Vitamins Blog

CHAO XING (朝兴) – Bab. 3 Kembalinya Sang Putri

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

393 votes, average: 1.00 out of 1 (393 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Loading…

Author playlist : Wanting – You Exist in My Song

Enjoy! ^^

***

Untuk waktu yang lama permaisuri terpaku, duduk di atas kursi riasnya dengan tatapan kosong. Wanita nomor satu di Kerajaan Angin itu lagi-lagi hanya bisa pasrah saat suaminya—Yang Mulia Raja Jian Guo memutuskan jika Chao Xing akan tinggal di Paviliun Taman Barat.

Ming Xia menghela napas berat, ekspresinya terlihat sedih saat menatap satu-satunya benda peninggalan dari ibunda Chao Xing—Selir Mei Rong. Ia meremat sapu tangan sutra bersulam emas di tangannya, seolah-olah ingin meluapkan kesedihannya yang teramat dalam saat ini. Terkadang Ming Xia merasa dirinya amat sangat tidak berguna. Dengan kedudukannya saat ini seharusnya ia bisa memberikan pengaruh pada Raja, namun sebaliknya—kekuasaannya seabagai seorang permaisuri mandul.

“Andai saja aku bisa lebih kuat,” bisiknya mengejek dirinya sendiri. “Apa yang harus kulakukan, Rong?” tanyanya disambut oleh keheningan ruangan mewah yang didominasi oleh warna emas serta merah itu.

Pikirannya kembali melayang jauh. Lima belas tahun sudah berlalu namun sepertinya Sang Raja masih belum berubah pikiran mengenai Chao Xing.

Menempatkan Chao Xing di Paviliun Taman Barat sama saja mengisolasi gadis remaja itu. Raja bahkan terang-terangan mememrintahkan permaisuri agar Chao Xing tidak diizinkan untuk berkeliaran di wilayah-wilayah istana yang sering didatangi oleh Raja.

Raja tidak menginginkan keberadaan Chao Xing terlihat olehnya. Sebuah perintah tegas yang sayangnya sama sekali tidak bisa dibantah oleh Ming Xia.

“Tolong maafkan aku!” Ming Xia berkata lirih dengan suara tercekat. “Aku bahkan tidak bisa membuat putrimu berada lebih dekat dengan Yang Mulia,” tambahnya sendu.

***

Ming Xia tidak bisa menahan untuk tidak tersenyum saat iring-iringan rombongan yang membawa Chao Xing tiba di istana. Wanita itu menunggu di atas anak tangga teratas dengan tidak sabar. Kedua bola matanya berkaca-kaca, dadanya terasa sesak saat sosok yang dinantinya selama lima belas tahun ini akhirnya turun dari dalam kereta kuda.

Permaisuri Kerajaan Angin itu terkesiap, dadanya bergemuruh hebat saat mendapati jika sosok Chao Xing seperti sosok Mei Rong muda yang masih diingatnya dengan baik.

Dibantu oleh dayang kepercayaannya, permaisuri menuruni satu per satu anak tangga yang terbuat dari batu pualam terbaik. Wanita itu sudah sangat tidak sabar untuk merengkuh Chao Xing ke dalam pelukannya.

“Akhirnya kau kembali,” ucapnya sedikit terbata. Ming Xia merengkuh tubuh Chao Xing ke dalam pelukannya, lalu memejamkan mata larut dalam haru yang terasa menyesakkan dada setiap detiknya. “Maaf karena kau harus menunggu begitu lama,” ujarnya parau.

Sambutan hangat permaisuri saat ini jelas mengagetkan Chao Xing. Gadis remaja itu sama sekali tidak menyangka jika ia akan disambut begitu hangat oleh wanita nomor satu di kerajaan ini. Sejenak Chao Xing merasa bimbang, sedikit meragu sebelum akhirnya ia membalas pelukan itu dengan sama eratnya.

Chao Xing menghirup aroma wangi yang menguar dari tubuh Ming Xia. Apa seperti ini aroma seorang ibu? Tanyanya di dalam hati. Hatinya menghangat karenanya, dan perasaan tidak rela pun muncul saat pelukan itu berakhir.

