Vitamins Blog

RED

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

27 votes, average: 1.00 out of 1 (27 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Aku dan dia adalah teman masa kecil. Rumahnya berbeda satu blok dengan rumah milikku. Dia adalah orang yang telah mencuri perhatianku sejak kami berdua duduk di bangku sekolah dasar. Umurku terpaut satu tahun darinya.

Dia anak lelaki yang tidak akan memotong pembicaraanmu di tengah jalan. Dia orang yang lebih suka menjadi pendengar dibanding pembicara. Menjadi pengamat dibanding pusat perhatian. Tepatnya ia lelaki pendiam.

Namun, saat kami beranjak remaja dan menggunakan seragam JHS. Aku mengetahui sifat lainnya, ia seseorang yang tidak suka dibantah dan terlihat cuek namun ternyata perhatian. Aku mengetahui keduanya saat aku dan dia menjalin hubungan lebih dari sekedar teman masa kecil.

Hubungan kami berlanjut hingga ke jenjang SHS. Di mana masa itu adalah momen yang menjadi hari-hari bahagia untukku. Pemikiran kami menjadi lebih dewasa dibanding saat kami di bangku JHS, dan tentu saja hal-hal yang kami lakukan selama berpacaran lebih menyenangkan.

Satu waktu aku memintanya mengantarku ke tempat fotokopi. Malam itu aku harus memfotokopi buku paket yang dijadikan sebagai syarat agar dapat masuk ke kelas Kris Songsaenim. Saat tiba, tempat tujuan kami penuh dengan orang yang berkepentingan sama denganku.

Selama menunggu kopianku selesai, aku memutuskan bercerita kepadanya, kesalahanku adalah tidak memperdulikan sikapnya yang agak berbeda dari biasanya, ia menjadi lebih pendiam. Aku yang tidak peka bercerita panjang lebar tentang apa yang aku alami hari ini. Aku terbahak saat menceritakan tingkah konyol teman sekelasku. Mungkin aku tertawa terlalu keras hingga ia membentakku. Aku terkejut dengan bentakan darinya, selama ini ia tidak pernah membentakku. Kalaupun ia kesal padaku ia hanya menyuruhku diam namun tidak dengan membentakku.

Aku terpaku selama beberapa saat sebelum tersadar bahwa ia kini menatapku dengan pandangan menyesal.

“Maaf,” katanya dengan sorot mata penyesalan.

Perasaanku berkata mungkin ia sedang mengalami masalah, karena itulah aku memutuskan untuk memaafkannya dan memintanya bercerita tentang masalahnya. Namun, egoku yang terluka karena tindakannya tidak ingin memaafkannya. Akhirnya egoku mengalahkan perasaanku.

Aku tidak menjawab permintaan maafnya. Sebaliknya aku memilih berjalan pergi meninggalkan tempat tadi. Aku tidak berharap ia akan mengejarku karena aku tahu sejak dulu ia adalah tipe lelaki cuek. Namun, aku salah.

Aku mendengar suara motornya mendekat ke arahku dan ia berhenti tepat di sampingku.

“Cal, naiklah. Aku minta maaf. Ok,”  pintanya.

Saat tidak mendapat respon dariku, ia memegang lengan kiriku dan memutar tubuhku menghadap ke arahnya.

“Hey, Aku benar-benar tidak bermaksud membentakmu. Hari ini cukup buruk buatku. Dan aku minta  maaf melampiaskan kemarahanku padamu. But, i swear. Aku tidak sengaja membentakmu.” Ia memandangku dengan pandangan yang selalu bisa membuatku luluh dan terpesona olehnya.

Sebenarnya saat ia mengejarku. Aku sudah memaafkannya, terlebih saat ia membujukku dengan kalimat yang aku rasa adalah kalimat terpanjang darinya selama ini. Tapi, aku tidak ingin membuat ini mudah baginya. Aku ingin membalas tindakannya tadi.

Aku menyentak lenganku yang dipegangnya kemudian meneruskan langkahku. Aku bisa melihat ia tersentak akan tindakanku. Dan aku berusaha keras menahan tawaku.

“Cal, tunggu,”  panggilnya.

“Cal,”

“CALISTA IM!” teriaknya bersamaan dengan bunyi motornya yang kembali terdengar.

Aku terkekeh mendengarnya berteriak memanggil namaku. Ketika ia akhirnya menghentikan motornya di sampingku lagi. Aku tidak tahu jika akan mendapati tatapan penuh amarah darinya. Aku terkejut kala menatapnya dan melihat rahangnya yang mengeras. Sehun hanya menatapku seperti itu jika ia benar-benar marah. Ia memberiku tatapan itu satu kali. Saat aku mematahkan mainan robotnya dulu.

“Naik. Sekarang. Calista.” Sehun mengatakannya dengan tegas.

Aku tidak ingin membuatnya lebih marah dari ini. Jadi, aku memilih mengikuti perkataannya.

