarganya. Ledakan itu datang menyerang tempat tinggal mereka begitu mendadak sehingga dia tidak bisa menyelamatkan diri. Keluarganya, keluarga angkatnya yang sangat dia sayangi karena mereka telah bersama-sama berjuang dari titik nol dalam kelompok kaum penyelinap, semuanya terpental oleh ledakan itu, kocar-kacir hingga masing-masing tidak saling mengetahui nasib yang lainnya.
Jantung Melisha berdenyut oleh rasa ngeri. Bagaimanakah nasib saudara-saudaranya di sana? Apakah mereka baik-baik saja? Atau jangan-jangan mereka semua bernasib sama sepertinya, diculik oleh makhluk asing ini dan dikurung di tempat-tempat terpisah satu sama lain?
Dan yang menculik mereka bukanlah pasukan Zodijak. Melisha masih mendapatkan kesadarannya ketika tubuhnya diseret dari reruntuhan dan diangkut paksa dengan pesawat berbentuk aneh seperti telur bersayap. Pasukan itu memiliki fisik seperti manusia, aroma seperti manusia dan kulit serta daging seperti manusia, yang membedakan hanyalah di wajah dan permukaan kulit mereka, muncul urat-urat yang menjalar seperti akar berduri, berwarna biru gelap mengerikan.
Makhluk apa lagikah itu? Belum cukupkah cobaan yang ditanggung oleh kaum manusia sehingga mereka harus berhadapan dengan jenis monster lain yang bentuknya begitu mengerikan?
Rasa kantuk kembali menyerang tubuh Melisha, membuat matanya terpejam tanpa sadar. Dalam satu detik yang berdenyut memaksa, Melisha kehilangan kesadarannya dan hampir-hampir tenggelam kembali dalam jurang mimpi yang penuh kegelapan. Beruntung alam bawah sadarnya berhasil berteriak mengingatkannya, membantu Melisha susah payah meraih kail kesadaran supaya dia bisa kembali ke permukaan.
Matanya begitu berat ketika dia mencoba membukanya, tetapi Melisha memaksa, susah payah dia menggerakkan telapak tangannya yang terluka bekas digigit tadi kembali ke mulutnya. Sekuat tenaga, Melisha kembali mendorongkan giginya ke telapak tangannya, rasa tersengat langsung muncul ketika tekanan giginya menyentuh lukanya yang terbuka. Tetapi Melisha bertahan, dia semakin mendorong giginya tenggelam ke luka itu, menciptakan sayatan luka baru yang lebih dalam, kali ini mengucurkan darah hangat dari sana yang langsung menetes-netes tak terkendali.
Rasa sakitnya luar biasa, berkali-kali lipat dibandingkan yang pertama. Tetapi, Melisha berhasil kembali mendapatkan kesadarannya. Dia mengerjapkan mata, mengumpat dalam hati pada penculiknya yang begitu kejam terhadap dirinya.
“Perempuan keras kepala.”
Sebuah suara tiba-tiba terdengar menggema di ruangan itu. Melisha terperanjat karenanya, dia mundur beberapa kali, mencari pertahanan diri yang paling aman dengan kembali menyandarkan punggungnya ke dinding. Matanya mencari tetapi yang ditemukan hanyalah kegelapan yang melingkupinya. Sampai akhirnya Melisha kembali menatap ke arah jendela kaca tempatnya mengintip tadi, dan dia langsung menjerit ketakutan ketika menyadari ada sesosok wajah di sana, mengintip ke dalam sambil menyeringai seolah mengejek.
♠♠♠
Sevgil menatap waspada ke area yang terpampang di kaca depan pesawatnya ketika pesawat yang dia pimpin dengan pasukan mengikuti di belakangnya hampir mendarat. Di depannya terbentang luas padang pasir yang dipenuhi dengan puing-puing bangunan yang tampak berdebu. Keningnya berkerut ketika dirinya menginstruksikan kepada anak buahnya untuk mendaratkan pesawat di area terbuka yang tersedia. Setelah pesawatnya mendarat, Sevgil memerintahkan pasukan inti miliknya untuk mengikuti sementara dia memerintahkan yang lain untuk memasang kamuflase pesawat guna berjaga-jaga kalau-kalau ada pesawat musuh datang menyerang.
