Vitamins Blog

Antara Aku, Pacarku dan Calon Suamiku Part 3 : Pindahan (Lagi)

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

19 votes, average: 1.00 out of 1 (19 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Hai hai, selamat pagi!

Lama banget gak update, masih inget gak? hehehe
Kalo lupa atau penasaran, di kepoin aja yah profile ku *ehem

 

Budayakan untuk menghargai karya orang lain dengan tidak meniru, menjiplak, mengubah nama tokoh, mengambil ide/inspirasi cerita baik sebagian maupun keseluruhan isi cerita.

 

Selamat Membaca!

 

“Rum, lu sabtu balik ga?” tanyaku pada Arrum yang baru saja keluar kamar mandi. Yap kami sudah dirumah sekarang.

“Balik lah, mau ngapain disini. Gue juga ga lembur kayaknya.”  Jelasnya sambil mengusap rambutnya yang basah dengan handuk

“Gaya lu lembur kaya udah dikasih kerjaan aja! Hahaha”

“Siaul lu! Dikasih gue, emang elu ga dikasih kerjaan! Gabut tau ga! hahahaha”

Sial, tahu saja dia kelemahanku. Eh tapi emang iya sih gaji buta, kerja engga tapi digaji. Digaji untuk belajar. Uenak gak tuh jadi aku?

“Kampret bocah satu!”

“Hahaha.. terus lu balik ga?” tanyanya balik padaku

“Balik lah gue, mau latihan minggunya”

“Lu masih aktif beladiri itu?” tanyanya yang kini mulai memposisikan diri disebelahku. Duduk dilantai sambil menyenderkan badan di tembok.

“Masihlah, biarpun jadwal latihan gue gak kaya dulu. Kalo gue ada waktu gue akan tetep latihan”

“Dahsyat mameeen! Eh, emang sekolah buka hari minggu?”

“Heh?” maksudnya dia apa tanya sekolah? Tadikan sedang membicarakan beladiri yang aku tekuni?

“Iish lu latihannya disekolah kaan?” nah ini nih bocah sok tahu emang.

“Heh anak kecil! Ngana pikir beta punya tempat latihan disekolah aja?” ujarku sambil menarik hidungnya

“Aduh ampun sakit sakit! Ish mana gue tau siih. Gue kan ga pernah gabung disitu!”

“Nah yaudah jan sok tahu” ujarku melepaskan hidungnya lalu memeletkan lidahku

“Terus besok lu latihan dimana emang?”

“Di Labur (re : Lapangan Burung) disitu ada tempat latihan juga.”

“Lah emang boleh gabung gitu? Emang lu kenal?”

“Ya kenal lah, beladiri yang gue ikutin itu ga terikat instansi. Kita boleh latihan dimanapun ada Satlat.” Jelasku yang hanya ditanggapinya dengan manggut-manggut

“Satlat tuh apa Zar?” nah kan mulai kepo dia.

“Satlat tuh Satuan Latihan. Itu sebutan untuk tempat kita berlatih. Kaya basecamp aja gitu. Kalo pramuka ya kaya Gudep aja” jelasku yang hanya ditanggapi Arrum dengan ber-ooh ria

“Emang lu ikut beladiri apaan Zar? Lupa gue namanya, kalo ga salah ada Box.. Box.. nya gitu ya? Boxing bukan?”

“Bukan Arrum, gue ikut Tarung Derajat. AA BOXER.” Jelasku yang dengan sabar dan berbangga hati mengenalkan Arrum dengan seni beladiri asli Indonesia ini. Heran, padahal kita satu sekolah. Tapi kenapa dia bisa gatau? Segitu ga pedulinya atau segitu sibuknya? Karena aku tahu jaman sekolah dulu dia aktif sekali dengan ekskul Drama.

“Itu beladiri asli Bandung-Jawa Barat. Pendirinya juga masih hidup sekarang.” Jelasku dengan mata berbinar menatap lurus kedepan. Aku sangat bangga jika harus menjelaskan pada Arrum. Bukan aku mau sombong dengan aku ikut beladiri.

Tapi aku benar-benar bangga karena di Indonesia ini banyak sekali seni dan kebudayaanya. Apalagi hingga turut serta untuk ikut melestarikan. Itu berarti kan aku cinta produk dalam negeri.

