Vitamins Blog

Pangeran Tanpa Mahkota – Halaman 7

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

 

51 votes, average: 1.00 out of 1 (51 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Aspire memandang sekitarnya. Pemandangan ini terasa tidak asing dibenaknya, api yang melalap semua yang ada di hadapannya, bangunan yang tidak lagi berdiri kokoh, serta tubuh tak bernyawa yang bergelimpangan dimana-mana. Pemandangan yang sama seperti lima tahun lalu, dimana dia memimpin peperangan melawan ayahnya sendiri. Peperangan yang menimbulkan banyak korban yang sia-sia. Peperangan yang terasa sangat lama dan menyiksa. Tanpa disadarinya, Aspire menghela napas panjang. Dia menyadari jika setelah ini, dia akan mengalami hal yang sama kembali setelah lima tahun bersembunyi.

Aspire memijakkan kakinya, menyusuri jalanan yang dipenuhi reruntuhan kayu serta barang-barang lainnya. Banyak tubuh yang terbujur kaku disana-sini, tangis kecil dan ringisan kesakitan dari beberapa orang yang terluka. Namun Aspire tidak berhenti untuk melihat ataupun membantu mereka. Itu bukan kewajibannya. Lagipula apa pedulinya, siapa mereka. Itulah yang ada di pikirannya.

Semakin jauh melangkah, Aspire semakin mengerutkan keningnya. Selain warga kota yang telah mati dan terluka serta bangunan yang hampir rubuh, tidak ada lagi yang bisa ditangkap oleh matanya. Tidak ada prajurit kerajaan disana. suatu pemikiran mulai merasukinya. Apa mungkin semua prajurit itu sudah meninggalkan kota ini atau mungkin dia sudah terlambat untuk menolong gadis kecil itu.

Suara desingan besi yang saling membentur tertangkap oleh telinga Aspire. Diburu oleh keingintahuannya, Aspire segera melangkahkan kakinya menuju sumber suara. Tidak  jauh dari tempatnya berdiri, ada segerombolan  prajurit kerajaan yang tengah memandang pada satu titik. Saat memincingkan matanya, Aspire dapat menangkap siluet tubuh kokoh pria berpakaina prajurit yang tengah mengayunkan pedangnya, menghalau serangan dari tubuh kecil yang tampak begitu ringkih. Sebuah adu pedang yang tidak setara karena sangat terlihat jika prajurit bertubuh besar itu hanya mempermainkan si tubuh kecil itu.

Suara dentingan nyaring diikuti tawa menggema dari semua prajurit itu mengakhiri adu pedang disana. terlihat bahwa si tubuh kecil itu meringkuk ketakutan, terlebih saat prajurit itu mengayunkan pedangnya untuk melukai seluruh tubuh ringkih itu hingga tubuh tersebut luluh tak berdaya. Dari kajauhan, Aspire dapat melihat rambut tubuh ringkih tersebut mulai terurai berantakan. Gadis? Apa mungkin gadis kecil yang meminta tolong itu?

Pandangan Aspire menelusuri sekitarnya, ada beberapa tubuh yang tergeletak disana-sini, terutama di dekat area adu pedang tadi. Setidaknya ada dua tubuh yang tergeletak disana, sosok wanita agak tua yang sepertinya sudah tidak tertolong lagi menlihat banyak sekali darah yang keluar dari dadanya. Satu tubuh lagi adalah sosok pria yang berbalutkan perban di tubuhnya, sudah pasti pria itu memaksakan dirinya tadi untuk menolong penduduk kota. Selain itu ada beberapa pria yang memakai seragam namun terlihat berbeda dari prajurit dari kerajaan, mungkin itu adalah prajurit yang menjaga perbatasan.

“Camy, lari!” Suara serak dari tubuh pria yang berbalut perban itu menyadarkan Aspire. Pandangan Aspire menyipit untuk melihat kepada siapa pria itu berteriak. Saat dilihatnya pandangan pria itu tertuju pada tubuh ringkih yang sudah tertunduk tak berdaya di hadapan tubuh  prajurit itu. hal ini menyadarkan Aspire bahwa gadis ringkih itu ternyata benar-benar gadis kecil yang meminta bantuannya.