Melihat suasana tenang dan hening yang terbentang di hadapannnya, Sevgil mengambil kesimpulan bahwa pasukan Imhotep belum datang menyerang ke area ini. Khar jelas-jelas berhasil mendahului pasukan Imhotep dan sampai lebih dahulu untuk menemukan saudari Mischa yang berada di sini. Tetapi, dimana Khar berada? Tidak ada jejak pesawat dan pasukannya di area ini, lagipula, kenapa Khar mengirimkan sinyal meminta bantuan?
Mata Sevgil menunduk untuk melihat alat digital yang terpasang di punggung tangannya, menampilkan tanda merah yang berkedip-kedip dalam bentuk lingkaran sepanjang beberapa kilometer jika dikonversikan dengan ukuran nyata dari peta digital di tangannya. Mengingat besarnya area yang ditunjukkan oleh alat pelacak ini, besar kemungkinan Khar mendarat di ujung lingkaran yang berbeda. Itulah satu-satunya alasan logis kenapa Sevgil tidak menemukan pesawat Khar dan pasukannya di sini.
Sevgil memanggil salah satu pilotnya, lalu memerintahkan mereka membawa beberapa pesawat untuk terbang kembali dan mengitari area yang ditandai oleh pelacak di tangannya, siapa tahu mereka akan menemukan Khar dan pasukannya di sisi lain pesawat ini. Setelah anak buahnya pergi, Sevgil memberi perintah kembali kepada pasukannya untuk mengikuti. Dia memutuskan untuk memeriksa di balik reruntuhan, siapa tahu dia akan menemukan sesuatu yang menarik. Langkahnya cepat dan waspada ketika mereka melewati reruntuhan demi reruntuhan. Sambil tetap menjaga kewaspadaannya, Sevgil berusaha menghubungi Khar melalui pikirannya. Jika Khar berada cukup dekat dengannya sudah pasti saudaranya itu akan mendengar panggilnnya.
Kau dimana?
Sevgil memanggil beberapa kali, tetapi tak juga menemukan jawaban. Dia mengerutkan kening karena baru kali inilah dia mendapati Khar sehening ini. Sambil mengulang pertanyaan memanggil Khar seperti mantra di dalam pikirannya, Sevgil terus berjalan hingga akhirnya dia menemukan sebuah pintu besar yang ditutup batu reruntuhan datar yang tampak tak alami. Batu ini tidak seperti berada di sini karena ledakan atau gempa, batu ini seperti sengaja diletakkan di sini untuk menutupi pintu masuk, diletakkan secara sembarangan supaya tidak memancing kecurigaan dan terlihat seperti menutup alami.
Tetapi, Insting Sevgil terlalu kuat untuk bisa ditipu dengan tipuan murahan seperti ini. Tangannya mengusap batu itu dan bibirnya menipis ketika menyadari bahwa tebal debu di batu ini bahkan tidak sama dengan bebatuan lain di sekitarnya.
Ini sepertinya adalah pintu masuk menuju sesuatu yang sengaja ditutup supaya tidak ada yang bisa masuk ke dalam sini.
Mencoba membuktikan pikirannya, Sevgil langsung mengerakkan tangannya untuk mengangkat batu besar tersebut, dan batu datar penghalang pintu masuk ke area bawah tanah yang berukuran besar dan berat yang seharusnya memerlukan beberapa orang untuk mengangkatnya, dengan mudah bisa diangkat oleh Sevgil dan dilemparkan secara sembarangan dengan sebelah tangan.
Sejenak Sevgil berdiri di ambang pintu yang kini terbebas dari penutup di depannya, menampilkan tangga besar yang mengarahkan ke bawah, ke tempat kegelapan menelan semuanya hingga tidak terlihat apa-apa lagi di bawah sana.