“Hmm gitu.. terus lu uda pernah ikut kejuaraan Zar?” tanyanya antusias

“Hehehe, sayangnya belum pernah Rum. Tingkatan gue belum boleh untuk ikut kejuaraan. Makanya nanti minggu gue mau latihan atlet. Ya meskipun belum jadi atlet, tapi gue harus ikut latihan itu biar nanti gue bisa jadi atlet beneran. Hahahaha! Belajar sama yang berpengalaman gitu.” Jawabku sembari memberikan cengiran terlebar yang kumiliki

“Naaaah, mantep itu! Latihan yang rajin lu! Biar gue bisa liat lu berantem entar! Hahaha kapan lagi gue liat muka lu pada bonyok kan” ledeknya sambil memberikan tatapan tengil

“Eh sue bocah! Depannya bagus belakangnya jelek amat itu doa?!” lirikku langsung dengan tatapan tajamku

“Hahahaha, itu  logis kali! Namanya berantem pasti bakalan ada yang bonyok!” ujarnya tak mau kalah

“Iya gue tau, tapi ga usah niat banget gitu kali liat muka gue bengep!” ujarku malas sambil memutar bola mataku.

 

“Hahahaha. Eh eh, by the way mau balik jam berapa sabtu? Lu tau kan kalo kita pindah kantor hari sabtu?” tanya Arrum, mengalihkan pembicaraan dan ikut duduk disebelahku.

“Heh? Pindah kemana? Kan kita baru pindah kesini? Kok pindah lagi? Maksudnya?” tanyaku bingung dengan alis mengerut.

“Lah emang gatau?” selidik Arrum yang juga bingung dengan ketidak-tahuanku yang hanya dibalas dengan gelengan kepala

“Itu loh, lo liat gedung sebrang kantor kita kan? Yang lagi di renov itu?” Aku mengangguk sambil membuka cemilan yang tadi kami beli sepulang kerja.

“Itu calon kantor kita. Pindah gedung gitu Zar. Kata Pak Roby sih gedung yang sekarang kita tempatin itu mau dipake buat gudang, mes karyawan sama kantor site dari proyek yang udah selesai.”

“Ooh gitu, pindahannya gimana? Angkutin barang satu-satu? Kaya komputer gitu nanti yang bawa kita apa siapa?” tanyaku sambil menikmati cemilan keripik singkong

“Ya bawa masing-masing lah, emang lo siapa segala barang-barang lo dibawain orang?” ujar Arrum sedikit kesal dan ikutan mencomot keripik singkong

“Oia ya, emang gue siapa minta dibawain. Terus terakhir kerja jumat gitu? Sabtu khusus angkutin barang ke gedung depan?” tanyaku lagi

“Iya Zar, mungkin sekalian bersih-bersih gedung baru. Soalnya berkas kerjaan kita kan gak banyak, paling nanti suruh bantuin karyawan lain beres-beres.”

“Oia, lo uda liat layout kantor baru kita belom?” sambung Arrum

“Layout? Emang ada rum?” tanyaku penasaran

“Ya pasti adalah, secara kita itu kontraktor. Masa ya layout buat kantor sendiri aja ga bisa bikin, ckckck. Gue yakin lo juga pasti gatau siapa yang bikin layoutnya.” Ucap Arrum sambil memicingkan mata ke arahku.

“Ya gak tau lah, tau ada layoutnya aja baru sekarang dari lo. Emang siapa yang bikin?” tanyaku penasaran.

“Atasan lo” jawab Arrum cepat

“Ooh Pak Seno”

“Bukan Zar, Mister Cuek lo” aku tersedak air yang sedang ku minum. Apa katanya tadi? Mister Cuek lo – artinya mister cuek kepunyaan lo. Ngeledek betul Arrum.

