4981 words
Yuk! Bantu para author kita melindungi karyanya
D I S C L A I M E R
© copyright 2019 @projectsairaakira hak cipta, hak edar, hak terbit atas nama @projectsairaakira. Seluruh karya di website ini telah didaftarkan, memiliki ISBN resmi dan dilindungi oleh hukum yang berlaku serta mengikat.
Dilarang meniru, menjiplak, mengubah nama tokoh, mengambil ide/inspirasi baik sebagian maupun keseluruhan isi cerita yang berada di dalam website ini. Selain dari pihak resmi yang telah bekerjasama dalam payung hukum dengan @projectsairaakira, dilarang mendistribusikan karya di dalam website ini dalam bentuk softcopy ataupun hardcopy baik keseluruhan maupun sebagian cerita.
Kami mengapresiasi laporan temuan/dugaan dari vitamins menyangkut usaha plagiat baik keseluruhan maupun sebagian dari karya-karya ProjectSairaAkira yang dipublish di website ini. Jika Anda menemukan plagiat di wattpad dan media online/offline lainnya, baik keseluruhan maupun sebagian cerita, bantu kami untuk report copyright violation kepada admin pihak wattpad dan media online/offline lainnya dan berikan informasi kepada kami supaya kami bisa menindak tegas pelaku plagiat .
Yuk! Mari berikan balasan baik atas kesempatan menikmati karya di PSA dengan aktif membantu para author melindungi karyanya.
Silahkan hubungi admin kami di [email protected] .
CERITA SEBELUMNYA
Mengingat dirinya merasa sudah tidur lelap cukup lama, sepertinya saat ini sudah menjelang dini hari, dan Jenderal Youshou datang ke kuil ini serta memintanya memainkan erhu?
Kaoru menghela napas panjang, menelan kembali pertanyaan yang bermunculan di benaknya, lalu dia menggerakkan tangan yang memegang busur penggesek, menggesekkan busur itu di dawai erhu di tangannya dan mulai memainkan nada musik mendayu menyayat kalbu, sebuah musik yang dulu pernah diajarkan ayahnya kepadanya. Musik yang mengalunkan gesekan nada tentang perpisahan, tentang ketakutan akan kehilangan orang yang dicintai, tentang takdir yang pasti memisahkan hati dengan yang tercinta atas nama kematian tak terhindarkan.
Dan ketika alunan musik itu memenuhi udara, mata Jenderal Youshou kembali terpejam, seolah terhipnotis dalam alunan syahdu yang menenangkan pikiran, melingkupi benaknya, dan dengan lembut mengantarkan pikirannya beristirahat dalam damai, dalam tidur lelap yang aman, tanpa mimpi buruk yang menghantui.
Kaoru memainkan erhu sambil mengamati ekspresi damai Jenderal Youshou yang terlelap tanpa pertahanan. Sang Jenderal kemarin menacapkan pedang itu di depan tubuhnya sebagai perlindungan diri, tetapi kali ini beliau bahkan sama sekali tidak menyentuh pedang yang tergantung di pinggangnya.
Music Instrument Credit link
⊗ Rain inJiang Nang 雨碎江南 二胡版 Erhu Cover by Tsai柠露 ⊗
W A R N I N G ! postingan ini menggunakan musik background. Silahkan tekan tanda [ || ] pause di pojok kanan atas layar perangkat Anda, untuk mematikan musik background. Anda bisa menambah atau mengurangi volume backsound di perangkat Anda sesuai dengan tingkat toleransi pendengaran Anda.
Ketika Kaoru membuka mata, dihadapannya sudah tidak ada lagi siapa-siapa. Kaoru menegakkan punggung dengan terkejut, tangannya mengusap mata untuk menjernihkan pandangannya. Dia lalu kembali memindai sekeliling dan menyadari bahwa dirinya memang sendirian di dalam kuil ini.
Berbeda dengan hari kemarin, pagi ini cukup cerah tanpa setitik pun mendung menodai. Kesegaran pagi hari sungguh terasa dari tetes embun yang menggayuti dedaunan dan rumput hijau, memantulkan cahaya bening dari kilau transparan yang sangat indah. Kaoru bisa mendengar suara kicau burung menyambut pagi, seolah merayakan kemenangan matahari melawan awan gelap yang sempat menjajah langit dua hari lamanya.
Sepertinya Kaoru ketiduran ketika sedang memainkan musik erhu untuk Jenderal Youshou. Dia dibangunkan di dini hari dalam kondisi setengah tidur, maka wajar kalau dia ketiduran ketika sedang memainkan alat musik yang membuai jiwa itu. Alat musik erhu sendiri tergeletak dengan rapih di samping tempatnya duduk, sementara tubuhy Kaoru sendiri terbungkus selimut putih yang menutupi dirinya sampai ke bahu, menghindarkannya dari hawa dingin.
Siapa yang menyelimutinya? Tidak mungkin Jenderal Youshou, bukan?
Kaoru sendiri masih kesulitan mengingat-ingat apa yang terjadi semalam. Bahkan saat ini, ketika dirinya terbangun sendirian di lantai kuil yang sepi, Kaoru mau tak mau jadi ragu apakah kejadian semalam adalah kenyataan, ataukah itu hanyalah mimpi bunga tidur yang membuat Kaoru berjalan dalam tidurnya dan berakhir di tempat ini.
Tetapi erhu itu terletak di sampingnya. Itu berarti semalam bukanlah mimpi. Jenderal Youshou benar-benar datang semalam hanya untuk memintanya memainkan alat musik erhu.
Kenapa Jenderal Youshou melakukan itu? Apakah karena permainan erhu Kaoru bisa mengantarkan beliau ke alam mimpi? Tetapi, dengan jabatan Jenderal Youshou sebagai Jenderal dan bangsawan kedudukan tinggi, untuk mencari pemain erhu yang bisa memainkan alat musik jauh lebih baik dari dirinya tentu tidaklah sulit.
Kenapa Jenderal Youshou meminta dirinya yang memainkan erhu untuk beliau?
Jangan-jangan…. Jenderal Youshou adalah orang yang pelit. Kaoru mengerutkan keningnya ketika berpikir serius. Di kerajaan Gyuzen, para bangsawan kaya biasanya culas dan pelit, mereka mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari rakyat kecil dengan pajak tanah dan tarikan upeti, tetapi tidak berusaha memberikan timbal balik yang sepadan, para bangsawan itu bahkan memotong gaji para pelayan dan pegawai dan mengkorupsi uangnya untuk dinikmati sendiri. Kaoru tidak tahu mengenai kehidupan para bangsawan di Kerajaan Sashou, apakah sama jahatnya seperti di kerajaan Gyuzen, ataukah mereka berbeda dan lebih memilih integritas sebagai bangsawan selain dari darah biru mereka. Tetapi, saaat ini, satu-satunya kesimpulan yang bisa ditarik oleh Kaoru kenapa Jenderal Youshou memintanya memainkan erhu bukannya meminta para pemain hebat dari istana adalah karena dia bisa memanfaatkan tenaga Kaoru secara gratis.