“Selamat datang kembali, Dayang Ju!” sambut permaisuri dengan senyum ramah pada Ju Fang yang kini membungkuk takzim, memberi hormat. Permaisuri mengulurkan tangan kanannya, sementara tangan kirinya dipakainya untuk menggenggam tangan Chao Xing. “Terima kasih karena kau sudah menjaganya dengan sangat baik!” lanjutnya penuh haru.

Ju Fang sama sekali tidak bisa menjawab. Ia hanya mengangguk kecil dan akhirnya ikut larut dalam tangis bahagia ini. Sungguh, ia sama sekali tidak menyangka jika akhirnya nona mudanya akan kembali dipanggil ke istana. Ju Fang merasa jika status dan gelar ‘Puteri’ adalah hak Chao Xing sejak gadis remaja itu dilahirkan, dan sudah sewajarnya jika majikannya mendapatkan kembali apa yang telah menjadi haknya.

Ming Xia mengalihkan pandangannya, menatap satu per satu wajah ketiga pangeran yang hanya berdiri dengan ekspresi tidak terbaca. “Terima kasih karena kalian sudah membawa kembali putriku!” kata Permaisuri tulus pada ketiga pangeran yang hanya membungkuk hormat sebagai jawaban atas ucapan terima kasih itu.

Dibalik sikap penuh hormat ketiganya, ucapan permaisuri jelas mengagetkan semua orang yang berada di tempat itu, namun mereka tidak mengatakan apa pun.

Permaisuri telah menegaskan jika Chao Xing adalah putrinya, maka secara otomatis gadis remaja itu telah menjadi putri angkat dari permaisuri. Sebuah status tinggi mengingat Chao Xing baru saja kembali dari pengasingannya.

Ming Xia kembali tersenyum menawan, lalu menepuk-nepuk punggung tangan Chao Xing dengan penuh kasih. “Apa kau lapar?” tanyanya dengan suara lembut.

“Sangat,” jawab Chao Xing dengan ekspresi lucu hingga membuat permaisuri tertawa pelan, sebuah tawa tulus yang telah lama tidak diperlihatkannya.

“Jangan khawatir,” hibur Ming Xia seraya menuntun Chao Xing untuk jalan berdampingan dengannya. “Ibunda sudah menyiapkan jamuan istimewa untukmu,” ujarnya membuat kedua bola mata Chao Xing berkilat senang.

Ming Xia terdiam sejenak, mengamati wajah cantik kekanakkan putri dari saudari angkatnya. Dengan gerakan halus ia mengulurkan tangan untuk membelai rambut sehitam arang milik Chao Xing. “Kau boleh makan sepuasmu,” bisiknya membuat Chao Xing terbelalak.

“Benarkah?” tanya gadis remaja itu tidak percaya.

Ming Xia mengangguk membuat Chao Xing langsung meloncat girang lalu memeluknya dengan erat. Perilaku spontan itu terjadi begitu saja, layaknya hubungan seorang ibu dan anak yang sangat dekat.

“Permaisuri sepertinya sudah jatuh pada pesona anak bandel itu,” bisik Qiang pada Renshu.

Renshu tersenyum samar dan menjawab sembari menunjuk dengan dagunya ke arah Guang yang ikut tersenyum penuh arti, “Sepertinya bukan hanya permaisuri saja yang sudah terpikat oleh kepolosan Chao Xing.”

***

“Jadi, bagaimana dengan adik kecil kita itu?” tanya Jian Yong—Pangeran Keenam, dengan ekspresi serius. “Apa dia cantik? Pendiam? Menggemaskan?” tanyanya lagi, beruntun.

Qiang menggelengkan kepala pelan. Ia membuka bagian atas hanfu­-nya lalu turun ke dalam kolam air panas untuk ikut berendam. “Dia cukup cantik,” jawabnya tenang, membuat Yong menaikkan satu alisnya, semakin penasaran. “Tapi dia sama sekali tidak menggemaskan.”