Hari ini aku dan Sehun berencana akan nonton berdua setelah beberapa hari aku tidak bertemu dengannya. Jujur aku ingin tertawa terbahak-bahak melihat penampilan Sehun saat ini. Bukan karena Sehun tiba-tiba berubah menjadi jelek, tapi karena Sehun yang saat ini berdiri di hadapanku adalah Sehun dengan potongan rambut plontos ala David Becham. Aku tidak tahu angin apa yang membuat ia mencukur habis rambutnya. Karena aku orang yang tidak bisa dibuat penasaran, aku memutuskan bertanya padanya.

“Hey, ada apa dengan rambutmu, hmm?”

“Ck, aku sudah menduga kau akan bertanya, dari wajahmu kau seakan siap berguling-guling di hadapanku karena menertawaiku. Aku terkejut kau tidak melakukannya.”

Well, kau salah Tuan Oh Sehun. Jadi, cepat ceritakan padaku.”

As you wish, Mi Lady. Pagi tadi guruku melakukan swiping rambut bagi kami siswa laki-laki. Karena merasa rambutku melanggar aturan ia memotong rambutku. Parahnya ia hanya memotong sebagian yang meninggalkan sebuah pitak di kepalaku. Dang it. Karena kesal aku memutuskan mencukur seluruh rambutku. Tapi, aku benar-benar menyesal saat ini.”

“Mmmppp….”

“Ahahahahaha…”

Penjelasan Sehun sukses membuat tawa yang tadinya berusaha aku tahan keluar. Jadilah aku menghabiskan beberapa menit dengan menjadikan Sehun sebagai objek tertawaanku. Aku bisa membayangkan ekspresi wajah Sehun saat rambutnya disentuh sang guru. Sehun sangat menyukai gaya rambutnya wajar saja ia kesal. Kalian pasti heran kenapa aku menanyakan alasan Sehun mencukur rambutnya, bukan? Itu semua karena aku dan Sehun berbeda sekolah.

“Hey..hey.. berhentilah tertawa. Kau ingin menghabiskan waktumu seharian penuh untuk menertawaiku, huh? Baiklah silahkan. Kita tidak usah ke bioskop,” ancam Sehun.

“Woah….. calm down, Mr. Oh.  Aku minta maaf, oke?” balasku cepat.

“Ambil tasmu dan naik ke motor,” ucapnya sembari berjalan ke luar dari teras rumahku menuju motornya yang diparkir depan rumah.

Aku segera mengambil tas yang kuletakkan di atas kursi teras dan berjalan di belakang Sehun. Tunggu, sepertinya aku melupakan sesuatu. Hmmm.. apa yang kulupakan?

“Cepatlah, Cal!”

“Im coming.”

Aku menepis pikiranku tadi dan segera naik ke boncengan. Motor Sehun keluar dari pekarangan rumah menuju tempat kencan kami akhir minggu ini.

 

Well, jika aku tahu bahwa pemikiran tentang aku melupakan sesuatu itu akan membuat suasana menjadi awkward aku pasti akan berusaha keras untuk mengingatnya. Shit.

Kami berempat berdiri dengan suasana canggung mengelilingi kami. Sesuatu yang kulupakan tadi adalah bahwa aku harusnya memberitahu Sehun. Yong Shik dan Nara akan ikut nonton bersama kami. Bahwa kami akan melakukan double date. Aku tidak tahu Sehun akan datang menjemputku dengan kepala plontosnya yang berimbas dengan kepercayaan diri Sehun menurun. Ah… menyebalkan.

Baiklah, sebaiknya kita mundur sejenak agar kalian tahu apa yang sebenarnya terjadi sebelum kami berada dalam posisi saat ini.

Aku dan Sehun sampai di parkiran gedung. Kami berjalan masuk dengan aku yang semangat menarik Sehun agar  mempercepat langkahnya. Saat kami tiba di depan bioskop sebuah suara memanggilku. Aku menoleh dan terkejut dengan kedatangan Nara dan Yong Shik. Aku lebih terkejut dengan perkataan Nara selanjutnya saat tiba di hadapan kami berdua.

“Akhirnya kalian datang.  Aku dan Yong Shik sudah menunggumu sejak 1 jam yang lalu. Karenanya aku menarik Yong Shik ke timezone selagi menunggu kalian datang. Oh! Ada apa dengan rambutmu?” pekik Nara saat sadar bahwa Sehun mencukur rambutnya. Damn.

Itulah yang membuat kami dalam suasana saat ini. Aku melirik ke arah Sehun yang saat ini sudah memasang ekspresi masam terhadap perkataan Nara, mungkin karena merasa aku memperhatikannya ia menoleh dan ekspresi wajahnya berubah seolah ia siap memakanku hidup-hidup.

Aku dengan cepat mengembalikan atensiku pada Nara, “ Ehm. Sekolah Sehun mengadakan swiping rambut, karena itulah ia mencukur rambutnya. Nara-ya,” jelasku dengan melemparkan pandangan tutup-mulutmu-sekarang-juga pada Nara. Sayangnya, Nara yang kukenal adalah cewek yang tidak peka akan arti pesan non verbal, bukannya menutup mulutnya ia malah menjawabku lagi.