Sepertinya ini dahulu adalah pintu menuju stasiun kereta bawah tanah yang beroperasi sebelum serangan Bangsa Zodijak ke bumi. Manusia-manusia yang bertahan dalam kelompok yang disebut sebagai kaum penyelinap, mereka semua suka memanfaatkan jalur kereta bawah tanah yang bisa menghubungkan satu tempat dengan tempat lain dengan aman karena terletak di bawah tanah dan biasanya bisa lolos dari radar Bangsa Zodijak, kecuali jika para tentara Zodijak sedang berburu dan mau mengejar sampai ke bawah sini.
Kenyataan bahwa ada yang menutupkan batu begitu besar di pintu masuk dengan tujuan untuk menghalangi siapapun mengetahui apa yang tersimpan di bawah sini membuat rasa ingin tahu membuncah di dalam jiwa Sevgil. Lelaki itu menyeringai, hasrat berpetualangnya memacu, mendorongnya untuk memerintahkan anak buahnya mengikuti langkahnya yang menapak ke anak tangga pertama yang mengarahkannya pada kegelapan.
Sevgil terus melangkah menuruni anak tangga itu tanpa gentar diikuti oleh seluruh pasukannya. Ketika mereka mencapai anak tangga terbawah, kegelapan telah meliputi mereka sepenuhnya tanpa ada setitik cahayapun tersisa. Tetapi, tentu saja itu bukanlah masalah untuk Sevgil. Bangsa Zodijak adalah bangsa pemburu, mereka memiliki indra yang sangat baik, termasuk indra pengelihatan yang sangat tajam, bahkan di tempat gelap gulita sekalipun.
Keheningan membentang di bekas stasiun bawah tanah yang telah terbengkalai saat ini, dan Sevgil memastikan dirinya bersiaga penuh untuk memastikan bahwa keheningan ini bukanlah keheningan semu yang tiba-tiba memunculkan penyergapan tanpa disangka.
Suara tetesan air terdengar, mungkin dari keran saluran air yang bocor di ujung sana. Dan keberadaan tetesan air itu membuat Sevgil yakin bahwa tempat ini pasti menjadi sarana yang baik untuk kaum penyelinap tinggal karena bisa memberikan kebutuhan mereka akan air yang merupakan kebutuhan utama manusia selain makanan.
Sevgil mengendus ke udara, tetapi dia tidak bisa membaui aroma manusia di sekitar sini. Aroma itu pernah ada, tetapi begitu samar dan menunjukkan bahwa meskipun ada manusia yang pernah tinggal di tempat ini, sudah lama sekali mereka berpindah dan meninggalkan tempat ini.
Apa yang membuat mereka berpindah? Sevgil memandang sekeliling, untuk menemukan bekas serangan senjata atau penyergapan oleh Bangsa Zodijak, tetapi dia tidak menemukannya. Tidak pernah ada bekas serangan Bangsa Zodijak sebelumnya, karena tempat ini masih tampak rapih seperti sedia kala tanpa bekas ledakan, peluru atau tembakan. Dan lagi, Sevgil tidak bisa menemukan jejak aroma kaumnya jikalau mereka memang pernah datang ke tempat ini.
Dipenuhi oleh rasa ingin tahu, Sevgil terus melanjutkan langkahnya. Stasiun bawah tanah itu mengarah ke satu aula lebar yang dahulu mungkin digunakan sebagai tempat menunggu kereta-kereta yang lalu lalang membawa penumpang dari berbagai macam arah. Sekarang tempat itu begitu penuh debu, rusak parah tanpa ada tanda kehidupan di sana.
Mata Sevgil menemukan pintu besar yang mengarahkan mereka ke sebuah lorong panjang yang tak kalah gelapnya. Tak mau menyerah meskipun sampai saat ini dirinya belum menemukan apapun, Sevgil memerintahkan pasukannya mengikuti dirinya memasuki lorong tersebut. Lorong itu sempit, hanya cukup untuk dua manusia yang saling berlawanan jalan melaluinya, dan dipenuhi oleh aroma apak dari bangunan yang tak pernah tersentuh manusia sebelumnya.
Sevgil terus menyusuri lorong itu jauh sampai ke ujungnya, keningnya berkerut ketika indra penciumannya membaui sesuatu yang manis dan familiar. Ini seperti aroma air suci Zodijak… seperti aroma Mischa dan saudari-saudarinya.
