Vitamins Blog

Alrescha [PROLOG]

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

PROLOG

 

 

Diruangan dengan cat yang serba putih, seorang gadis terbaring lemah dengan ventilator yang menempel, membantunya menyambut oksigen dan tetap bertahan hidup.

 

Bip bip bip

Detak jantungnya terdengar lemah, namun terdengar menggema diruangan kosong itu. Hanya ada dirinya ditemani keheningan.

Namun tidak beberapa lama, pintu yang berada dihadapan ranjangnya terbuka. Seorang pemuda dengan jas dokternya melangkah masuk, diikuti dua orang perawat. Dokter muda itu melangkah mendekati ranjang rawat dimana gadis mungil itu terbaring.

Mata sang dokter meredup ketika dokter itu mengamati gadis itu, dimulai dari kepalanya yang kini terbalut perban, wajahnya yang manis dengan hidung kecil dan pipi tembamnya. Dulu, ya dulu disana terdapat mata yang sangat indah, manik mata coklat kehitaman yang berkilau diterpa cahaya. Namun kini, setelah beberapa bulan mata itu tidak pernah terbuka, tidak pernah memperlihatkan kilaunya lagi.

Pandangan sang dokter turun melihat tangan kanan sang gadis yang terbalut perban. Dari jari-jarinya hingga ke sikut tangannya, terbalut perban putih. Mata sang dokter semakin meredup, ada pedih disana. Sang dokter menggeleng, menepis pikiran-pikiran yang kini mulai bergelayut mengganggu konsentrasinya.

“Dokter semuanya baik, vitalnya stabil dokter.” Ucap seorang suster yang sedari tadi mengecek kondisi sang gadis.

Dokter itu berdehem, lalu mengambil stetoskop yang tergantung dilehernya. Lalu mulai memeriksa. Semuanya baik, tapi kenapa gadis ini tidak sadar-sadar?

Dokter itu menggenggam stetoskop miliknya dengan erat, ada perasaan geram dalam dirinya. Apakah selama ini semua usahanya sia-sia? Kenapa gadis ini tidak kunjung sadar? Sang dokter kembali tenggelam dalam dunianya hingga suara suster menyadarkannya kembali.

“Dokter? Dokter Arkaan?”

Sang dokter hanya berdehem, dan kembali mengalihkan atensinya pada sang gadis yang masih terbaring tenang.

“Sava, kapan kamu bangun?” Kalimatnya terjeda cukup lama.

“Kakak rindu.” Ucap Arkaan.

Kalimat pertama yang ia ucapkan, dan kalimat terakhir sebelum tangisnya pecah diruangan hening itu.

4 Komentar

  1. Saudara?

  2. Iya kak

  3. Seems interesting.. :))

  4. Kita liat lanjutannya