“Benarkah? Woah,,, kau pass..” ucapan Nara terhenti karena Yong Shik memotong ucapannya.

“Ahh.. begitu. Jadi apa kita akan terus berdiri di sini atau kita masuk ke dalam dan memesan tiket?”

Aku bersyukur Yong Shik mengerti dengan pesan tak terucapku, ia menyelamatkanku dari tatapan Sehun yang semakin terasa mengerikan padaku. Aku berencana menyetujui perkataan Yong Shik, tapi Sehun punya pikiran lain.

“Bisa aku berbicara berdua dengan, Cal?” kata Sehun.

Kami bertiga terkejut dengan nada yang dikeluarkan Sehun. Suaranya bernada datar yang entah kenapa membuatku merinding. Aku berpandangan dengan kedua temanku meminta persetujuan keduanya dan dijawab dengan anggukan kepala. Teman yang pengertian.

Lupakan, aku kesal dengan tanggapan mereka, harusnya keduanya tidak mengizinkanku. Apa mereka tidak melihat Sehun seperti sudah siap membolongi kepalaku dengan tatapannya saat ini? God.

Melihat reaksi ke dua temanku. Sehun menarik lembut lenganku. Ya, meski marah Sehun tetap menjaga sikapnya, ia tidak pernah berlaku kasar. Tapi, tetap saja itu tidak meredam ketakutanku. Kami berhenti di balik dinding toko buku yang berada di samping bioskop.

“Apa yang kau pikirkan, Cal?” desis Sehun padaku.

Oh, oh.. ini dia. Aku pasti akan berakhir dengan Sehun yang mendiamkanku selama seminggu.

“ A-aku, mengajak mereka karena kupikir pasti akan menyenangkan jika kita berempat. Double date, you know. Aku tidak tahu bahwa kau akan datang dengan tampilan sekarang. Aku tidak bermaksud membuatmu malu,” ucapku dengan kepala menunduk, aku tidak berani menatap Sehun.

Beberapa detik aku tidak mendapat respon Sehun. Hingga aku mendengar Sehun menghembuskan nafasnya dan mengangkat daguku, membuatku mendongak ke arahnya. Kami bertatapan dan aku melihat pancaran mata Sehun melembut.

“Kau masih ingin menonton? Jika iya, aku tidak akan ikut denganmu. Kau bisa menonton bersama temanmu.”

You, what?!”

“Kau akan meninggalkanku? Sendiri? What the hell, Sehun!” teriakku hingga mengundang beberapa pasang mata pengunjung yang melewati kami melihat ke arahku.

“Ya, aku akan meninggalkanmu sendiri. Itu jika kau tetap dengan rencanamu atau kau bisa membatalkan rencanamu dan ikut denganku.”

Aku menatap Sehun seakan ada tanduk yang muncul di kepalanya. Mulutku masih membuka sebelum tangan Sehun mengatupkan rahangku.

Karena tidak mendapat jawaban dariku, Sehun kembali bertanya. “Pilih aku atau mereka, Cal?”

Oh God,,, aku benar-benar ingin mengubur seseorang yang berada di hadapanku saat ini. Sebelum aku sempat menjawab ia hanya menatap mataku sejenak, menganggukkan kepalanya seakan telah mendapat jawabanku, kemudian beranjak pergi dariku.

“Yak! Oh Sehun, kau mau ke mana, hah?! Kau bahkan belum mendengar jawabanku. Yak! Berhenti di tempatmu sekarang!” teriakku padanya.

Sehun menghentikan langkahnya namun tidak berbalik, Oh God, ada apa dengan pacarku. Aku berlari menghampiri Sehun dan hampir saja terjatuh karena Sehun yang tiba-tiba saja berbalik padaku. Ia mendekat padaku dan langsung membungkusku dengan pelukannya. Aku tentu saja terkejut hingga tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun.

“Kenapa harus berlari, huh? Kau harusnya hanya berjalan beberapa langkah saja dan biar aku yang akan mengikis jarak antara kita, Cal. Kau tahu aku tidak akan meninggal


kanmu kan?” ucapnya lembut.

Aku belum bisa mengatakan apa-apa, jadinya aku hanya menenggelamkan kepalaku di dada Sehun.

“Telepon temanmu bahwa kau tidak jadi nonton bersama mereka saat ini.”

“Kau bilang tidak akan meninggalkanku, tapi tadi kau jelas-jelas meninggalkanku,” balasku tidak menghiraukan perkataan Sehun.

“Aku hanya membantumu agar cepat mengambil keputusan, ehehe…”

“Dasar. Lepaskan pelukanmu. Kau membuat kita menjadi tontonan.”

“Baik, Tuan Puteri.”