Meskipun Aspire tau jika gadis itu sudah tak berdaya lagi, dia tidak bergerak. Tatapan tajamnya masih melihat kelanjutan yang akan terjadi pada gadis itu. bahkan Aspire tidak juga melangkah mendekat saat tubuh itu ditendang oleh prajurit itu. entahlah, apa yang ada dipikirannya saat ini. pemandangan itu seakan menghinpnotisnya, menyedotkanya ke keadaan lima tahun lalu, dimana saat dia diadili dan tak ada seorang pun yang berniat membantunya, bahkan rakyatnya sekalipun yang sering dibantunya tidak sudi melihatnya, sebagian lagi malah menyerukan untuk menghukumnya lebih berat. Ingatan tersebut mampu membuat seorang Aspire tergugu di tempat dengan tatapan kosongnya.

Suara teriakan melengking menyadarkan Aspire dari ingatan masa lalunya. Dari kejauhan dia bisa melihat tubuh gadis itu terbatuk dan mengeluarkan darah. Meskipun sudah separah itu, gadis tersebut tidak juga berlari menghindar dari prajurit besar itu. dia tetap terdiam di tempatnya seakan menunggu apa yang selanjutnya akan dilakukan oleh prajurit itu.

Tak mau membuang lama, Aspire akhirnya melangkah ke arah kerumunan prajurit itu. “Aku tak tau jika prajurit kerajaan berubah menjadi tidak bermoral.” Semua orang menatap Aspire penuh tanya sedangkan gadis itu, Camy, membelakkan matanya tidak percaya dengan kedatangan Aspire. “Tapi kenapa aku tidak terkejut.”

Seorang prajurit mencengkeram pundak Aspire, menahan langkahnya agar tidak berjalan lebih jauh lagi. “Apa maksudmu?” geram prajurit tersebut menahan amarahnya.

Kejadian itu hanya sekelebat mata saat prajurit itu terjatuh, tertelungkup di tanah. Diiukti suara retak yang berasal dari pundaknya yang diinjak oleh kaki Aspire sedangkan tangan prajurit itu yang tadinya memegang pundak Aspire kini ditarik oleh salah satu tangan Aspire. “Siapa kau berani menyentuhku.” Aspire menarik tangan prajurit itu dengan tetap menahan pundaknya, membuat prajurit itu berteriak kesakitan karena rasa sakit tak terkira pada bahunya.

Sementara itu, semua prajurit yang melihat segera tanggap dengan menarik dan mengacungkan pedang mereka ke arah Aspire, begitupun prajurit di depan Camy. Semua atensi prajurit menuju ke arah Aspire yang seakan mengacuhkan keberadaan prajurit disekelilingnya.

Prajurit di depan Camy menggeram setengah berteriak kepada Aspire, “Siapa kau! Berani-beraninya melakukan itu pada anak buahku!” Aspire melepaskan tangan yang dipegangnya tapi dia tidak melepaskan prajurit itu untuk bernapas lega karena didetikselanjutnya Aspire segera menendang prajurit itu beberapa kali sebelum kahirnya balas menatap parjurit di depannya.

“Kau berani berteriak kepadaku?” Aspire memang hanya bicara dengan volume pelan tapi itu cukup mmebuat prajurit di sekitarnya sedikit gemetar dan mencengkeram kuat pedang yang mereka genggam.

Namun sepertinya suara dan intimidasi dari Aspire tidak terlalu mempan pada prajurit di depan Camy. Amarah prajurit itu malah kian menyeruak karna pertanyaannya tidak dijawab. Dia berteriak sekali lagi dengan suara teriakan yang keras sehingga otot di sekitar rahangnya terlihat, “Aku tanya, siapa kau!” Aspire terdiam. Dia malah berjalan mendekat ke arah Camy, mengabaikan  prajurit di sekitarnya. Sementara pemimpin prajurit itu, yang berdiri di depan  Camy, mengetatkan rahamnya, geram dengan Aspire yang lagi-lagi mengacuhkan pertanyaannya.

Pemimpin prajurit itu sudah kehilangan kesabaran. Dia langsung memerintahkan bawahannya untuk menyerang Aspire, “Kalian berlima, serang dia!” Lima orang prajurit, yang berada paling dekat dengan Aspire, segera menerjang Aspire. Namun lagi-lagi dalam sekejao liorang tersebut langsung tersungkur ke tanah sedangkan Aspire sendiri masih berdiri di antara kelima prajurit tersebut.

“Bukankah agak kasar untuk mengalahkan satu orang dengan lima orang sekaligus?” Pertanyaan yang terlihat seperti menyindir dari Aspire berhasil membuat pemimpin prajurit iut lebih geram. Bahkan dia mengacungkan pedangnya ke arah Aspire, menantang secara langsung ke arahnya.