Seketika Sevgil mempercepat langkahnya, dirinya terus melewati lorong itu hingga tampak di depan matanya, sebuah ujung yang memancarkan cahaya dari luar. Ternyata, lorong ini menghubungkan antara sisi area yang satu ke sisi lain di seberangnya.
Aroma yang terhirup olehnya itu tercium semakin kuat, dan Sevgil semakin tertarik mengikutinya. Langkahnya akhirnya sampai di ujung lorong, membuat tubuhnya yang tadinya dimandikan kegelapan kembali tersiram oleh cahaya matahari yang sangat cerah.
Sevgil menaiki tangga yang membawanya kembali ke permukaan, dan matanya terbelalak ketika melihat pemandangan di depannya.
Di sana, tampak Khar yang sejak tadi dicari-carinya tetapi tidak memberikan jawaban. Rupanya Khar sedang sibuk dengan hal lain hingga mengabaikan panggilan Sevgil. Tampak dalam jangkauan pandangannya, seluruh pasukan Khar membentuk lingkaran kecil sambil mengarahkan senjata ke sesuatu yang tampak mengancam di tengah lingkaran.
Sevgil penasaran dengan sasaran tembak yang sebegitu berbahayanya sehingga Khar memerintahkan seluh pasukannya untuk membidik satu titik ke arahnya. Tetapi, sosok musuh yang membuatnya penasaran itu tertutup oleh punggung lebar Khar yang kaku membelakanginya.
Sevgil lalu memerintahkan pasukan di belakangnya untuk bersiaga sementara dia melangkah mendekat, sengaja bersuara supaya Khar tahu bahwa dia hadir di belakangnya. Dia lalu berdiri di sebelah Khar, sementara matanya dengan tak sabar langsung mengarah kepada sosok yang sedang dibidik oleh Khar dan pasukannya.
Mata Sevgil langsung melebar. Dihadapannya, ada seorang anak perempuan bertubuh kurus dengan rambut pendek tertutup debu yang acak-acakan, wajahnya lebih parah lagi, hampir sebagian besar tertutup lumpur cokelat yang tebal dan kotor. Tetapi, meski seluruh tubuh dan wajah perempuan itu tertutupi pasir dan debu, Sevgil langsung tahu persis, dari aroma manis yang menguar dan dari tekstur wajah yang begitu mirip dengan Mischa dan saudari-saudarinya, bahwa perempuan ini sudah pasti merupakan salah satu dari pasangan air suci Zodijak.
Yang pasti bukan pasangannya. Sevgil mengendus kembali ke udara untuk memastikan. Selain aroma manis yang familiar dengan Mischa, Sevgil tidak merasakan hal yang lain ketika menatap perempuan itu. Sedangkan, dari apa yang Aslan paparkan tentang Mischa, Aslan langsung merasakan sesuatu yang berbeda, bahkan aroma Mischa tercium begitu lezat dan seolah menarik Aslan mendekatinya tanpa ampun.
Kalau begitu, yang di depannya ini pasangan siapa?
“Kenapa kau meminta bantuan, Khar?” Sevgil bertanya kepada Khar yang sedari tadi diam saja selama dirinya mengamati perempuan di depannya. Ketika Khar tidak segera menjawab, Sevgil menolehkan kepala dan matanya membelalak karena keterkejutan ketika dia melihat wajah Khar bersimbah darah bekas cakaran dan juga… bekas gigitan yang sangat jelas di leher Khar, memunculkan tanda Zodiak samar yang mulai muncul perlahan-lahan.
Khar menolehkan kepala ke arah Sevgil. Tangannya bergerak mengusap bekas gigitan di lehernya, dahinya berkerut dalam ketika matanya menatap ke arah tangannya itu dan menemukan bahwa darah segar masih terus mengucur deras dari bekas gigitan itu. Khar tidak berhasil menyembuhkan dirinya secepat biasanya, lukanya lebih lama menutup dan darah terus mengalir dari leher dan wajahnya yang terluka bekas cakaran.