“Cih.” Aku tersenyum melihat tingkah Sehun dan mengambil ponselku untuk memberi tahu Nara bahwa aku dan Sehun tidak jadi nonton bersama mereka. Aku beralasan Sehun harus pulang karena sakit perut. Itu pembalasanku untuknya. Sehun menggerutu sepanjang jalan karenanya.

Aku dan Sehun menghabiskan akhir pekan dengan nonton di bioskop lain setelahnya kami mengisi perut dan berakhir  duduk di taman kota.

 

 

Aku tahu cerita cinta yang indah tak selamanya akan berakhir indah. I know that.  Begitu juga ceritaku bersama Sehun, namun sekarang aku belum ingin menceritakan bagian sedihnya. Jadi aku akan membagi momen yang paling kusukai dari sekian momen bahagiaku dan Sehun.

 

Malam ini aku seperti berada dalam dunia dongeng. Di mana sang pangeran menjemput sang putri dan mengajaknya pergi untuk menghabiskan waktu penuh romansa bahagia. Aku yang tadinya menghabiskan waktuku dengan membaca buku di kamar, dikejutkan dengan kedatangan Sehun.

Saat aku menanyakan alasan kedatangannya, ia memintaku untuk menemaninya membeli obat di apotek untuk dibawanya nanti. Jadilah aku dan dia kini berada dalam perjalanan menuju apotek. Namun, bukannya berhenti di depan apotek, ia malah terus melajukan motornya melewati tempat yang dijadikan alasan mengajakku keluar.

Sehun baru menghentikan motornya di depan sebuah toko jam tangan. Aku mengira ia akan membeli jam tangan baru untuknya, tapi aku salah. Jam tangan itu untukku. Aku benar-benar tidak mengerti dengan apa yang dilakukan Sehun saat ini.

 Sebelum aku sempat mengeluarkan pertanyaanku atas perilakunya yang berbeda dari biasanya. Sehun menarik lenganku dan keluar menuju restoran terdekat dari toko jam tangan tadi.

Ia menyuruhku memesan makanan yang diikuti olehnya. Saat pelayan yang mencatat pesanan kami berdua pergi. Aku menggunakan kesempatan ini untuk mengeluarkan pertanyaan yang sejak beberapa jam lalu bersarang di kepalaku. Aku harus menanyakannya sekarang  juga sebelum kepalaku meledak karena dipenuhi pertanyaan.

“Jadi, what is going on, Mr.Oh. Katakan padaku alasan semua tingkah anehmu malam ini. Bukannya kau mengajakku untuk menemanimu membeli obat? Sejak kapan toko obat berubah menjadi toko jam tangan dan restoran, huh? Aku tidak akan makan sebelum kau memberitahuku. Sekarang. Juga,” tanyaku dengan tekanan pada akhir kalimatku.

Bukannya menjawab pertanyaanku Sehun hanya menatapku. Setelah beberapa menit menunggu jawaban Sehun dan ia yang tidak memberikan tanda akan menjawab pertanyaanku. Aku kembali bertanya padanya.

“Sehun, Tell me now. Stop seeing me like that, Why u….” ucapanku diinterupsi oleh makhluk berjenis kelamin laki-laki di hadapanku. Laki-laki yang sejak tadi kutunggu untuk menjawab pertanyaanku namun tak kunjung membuka mulutnya. Di saat aku sedang berbicara ia malah memotong ucapanku. Dasar. Tidak sopan.

 

“Aku hanya ingin mengajakmu kencan.” Sehun mengatakannya dengan wajah datar.

“Hah???? Jadi ada apa dengan alasan membeli obat yang kau gunakan? Apa itu kode baru untukmu jika ingin mengajakku kencan?”

“Umm, tidak juga. Aku awalnya memang ingin mengajakmu menemaniku membeli obat. Tapi, saat di jalan aku baru mengingat bahwa saat di Paris nanti aku tidak akan memegang ponsel terlalu sering. Artinya aku dan kau akan sulit berkomunikasi. Itulah aku ingin mengajakmu kencan. Aku akan sangat merindukanmu di sana. Selama satu bulan akan menjadi hari tanpa dirimu.”

Aku ternganga dengan perkataan Sehun. Alasan yang membuatnya bertingkah aneh. Karena ia akan sangat merindukanku. Apa-apaan itu. Apa ia ingin membuatku mati karena serangan jantung? Apa ia tahu jantungku saat ini  memukul-mukul dadaku hingga aku rasa ia akan mematahkan tulang rusukku.

Di tengah kediamanku, Sehun menggenggam jemariku dan membawanya ke arahnya untuk kemudian dikecup olehnya. Holy shit. Aku bahkan tidak bisa merasakan diriku lagi saat ini. Yang terlihat olehku hanyalah jutaan kembang api yang meletus juga kupu-kupu yang beterbangan di perutku.

Setelahnya kami memakan pesanan kami dilanjut dengan Sehun yang mengantarku pulang.  Di perjalanan ia memberitahu alasannya membelikanku jam tangan sebagai pengingat akan dirinya jika aku merindukannya.

