Vitamins Blog

DWINA part 22

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

33 votes, average: 1.00 out of 1 (33 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

22. Ngeri

Hancur berantakan…

Barang-barang tersebar di lantai. Perlahan Dwina melangkah melewati serpihan beling tajam, mulutnya dia katup dengan ketat agar menahan rapih rasa terkejut saat ada bercakan darah menghiasi lantai.

Semua orang akan memohon pada sikap nekat Putri yang menggenggam sebuah pisau bermata tajam. Adrenalin Dwina di permainkan sampai ambang batas.

“Jangan Put… sekarang kasih pisau itu ke aku. Oke?” bujuk Nadia salah satu teman Putri yang lain.

Empat jam yang lalu, Dwina mendapat kabar Putri sedang mengalami stres berat. Secepat mungkin dia mengakhiri liburannya kemudian kembali dengan kapal pribadi yang di sewa oleh Arya menuju ke pelapuhan Ancol. Sedangkan Kak Bayu langsung mengantarkan Juwita pulang menggunakan taxi.

“Jangan gila kamu Put…” ujar Arya terendam oleh emosi. Bunuh diri adalah tindakan paling aneh sedunia. Seolah kita tidak memiliki Tuhan untuk mengadu segala kesedihan.

Putri memandang diri Dwina. Dia tersenyum kecut menanti apa yang di katakan sahabatnya tersebut atas tindakan gilanya. Ekspresi Dwina begitu datar, matanya terdapat kilatan marah. Namun, hampir beberapa waktu berlalu perempuan itu tidak kunjung angkat bicara. Ada gemuruh dalam hati Dwina yang bisa terbaca olehnya.

“Put.. please jangan kayak gini. Kita akan cari penyelesaian bareng-bareng” bujuk Erena-teman kampus Putri kini mulai melangkah memberanikan diri mendakat pada Putri. Sesaat Putri menjerit sebagai peringatan, melarang siapapun mencoba menghalangi tindakannya.

“Ya Allah non..” Bi Hajah-pembantu Putri menangis histeris.

“Biarin aja dia bunuh diri” semua orang kaget setengah mati dengan apa yang di katakan Dwina.

“Banyak orang sayang sama lo, tapi sedikitpun lo nggak pernah sayang sama diri lo sendiri. Benerkan apa yang gue omongin?” Dwina membentuk senyum licik.

Jiwa Putri terguncang dengan ucapan Dwina. Sahabatnya menyuruhnya bunuh diri? tidak mungkin Dwina sejahat itu padanya.

“Sekarang potong urat nadi lo, biar orang yang sayang sama lo berhenti melakukan hal sia-sia” lanjut Dwina

Putri langsung menggelengkan kepalanya kasar. Menolak perintah dari Dwina. Air mata menggenang pada pelupuk matanya. Pikirannya berputar sangat cepat.

Dwina tau seperti apa sifat Putri. Dia memiliki sifat keras kepala. Jika semua orang berkata tidak maka dia akan menjawab iya. Dwina hanya mengikuti kemauan Putri supaya sahabatnya bisa berpikir jernih. Hatinya sedih mendapati Putri memiliki segudang masalah dan kesulitan menceritakan pada orang lain.

“Butuh sebuah pelukan?” tanya Dwina sendu. Putri melepaskan pisaunya lalu mendekat lalu memeluk Dwina dengan erat.

Tangisan Dwina pecah bersamaan dengan Putri “kenapa lo tega ngelakuin itu ke gue Put..” seru Dwina penuh senggukan.

“Maafin gue udah ngelakuin hal buruk ke lo. Gue takut lo benci sama gue” Putri tidak sepenuhnya dalam keadaan sadar ketika melakukan hal buruk pada Dwina. Jiwanya kosong.

Kisah ini sangat menyedihkan. Bunda Putri mengetahui Ayahnya berselingkuh dan melakukan tindakan bunuh diri di dalam kamar Putri. Dan ketika pulang sekolah dia menemukan Bundanya telah tergantung di depan mata kepalanya sendir sehingga membuat psikologis Putri terpengaruhi untuk bertindak hal sama. Saat itu dia masih remaja, jiwanya sangat terguncang bahkan tak satupun keluarga yang mau mengurus Putri. Dirinya hanya di limpahi sebuah harta tanpa kasih sayang.

Dwina melepaskan pelukannya lalu menggandeng tangan Putri untuk keluar dari rumah megah. Arya ikut membantu membukakan pintu mobil Audinya.

“Pulang ke rumah aku aja kak” ujar Dwina.