Bukannya Kaoru menentang itu. Dia juga tidak merasa bahwa Jenderal Youshou menarik keuntungan dari dirinya. Dengan posisinya dirinya yang begitu rendah di Kerajaan Sashou, merupakan anak terlantar dari kerajaan taklukan pula, dia tahu betapa beruntungnya dia karena bisa menerima kebaikan hati Jenderal Youshou. Di sini, dia mendapatkan kehidupan yang layak, pakaian, tempat tinggal, makanan dan pekerjaan, itu sudah merupakan rejeki berlimpah yang diterima oleh dirinya. Karena itu, sekedar memainkan erhu di malam hari untuk Jenderal Youshou akan dilakukannya dengan senang hati, bahkan itu sepertinya belum cukup untuk membalas kebaikan hati Sang Jenderal kepadanya.
Kaoru tahu bahwa dia harus bekerja lebih keras lagi untuk membalas budi. Dan dia bertekad melakukannya. Dia harus bekerja sebaik mungkin, menggunakan seluruh tenaga sepenuhnya supaya bisa berguna sehingga tidak sia-sia dirinya diangkat menjadi salah satu pegawai di kediaman Keluarga Long.
Semangat berapi-api membuat Kaoru langsung beranjak dari duduk. Dia menyingsingkan lengan, lalu dengan cekatan melipat selimut yang membungkus tubuhnya. Banyak yang harus dilakukan olehnya pagi ini, dimulai dengan membuka pintu kuil, lalu bersih-bersih dan merapihkan seluruh isi kuil. Kalau nanti pekerjaannya sudah selesai dan hari masih siang, Kaoru akan menawarkan bantuan tenaganya untuk bekerja di area lain seperti biasanya. Bibi Fu di bagian pencucian kain biasanya sangat senang jika Kaoru datang membantu, karena Kaoru sama sekali tidak mengeluh ketika dia harus memeras sprei tebal, kain gorden besar dan juga cucian lain yang sangat berat sebelum mengangkut ke ladang penjemuran untuk dijemur.
Kaoru lalu setengah berlari menuruni tangga kuil menuju halaman rumput, dipenuhi semangat untuk memulai hari ketika kemudian matanya menemukan pemandangan tak biasa di gerbang depan kuil.
Ada banyak orang berkerumun di depan sana, sepertinya sedang sibuk mengerjakan sesuatu.
Rasa ingin tahu yang terselip kekhawatiran membuat Kaoru mempercepat langkahnya menuju bagian gerbang kuil. Di sana ada banyak laki-laki pekerja dan pelayan yang berkumpul, sebagian dikenal oleh Kaoru.
“Paman Yao? Ada apa?” Kaoru langsung bertanya pada salah satu pelayan setengah baya yang sedang mengangkut papan-papan kayu indah berlapis pelitur berkilauan.
Paman Yao meletakkan papan kayu yang dibawanya bersamaan tumpukan lainnya, lalu tersenyum menatap Kaoru.
“Tuan besar meminta kami mengganti gerbang kuil ini dengan papan kayu yang lebih bagus dan ringan,” Paman Yao menepuk pundak Kaoru sementara senyumnya melebar, “Akhirnya Tuan Besar mau melirik kuil barat yang terbengkalai ini lagi. Setiap melihat ke tempat ini kami semua selalu merasa sedih karena kuil seindah ini dibiarkan begitu saja terpuruk. Dan beruntungnya kau Kaoru, karena gerbang kuil ini diganti dengan papan kayu yang lebih ringan tapi berkualitas serta lebih indah, kau tidak akan kesulitan lagi ketika membuka dan menutup pintu gerbang.”
***
“Kau tidak perlu kemari sendiri, aku bahkan tidak merasa sakit lagi,” Jenderal Youshou meremas pergelangan tangannya, memeriksa cederanya. Rasa sakitnya sudah jauh berkurang ketika dia pertama kali mendapatkan cedera ini. Obat yang diberikan oleh Tabib Zhou seperti biasanya sangat efektif untuk menyembuhkan cedera ringan.
Saat ini, Tabib Zhou menyempatkan waktunya yang sibuk untuk datang ke kediaman Keluarga Long dan memeriksa cedera Jenderal Youshou, sebuah kunjungan yang bagi Jenderal Youshou merupakan sesuatu yang tidak perlu.
“Kaisar Shen yang memerintahkan aku untuk melihat sendiri cederamu, memangnya kau berani membantah beliau?” Tabib Zhou berucap sambil menggulung lapisan perban lama dan memasukkannya ke kantong khusus untuk pembuangan, lalu dia membuka gulungan perban baru dan membebat kembali pergelangan tangan Jenderal Youshou yang telah dibalur ramuan obat. “Kau berpedang menggunakan tangan kanan, itu berarti pergelangan tanganmu ini adalah yang menentukan keselamatan nyawamu di medan perang. Pergelangan tanganmu inilah yang akan menentukan kemenangan Kerajaan Sashou di atas kerajaan lainnya. Jadi menurutku, kita memang tidak boleh main-main dalam perawatannya,”
Jenderal Youshou mengangkat bahu. Seperti biasa, ketika datang berkunjung, Tabib Zhou akan sibuk menceramahinya tentang pentingnya menjaga kesehatan dan menjaga tubuh dan Jenderal Youshou akan memilih untuk pura-pura mendengarkan padahal dalam hati mengabaikannya.
Mata Tabib Zhou melirik ke arah Jenderal Youshou, lalu berucap dengan penuh perhitungan.
“Lingkaran hitam di matamu sudah memudar, kulitmu juga terlihat lebih segar dan ketika aku memeriksa denyut nadimu tadi, aliran darahmu sepertinya membaik, tidak kacau balau seperti sebelumnya,” mata Tabib Zhou tampak menyelidik. “Sepertinya kau bisa tidur dengan baik beberapa malam ini?”
Jenderal Youshou menipiskan bibir, seperti seorang pencuri yang tertangkap dan tak punya alibi. Dasar Tabib sialan, tidak pernah ada yang bisa terlewat dari pengawasannya yang tajam.
“Ya, aku bisa tidur nyenyak dua malam ini,” Jenderal Youshou menggerakkan lengan, lalu memutar pergelangannya yang sudah terbebat rapih untuk memeriksa sengatan sakit yang mungkin kembali muncul. Dia menjawab dengan jujur karena tahu bahwa tidak ada gunanya berbohong pada Tabib Zhou. Lelaki itu terlalu pintar untuk dibohongi.
“Oh ya?” kedua alis Tabib Zhou terangkat tinggi. “Dan keajaiban apa yang menerangi bintangmu hingga kau bisa melepaskan diri dari mimpi buruk yang selama ini selalu menahanmu untuk bisa tidur lelap?”