“iish, jorok banget si. Muncrat ni ke kaki gue!” kesal Arrum sambil me-lap kakinya

“Apaan si, dikit doang juga nyemburnya. Eh, beneran Pak Arshya yang bikin?” tanyaku masih penasaran

“Iya zarina, orang ada inisial nama dia ko dibawah gambarnya ASY. Itu inisial dia kan?” tanya Arrum

“Hmm, iya bener. Kemaren juga pas suruh latihan gambar dibawah ada inisial ASY. Terus lo uda liat layout-nya yah? Kita duduknya deketan gak?” tanyaku kepo seperti anak sekolah yang besok mengikuti ulangan, sibuk menanyakan tempat duduk. Wake up Zarina! ini kerja, penting banget ya tempat duduk?

“Bagusnya iya, karena pekerjaan kita itu berkaitan. Jadi departemen lo dan gue sebelahan. Dan lo tau ga berita bagusnya apa?” tanya Arrum sambil menaikturunkan kedua alisnya. Membuatku hanya menjawab dengan gelengan dan juga memainkan kedua alisku sambil menatapnya penuh minat.

“Kantor baru di desain dengan tanpa sekat, dua gedung jadi satu. Dan setiap pilarnya dilapisi cermin! Dari atas sampai sekitar 1 meter dari bawah!” ujarnya antusias.

“Yah itu berita bagus untuk orang yang suka ngaca kaya lo. Gue pikir apa..” eh, emang aku mikir apa?

“Iya dongs, kerapihan nomer satu. Jadi kan sedikit-dikit bisa cek masih cantik engga haha. Hayooo mikir apa? Posisi duduk yaa haha. Gue tau lo berharap duduk sampingan sama si Mister Cuek lo itu kan?” ujarnya narsis lalu menunjujju seakan menuduh tapi dengan kerlingan mata yang menurutku itu menggelikan.

“Ih kalo bisa gue di sebelah Pak Ramzi atau Pak Seno aja deh.” Ujarku ngeri membayangkan berdekatan dengan Mister Cuek.

“Hahaha, selamat kalo gitu! Karena posisi duduk lo nanti tepat di sebelah Mister Cuek!” kelakar Arrum dengan penuh bahagia.

“Whaaaat? Demi apa? Jangan bercanda pliss..” tanyaku memberondong meminta kejelasan bahwa keterangannya tadi dusta belaka.

“Hahaha, serius. Ga bohong. Demi apapun yang bisa buat lo puas dan percaya Zar! Gue tadi sepulang kerja di kasih lihat Pak Arshya di meja bundar, kebetulan ada Pak Resky disana terus gue diajak gabung. Ternyata lagi liat layout kantor baru.” Aku hanya bisa melihat Arrum menjelaskan sambil membuka mata dan telinga lebar-lebar. Belum berani berkomentar.

“Lagian nih ya, mau lo disamping Pak Arshya ataupun yang lain. Lo itu satu bagian, tetep pasti berhubungan. Lo masih inget kubikel kita kan dikantor?” aku mengingat-ingat bentuknya dan menjawab hanya dengan anggukan kepala.

“Nah iya, masih persis begitu. Satu kelompok kubikel diisi 4 orang. Melingkar dengan posisi komputer di tengah, jadi mau gamau posisi lo pasti disamping Pak Arshya atau malah berhadapan langsung sama Pak Arshya.” Ujarnya

“Pilih mana, berhadapan langsung dan dapet sorotan tajamnya tiba-tiba ketika lo angkat kepala dari layar monitor lo. Atau sampingan sama Pak Arshya yang masih kebatas sama sekat kubikel?” tanya Arrum memberikanku pilihan.

“Ya gak dua-duanya sih sebenernya, tapi pilihan kedua lebih enak kayaknya. Jadi ga tegang banget.”

#####

 

“Zar, lo uda packing?” tanya Arrum yang tiba-tiba muncul di belakangku.

“Udah si, cuma komputer sama beberapa print out latihan gambar gue. Peralatan tulis juga gak banyak. Nih, Cuma dapet sekardus kertas A4. Lo udah kelar?” tanyaku sambil mengikat kabel dengan tali rafia.

“Udah juga, yauda gue tunggu di sebelah ya, kita ke depan bareng” ujarnya lalu pergi mengambil barang-barang nya.

Hari ini semua orang sibuk di kolong meja, cabut kabel-kabel dari kabel komputer, telepon, packing dokumen. Wah berdebu pokoknya mah! Tapi aku ngga sih, berkas ku gak banyak jadi uda ready buat gotong-gotong.