Karena esok harinya Sehun akan berangkat ke Paris untuk mengikuti study exchange dari sekolahnya selama satu bulan. Dasar, raja narsis. Siapa juga yang akan merindukannya. Baiklah, aku berbohong. Aku pasti akan sangat merindukannya.

Sehun memarkir motornya di depan rumahku. Aku turun dan berjalan masuk ke rumah yang diikuti Sehun di belakangku. Kami berdua berhenti tepat di teras rumahku. Aku membalikkan badanku menghadap ke arahnya. Sehun berdiri di hadapanku dan memandangku dengah tatapan hangatnya. Perlahan ia memajukan tubuhnya hingga mengikis jarak yang ada di antara kami.

Ia menunduk dengan wajahnya yang semakin dekat denganku, aku bahkan bisa merasakan napas hangatnya yang mengenai kulit wajahku. Hidung kami bersentuhan seiring dengan bibirnya yang mengecup lembut bibirku.

 

Aku menutup kedua mataku saat kecupan itu berubah menjadi lumatan. Ia merengkuh pinggangku hingga dadaku menabrak dadanya. Lenganku secara alami merangkul lehernya. Waktu seakan melambat saat ia berada sangat dekat denganku.

Aku bisa merasakan detak jantung kami berdua yang bertalu-talu. Ini adalah sihir. Ya, sihir yang diberikan Sehun untukku dan aku sangat menyukainya. I love this magic.

 

Dengan begitu berakhirlah momen yang menjadi favoritku. Dan sekarang kita melangkah saat di mana aku menjalani hari-hari suramku. Dicerita ini Sehun adalah seorang pria yang meninggalkanku dan menghancurkan hatiku.

Hubunganku dengan Sehun sudah berjalan enam tahun. Di mana dalam rentang waktu itu aku dan dia mengecap manis dan pahit dalam berhubungan. Meski kami kadang bertengkar kami akan berbaikan dengan waktu yang cukup cepat. Aku menjalani waktu enam tahun dengannya seakan aku seorang putri. Aku berada dalam dunia dongeng. Hingga kenyataan datang untuk membangunkanku darinya.

Aku sekarang duduk di bangku kelas tiga SHS yang artinya aku akan segera menamatkan sekolahku dan menyusul Sehun di bangku kuliah. Well, Sehun sudah lulus tahun lalu. Karena itulah aku bersemangat untuk cepat-cepat menamatkan sekolahku dan menyandang status mahasiswa.

Aku selalu berpikir bahwa aku dan Sehun akan selalu bersama. Aku terlahir untuknya begitu juga dirinya. Namun, aku salah. Takdir memberitahuku melalui datangnya orang lain dalam hubungan kami.

Saat itu ponsel milikku rusak dan Sehun dengan baik hati meminjamkan ponsel lainnya untukku. Ia memiliki dua ponsel. Ini bukan pertama kalinya aku meminjam ponselnya. Aku yang sedang bosan, memutuskan untuk mengecek inbox miliknya.

 Aku melakukan ini bukan karena aku tidak mempercayainya, hanya saja aku penasaran. Di deretan atas pesan masuk Sehun didominasi oleh teman-temannya. Hingga aku menemukan pesan berisi kata-kata yang cukup mesra dari salah satu nomor.

Pesan itu, bukan pesan yang wajar untuk ditujukan pada teman biasa.

Isi pesan dan balasan dari Sehun untuk orang itu sama seperti jika aku berkirim pesan dengannya. Tapi, aku yakin itu bukanlah nomor ponselku. Perasaanku mulai gelisah. Aku berusaha menampik ketakutanku. Aku memutuskan mengirim pesan ke nomor itu menggunakan nomorku.

 

To : +82 10 5805 2070

From : +82 12 4444 8800

 

Sehun, Kau di mana?

 

Tidak menunggu lama pesan balasan dari nomor itu masuk.

 

To : +82 12 4444 8800

From : +82 10 5805 2070

 

Maaf, sepertinya kau salah nomor.

 

To : +82 10 5805 2070

From : +82 12 4444 8800

 

Benarkah? Ah, maaf.

 

 

To : +82 12 4444 8800

From : +82 10 5805 2070

 

Its ok. Tapi, yang kau maksud Sehun tadi adalah mahasiswa dari Seoul National University? Mm, lebih tepatnya mahasiswa jurusan Management?

 

Saat aku membaca pesan yang masuk beberapa menit lalu. Aku mulai merasa sesak. Aku langsung memutuskan untuk menelpon orang yang kuyakini seorang wanita.

“Halo?” ucap suara di seberang telepon.

“Siapa kau?”

“Apa maksud Anda?”

“Cukup beritahu aku siapa dan apa hubunganmu dengan Sehun?”

“Aku pacar Sehun.”

“Kau bohong. Jamgan mengarang cerita, nona. Aku pacar Sehun. Bagaimana bisa kau menjadi pacarnya.”