“Karena aku mendengarkan permainan erhu sebelum tidur,” jawab Jenderal Youshou singkat. “Tugasmu di sini sudah selesai, bukan? Kenapa kau tidak segera kembali ke Istana Dalam? Aku yakin kau lebih dibutuhkan di sana,”
Tabib Zhou menyeringai, menunjukkan pada Jenderal Youshou bahwa tidak semudah itu untuk menyingkirkan dirinya sebelum dia bisa mengorek segalanya sampai sedalam-dalamnya.
“Pantas aku mendengar bahwa kau mendatangkan pemain erhu kerajaan untuk menghiburmu di malam hari,” kali ini mata Tabib Zhou menatap tajam meskipun bibirnya masih menguraikan senyum. “Tetapi sepertinya para pemain erhu itu tidak berhasil, eh? Karena aku juga mendengar kau memulangkan mereka dengan tidak puas setelah kau memaksa mereka bermain selama tiga jam.”
Tubuh Jenderal Youshou menegang, lelaki itu langsung beranjak berdiri dan menatap Tabib Zhou dengan tatapan mencela.
“Aku kagum dengan begitu mudahnya kau mendapatkan informasi sebagai seorang Tabib Istana. Aku jadi ragu, sebenarnya kau ini seorang tabib, atau perempuan penggosip yang sibuk membicarakan urusan orang lain di dalam istana?” mata Jenderal Youshou menyipit, tangannya meraih gagang pedang dengan curiga. “Atau jangan-jangan, kau menaruh mata-mata di dalam kediamanku untuk mengawasiku?”
Tabib Zhou tergelak, sama sekali tidak merasa terintimidasi dengan tangan Jenderal Youshou yang memegang gagang pedang dan tampak siap menyerang. Meskipun tahun-tahun terakhir ini kepribadian Jenderal Youshou berubah drastis menjadi gelap dan pahit, baginya Jenderal Youshou adalah orang yang sama yang sudah dikenalnya bahkan sejak Sang Jenderal masih kanak-kanak. Kepribadian seseorang mungkin bisa berubah ketika mengalami kejadian yang mengoyakkan hati, tetapi dasar jiwa seseorang akan selalu tetap sama. Karena itulah, bagi Tabib Zhou, Jenderal Youshou masih seperti sebelumnya, lelaki yang menyimpan kebaikan hati dan jiwa naif meskipun sekarang jiwa itu tenggelam jauh di dalam dirinya, ditelan oleh kepahitan akan pengkhianatan.
“Jangan salah paham, Youshou. Aku menyimpan informasi tentangmu karena aku mencemaskanmu,” Tabib Zhou berdehem. “Maksudku aku mencemaskan kesehatanmu. Sebagai seorang tabib, kesehatanmulah yang utama, dan permasalahan tidak bisa tidur ini ….”
“Kau tidak perlu mencemaskan hal itu lagi. Sekarang masalah itu sudah sirna.” Jenderal Youshou menyela tidak sabar. “Aku jamin bahwa aku bisa tidur kapan pun aku mau setelah ini.”
“Dan kau tidak ingin menjelaskan kepadaku mengenai obat penyembuhmu itu?” gantian Tabib Zhou yang menyela.
Jenderal Youshou memasang wajah masam. “Kadang kau harus mengurangi sikap ingin ikut campur urusan orang lain, Zhou. Lebih baik kau mengurus dirimu sendiri. Bukankah terakhir kali para tetua memanggilmu untuk memintamu memilih satu diantara putri bangsawan yang berduyun-duyun mendaftarkan diri untuk menjadi nyonya besar pemimpin Keluarga Yangzyi? Kau tahu umurmu tetap bertambah meskipun wajahmu tidak menua. Dan kau pasti mendengar rumor yang berkembang belakangan ini, bukan? Penampilanmu yang flamboyan membuat mereka semua menduga-duga apakah kau sebenarnya sudah kehilangan kejantananmu sehingga kau menolak perjodohan ….”
“Baiklah, baiklah, aku tidak mau membicarakan itu,” Tabib Zhou mengangkat kedua telapak tangannya menghadap ke arah Jenderal Youshou pertanda menyerah. Sang Jenderal memang sangat cerdik, dia tahu bahwa satu-satunya cara untuk mengusir Tabib Zhou adalah dengan membicarakan mengenai perjodohan dan pernikahan, sesuatu yang sangat dihindari oleh Tabib Zhou hingga saat ini. “Aku akan pulang ke istana dan kembali dalam beberapa hari untuk memeriksa cederamu lagi,”
“Kau tidak perlu kembali,” Jenderal Youshou menyahut tanpa perasaan, membuat Tabib Zhou tersenyum masam ketika membereskan segala perlengkapannya ke dalam kantong kulit yang selalu dia bawa ketika berkunjung untuk melakukan pengobatan.
Tabib Zhou sudah berjalan sampai ke ambang pintu ketika lelaki itu tiba-tiba menghentikan langkah, menolehkan kepala dan menatap Jenderal Youshou dengan penuh arti.
“Oh, ngomong-ngomong, dalam perjalanan kemari, aku melewati kuil barat dan melihat para pekerja sedang mengganti pintunya,” mata Tabib Zhou menyipit penuh perhitungan sementara bibirnya mengulas senyum lebar. “Betapa baiknya dirimu, pintu dengan kayu yang lebih ringan akan memudahkan anak gadis itu membuka dan menutupnya, gerbang kayu yang sebelumnya sangatlah berat dan rapuh, cukup membahayakan bagi keselamatan gadis lemah seperti dirinya.”
Jenderal Youshou menggertakkan gigi. “Aku mengganti pintu gerbang itu karena memang sudah lapuk dan waktunya diganti. Tidak ada hubungannya dengan anak gadis itu.”
“Oh, ya ya ya, terserah padamu, lagipula sudah waktunya aku pergi,” Tabib Zhou melambaikan tangan dengan menjengkelkan, lalu melangkah melewati ambang pintu. “Sampai jumpa lagi, Youshou. Aku senang kau telah menemukan obatmu, sekarang tinggal menjaga supaya obatmu itu tidak sampai menghilang darimu,” ucapnya penuh arti sebelum meninggalkan Jenderal Youshou sendirian dengan wajah tegang dan jemari mencengkeram gagang pedangnya kuat.
***
Siang sudah menggulirkan matahari dari singgasana dan cahaya sore kekuningan telah mulai turun menghias langit ketika Kaoru berlari-lari melewati jalan utama kediaman Keluarga Long sambil membawa ember cucian besar di tangannya. Dia telah menyelesaikan tugasnya membersihkan area kuil lebih awal dan sekarang sedang membantu Bibi Fu membawa jemuran ke ladang penjemuran di sisi timur kediaman Keluarga Long, dekat dengan pintu gerbang yang menghubungkan area utama dalam dengan area lingkaran tengah.
Di dalam ember yang dibawanya, terdapat cucian sejumlah kain sprei lebar dari linen berkualitas dalam jumlah banyak hingga memenuhi ember dan muncul di permukaan. Membawa kain sprei linen saja sudah cukup berat, apalagi sekarang kain itu dalam kondisi basah sehingga beratnya pun berkali-kali lipat dari sebelumnya.