By the way setelah Arrum cerita soal kepindahan gedung, besoknya aku di ajak ke gedung baru sama Arrum dan rekan kerja yang lain sepuang kerja. Dan woooow, memang lebih transparan di gedung baru. Cermin melapisi setiap pilar dari lantai 1 sampai lantai 3. Lantai 3 juga mezanine, jadi hanya separuh gitu lantainya.  Aku diposisikan di lantai 2, hampir semua departemen di lantai 2 sih. Hanya Finane & Acc yang di lantai 3, bersama dengan pimpinan perusahaan.

“Rum gue balik ke seberang duluan ya?” tanyaku pada Arrum yang sedang merakit komputernya di kolong meja. Komputer dia sudah 1 set disini, dibantu Kak Resky juga tadi bawa nya. Jadi dia mau pasang dulu kabel-kabelnya. Kalo aku jangan ditanya, baru CPU sama kabel yang aku bawa kesini.

“Oh, oke.” Jawabnya sambil senyum dari bawah kolong meja.

Setelah 3 kali bolak-balik, akhirnya barang terakhir ke angkut. Tingal rapih-rapih meja, by the way dari tadi gak lihat Pak Arshya. Dia keman…

Aku terkesiap, di ujung tangga lantai 2. Dari sini aku bisa melihat jelas siapa yang sedang berdiri di samping mejaku. Dia, kenapa bisa berubah jadi ganteng banget? –eh

Kemeja hitam panjang yang dilipat sebatas siku, jeans hitam, sneakers. Dan, potongan rambut itu? Kenapa di hari sabtu begini dia kayak kakak tingkat yang populer di sekolah? Ganteng maksimaaaallll!

“Kamu ngapain bengong disitu?” Pak Arshya menoleh sambil mengernyitkan sebelah alisnya.

“Kamu menghalangi jalan orang lain yang mau ke atas!” tukasnya

Jadi menyesal tadi muji ganteng, mulut pedesnya masih sama aja. Kirain di hari sabtu levelnya turun! “Saya ngambil nafas pak, lumayan juga bolak balik sambil bawa barang” jelasku sambil berjalan ke arahnya.

“Masih muda begitu aja sampe kehabisan nafas!” gumamnya sambil merapihkan berkas di mejanya. Terserah pak terserah, lelah saya pak! Daripada debat ga jelas sama bosque yang paling pedas mulutnya, mending kita rakit ni kabel komputer.

“Pak, ada lakban gak?” tanyaku pada pak Arshya yang juga lagi pasang kabel dibawah. Ini sebenarnya gimana yah, kaya lagi main petak umpet, haha. Daritadi semua orang pada ngumpul d kolong meja masing-masing.

“Buat apa emang?” tanya Pak Arshya tanpa memperhatikanku.

“Ini Pak, kabelnya kemana-mana. Takut nyangkut di kaki saya kalo lagi duduk”

“Ngapain pake lakban” masih asik sendiri

“Yaa, kan buat nyatuin kabelnya pak. Emang bapak gak pake lakban?”

“Ngga.” Singkat, padat, jelas!

“Terus pake apa?” hening

“Pak..?” masih hening

“Pak Arshya?” tanyaku menatap lekat makhluk ganteng bermulut pedas ini.

Dia menatapku tajam, udah bilang belum alisnya tebal? Singit gitu kan jadinya.

“Kamu berisik banget si, gak lihat saya lagi apa?” lah marah

“Lihat Pak! Maaf ganggu!” jawabku ketus dan langsung bangkit dari acara duduk-duduk dilantai. Kenapa si harus ketus banget? Pacarnya gamau diajak jalan satnite gitu yah?

“Rum, lo ada lakban gak?” tanyaku pada Arrum yag sedang menata berkas di meja nya.

“Lakban?”

“Iya, buat ngiket kabel. Atau tali rafia juga gak apa. Tali gue yang tadi buat bawa kurang.”

“Ooh, pake ini aja Zar. Spiral. Lebih aman dan gak lengket.” Aku menerima segenggam roll spiral.

“Emang kompi lo kemaren gak pake ini kabelnya?” tanya Arrum sambil mengangsurkan gulungan spiral ke hadapanku.