“Dia menjengkelkan,” timpal Renshu membuat keempat saudaranya yang lain menatapnya ingin tahu. “Tanya saja pada kakak kedua jika kalian tidak percaya,” ujarnya dengan dengusan pelan namun Guang malah mengangkat bahunya ringan dan menjawab santai, “Chao Xing sangat cantik untuk ukuran gadis remaja yang tumbuh dewasa di pegunungan,” pujinya terang-terangan. “Bagaimana lagi, dia keturunan klan Jian.”

“Kau memuji anak bandel itu?” Renshu terbelalak, nyaris tidak mempercayai pendengarannya namun lagi-lagi Guang mengangkat bahunya ringan. “Apa kalian tahu apa yang ditanyakannya pada permaisuri saat jamuan makan kemarin?”

Putra Mahkota Jian Gui berdecak, dalam pikirannya dia menebak-nebak jika Chao Xing pasti akan menanyakan ayahnya, lalu berusaha untuk mendapatkan perhatian orang nomor satu di kerajaan ini. Gui mencibir, percuma, pikirnya. Akan sangat percuma jika Chao Xing berniat mengambil perhatian ayahandanya, karena Raja telah memutuskan untuk tetap mengasingkan sang puteri di sudut istana ini. Gui menghela napas lalu berkata tanpa ekspresi, “Dia pasti menanyakan mengenai ayahanda.”

Renshu menggelengkan kepala, membuat Gui sedikit terkejut karenanya. Rensu lalu mengangkat jari telunjuknya ke udara, dan menggoyangkannya dengan ekspresi penuh rahasia. “Bukan itu yang ditanyakannya.”

“Lalu apa?” sahut Jian Lei—Pangeran termuda dari tujuh pangeran dari Kerajaan Angin. Pangeran berusia tiga belas tahun itu berenang menuju ke arah Renshu dengan cepat. “Apa yang ditanyakannya, Kakak Keempat?” tanyanya penasaran.

“Dia bertanya dimana letak pohon tertinggi di dalam istana ini,” sahut Renshu santai.

Lei menelan kering, mencerna jawaban kakak keempatnya. “Apa dia berniat untuk gantung diri?” tanyanya lagi dengan ekspresi tegang membuat Renshu untuk pertama kalinya memikirkan kemungkinan itu dengan serius.

Renshu memiringkan kepalanya ke satu sisi. “Aku tidak memikirkannya hingga sejauh itu,” akunya dengan kedua alis bertaut. “Kakak kedua, menurutmu bagaimana?” Renshu menatap Guang dengan ekor matanya.

Guang beranjak bangkit, menyambar sebuah jubah halus yang telah disiapkan oleh para dayang untuk mengeringkan tubuhnya. “Dia tidak berniat untuk bunuh diri,” jawabnya membuat dirinya seketika menjadi pusat perhatian. “Pagi tadi aku melihatnya berjalan dalam kegelapan untuk mencari keberadaan pohon itu,” lanjutnya tenang. Guang terdiam sejenak, lalu kembali bicara dengan nada geli, “Chao Xing memanjat pohon itu, berdiri di atas dahan tertinggi hingga matahari terbit,” terangnya sebelum berjalan pergi meninggalkan kolam permandian air panas dengan langkah cepat.

“Kakak Kedua pasti sedang bercanda, kan?” Jian Ying—Pangeran Kelima yang terkenal akan kepintarannya itu bertanya dengan sudut mulut terangkat. “Seorang puteri memanjat pohon?” tanyanya lagi pada Qiang. “Perilaku macam apa itu?”

Qiang menghela napas panjang, mengangkat bahu dan menjawab dengan gelengan kepala pelan, “Kalian akan terkejut setelah melihatnya nanti.”

“Apa maksudmu?” Jian Gui bertanya penuh wibawa. Sebagai kakak pertama sekaligus putera mahkota secara alami ia telah membawa keagungan putra langit  bersamanya, namun sayangnya hal itu tidak akan mempan pada Chao Xing nantinya.