Napas Kaoru terengah dan pipinya memerah karena tertimpa panas matahari sore yang cukup terik. Bibi Fu bilang bahwa kain ini harus sudah dijemur sebelum sore untuk menghindari bau basah yang mungkin muncul. Dengan segera dijemur, sprei-sprei ini masih mendapat kesempatan untuk terpapar cahaya matahari sebelum malam datang dan mengusir sang sumber cahaya dari peraduannya. Karena itulah Kaoru berjalan terburu-buru, berusaha mencapai ladang penjemuran yang jaraknya cukup jauh dari tempatnya mencuci tadi.
Sayangnya, langkahnya yang terburu-buru mengurangi kehati-hatian Kaoru, ketika melewati gerbang besar yang penuh dengan penjaga berwajah bengis, tanah yang dijejaknya tidak rata, sehingga Kaoru kehilangan keseimbangan dan akhirnya tidak bisa menahan tubuhnya untuk jatuh tertelungkup. Dan sialnya, ember berat yang dibawanya terlepas dari pegangan tangan mungilnya, membuat ember itu terlempar ke depan tubuhnya dan jatuh berguling menimpa kaki para penjaga gerbang, membuat kaki para penjaga itu basah kuyup sementara sprei linen yang dibawanya jatuh berhamburan di tanah, terkena noda cokelat tanah dan kotor kembali.
Kaoru mengaduh ketika lututnya terantuk batu tajam yang langsung menyobek kulitnya dalam usahanya menahan diri supaya tidak terjerembab ke tanah. Dia meringis menahan sakit, lalu susah payah berusaha bangkit dari posisinya berlutut.
Suara logam berdesing membuat Kaoru langsung waspada, dan ketika dia mendongakkan kepala, tiga orang penjaga gerbang yang tampak marah karena bagian kaki serta alas kaki mereka basah kuyup tampak menghunuskan pedang ke arah lehernya.
“Dasar pelayan bodoh! Kau mau mati hah?” teriak salah satu penjaga dengan suara membentak marah, membuat tubuh Kaoru terhenyak ketakutan, lalu gemetaran sesudahnya.
Tiga buah pedang yang dihunuskan ke arahnya tampak tajam dan berkilauan tertimpa cahaya matahari, ketiga penjaga gerbang itu tampak murka dan jika mereka memutuskan mengayunkan pedangnya, sudah pasti Kaoru akan mati tertebas pedang.
“Bagaimana mungkin kau bisa diterima menjadi pelayan di area dalam dengan tubuh kurusmu yang kurang gizi? Hanya mengangkat ember cucian saja kau kepayahan!” penjaga yang lain berucap mencemooh, mengamati tubuh Kaoru yang tenggelam di balik baju pelayannya yang kebesaran.
Kaoru menelan ludahnya. Tahu bahwa dia telah membuat kesalahan besar. Bukan hanya dia telah menjatuhkan sprei linen yang telah dicuci bersih dan siap dijemur hingga kotor berantakan terkena noda tanah, dia juga telah membuat pakaian dan alas kaki para penjaga gerbang basah kuyup, mengganggu tugas mereka, dan memancing kemarahan mereka.
Dengan pedang yang diarahkan ke arahnya, tidak ada yang lain yang bisa dilakukan oleh Kaoru untuk menyelamatkan nyawanya selain memohon pengampunan. Dengan tertatih dan mengabaikan rasa nyeri menyengat di lututnya yang berdarah, Kaoru berlutut, memosisikan dirinya menyembah dan memohon ampun dengan penuh ketakutan.
“Mohon… mohon ampuni hamba pelayan yang bodoh ini…” serunya sungguh-sungguh, sadar bahwa saat ini dia berada dalam kondisi hidup dan mati.
Para pelayan memiliki status yang paling rendah di tempat ini, jika mereka berbuat kesalahan yang dianggap kesalahan besar, bahkan seorang penjaga gerbang pun berhak mencabut nyawanya.
Salah satu penjaga itu terkekeh, bukan kekehan senang namun kekehan menghina.
“Dasar pelayan rendahan, mengangkat ember cucian pun kamu tidak becus, apalagi memegang pedang, sungguh memalukan dan tidak pantas menjadi pelayan Keluarga Long dan kesemuanya ahli berpedang!” sambil meneriakkan penghinaannya, salah satu penjaga gerbang itu mengayunkan pedang, seolah tak tahan untuk menebaskan pedangnya guna mencabut nyawa Kaoru.
Desingan logam terdengar kuat dan dekat, dan Kaoru yang masih dalam posisi berlutut menyembah tidak bisa melakukan apapun selain memejamkan mata dan bersiap mati.
Tetapi, di detik yang sama, terdengar suara benturan keras dengan logam lain, menciptakan keheningan yang mencengangkan.
Penuh rasa ingin tahu karena ternyata dirinya tidak terluka suatu apapun karena tebasan pedang dan nyawanya masih belum tercabut, Kaoru mendongakkan kepala sedikit, mencoba mengintip apa yang sedang terjadi.
Yang tersapu pertama kali oleh pandangan matanya adalah jubah hitam sutra dengan uliran keemasan yang sangat indah. Bahan seperti itu hanya digunakan oleh para bangsawan kelas tinggi, membuat Kaoru kembali memberanikan diri untuk mendongakkan kepala lebih tinggi lagi.
Matanya langsung bertemu dengan sosok Jenderal Youshou yang sangat agung. Beliau berdiri dekat dengan Kaoru, menghunuskan pedangnya untuk menahan pedang penjaga gerbang yang hendak menebas kepala Kaoru. Jenderal Youshou tidak sedang menatapnya, wajahnya tampak dingin dan gelap, sementara mata tajamnya menatap tajam ke arah penjaga gerbang.
Jenderal Youshou menyelamatkannya?
“Berani-beraninya kalian membuat keributan di gerbang kediamanku.” suara Jenderal Youshou terdengar tenang, tetapi ketenangan itu terdengar mengerikan, seolah menyembunyikan gelombang kemurkaan yang kuat di dalamnya.
Para penjaga gerbang saling melempar pandangan, mereka tersadar akan siapa yang berada di hadapan mereka dan langsung membuang pedang mereka masing-masing, lalu berlutut seketika dan menyembah dengan tubuh tersungkur hingga hampir menyentuh tanah.
“Ampun Jenderal Youshou. Hamba hanya hendak menghukum pelayan bodoh yang tidak bisa melakukan tugasnya,” seru salah seorang penjaga gerbang yang tadi menghunuskan pedang ke arah Kaoru dengan suara terbata, mengkerut ketakutan.
Mata Jenderal Youshou memindai situasi, terpaku pada Kaoru yang berlutut menyembah dengan tubuh gemetar ketakutan. Dia tidak melewatkan celana pelayan yang sobek dan menampilkan luka berdarah di lutut Kaoru. Lalu mata Jenderal Youshou tertuju pada ember besar yang penuh dengan sprei linen basah dan meneteskan air hingga membentuk genangan, sementara warna putih di sprei itu sudah penuh dengan noda cokelat tanah yang kotor dan menyedihkan.