“Hei! Kau yang jangan mengarang cerita. Sehun adalah pacarku. Aku dan dia telah berpacaran selama 3 bulan. Dasar gila.”

“Apa katamu? Dengar Nona tiga bulan. Aku dan Sehun sudah berpacaran selama enam tahun. Jadi simpan cerita omong kosongmu. Dan berhenti mengirim pesan pada Sehun, bitch!”

Aku memutus sambungan dan melempar ponsel Sehun ke ranjang. Napasku terengah dan dadaku sakit karena menghirup udara secara gila-gilaan. Jantungku mungkin saja akan meledak. Selang berapa menit airmataku mengalir. Setetes yang kemudian menjadi beberapa tetes hingga menjadi banjir air mata. Tubuhku luruh ke lantai kamarku yang dingin.

Perasaanku sakit hingga aku tidak mampu menahannya. Aku mengeluarkannya dengan teriakan yang mungkin menjadikanku seperti seorang pasien sakit jiwa.

Aku menghabiskan seharian waktuku dengan menangis. Hingga aku jatuh tertidur karena kelelahan. Malamnya aku menghubungi Sehun dan menyuruhnya ke rumahku.

Setengah jam kemudian aku dan dia kini duduk di teras rumah. Aku tidak berbicara padanya sejak ia datang hingga waktu berlalu mungkin selama lima belas menit. Aku hanya memandangnya dan berpikir bagaimana bisa dia melakukan hal ini padaku?

“Ada apa, Cal? Kau baik-baik saja? Matamu bengkak,” tanya Sehun sembari mengelus bagian bawah mataku.

Aku membiarkannya, merasakan sentuhan Sehun di kulitku. Hangat, sentuhannya masih sama, namun anehnya hatiku tidak ikut menghangat. Dingin. Hatiku tetap dingin sejak siang tadi.

“Kau. Apa kau mencintaiku?”

Aku bisa melihat ekspresi terkejut di matanya. Sebelum ia merangkum wajahku dengan dua tangannya.

“Aku mencintaimu, Cal. Kenapa kau harus menanyakannya?”

“Apa kau masih mencintaiku?”

Kali ini matanya memancarkan kebingungan akan pertanyaanku.

“Tentu saja.”

“Jadi, kenapa harus ada wanita lain?”

“Apa maksudmu? Apa yang sebenarnya kau bicarakan, Cal?”

“Siapa dia? Wanita yang berkirim pesan mesra denganmu? Aku melihatnya di kotak pesanmu.”

Dahinya mengerut seakan sedang mengingat sesuatu atau mungkin sedang berpikir untuk merangkai kata penuh kebohongan padaku?

“Dia, wanita yang digoda temanku, tapi ia menggunakan namaku. Aku sudah melarangnya, hanya saja ia tetap melakukannya. Aku tidak tahu siapa dia, kata temanku ia berbeda kampus dengan kami. Aku membiarkannya karena temanku hanya bermain-main,” ucap Sehun dengan raut wajah tenang.

Ucapannya membuatku goyah. Sehun tampak jujur saat mengatakannya dan aku tahu saat di mana ia berkata jujur.

“Jadi, karena ini kau bersikap aneh, hmm? Tenanglah. Aku hanya mencintaimu. Sejak dulu, sekarang, dan selamanya. Apa kau juga menangis dan membuat matamu bengkak karena salah paham dengan pesan itu? Maaf. Telah membuatmu menangis,” kata Sehun yang kini meraihku dalam pelukannya dan mengelus punggungku.

Meski hatiku belum sepenuhnya menghangat karena penjelasan yang diberikan Sehun. Aku kini memaafkannya.

“Jangan membuatku khawatir dan salah paham lagi. Aku takut. Juga minta temanmu meminta maaf. Wanita itu tidak pantas untuk dipermainkan, Oppa.”

Aku bisa merasakan senyuman Sehun di atas kepalaku. Ia mengecup puncak kepalaku sebelum menjawab, “With my pleasure, my Lady.”

Semua kesalapahaman itu berakhir dengan kami berdua yang saling berpelukan. Namun, sejak itu perasaanku tidak sama seperti sebelumnya, ada yang kurang darinya. Meski sikap Sehun tetap sama seperti dulu.

Mungkin karena sikapku yang berbeda, Sehun dan aku kini memiliki jarak tak terlihat yang membentang di antara kami. Ditambah Sehun yang semakin aktif dalam kegiatannya sebagai mahasiswa juga di organisasi yang diikutinya. Aku yang sibuk dengan persiapan menjelang ujian akhir. Kami jarang menghabiskan waktu bersama seperti dulu.

Hubungan kami mendingin, kaku, dan terasa asing. Meski kami berada dalam satu tempat kami malah menghabiskan waktu dengan kegiatan masing-masing. Aku dengan ponselku sedang Sehun dengan laptopnya.

Bulan kelima dengan kondisi hubungan kami yang tetap sama sejak peristiwa salah pahamku.