“SERANG DIA!” satu perintah dari pemimpin prajurit itu mampu menggerakkan puluhan prajurit di sekitar area tersebut. Mereka berlarian menuju Aspire dengan pedang yang siap menhunus dan mengoyak tubuh. Namun Aspire tetap bergeming di tempat seakan tidak ketakutan. Dengan gerakan anggun, Aspire mengambil pedang di belakang pungungnya, melepaskan sarung pedang tersebut dan membuangnya begitu saja. semua yang dilakukannya dengan gerakan yang sangat halus seakan gerakan itu sudah dimilikinya sejak lahir.

Satu persatu prajurit menebaskan pedang mereka, berusaha untuk mengoyak tubuh Aspire secara bergatian. Serangan mereka begitu cepat dan lihai tapi begitu cepat pula mereka tumbang. Sedangkan disisi lain, Aspire begitu mudah menghindari serangan yang datang bertubi-tubi. Gerakan menghindarnya begitu lihai dan tidak perlu bergerak berlebihan. Dia hanya cukup melakukan satu langkah  untuk menghindari serangan yang datang. Setelah menghindar, dia akan melayangkan pedang ke prajurit yang melakukan serangan kepadanya. Hanya satu tebasan dari Aspire dan itu mampu membuat prajurit yang dilawannya langsung tersungkur ke tanah, seolah-oleh mereka jatuh tersandung.

Seperti layaknya kejadian tadi, pertarungan itu selesai dalam sekejap mata dengan Aspire yang tidak terluka sama sekali dan Camy yang terpesona melihat kejadian itu. Camy sangat kagum melihat gerakan bertarung Aspire yang sangat anggun dan memukau dibawah rinai hujan itu, seakan seorang penari kerajaan yang melakukan gerakan tarinya.

“Mustahil,” geram pemimpin prajurit itu melihat hampir seluruh prajuritnya sudah tidak berdiri tegak lagi. Gerahamnya makin mengetat saat melihat Aspire yang menebas pedangnya guna menghilangkan noda darah pada pedangnya tersebut.

“Jangan khawatir, mereka tidak mati,” ucap Aspire seraya kembali melangkahkan kakinya mendekat ke arah pemimpin prajurit itu. sesekali matanya melirik ke ara Camy yang masih bergeming di tempatnya, duduk di tanah basah dengan gaun biru tuanya yang kini terkoyak dan berubah warnah menjadi hitam akibat guyuran hujan.

“Sebenarnya apa maumu?!” teriak pemimpin prajurit itu mulai kehilangan kesadaran. Tangannya terkepal erat guna menghalau penglihatan orang-orang pada tangannya yang mulai gemetar, percampuran antara amarah akibat harga dirinya yang terinjak dan ketakutan akan sosok yang berjalan mendekat ke arahnya. “Jawab aku! Sebenarnya siapa kau! Ada urusan apa datang kemari!” teriaknya lagi saat Aspire lagi-lagi terdiam tanpa mau menjawab.

Kali ini Aspire berhenti di tempatnya, tepat beberapa langkah dari pemimpin prajurit serta Camy. Dia membetulkan tudung jubahnya yang sedikit naik seraya menjawab pertanyaan pemimpin tersebut, “Aku hanya mengabulkan permintaan tolong seseorang.” Pemimpin prajurit itu hanya bergumam kesal dengan jawaban ambigu Aspire sedangkan Camy kembali terpaku di tempatnya, tidak menyangka jika Sang Pangeran benar-benar datang untuk menolongnya. “Jadi bisakah kau lepaskan gadis kecil dibelakangmu?”

Ucapan Aspire membuat sebuah pemahaman menghampiri pemimpin prajurit itu, menghasilkan seringai kejam itu kembali pada wajahnya. “Ah, jadi ternyata gadis kecil inilah penyebab kekacauan ini.” Pemimpin prajuri itu berbalik ke arah Camy, memaksanya berdiri sebelum akhirnya menjadikan Camy sebagai tawanan dengan pedang tepat berada di leher Camy. “Jadi kau disini untuk menolong putrimu, bukan? Kau sangat romantis sekali,” ucap pemimpin itu mengejek seraya makin memperkuat cengkaram tangannya pada tubuh Camy.

“Ternyata kau pengecut.”