“Apakah kejadian sepele seperti menjatuhkan ember cucian membuatmu berhak mengayunkan pedang untuk mencabut nyawa seorang pelayan? Kau ingin menumpahkan darah dan mengotori gerbangku, hah?” tanya Jenderal Youshou lagi, nada suaranya masih tenang sebelum badai.
Para penjaga itu mulai gemetaran tak terkendali, tahu bahwa saat ini mereka berhadapan dengan tuan besar mereka yang kejam dan tak kenal ampun. Jika mereka membuat Jenderal Youshou tidak senang, maka hanya dalam beberapa saat ke depan, kepala mereka sudah pasti akan jatuh bergulir ke tanah, terlepas dari leher mereka masing-masing.
“Ampun Jenderal Youshou. Kami tahu bahwa kami sudah bertindak berlebihan. Mohon berikan ampunan kepada kami,” sekali lagi salah seorang penjaga pintu itu memberanikan diri untuk memohon ampunan.
Jenderal Youshou menggenggam pedangnya yang dihunuskan dalam cengkeraman kuat, mencoba meredakan kegeraman yang mendorongnya untuk segera mengayunkan pedang dan menebas tiga penjaga gerbang di depannya itu. Bagaimana kalau dia tidak sedang kebetulan hendak keluar melalui gerbang lingkaran dalam dan mencegah penjaga gerbang itu mengayunkan pedangnya? Bagaimana kalau dia datang terlambat dan penjaga gerbang bodoh itu telah mencabut nyawa Kaoru dengan sia-sia? Dia sudah mendapatkan tidur malamnya yang nyenyak selama dua hari ini, dan dia masih belum siap kehilangan kenikmatan tidur yang didapatkannya saat ini. Para penjaga gerbang yang bodoh itu hampir saja memusnahkan obat penyembuhnya karena sikap arogan dan konyol mereka. Selain itu, Jenderal Youshou sama sekali tidak bisa mentolerir sikap menindas yang lemah hanya karena mereka merasa lebih kuat dari lawannya.
Tidak. Jenderal Youshou berusaha menenangkan diri. Seberapa pun marahnya dia, peristiwa yang dianggap sepele di mata orang ini tidak sepadan untuk membuatnya mengayunkan pedang dan menghukum langsung para penjaga gerbang ini dengan tangannya. Masalah Kaoru merupakan masalah yang harus ditangani dengan hati-hati, Jenderal Youshou tahu bahwa dia harus membunuh kemarahannya dan menahan diri saat ini. Apalagi insiden ini mulai menarik perhatian para penjaga gerbang lain dan para pelayan yang lalu lalang. Tinggal menunggu waktu sebelum para tetua keluar dari rumah mereka dan ikut campur dalam permasalahan.
“Bangun dan ambil ember cucian itu. Angkat kembali sprei-sprei linen itu dan bawa ke tempat pencucian. Kalian bertiga bertanggung jawab untuk mencuci bersih sprei itu dan menjemurnya sebelum matahari tenggelam.” Jenderal Youshou menegaskan suaranya dan membentak. “Pergi! sebelum aku kehilangan kesabaran dan mengayunkan pedangku!”
Ketiga penjaga gerbang itu terlonjak kaget mendengar bentakan tersebut. Mereka bahkan tidak menunggu dua kali sebelum menyembah hormat sambil meneriakkan terima kasih berkali-kali atas pengampunan nyawa mereka, lalu tergopoh-gopoh segera bangun dan melakukan apa yang diperintahkan, memasukkan kembali sprei-seprei linen yang berhamburan ke dalam ember dan berlari-lari bersamaan untuk menuju area pencucian.
Jenderal Youshou memberi isyarat kepada para penonton yang berkerumun tertarik supaya menyingkir, dan isyaratnya itu langsung dipahami dengan cepat. Tanpa kata dan dengan gemetar ketakutan, mereka semua langsung membubarkan diri, meninggalkan Kaoru hanya sendirian dengan Sang Jenderal.
Menyadari situasi, Kaoru yang masih dalam posisi berlutut langsung membungkuk kembali dengan penuh hormat.
“Ampun Tuan Besar atas keteledoran saya, saya… sayalah yang membuat masalah dan menjatuhkan ember itu…”
“Diam!” Jenderal Youshou menyela tegas, membuat suara Kaoru terhenti dan menelan ludah ketakutan. “Bangun dan berdirilah!” perintah Jenderal Youshou kemudian.
Kaoru menghela napas panjang, berusaha menelan ketakutannya. Tetapi, dia tidak mungkin membantah perintah Jenderal Youshou. Mungkin ini adalah giliran dia menerima hukumannya. Perlahan, dengan tubuh gemetar, Kaoru pun bangkit berdiri, mengabaikan sakit menyayat di lututnya yang terluka, dan berdiri diam dengan pasrah, menundukkan kepala menanti hukuman.
“Bagaimana mungkin mereka menugaskan orang sekurus dirimu untuk membawa ember cucian sebegitu beratnya? Apakah aku kekurangan pelayan laki-laki bertubuh sehat dan kuat sehingga mereka harus menugaskan dirimu?” desis Jenderal Youshou sambil menyipitkan mata, mengawasi Kaoru dengan seksama.
Seketika Kaoru menyatukan kedua jemarinya di depan tubuh, kepalanya menunduk memberi hormat dengan tubuh setengah membungkuk, dirinya tetap berdiri karena Jenderal Youshou memerintahkannya.
“Ampun, Tuan Besar. Itu semua adalah kesalahan saya, saya memiliki kelebihan waktu yang bisa dimanfaatkan dan sayalah yang memaksa menawarkan bantuan ke bagian binatu,” serunya cepat. Kaoru tahu bahwa ini semua adalah karena keteledorannya, dia yang menawarkan tenaga ke bagian binatu, dia juga yang tersandung jatuh dan memancing kemarahan para penjaga gerbang tersebut. Kaoru tidak akan bisa menahan rasa bersalah kalau ada orang lain dihukum padahal Kaorulah yang pantas disalahkan.
Jenderal Youshou menipiskan bibir, kedua tangannya bersedekap, matanya menatap Kaoru dengan kemarahan tertahan.
“Kembali ke kuil tempatmu berada. Mulai sekarang, kau tidak diizinkan untuk melakukan pekerjaan lain selain di dalam lingkup area kuil barat, dan….” mata Jenderal Youshou mengarah ke lutut Kaoru yang menderita luka sobek besar akibat terantuk batu, ekspresinya semakin mengeras. “Pastikan kau mengobati lukamu dengan baik, aku tidak mau kau mati di kuil barat karena infeksi dan mengotori kesucian kuil.”
Setelah memberi perintah dengan nada dingin, Jenderal Youshou melangkah pergi meninggalkan Kaoru, menuju gerbang yang menghubungkan area lingkaran dalam dengan area lingkaran tengah, tempat kudanya sudah menunggu.