Aku kini tengah bersiap untuk berlibur bersama ketujuh sahabatku ke pulau Jeju. Bulan ini adalah hari pengumuman kelulusan dan aku berhasil lulus dengan nilai terbaik.

Sehun dan keluargaku datang di acara kelulusanku. Ia memberikanku bunga mawar putih juga kalung berbandul dua pasang merpati dengan inisial nama kami berdua. Hal itu sukses menghancurkan dinding es yang selama lima bulan ini membungkus hatiku.

Ketukan di pintu kamarku disusul suara ibuku yang memberitahu kedatangan Sehun, menarikku kembali dari lamunanku. Dengan perasaan bingung alasan kedatangan Sehun di jam yang menunjukkan pukul 22:30 KST

Aku menuju teras rumah dan melihat Sehun yang duduk di salah satu kursi teras, “Hai,” sapaku sembari menduduki kursi yang berada di hadapanya.

“Hai,” balas Sehun diikuti senyuman.

“Ada apa?”

“Ah, Aku hanya ingin memberikanmu ini.” Sehun mengeluarkan sesuatu dari dalam tas yang dipakainya. Barang yang diambilnya adalah sebuah hoodie berwarna biru.

“Ini, pakailah saat kau disana. Aku tidak ingin kau kedinginan. Aku tahu kau sudah mempunyai hoodie, tapi aku ingin kau memakai hoodie pemberianku.”

“B-baiklah,” balasku dengan gagap.

“Karena aku sudah memberikannya. Aku harus kembali sekarang. Nikmati liburanmu, Cal.” Sehun berdiri diikuti olehku. Ia kemudian berjalan mendekatiku dan memelukku. Pelukan ini terasa menyesakkan.

 

Aku menghabiskan waktu liburanku selama seminggu di pulau Jeju. Aku benar-benar menikmati liburanku dengan bersenang-senang bersama sahabatku. Hanya ada tawa dalam hari-hariku selama itu. Aku seharusnya sadar bahwa jika kau terlalu berbahagia kau juga akan merasakan sakit yang sebanding dengan tingkat kebahagiaanmu.

Saat kembali dari liburanku dan tiba di rumah. Hal yang pertama kali kulakukan adalah tidur. Karena aku sangat kelelahan. Malamnya aku menghubungi Sehun untuk memberikannya kabar. Aku dan dia tidak berkomunikasi karena ia ingin aku sepenuhnya menghabiskan waktu dengan sahabatku. Aku harus menunggu selama lima menit sebelum aku tersambung dengannya.

“Halo, Cal.”

“Hai, aku hanya ingin memberitahumu aku sudah kembali dari liburanku.”

“Mmm, baiklah, nanti kuhubungi. Aku sedang sibuk saat ini.”

Dan dengan begitu Sehun memutus sambungan telepon. Tanpa basa basi. Apa ia sangat sibuk? Hingga harus mengacuhkan keberadaanku? Apa sibuk yang dimaksudnya adalah kegiatan organisasi yang diikutinya? Aku tidak mengerti dengannya. Ia mungkin masih terlihat sama, namun ia bukanlah Sehun yang dulu kukenal.

Sejak itu aku dan Sehun tidak berkomunikasi selama seminggu. Sehun tidak berusaha menghubungiku untuk memberikanku penjelasan. Dan aku sukses hampir gila karenanya.

Sabtu malam Sehun tidak datang. Aku tidak bisa menahan kesalku lebih lama lagi. Aku mengambil ponselku dan mengirim pesan padanya.

 

To : Ma Sun

From : Moon Princess

 

Kau di mana?

 

Butuh waktu lima menit hingga balasan Sehun masuk.

 

To : Moon Princess

From : Ma Sun

 

Aku di rumah.

 

Aku tertegun dengan balasan Sehun. Ia di rumah dan sepertinya ia tidak berniat datang. Aku tidak tahu apa yang salah, tanpa sadar jariku mengetik pesan yang mewakili perasaanku saat ini.

 

To : Ma Sun

From : Moon Princess

 

Apa maumu?

 

Kali ini balasannya lebih lama dibanding yang pertama.

 

To : Moon Princess

From : Ma Sun

 

“Aku lelah, Cal.”

 

Lagi, perasaan yang dulu kurasakan saat mengirim pesan pada wanita itu kembali kurasakan. Aku takut dengan makna di balik kalimat dari pesan yang dikirimnya padaku. Aku ingin berpura-pura bodoh dan membalas pesannya dengan menyuruhnya beristirahat. Tapi, aku tahu. Sangat tahu dengan arti pesan itu.

Jari-jariku gemetar saat mengetik pesan balasan untuknya, mataku mulai dipenuhi genangan yang membuatku semakin sulit untuk menulis pesan.

 

To : Ma Sun

From : Moon Princess

 

“Jadi, kau ingin putus?”

 

Dalam hati aku berharap bahwa ia akan membalas dengan kalimat penolakan. Namun, aku menerima pesan yang berlawanan dengan harapanku.