Pemimpin prajurit itu menggeram, “Apa!”

“Kau selalu menjaga tanganmu selalu bersih dengan memaksa orang melakukan pekerjaan kotormu.”

Pemimpin prajurit mengaum marah karena terpancing perkataan Aspire, “Sial! Aku akan menghabisimu dengan tanganku sendiri!” Pemimpin prajurit itu mendorong Camy, menerjang ke arah Aspire dengan pedangnya.

Camy kembali tersungku di tanah. Dia kembali bangkit untuk menyaksikan pertempuran Aspire dengan pemimpin prajurit itu. seperti yang sudah terjadi, Aspire menghindari dengan lihai semua serangan pemimpin kerajaan itu, dengan pedang yang digenggam oleh satu tangannya saja. sedangkan pemimpin itu terlihat kepayahan dengan serangan membabi butanya, kedua tangannya menggenggam erat pedangnya. Hingga kemudian pedang milik pemimpin tersebut terpental ke udara dan menancap ke tanah beberapa meter dari tempat pertarungan mereka.

Pemimpin prajurit itu mulai kehilangan warna wajahnya tapi sekejap kemudian dia memandang penuh amarah ke arah Aspire. Terdengar suara geraman kemarahan dari mulutnya, “Kau—”

Pemimpir prajurit itu tidak melanjutkan perkataannya, tidak ketika di tiba-tiba tersungkur ke tanah dan mulai merasakan rasa nyeri pada kedua siku dan lututnya yang sudah terteba, menimbulkan aliran darah yang mengerikan. Luka itu cukup membuat dia berteriak kesakitan bercampur amarah, “ARGH! Sialan!”

Aspire tidak mempedulikan suara teriakana pemimpin prajurit itu. dia berjalan mendekati Camy, menatap dari balik tudung hitamnya. “Kau tidak apa-apa?”  Camy yang sedari tadi terhipnotis pada manik keemasan di balik bayangan tudung hitam itu hanya bisa mengangguk kecil. “Bisa berdiri?” Camy tidak yakin dia bisa berdiri tapi dia tidak ingin merepotkan Aspire lagi karena itulah dia kembali mengangguk ke arah Aspire.

Aspire masih diam menatap Camy. Gadis kecil dengan kepala batu yang tadi bersama dengannya di kamarnya kini sudah hilang, digantikan gadis rapuh dengan banyak luka di tubuhnya. Ini mengingatkannya akan masa lalu. Aspire berjongkok di depan Camy mengamati sekali lagi gadis itu, dia tau bahwa Camy masih menatapnya dengan pandangan yang bercampur aduk, mungkin antara bahagia, terkejut, dan rasa terima kasih.

“Siapa kau! Kenapa kau lakukan ini! Jawab aku! Kau tak tau jika melawan prajurit kerajaan akan dianggap sebagai pemberontak! Hei, jawab aku!” Pemimpin prajurit itu masih berteriak histeris, penasaran dengan sosok misterius yang mampu melumpuhkan semua prajuritnya sendiria. Aspire sendiri mengacuhkan teriakan itu. tangannya  meraih helain rambut coklat Camy yang terlihat berantakan. Rambut lembut itu tadinya sebahu tapi sekarang panjangnya tidak beraturan dan terlihat kusut, meungkin akibat serangan yang dilancarkan pemimpin prajurit tadi. Dengan lembut, Aspire merapikan rambut Camy, membawa beberap ahelai rambut di depan muak Camy ke belakang telinga gadis itu. tanpa ada perlawanan yang berarti dari Camy.

“Kau ingin tau siapa aku?” Aspire akhirnya bertanya pada sosok pemimpin prajurit yang masih berteriak seperti orang gila di balik punggungnya, berharap dengan begitu teriakan yang memekikan telinga tersebut bisa hilang. Benar saja, teriakan pemimpin prajurit itu berhenti untuk mendengar kelanjutan ucapan pria misterius di hadapannya.

Aspire menancapkan pedangnya agar kedua tangannya bisa leluasa melepas kaitan pada jubah hitamnya. Melaspaskan jubah itu kemudian memakaikannya pada tubuh Camy yang mulai gemetar kedinginan akibat terlalu lama di bawa hujan. Tidak lupa Aspire juga memakaikan tudung jubahnya. Jubah itu hanya bisa melindungi setengah badan Camy karena jatuh sampai bagian pinggangnya saja. Setelah selesai, Aspire menatap kedalam mata Camy, menebak apa yang tengah dipikirkan oleh gadis kecil di hadapannya. “Aku Aspire Duan Assisi. Pangeran Kerajaan Galanqiet.”