Kaoru hanya berdiri di tempatnya sejenak, sementara matanya menatap Jenderal Youshou yang menaiki kudanya yang tinggi gagah. Sang Jenderal lalu memacu kudanya keluar gerbang sementara para penjaga gerbang membungkuk memberi hormat. Setelah gerbang itu ditutup rapat kembali, barulah Kaoru membalikkan badan, melangkah tertatih-tatih sambil menahan sakit untuk kembali ke area kuil barat.
***
Malam sudah menjelang ketika Kaoru duduk di tangga kuil sambil bersandar di tiang penyangga sisi luar kuil dan mendongak menatap bintang yang berkilauan terang hampir menutupi langit. Hujan deras dua hari sebelumnya benar-benar telah menyingkirkan penghalang yang menutupi langit, membuat langit malam ini terpapar jelas dengan pendaran sinar bintang yang begitu indah.
Para pekerja yang mengganti kayu gerbang telah menyelesaikan pekerjaannya begitu gelap menyapu langit, mereka telah memasang gerbang kayu yang sangat indah, dari bahan yang lebih ringan tetapi lebih kuat, dengan hiasan pelituran kualitas tinggi dan lukisan lambang keluarga Long yang mencolok berwarna keemasan di sana. Kaoru sangat bersyukur gerbang kuil ini diganti hari ini, bahannya yang ringan membuat Kaoru tidak memerlukan banyak tenaga untuk membuka dan menutupnya, dan itu juga sangat membantu dalam kondisi kakinya yang sedang sakit saat ini.
Tangan Kaoru bergerak tanpa sadar mengusap lututnya yang terluka di balik pakaiannya. Beruntung kuil ini memiliki persediaan ramuan obat untuk luka luar ringan di salah satu lemari penyimpanannya. Kaoru telah mencuci bersih lukanya, membalurinya dengan ramuan, lalu membebat luka itu sekuat mungkin untuk menjaganya dari kontaminasi luar yang menyebabkannya infeksi. Luka itu mungkin akan sembuh dalam beberapa hari, tetapi saat ini, rasanya masih sakit dan kaku, dan nyerinya paling terasa ketika Kaoru terpaksa harus menggerakkan kakinya menekuk dan meluruskan ketika dia harus berjalan.
Kaki ini akan menyulitkannya menjalankan tugas hariannya. Tetapi, tentu saja Kaoru tidak berpikiran untuk berhenti bekerja, dia tetap akan melakukan tugas-tugasnya di kuil barat seperti yang diperintahkan oleh Jenderal Youshou kepadanya. Kaoru sudah pernah menjalani kehidupan yang keras di masa perang berkecamuk, sehingga luka seperti ini mungkin akan memperlambatnya, tetapi tidak akan membuatnya menyerah.
Memikirkan tentang kelemahan membuat Kaoru membayangkan tentang keluarganya yang sekarang seolah tanpa harapan untuk dia temukan. Para penjaga mengatai fisiknya yang kurus dan menyedihkan, mereka juga mengejek bahwa Kaoru tidak memiliki kemampuan yang layak untuk memegang pedang di tangannya. Kaoru tahu bahwa kesempatan berada dalam perlindungan kediaman Keluarga Long ini harus dia manfaatkan sebaik mungkin, dia mendapatkan makanan dan nutrisi yang cukup di sini, itu berarti dia harus berusaha kuat untuk mengejar kembali berat tubuhnya yang kurus seperti kekurangan gizi di masa lampau, dan Kaoru harus memiliki keahlian sehingga dia tidak berakhir menjadi makhluk lemah yang hanya bisa menunduk memohon ampun di bawah kaki makhluk lain yang lebih kuat.
Tadi ada Jenderal Youshou yang kebetulan berbaik hati untuk menyelamatkannya. Tetapi siapa yang tahu di waktu lain ketika mungkin Kaoru tidak ada di tempat ini lagi dan harus berjuang sendirian? Siapa yang akan menyelamatkannya saat itu?
Pemikiran itu membuat Kaoru menghela napas panjang. Dengan tertatih dia melangkah ke halaman berumput area kuil, dan sebuah ranting kayu panjang menarik perhatiannya. Kaoru membungkukkan tubuh dan mengambil ranting kayu itu, lalu mengayunkannya layaknya mengayunkan sebuah pedang.
Berada di kediaman Keluarga Long seharusnya bisa memberikan keuntungan lebih untuknya. Di sini banyak sekali ahli pedang yang luar biasa. Mungkin Kaoru bisa mencuri-curi pandang ketika beberapa pengawal melatih kemampuan berpedang mereka di pagi hari sebelum bertugas jaga dan mencuri beberapa teknik untuk melatih diri sendiri dan mempraktekkannya nanti. Memiliki keahlian berpedang akan sangat menguntungkan bagi dirinya nanti jika tiba masanya dia harus berjuang sendiri.
Beberapa kali Kaoru mengayunkan ranting di tangannya dan menganggapnya sebagai pedang, berusaha mengingat-ingat cara para pengawal itu berlatih, berusaha meniru berdasarkan ingatannya.
“Bukan seperti itu caranya,”
Suara yang tenang menembus kegelapan membuat Kaoru terperanjat dan menolehkan kepala seketika ke arah sumber suara. Matanya membelalak ketika menatap sosok Jenderal Youshou yang sudah berdiri di depannya. Jenderal Youshou tampak santai dan berbeda, mengenakan jubah kimono tidur yang menampakkan bagian dadanya di tengah bajunya yang terikat rendah di pinggang. Penampilan Sang Jenderal tampak berbeda dari biasanya, dengan rambut basah seperti habis mandi berendam yang tidak diikat ke belakang seperti penampilannya sehari-hari.
“Biar kutunjukkan kepadamu,” Jenderal Youshou berucap sambil melangkah mendekat ketika Kaoru tidak mengatakan apa-apa. Sang Jenderal tiba-tiba saja sudah berdiri di belakang Kaoru, dekat sekali dengannya hingga tubuh bagian belakang Kaoru hampir menempel ke dada Jenderal Youshou. Sang Jenderal tiba-tiba mengarahkan lengannya dari belakang tubuh Kaoru dan mencengkeram pergelangan tangan Kaoru, membuat Kaoru memekik tertahan karena terkejut.