“Nggak, pake lakban aja. Maka nya gue nanya lakban sama lo.”

“Ooh, yaudah pake ini aja. Ini tadi Pak Dadang taruh disini, stok kalo ada yang kurang spiralnya.”

“Oke, gue minta ya” ujarku sambil kembali ke mejaku.

Dan si hitam pedase masih disana. Tes nyalain kompi. Ada yah, cowok gitu. Nawarin bantuan ngga, bantu jawab aja malah diomelin.

Bersyukur dulu sekolah sempet diajarin masang-masang begini, bersyukurnya lagi aku menyimak jadi sekarang bisa mandiri.

Aku masuk ke kolong meja –lagi. Yang lain (Pak Ramzy dan Pak Seno) masih bolak balik ke kantor lama, berkasnya banyak banget kayaknya daritadi bolak-balik gak kelar-kelar.

Waktu sudah menunjukkan jam 11 siang, saat sebagian besar dari kami selesai packing.

“Cuy, entar kita lunch bareng ya” tanya Pak Roby pada tim nya. Yang bersebelahan dengan departemenku.

“Bisa diatur..” jawab Kak Resky sambil sibuk dengan monitornya.

“Kamu ikut kan rum?”

“Boleh deh Pak! Ajak Zarina juga ya Pak?” tanya Arrum. Aku hanya mendengarkan saja. Pura-pura tidak memperhatikan. Aku sibuk latihan gambar lagi saja, daripada gabut.

“Oh jelas dong! Tim drafter udah oke tadi. Cuma Zarina belom, soalnya tadi ga ada. Coba kamu ajakin.”

“Zar!” panggil Arrum dari meja nya. Karena aku ada di belakangnya jadi dia tidak perlu berdiri untuk menghampiriku. Aku menoleh dan menaikkan alis.

“Entar makan bareng yuk?”

“Dimana?”

“Oia, lupa nanya. Makannya di mana pak?” tanya Arrum pada Pak Roby

“Di metropolis, motoran aja kita lewat dalem.”

“Oke. Zar di metropolis. Motoran.” Jelas Arrum lagi, padahal aku juga dengar. Dasar bocah!

“Gue kan ga ada motor?”

“Uda gampang entar nebeng aja, banyak ko yang ikut. Ya? Temenin gue, abis cowok semua. Sekalian pendekatan biar lo akrab sama tim lo” bisik Arrum

“Yaudah”

“Nah gitu dong, sini adek cium” ucapnya sambil mengarahkan wajahnya padaku.

“Dih ogah, emang gue lesbi”

 

####

 

“Zar, lu mau sama siapa?” tanya Arrum

“Hmm siapa yah, yang mau ngangkut gue aja deh.” Jawabku pasrah, iyalah tahu diri itu namanya.

“Zarina sama saya aja.” Tiba-tiba Pak Arshya muncul dari belakangku membawa 2 helm.

“Eh pak, anu saya sama yang lain aja. Pak Seno, saya nebeng ya” ujarku cepat sambil mulai melangkah menuju Pak Seno.

“Duh maaf Zar, abis makan saya langsung pulang. Kamu sama Arshya aja, dia balik lagi ke kantor. Ada yg urgent, ya kan Shya?” tanya Pak Seno.

“Iya, kamu sama saya aja. Nih pake helm nya” ujarnya sambil memberikanku helm

“Pake helm Pak? Katanya lewat dalem entar, ga pake helm gak apa-apa.” aku menerima helm nya tapi belum ku pasang.

“Siapa yang bilang lewat dalem?” jawab Pak Arshya sambil mengenakan helm nya dan mulai menaiku motornya.

“Itu tadi Pak Roby” sambil mendekati Pak Arshya

“Kan dia, kita nggak. Udah cepet kamu naik!” Pak Arshya sudah menyalakan motornya.

Akhirnya aku naik dan memasang helm. Dan tau? Aku kira kita bakalan kayak konvoi gitu, tau nya kita – aku & bosjutek – berangkat duluan. Katanya suruh pesan meja dan makan. Karena kalo lewat dalem agak lama karena jalannya memutar.

“Woy gue duluan!” Pak Arshya menjalankan motornya kemudian mengklakson, yang hanya di balas anggukan oleh yang lain.