“Dia menggigitku, Sevgil,” Khar berucap dengan nada frustasi, di matanya yang kelam, muncul kerlip yang hampir-hampir tak pernah muncul di mata prajurit Zodijak sebelumnya, itu adalah kerlip ketakutan. “Dan aku merasa sakit… aku tidak bisa menyembuhkan diriku dengsn cepat atas luka-luka yang dia akibatkan.”
♠♠♠
Tubuh Sasha gemetaran ketika dia menyadari bahwa yang ada di depannya ini adalah Yesil yang selama ini menipunya. Yesil bukanlah manusia, dia bukanlah kawan bersahabat yang kebetulan memiliki kepandaian serupa dokter untuk menyembuhkan manusia lain. Yesil ternyata adalah bagian dari Bangsa Zodijak. Mungkin lelaki itu merupakan peneliti yang memang memanfaatkan ilmunya untuk mengorek pengetahuan tentang manusia, dan kemungkinan besar, Sasha adalah bahan penelitiannya.
Sasha melangkah mundur, tetapi dirinya terjebak tak bisa melangkah lagi. Jika dia melangkah mundur, maka dirinya akan keluar dari lorong berbayang-bayang yang melindunginya. Sasha akan melangkah ke bawah cahaya terang dan akan menampilkan tubuhnya dihadapan seluruh pasukan Bangsa Zodijak yang saat ini tengah siaga menghadapi musuh. Bukan tidak mungkin begitu pasukan itu melihatnya, mereka akan menembakkan senjata untuk membunuhnya tanpa apun. Tetapi, Sasha juga tidak bisa melangkah maju, karena satu-satunya jalan untuk melangkah maju dihalangi oleh tubuh Yesil yang berada di tengah lorong.
Sasha harus berhasil melewati tubuh Yesil jika dia ingin masuk kembali ke lorong, dan Sasha tahu bahwa itu tidak mungkin. Dari tubuh Yesil yang bersiaga kaku menghadapnya, Sasha tahu bahwa Yesil tidak akan membiarkannya lewat begitu saja.
“Aku tidak akan menyakitimu,” Yesil memecah keheningan menegangkan di antara mereka dengan nada berhati-hati.
Sasha mengerutkan kening, menatap Yesil dengan tatapan tak percaya.
“Kau menipu kami semua. Kau ternyata bukan manusia!” Sasha setengah berteriak dengan nada menuduh ke arah Yesil, ketika dia menyebutkan kata ‘kami’ dia bermaksud menyebutkan tentang Mischa juga, dan Yesil mengerti itu. Karena itulah dia segera berkata.
“Aku tidak menipumu, aku hanya menutupi sedikit kenyataan supaya kau tidak merasa takut.” Yesil berucap dengan nada lembut persuasif, satu yang paling tidak diinginkannya adalah ketika Sasha merasa terancam lalu perempuan itu dengan nekad melangkah keluar dari lorong dan langsung berhadapan dengan ribuan pasukan Zodijak yang tengah membidikkan senjata mereka. Ketika konsentrasi para pasukan Zodijak yang diperintahkan oleh Kara bersiaga teralihkan dengan gerakan sekecil apapun, apalagi berasal dari makhluk manusia, bukan tidak mungkin mereka secara reflek akan menembakkan senjata mereka secara beruntun hingga langsung meberondong tubuh Sasha.
Sasha adalah pasangan air suci milik Kara, dan kenyataan bahwa saat ini kondisi Kara sangat mengkhawatirkan di atas sana akibat kekuatan menghancurkan Imhotep yang diarahkan langsung kepadanya, membuat Yesil tahu bahwa demi keselamatan Kara, dia harus menjaga supaya Sasha selalu baik-baik saja.
Sejauh ini teorinya selalu terwujud, bahwa Lelaki Zodijak dan pasangan air sucinya memiliki kekuatan saling menyembuhkan. Hal itu sudah terbukti terjadi pada Aslan dan Mischa, dan juga, kepada dirinya yang seolah memperoleh kekuatan tak kasat mata untuk menyembuhkan diri yang dia yakin berasal dari pasangan air sucinya yang entah berada di mana.