Tubuh Jenderal Youshou cukup tinggi, hingga pucuk kepala Kaoru hanya mencapai dadanya. Sang Jenderal bahkan harus membungkukkan tubuh dan mendekatkan bibirnya ke sisi belakang telinga Kaoru ketika berbisik. “Pegang gagang pedangnya seperti ini, tahan posisi tubuhmu supaya tegak seperti ini, ” tanpa memedulikan tubuh Kaoru yang gemetaran, Jenderal Youshou memperbaiki postur tubuh Kaoru sementara tangannya tetap menggenggam jemari Kaoru yang mencengkeram ranting pohon itu layaknya memegang gagang pedang, “Lalu ayunkah seperti ini, nah, bagus,” ada nada puas di suara Jenderal Youshou ketika Kaoru mengayunkan pedangnya dengan benar. “Ranting kayu ini terlalu ringan, tidak terasa seperti pedang yang sesungguhnya, jika kau ingin berlatih pedang untuk melindungi dirimu, kau harus menggunakan pedang yang sebenarnya supaya tanganmu terbiasa menggenggam gagang pedang dengan benar dan mengenali beban berat pedang logam di tanganmu….” Jenderal Youshou kembali berbicara, kali ini napasnya dekat dengan sisi wajah Kaoru di belakang tubuhnya, membuat Kaoru bisa mengendus aroma arak buah yang harum dan memabukkan dari napas Sang Jenderal.
Jenderal Youshou sedang mabuk?
Kaoru tahu bahwa para petinggi bangsawan biasanya mengadakan pertemuan dan saling memberikan penghormatan satu sama lain dengan meminum arak bersama. Tetapi, ini sudah larut malam dan ketika Jenderal Youshou pulang dari pertemuan itu dalam kondisi setengah mabuk, seharusnya beliau segera naik ke peraduan untuk beristirahat supaya esok pagi tidak terbangun dengan kepala pening sisa mabuk semalam.
Tetapi, alih-alih beristirahat tidur lelap di peraduannya yang nyaman, kenapa Sang Jenderal malahan datang kembali ke kuil malam ini?
Bersambung ke Part berikutnya
Note author : setting cerita ini kira-kira 3 atau 4 tahun setelah periode di Emperor’s Consort
Follow instagram
@projectsairaakira
untuk mendapatkan
pengumuman/pemberitahuan
jika kebetulan web sedang eror
atau tidak bisa diakses.
- 🔏(BONUS PART) Right Hand Mistress: Anak Perempuan Kesayangan (Baca Dengan 30 Poin)
- (EPILOG) Right Hand Mistress: Empat Sumber Bahagia
- (END) Right Hand Mistress Part 159: Pelukan Bahagia
- Right Hand Mistress Part 158: Pernikahan Merah
- Right Hand Mistress Part 157: Menjemput Pengantin
- Right Hand Mistress Part 156: Dua Aura
- Right Hand Mistress Part 155: Persiapan Ceria
- Right Hand Mistress Part 154: Pernikahan Bahagia
- Right Hand Mistress Part 153: Cara Mencintai
- Right Hand Mistress Part 152: Cahaya Terang
- Right Hand Mistress Part 151: Keinginan Bersama
- Right Hand Mistress Part 150: Kekuatan Pemurni Jiwa
- Right Hand Mistress Part 149: Jiwa yang Tersesat
- Right Hand Mistress Part 148: Permurnian Jiwa
- Right Hand Mistress Part 147: Dimensi Putih
- Right Hand Mistress Part 146: Naga Merah
- Right Hand Mistress Part 145: Pertolongan Misterius
- Right Hand Mistress Part 144: Genting
- Right Hand Mistress Part 143: Pelindung Jiwa
- Right Hand Mistress Part 142: Pertemuan
- Right Hand Mistress Part 141: Benteng Perlindungan Sihir
- Right Hand Mistress Part 140: Ujian Kejantanan
- Right Hand Mistress Part 139: Dikejar Waktu
- Right Hand Mistress Part 138: Salah Sasaran
- Right Hand Mistress Part 137: Berusaha Bersama
- Right Hand Mistress Part 136: Kesadaran Pengantin
- Right Hand Mistress Part 135: Suami yang Baik
- Right Hand Mistress Part 134: Dengan Lembut
- Right Hand Mistress Part 133: Nuansa Hangat
- Right Hand Mistress Part 132: Minyak Pijit
- Right Hand Mistress Part 131: Penyambutan Pengantin
- Right Hand Mistress Part 130: Membawa Pengantin Pulang
- Right Hand Mistress Part 129: Memotong Ular
- Right Hand Mistress Part 128: Tugas Seorang Istri
- Right Hand Mistress Part 127: Upacara Sederhana
- Right Hand Mistress Part 126: Permohonan Jenderal Youshou
- Right Hand Mistress Part 125: Salah Paham
- Right Hand Mistress Part 124: Meminta Restu
- Right Hand Mistress Part 123: Kharisma Jenderal
- Right Hand Mistress Part 122: Hadiah Penghangat
- Right Hand Mistress Part 121 : Perkara Jodoh
- Right Hand Mistress Part 120 : Cinta yang Melengkapi
- Right Hand Mistress Part 119: Menjaga Kesucian
- Right Hand Mistress Part 118 : Penyakit Aneh
- Right Hand Mistress Part 117 : Reputasi Gelap
- Right Hand Mistress Part 116 : Warna warni
- Right Hand Mistress Part 115: Ijin Mengikuti
- Right Hand Mistress Part 114 : Serpihan Jiwa
- Right Hand Mistress Part 113: Tak Bisa Mati
- Right Hand Mistress Part 112 : Pertarungan Dendam
- Right Hand Mistress Part 111: Berkuda Cepat
- Right Hand Mistress Part 110 : Paha Milik Kaoru
- Right Hand Mistress Part 109: Penyakit Dendam
- Right Hand Mistress Part 108: Sandiwara Sempurna
- Right Hand Mistress Part 107: Kekasih Bidadari
- Right Hand Mistress Part 106 : Umpan Wanita
- Right Hand Mistress Part 105: Perpisahan dan Kedatangan
- Right Hand Mistress Part 104: Permohonan Mengingat
- Right Hand Mistress Part 103: Restu Ayah
- Right Hand Mistress Part 102 : Membuka Rahasia
- Right Hand Mistress Part 101 : Kenangan
- Right Hand Mistress Part 100: Hadiah Menakjubkan
- Right Hand Mistress Part 99 :Ritual Perkenalan
- Right Hand Mistress Part 98 : Dua Kejutan
- Right Hand Mistress Part 97: Membuat Rencana
- Right Hand Mistress Part 96 : Bibir Merah Jambu
- Right Hand Mistress Part 95 : Teh Herbal
- Right Hand Mistress Part 94 : Antisipasi
- Right Hand Mistress Part 93 : Janji Tidur Bersama
- Right Hand Mistress Part 92 : Penyelidikan Mata-Mata
- Right Hand Mistress Part 91: Membeku Mati Suri
- Right Hand Mistress Part 90 : Membuka Jalan
- Right Hand Mistress Part 89: Persyaratan Restu
- Right Hand Mistress Part 88 : Permohonan Menikah
- Right Hand Mistress Part 87 : Kisah Sang Ayah
- Right Hand Mistress Part 86 : Waktu Yang Tepat
- Right Hand Mistress Part 85 : Kisah Sang Penyihir
- Right Hand Mistress Part 84 : Dua Sisi, Dua Wajah
- Right Hand Mistress Part 83 : Pernyataan Kaoru
- Right Hand’s Mistress 82 : Memastikan Rasa
- Right Hand Mistress Part 81 : Getir dan Manis
- Right Hand Mistress Part 80 : Meditasi
- Right Hand Mistress Part 79 : Balas Budi
- Right Hand Mistress Part 78 : Buku Api
- Right Hand Mistress Part 77 : Dua Lelaki
- Right Hand Mistress Part 76 : Dendam dan Kebencian
- Right Hand Mistress Part 75 : Kebohongan Hiro
- Right Hand Mistress Part 74 : Ancaman Si Penyihir
- Right Hand Mistress Part 73 : Interograsi Sang Ayah
- Right Hand Mistress Part 72 : Penyamaran Sempurna?