Motor Pak Arshya matic, aku pikir motor yang agak manly gitu ternyata nggak. Tapi lebih nyaman gini sih aku juga, duduknya nyaman. Dia juga bawa motornya, gimana ya. Ngebut nggak, slow juga nggak, menurutku sih.

Gak sampai 10 menit kita sudah sampai, aku disuruh cari meja berkapasitas sekitar 8 orang. Dia manggil pelayan, buat minta menu.

Aku memilih sibuk membalas chat di handphone, ketika Pak Arshya sibuk memesan menu. Yang penting tugasku uda selesai. Meja nya sudah dapat, dan sedang ku duduki sekarang. Dia juga gak tanya-tanya aku mau makan apa. Sepertinya ini restoran seafood gitu, menu nya buat borongan. Jadi ga pake tanya personal mau makan apa. Kan makan nya buat rame-rame.

Rio         : Dek, hari ini kamu pulang kan?

Zarina   : Pulang Mas, kenapa?

Rio         : Kangen, kamu besok latihan kan? Pulang jam berapa?

Akang ini, kenapa agresif banget ya. Lugas sekali menyatakan perasaan, aku saja yang perempuan banyakan diem nya. Eh, apa semua perempuan gitu ya?

Zarina   : Iya latihan, sore kan di tempat biasa? Mungkin sore mas, ini lagi di ajak makan sama temen kantor.

Rio         : Oh gitu, Aku jemput ya di terminal?

Gak suka menyia-nyiakan kesempatan, pejuang sejati keknya. Tapi risih di pepet terus, nolaknya gimana yah?

Zarina   : Hmm, ga usah mas ngerepotin. Kan mas juga masih kerja sampe sore.

Rio         : Gampang, nanti aku cabut duluan jam 4. Si Deva uda oke kok, jaga outlet sendiri. Ya? Kangen banget ni hampir seminggu gak ketemu.

Siapapun, ada yang bisa ajarin gimana cara kasih space buat tipe seperti ini? Kenapa laki-laki bisa getol banget gini ya kalo lagi demen?

“Anak muda jaman sekarang etika nya minus semua yah!” ujar Pak Arshya yang sedang duduk di hadapanku, sambil memperhatikan layar handphone nya. Aku seketika menatapnya dan mengernyit “Maksudnya gimana Pak?”

“Iya, gak sopan gitu” jawabnya masih asik dengan handphone nya. Tumben dia ngajakin ngobrol.

“Contohnya Pak?” baik, aku kembali mengantongi handphoneku dan  fokus bicara dengannya.

“Iya, ada orang di depannya tapi malah asik sendiri! Gak ada basa-basi nya, mungkin budaya ramah-tamahnya sudah hilang” Weh maksudnya apa nih?

“Bapak nyindir saya?”

“Kalo kamu merasa sih” Ih ga jelas banget sih ni orang, dia lebih minus kali kelakuannya. Inget ya kejadian yg masih hangat tadi pagi– dikolong meja – aku menolak lupa!

“Lah kan bapak tadi lagi pesen makan, sibuk pilih ini itu. Saya juga gak ditanyain makan apa. Yaudah”

Perdebatan kita oun gak berlanjut karena rombongan orang kantor uda pada dateng. Aku juga mulai sibuk ngobrol sih, macem pendekatan gitu sama Bapak-bapak.

Sampai selesai makan, kita bubar. Ada yang langsung pulang ada yang ke kantor lagi lembur. Aku? Aku pulang dong, tapi ke kantor. Soalnya tas masih disana, jadi nebeng PakAr lagi.

Aku baru merhatiin, wanginya PakAr itu bukan wangi parfum. Kaya pewangi pakaian aja gitu. Kalo lagi deket aja ke cium nya.

####

Penasaran gak Rio itu siapa? hihi

Aku kasiih cuplikan part selanjutnya yah

“Zar lo tau gak?”

“Tau” jawabku sok tahu

“Sok tau lo mah, orang gue belom ngomong si”

“Nah itu pinter, tau apaan emang?”

“Kak Resky sama Kak Arshya kan…”

Hohoho 

uda nge-draft beberapa judul

semoga gak molor lagi update nya muehehehe