Sasha sudah jelas merupakan satu-satunya harapan bagi keselamatan Kaza jika dia memang masih bisa bertahan di atas sana.
Yesil menatap ke arah tatapan takut anak kecil yang dipenuhi kecurigaan dan sengaja melemparkan pandangan bersahabat. Dia bahkan tidak bergerak selangkahpun untuk mendekat, tahu bahwa Sasha mungkin akan nekad berlari ke arah berlawanan. Saat ini, yang harus dia lakukan adalah mendapatkan kepercayaan Sasha.
“Aku tidak pernah membohongi Mischa. Dia tahu siapa diriku,” Yesil akhirnya berucap, berharap dia bisa mendapatkan kepercayaan Sasha melalui nama Mischa.
Mata Sasha melebar, dan benar dugaan Yesil, keragu-raguan mulai meliputi mata polos nan besar itu.
“Kak Mischa tahu bahwa kau adalah….” Sasha menelan ludah ragu. “Tidak mungkin! tidak mungkin kak Mischa tahu bahwa kau adalah Bangsa Zodijak dan dia tetap mau bekerjasama denganmu. Aku yang paling tahu bagaimana Kak Mischa, dia sangat membenci bangsa Zodijak dan selalu berada di sisi Bangsa Manusia. Bagaimana mungkin kak Mischa mau bekerjasama denganmu?”
Yesil menatap Sasha dengan tenang. “Mischa tidak bisa melawan takdirnya. Seperti kau tidak bisa melawan takdirmu,” Yesil masih menimbang-nimbang, memutuskan apakah usia Sasha sudah cukup mengerti untuk mendapatkan penjelasan mengenai takdirnya. “Aslan, kau pasti pernah mendengar namanya. Dia adalah pemimpin tertinggi dan terkuat dari Bangsa Zodijak. Dan Aslan bagi Mischa, sama seperti Kaza bagimu. Aku tidak perlu menjelaskannya, kau pasti akan memahaminya.”
Sasha terperangah ketika nama Aslan disebut. Dia langsung teringat pada sosok bermata kelam yang sangat kejam dan menyerang kaum penyelinap tempat mereka terakhir kali bernaung. Beberapa kali dia mendengar Kara menyebut nama Aslan sebelum mereka akhirnya tercerai berai oleh kekejaman Aslan. Dan nama Aslan bagi kaum penyelinap terdengar bagaikan mimpi buruk yang mengerikan. Dan Aslan yang itu sama seperti Kaza bagi Sasha?
Seperti apa Kaza bagi Sasha? Pertanyaan itu langsung bergaung di dalam benak Sasha, memenuhi pikirannya dan tiba-tiba saja Sasha merasa panik. Kaza! Kaza berada di atas sana dan menerima ledakan yang sangat kuat yang bahkan membuat pesawat itu hancur berkeping-keping… apa yang terjadi pada Kaza? Apakah dia baik-baik saja? Ataukah jangan-jangan dia sudah…
Seluruh tubuh Micha bergetar ketika membayangkan kemungkinan akan kehilangan sosok Kaza. Rasa takut yang amat sangat menyelimuti dirinya, membuatnya seluruh tubuhnya terasa menanggung kesakitan yang sangat besar. Sasha memeluk dirinya sendiri ketika rasa takut itu menyiksanya hingga menyesakkan dada.
Yesil mengamati ekspresi Sasha, dirinya lalu berucap lembut.
“Kaza sangat berarti bagimu, bukan?” tanyanya dengan nada melembut. “Apakah kau mau memberikan bantuanmu supaya dia selamat?” tanyanya kemudian.
♠♠♠
Imhotep menyeringai ketika melihat selubung api berwarna merah menyala bercampur keemasan berkobar menyelubungi tubuh Aslan. Itulah wujud kekuatan asli Aslan yang sesungguhnya, kekuatan api yang sangat dahsyat yang jika dilemparkan kepada musuhnya, bukan hanya bisa membunuh tetapi akan menghanguskan musuhnya menjadi abu dalam waktu sepersekian detik. Kekuatan itu begitu besarnya hingga bisa menghancurkan radius yang sangat luas, meluluh lantakkan semua wilayah yang sedang sial terkena imbasnya hingga rata menjadi abu.