- Right Hand Mistress Part 71 : Cinta Seorang Ayah
- Right Hand Mistress Part 70 : Salah Sasaran
- Right Hand Mistress Part 69 : Cinta Yang Dalam
- Right Hand Mistress Part 68 : Sapu Tangan Lamaran
- Right Hand Mistress Part 67 : Tabib Yang Terdesak
- Right Hand Mistress Part 66 : Mata-Mata Penyusup
- Right Hand Mistress Part 65 : Menerima Kekalahan
- Right Hand Mistress Part 64 : Rayuan Maut
- Right Hand Mistress Part 63 : Kebaikan Hati
- Right Hand Mistress Part 62 : Yang Tertampan
- Right Hand Mistress Part 61 : Kesepakatan Kaisar dan Raja
- Right Hand Mistress Part 60 : Asal Usul Kaoru
- Right Hand Mistress Part 59 : Identitas Sang Shaman
- Right Hand Mistress Part 58 : Adu Kekuatan
- Right Hand Mistress Part 57 : Insting Melindungi Putri
- Right Hand Mistress Part 56 : Menghilangkan Takut
- Right Hand Mistress Part 55 : Kereta Tak Bernama
- Right Hand Mistress Part 54 : Kekuatan Penyembuh Jiwa
- Right Hand Mistress Part 53 : Wajah Sang Shaman
- Right Hand Mistress Part 52 : Cemburu
- Right Hand Mistress Part 51 : Menyambut Kedatangan
- Right Hand Mistress Part 50 : Wanita Sejati
- Right Hand Mistress Part 49 : Bakat Putri Bangsawan
- Right Hand Mistress Part 48 : Legenda Naga Merah
- Right Hand Mistress Part 47 : Yang Tertampan
- Right Hand Mistress Part 46 : Melindungi Si Polos
- Right Hand Mistress Part 45 : Menemani Tidur
- Right Hand Mistress Part 44 : Bahagia Akan Datang
- Right Hand Mistress Part 43 : Firasat Bahaya
- Right Hand Mistress Part 42 : Berdiri Sejajar
- Right Hand Mistress Part 41 : Ketenangan Bersama
- Right Hand Mistress Part 40 : Meluluhkan Kaoru
- Right Hand Mistress Part 39 : Dua Sisi Lukisan
- Right Hand Mistress Part 38 : Kekuatan Kaoru
- Right Hand Mistress Part 37 : Pengabdian Istri
- Right Hand Mistress Part 36 : Calon Kasim
- Right Hand Mistress Part 35 : Sang Shaman Misterius
- Right Hand Mistress Part 34 : Buku Panas
- Right Hand Mistress Part 33 : Mantra Rahasia
- Right Hand Mistress Part 32 : Masuk ke Istana Dalam
- Right Hand Mistress Part 31 : Rencana Misterius Kaisar
- Right Hand Mistress Part 30 : Perempuan Yang Menangis
- Right Hand Mistress Part 29 : Kacang Merah
- Right Hand Mistress Part 28 : Lemparan Batu
- Right Hand Mistress Part 27 : Rasa Manis
- Right Hand Mistress Part 26 : Nuansa Merah
- Right Hand Mistress Part 25 : Bukan Lelaki
- Right Hand Mistress Part 24 : Tak Cemburu
- Right Hand Mistress Part 23 : Serakah
- Right Hand Mistress Part 22 : Lebih Dekat
- Right Hand Mistress Part 21 : Sang Mistress
- Right Hand Mistress Part 20 : Izin Menikah
- Right Hand Mistress Part 19 : Mencair
- Right Hand Mistress Part 18 : Langkah Baru
- Right Hand Mistress Part 17 : Keputusan Besar
- Right Hand Mistress Part 16 : Catatan yang Hilang
- Right Hand Mistress Part 15 : Kedekatan Terpaksa
- Right Hand Mistress Part 14 : Haus Darah
- Right Hand Mistress Part 13 : Kenangan Kuil Barat
- Right Hand Mistress Part 12 : Perpustakaan Terlarang
- Right Hand Mistress Part 11 : Bunga Sǐ huā
- Right Hand Mistress Part 10 : Bertanggung Jawab
- Right Hand Mistress Part 9 : Racun Bius Berbahaya
- Right Hand Mistress Part 8 : Pelayan yang Polos
- Right Hand’s Mistress Part 7 : Tergoda
- Right Hand Mistress Part 6 : Menolak Pilihan
- Right Hand’s Mistress Part 5 : Obat Penyembuh
- Right Hand’s Mistress Part 4 : Terikat Nada
- Right Hand’s Mistress Part 3 : Terbuai
- Right Hand’s Mistress Part 2 : Penjaga Kuil
- Right Hand’s Mistress Part 1 : Bertatap Mata
- Right Hand’s Mistress Prolog : Mimpi Buruk
- Right Hand’s Mistress
Jendral youshou udah tau kalau permainan musik kaoru yang bisa buat dia tertidur, tapi kenapa dia belum berniat memerintahkan kaoru untuk memainkan musik di kediaman pribadinya ya?
Kalau kaoru ada niatan mencari keluarganya berarti kemungkinan dia bakalan pergi itu ada.
Semoga kisah jendral youshou yang baru ini nggak tragis seperti sebelumnya ya.
Kenapa kenapa kenapa?
Tabib Zhou jadi kayak cenayang ya…. Sudah mulai timbul benih2 kedekatan antara jendral Youshou sama kaoru
Uhhhh senyum2 sendri deh liat jendral youshou ngajarin maen pedang ke kauro
Hehehe.. Sang Jendral sudah memusatkan perhatian untuk Kaoru..
Karena obat tidurnya jenderal youshou ada dikamu kauro😂😂🤭
Sudah mulai ada perhatian nih
Lanjut baca ulang lg
‘jangan-jangan jendral youshou adalah orang yang pelit.’
Asli aku ngakak banget wkwkwkwk. Padahal jenderal youshou baik bangetttt. Ga mungkin lah dia pelit 🤣🤣🤣🤣🤣
kaisar shen dan jendral youshou selalu mengata-ngatai tabib zhou ‘tabib sialan’
tabib zhou ini terlalu cerdik. tidak ada yang luput dari pengamatannya. selalu tahu gosip terbaru di kerajaan.
asikkk di ajarin main pedanggg
Asyik, Kaoru diajari cara menggunakan pedang oleh Jendral Youshou