 

To : Moon Princess

From : Ma Sun

 

“Ya. Aku ingin kita putus. Maaf dan terimakasih untuk waktumu selama enam tahun ini, Cal. Jaga dirimu. Calista Im.”

 

Air mata yang sejak tadi kutahan kini tumpah dari pelupuk mataku. Aku tergugu dengan tangan mencengkeram dadaku yang sakit. Ponselku  sejak tadi terlepas dari tanganku, tergeletak dengan naas di bawah kakiku. Aku ingin menelponnya dan menyuruhnya mengatakan bahwa ia hanya ingin mengerjaiku. Tapi, aku tahu. Sehun serius dengan keinginannya. Ia bukan tipe lelaki yang menjadikan kata putus sebagai bahan candaan.

Itulah akhir cerita cintaku. Berawal manis dan berujung kesedihan. Aku tidak pernah tahu bahwa hari itu akan tiba. Aku masih mengingat bagaimana bahuku lemas juga kakiku yang seakan berubah menjadi jeli. Aku terduduk di lantai dan menangisi perpisahan kami. Sakit yang kurasakan jauh lebih sakit dibanding sebelumnya.

Dulu aku membenci warna merah dan menyukai warna biru. Namun, saat ini aku membenci warna biru dan menyukai warna merah.

Alasannya, biru menggambarkan kesedihan karena kehilangan hal yang paling kucintai. Tepatnya seseorang. Aku tidak pernah merasakan kesedihan sedalam yang kurasakan saat ini.

Warna merah, aku menyukainya karena ternyata merah melambangkan cinta.  Seperti aku mencintai Sehun. Selain keduanya ada satu warna lagi yang kini melambangkan keadaanku.

Abu-abu. Sebagai lambang depresi dan perasaan sepi. Sama sepertiku yang sangat merindukannya dalam sepiku hingga seakan rasa rindu itu bisa membunuhku kapan saja.

Setengah tahun aku menunggu Sehun akan datang kembali padaku. Kami akan memulai segalanya lagi. Aku dan dia akan menghabiskan waktu bersama-sama seperti dulu. Harapanku sia-sia. Sehun tidak pernah kembali padaku. Aku dan dia kini menjadi orang asing dan menjalani hidup masing-masing tanpa ada kata “Kita” sebagai penghubung.

 

 

 

 

 

 

End.

TiwiWhielfElf

Just a weirdo girl who loves book and writing

19 Komentar

  1. farahzamani5 menulis:

    Beuhhhh Damia comeback ehhh bukan haha
    Liat nama kmu langsung inget Damia aq ny nih
    Vote dlu yak
    Nnt aq bca dan komen

    1. blm bsa update epilog htred kk :dragonhihihi

      ok kk,, :inlovebabe

    2. farahzamani5 menulis:

      Haiii mksh dah posting Damia nya, ditunggu ekstra partny ya ka hihi

  2. Ya ampun sedih bangettt :PATAHHATI :PATAHHATI aku nangis bacanyaa :TERHARUBIRU selain karna malam ini moodku yang super buruk, mungkin itu penyebabnya. Ceritamu keren dan sukses buat aku menitikan air mata :PEDIHH

    1. sampai nangis :ELUSELUS
      makasih dh komen :inlovebabe

  3. kareninainsky menulis:

    ceritanya keren.. ??
    awal cerita bner2 so sweet, eh endingnya bikin nyesek.

    cara sehun mutusin cal kyak cara putus di dunia nyata… kesannya kayak real gitu.. heehe.

    1. Makasih??…

      kayak real? emang real sh??…. sh makasih dh komen?

  4. Yah akhirnya ngk happy ending yak :LARIDEMIHIDUP

    1. bukan happy ending.. :KETAWAJAHADD :KETAWAJAHADD

      makasih dh komen :inlovebabe

  5. Fadila safitri menulis:

    :PATAHHATI

    1. :KETAWAJAHADD :KETAWAJAHADD

  6. farahzamani5 menulis:

    Lahhhh jdi akhirnya putus, gegara lelah itu, aduhhh kasian bngt dah Cal ny huhu
    Ditunggu karya2 lainnya
    Semangat trs ya

    1. Ahahha iy kk.. mm.. tpt.a sih lelah dgn skap ce.a ?…

      Makasih dh komen kk?

  7. Aihhhh sad ending :PATAHHATI :PATAHHATI :PATAHHATI
    Untuk apa manis tapi kalo gak bisa setia *plak *galaumodeon*

    1. :HUAHAHAHAHA

      Maksih dh komen :MAWARR

  8. Irey_Kiara menulis:

    Endingnya :PATAHHATI :PATAHHATI :PATAHHATI

    1. :dragonhihihi

      Maksih dh komen :MAWARR

  9. fitriartemisia menulis:

    dududu putus ternyataaa,
    sehun grrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrrh

    1. :dragonhihihi

      Makash dh komen :HULAHULA