Mobil Arya meluncur dengan kecepatan sedang. Rumah Putri ternyata berletak cukup dekat dari rumah Dwina. Sepuluh menit mereka telah sampai.

Tubuh menggigil Putri langsung hangat tertutpi dengan selimut tebal yang memiliki aroma khas Dwina “mulai sekarang jangan pernah minum-minum lagi. Rasanya nggak enak bikin pikiran keruh” Dwina membelai rambut Putri sangat lembut.

“Lupain semua yang kemarin. Gue udah maafin” kekecewaan Dwina langsung sirna sangat mudahnya karena rasa sayang untuk sahabatnya lebih besar dari rasa kecewanya.

“Gue juga minta maaf karena nggak ngasih tau tentang Arya dari awal” lanjut Dwina sambil menundukan kepala. Kalau tau masalahnya akan menjadi sebesar ini, dia akan mengatakan langsung semuanya.

“Dan berat hati gue katakan. Arya udah ngelamar gue” pilihan buruk berbicara satu kenyataan di waktu yang tidak tepat. Namun, Dwina sudah mendapatkan pengalaman pahit sebagai pelajaran hidupnya.

“Maaf. Gue nggak pernah ngehargai orang yang sayang sama gue” air mata Putri meleleh segera di hapus oleh ibu jari Dwina. Putri sadar dirinya dengan mudahnya membuang Arya yang jelas-jelas mencintai dirinya. Justru seenak hatinya mempermainkan perasaan laki-laki itu dan berfikir mudah akan bisa mendapatkannya kembali. Ternyata salah, Arya tidak akan sebodoh itu menerimanya.

Tidak ada yang meninggalkan Putri sebentarpun dalam keadaan sendirian. Secara bergilir Dwina, Arya, Bu Aminah bahkan Kak Bayu ikut menunggu Putri.

Sekarang Dwina yang gantian untuk bercerita. Mulai dari dia mengagumi Arya lalu tidak sengaja bertemu Arya terus hingga sekarang.

“Sampai dosen gue mukanya merah ngobrol sama Arya.. hahaha” Putri ikut tertawa mendengar kisah Dwina dan Arya dengan baik tanpa mengelak sama sekali. Dwina jarang sekali bersemangat seperti ini. Mungkin penyebabnya kali pertama Dwina dekat dengan seorang laki-laki.

Awalnya Putri mengkhawatirkan Dwina atas sikap Arya yang kadang suka psyco. Walaupun kenyataannya Arya memang lebih suka bertindak dari pada bicara membuat laki-laki itu terlihat agresif.

Selesai Dwina bercerita giliran Putri yang berbicara mengenai kejadian saat ulang tahunnya. Semua harus di akhiri dengan jelas agar hati ini tenang.

“Katanya lo dapet trauma setelah kejadian itu”

“Iya.. Jordan diam-diam masih suka hubungin gue. Gue takut” Dwina memperlihatkan pesan singkat dari nomer asing di ponselnya pada Putri.

Hai.. Dwina sayang. Bisa kita bertemu?

Menggelikan sekali. Itu yang ada di pikiran Putri. Dia semakin merasa bersalah telah menjerumuskan Dwina pada masalah. Jordan, laki-laki yang sedikit nekat dan kurang waras. Hidupnya sama kacaunya dengan hidup Putri. Entah mulai dari kapan laki-laki itu menarik Putri untuk menyukai pergaulan bebas.

“Gue akan bilang ke dia untuk nggak ganggu lo” janji Putri.

Namun, di tempat lain Jordan sedang tersenyum senang memandangi foto-foto Dwina yang tampil cantik. Dwina perempuan satu-satunya yang sangat menggairahkannya. Dirinya selalu penasaran dengan apa yang ada di pikiran perempuan tersebut. Makian? dendam? amarah?

Dia sangat senang melihat Dwina tersiksa, menangis dan memohon padanya.

8 Komentar

  1. owh,,
    ini mah bukan Arya yang psyco,,
    tapi si Jordan nih,,

  2. Di Jordan lebih psyco dari Arya. Teramat sangat waed lahhh….

  3. Alhamdulillah dwina dan putri sudah baikan dan sahabatan lagi
    Sekarang giliran jordan yg harus diwaspadai , dia pengen buat dwina menderita :LARIDEMIHIDUP

  4. Yeayyyy, akhirnya mereka baikan jg

    1. Akhirnyaaa??

  5. fitriartemisia menulis:

    Jodran yang psycooo

  6. Jordan pyscho??

  7. Ditunggu kelanjutannyaa