Imhotep tahu bahwa Aslan jarang sekali mengeluarkan kekuatan maksimalnya, hal itu dikarenakan dia tidak merasa perlu melakukannya karena semua musuh yang dia temui tidak sepadan kekuatannya dengan dirinya. Dan kenyataan bahwa sekarang Aslan mengeluarkan kekuatan maksimalnya untuk menghadapi Imhotep membuat Imhotep merasa bangga. Hal itu berarti Aslan memperhitungkannya sebagai musuh yang cukup kuat. Mungkin saja parade kekuatannya tadi yang menghancurkan pasukannya sendiri sudah cukup untuk mengintimidasi Aslan dan membuatnya ketakutan.
Seringai Imhotep semakin lebar, ditambah dengan matanya yang melotot lebar sehingga ekspresinya berubah menjadi sangat mengerikan. Tatapan matanya ke arah Aslan tampak meremehkan, tetapi postur tubuhnya menegak, menunjukkan bahwa lelaki itu siap untuk melayani Aslan bertarung.
“Kalian semua hanyalah anak ingusan yang tidak berpengalaman. Kalian pikir bisa melawanku dengan pengalaman kalian yang masih minim itu?” Imhotep menggerakkan jemarinya, mengeluarkan cahaya kilat berwarna putih yang berpendar dan siap untuk menyerang. “Kalian hanya bisa bermimpi mengalahkanku, dan aku akan menghancurkan mimpi itu dalam sekejap.” Imhotep membelalakkan mata penuh antisipasi ketika melemparkan kata-katanya yang penuh kesombongan. “Kau tidak akan memiliki kesempatan untuk menghadapi kekuatanku yang satu ini, Aslan.”
Imhotep menggerakkan tangannya dengan gerakan kaku yang aneh. Lalu tiba-tiba saja, cairan berwarna biru pekat menyelubungi tangannya, bergulung-gulung dengan kekuatan yang begitu besar untuk kemudian menyatu dengan cahaya serupa kilat yang keluar dari telapak tangannya.
Mata Aslan menyipit ketika mempelajari cairan berwarna biru itu, dan alisnya berkerut dalam saat dia menyadari apakah cairan itu berwarna biru pekat itu. Itu adalah serum dari darah Natasha yang entah menggunakan metode apa, bisa diperkuat sehingga menyatu dengan kekuatan Imhotep. Aslan langsung teringat ketika dirinya terkena bom yang mengandung racun darah Natasha, saat itu, hanya dari sejumlah kecil serum saja bisa membuatnya kehilangan kesadaran. Apa yang akan terjadi jika Imhotep mengenainya dengan serum darah Natasha yang sekarang menyatu dengan cahaya putih kekuatannya dan bergulung semakin lama semakin besar layaknya ombak berwarna biru berpadu putih yang menyelubungi seluruh tubuh Imhotep?
Imhotep terkekeh melihat ekspresi Aslan. Binar kesombongan di matanya semakin menajam.
“Ya, ini adalah serum racun darah Natasha yang telah dimodifikasi dengan genetikku sehingga beribu kali lebih kuat, lebih besar dan lebih dahsyat daripada serum yang ada di mesiu dan senjata yang ditembakkan oleh anak buahku,” matanya menyipit dengan pandangan menilai ke arah Aslan. “Kita lihat apakah kau akan mampu menanggung efek merusaknya yang seketika akan berimbas ke tubuhmu dan seluruh anak buahmu yang tidak berguna itu, Aslan.”
Bersambung ke Part berikutnya
Baca Parts Lainnya Klik Di sini
KONTEN PREMIUM PSA
Semua E-book bisa dibaca OFFLINE via Google Playbook juga memiliki tambahan parts bonus khusus yang tidak diterbitkan di web. Support web dan Authors PSA dengan membeli E-book resmi hanya di Google Play. Silakan tap/klik cover E-book di bawah ini.

Download dan install PSA App terbaru di Google Play
Folow instagram PSA di @projectsairaakira
Baca Novel Bagus Gratis Sampai Tamat