Semua terkesiap mendengar nama yang baru saja terucap, terkaget karena kemunculan sosok pangeran yang telah hilang selama lima tahun. Semua orang tertuju pada sosok masih masih berjongkok tersebut masih tidak percaya dengan apa yang terpampang secara nyata tepat di depan mereka, terutama saat hujan mulai menghapuskan topeng yang selama ini menutupi identitas sosok pewaris kerajaan tersebut.

Dan Camy pun hanya bisa menatap terdiam ditempatnya saat sosok di depannya terlihat berbeda dari yang dilihatnya beberapa waktu lalu. Bukan seorang bermata emas dengan rambut hitam yang kini di hadapannya. Yang ada dihadapannya adalah seroang anggota kerajaan  dengan mata emas serta rambut berwarna merah terang. Warna rambut yang bahkan mampu membuat seorang gadis sepeerti Camy terpukau.

21 Komentar

  1. farahzamani5 menulis:

    Ohh ini part selanjutny dri pangeran tanpa mahkota toh hehe
    Judulny kurang tu ka
    Oia lope-lope ny jg ga bsa diklik, edit dlu bntr ka, sekalian ngebenerin judul sekalian apus dlu ratings nya trs tulis ulang manual lgi
    Yuks dicba hehe
    Semangat ka
    Aq blom bca cerita ini dri part kmrn huhu

    1. Masih belum bisa di vote nih

    2. farahzamani5 menulis:

      Iya mungkin msh ada penulisan [ratings] yg kurang tepat
      Ga ada lope2ny jg ga apa2 dah ka, yg penting kita msh bsa bca cerita ny hehe
      Semangat kk yg nulis cerita

  2. Waahhh keren nihhh

    1. Makasih (^-^)

    2. Samasama yak?

  3. farahzamani5 menulis:

    Wahhhhh akhirnya pangeran kembaliiii
    Sukaa sukaa sukaaa
    Ayoo pangeran, tegakkan keadilan di kerajaanmu
    Aq deg2an bca ny pas pangeran berantem td hihi
    Ditunggu kelanjutanny
    Semangat trs ya

    1. Makasih ya dukunganyaa
      Jadi makin semangat ngelanjutinnya nih \(^o^)/

    2. farahzamani5 menulis:

      Siappp Sama2 yak
      Semangatttt trs hehe

  4. Woooowwwww .. akhirnya sang pangeran ngaku juga ???? ini karna camy huhu so swiittt
    Bawa pulang donk si camy .. kasian luka2 begitu :KECEWAHATI

    1. Jangan terlalu terlena dengan adegan so sweet nya ya, nanti baper sendiri (o_o)

  5. aku baru liat
    ahhaayyyyy akhirnya update juga?
    yaampuuun kangen banget sama cerita ini? kangen sama pangeraaan hihihi dan akhirnya orang2 tahu keberadaannya
    jadi tambah penasaran kaaan

    1. Makasih ya udah kangen sama cerita ini, jadi malu sendiri aku, aissshhhaissshhh. Wkwkwkwk

  6. fitriartemisia menulis:

    whoaaaaaaa pangerannya ngaku juga huhuhuy ketahuan identitasnyaaa

  7. syj_maomao menulis:

    Terungkap sudah identitas si Pangeran aihh >_<
    Huwaaaaa keren sekali Pangeran menyelamatkan Camy huhuhu :TERHARUBIRU

  8. Aihhh. So sweet banget si Aspire menyelamatkan Camy??

  9. farahzamani5 menulis:

    Haii kk
    Ini abis diedit kah
    Lope2ny msh blom bsa diklik ka
    Edit dlu, apus [ratings] ny trs ketik ulang
    Semoga berhasil
    Semangat ka
    Ditunggu part berikutnya hehe

  10. Hai hai, ini blm bisa dikasih vote loh, sepertinya tulisan ratings nya perlu ditulis ulang lagi
    Semangat

  11. Yeayyyy, akhirnya pangeran mengakui identitas nya, saat yg ditunggu 2 nih, hihi

  12. Ditunggu part selanjtnya kakk :YUHUIII

  13. Aulia Rahmi menulis:

    Jadi pangerannya pakai cat rambut juga ya…