Kolam pemandian itu mendadak hening untuk beberapa waktu saat keenam pangeran itu larut  dalam pikirannya masing-masing.

“Kakak Pertama, sebaiknya kalian melihatnya dengan mata kepala sendiri,” tegas Qiang memutus keheningan, dan segera disetujui oleh Renshu. “Dan ingat, jangan tertipu oleh wajah manisnya,” tambahnya mengingatkan.

“Apa dia semengerikan itu?” Jian Lei berangsur mundur hingga punggungnya menabrak bebatuan sisi kolam, bulu kuduknya meremang membayangkan kakak perempuan yang belum dikenalnya itu.

Renshu kembali mengangguk pelan. “Yang perlu kalian ingat adalah—jangan pernah menyulut kemarahannya,” ujarnya memperingatkan.

Ketujuhnya sama sekali tidak tahu jika kehidupan mereka yang biasanya abu-abu, akan menjadi berwarna seiring datangnya Chao Xing ke dalam kehidupan mereka.

24 Komentar

  1. Kok nggak ada rating nya ? :PATAHHATI

    Semangat !!! Buat ngelanjutin ceritanya :sangatterpesona

    1. fuyutsukihikari menulis:

      Makasih udah mampir dan baca! Lope2nya udah saya edit ulang. :beruraiairmata

  2. Lope nya gk bisa diklik :PATAHHATI
    kocak ini tujuh bersaudara .. kapan ya zian muncul lagi ?? Kasian chao xing

    1. fuyutsukihikari menulis:

      Makasih infonya, untuk lope2nya sudah saya edit lagi. Xixixi…
      Zian bakalan muncul, tapi masih lama… /plak
      Makasih udah mampir dan baca :dragonmuahsanasini

  3. Aku berusaha keras ngapalin nama pengerannya
    Ada 7
    Plus ngapalin urutannya
    Mwehehehe

    1. fuyutsukihikari menulis:

      Semangat! Anggap aja lagi ngapalin nama2 anggota boyband. Xixixi…
      :anakayamngeband

  4. Sering sering update yaa.. aku suka ????

  5. KEREEENNN….

  6. Bagus kak keren :sangatterpesona
    Ak juga baca yg di watty juga kak, g sabar nunggu aksi zian naklukin kerajaan angin

  7. Siti Fachriah menulis:

    Aaahhh… Penasaraaann…
    Jadi pengen baca yg di watty..
    Tapi sayang watty lagi ga bisa dibuka gara2 memory hp kepenuhan… Hikkss…
    Sabar menunggu diupdate disini aja deh

    1. sis di watty judulnya apa authornya sypa. TKs

  8. Punya kaka cowo itu kaya nya kereeeennn yaaaa… Meskipun begitu punya kaka cewe juga kereeeennn sweg!!! :superhero

  9. Kok Kaisar tega bgt c sama anaknya sendiri. Kalau Kaisar bertemu dengan Chao Xing sypa tau dy jd menyayangi Chao Xing setelah melihat kelincahannya

  10. Bagus…

  11. Chao Xing-nya kok kayaknya beringas kali ya, dari tanggapan abang”nya,,
    Tapi kerenlah kalau Chao Xing beringas, biar abang”nya gak usilin dia,,

    Semangat!!

  12. rennymamalia menulis:

    lanjut lg dong kak

  13. Lopenya qoq nggak bisa ya?? :ehhkenapa?? Bagus kak. Cewek kayak chao xing ini spesies langka yang perlu dilestarikan :KETAWAJAHADD

  14. Kak fuyutsuki pembaca PSA jugaaa… Gak nyangka…

  15. sukaaa bgt sm ceritanya,,,,, :HULAHULA

  16. aku ga hapal2 sama nama pangerannya :PATAHHATI

  17. Baca ulang lagi di sini

  18. fitriartemisia menulis:

    ini sampe ku catet lho kaka pertama sampe ke tujuhnya wkwkk

  19. Ceritanya baguusss

  20. Ditunggu kelanjutannya