Vitamins Blog

The Angel’s Destiny – Bab. 1

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

23 votes, average: 1.00 out of 1 (23 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 
Suara tubuh terjatuh itu membuat penghuni hutan Forecst langsung berlari kesana-kemari hingga keributan di tengah hutan sepi terjadi.

Azazil mengerang merasakan hawa panas tubuhnya semakin menyiksanya. Tubuh lelaki itu meringkuk menahan sakit bahkan dada Azazil terasa perih entah kenapa. Suara hukuman untuknya masih terdengar di telinga Azazil, walau dirinya tahu itu hanyalah ilusi sang pemberi ilusi.

Azazil membuka mata merasakan hawa panas di tubuhnya tersedot, dengan lunglai Azazil duduk di antara keremangan hutan. Hari akan beranjak gelap, Azazil menipiskan bibir menyadari fakta kalau dia di buang ke dunia. Membuat Azazil tidak suka, kenapa harus ke tempat ini? Azazil tidak pernah yakin tentang cerita Adam sang manusia pertama tapi sekarang dia sendiri mengalaminya.

Dengan tertatih-tatih Azazil yang sudah bangun berjalan dengan perlahan membelah keremangan hutan. Merasakan dadanya kembali di hujam kesakitan yang membuat Azazil mengerang tidak tahan, tubuhnya yang telanjang kembali terkulai lemah dengan keadaanya. Tubuh Azazil ambruk dengan erangan kesakitan yang membuat Azazil membuat hutan sepi itu kembali meributkan diri.

“Apa yang terjadi padaku?” Azazil bertanya pada dirinya sendiri merasakan dorongan ingin menghujam dadanya dengan apapun asal dia tak merasakan rasa perih tak terperi ini.

Suara derap langkah mampu di dengar Azazil disela rasa sakit yang lagi-lagi membuat dadanya seolah berlubang. Azazil mengangkat wajahnya menemukan wajah sang sahabat tengah berdiri di depannya. Senyum lemah Azazil terhias lemah.

“Raiz.” Azazil menyebut nama itu dengan kesakitan membuat Raiz, sang malaikat penjaga langsung duduk di depan Azazil memberikan Azazil sebuah mantra penghilang rasa sakit hingga Azazil bisa kembali duduk dengan tegak. “Apa yang terjadi padaku Raiz?” Azazil bertanya merasa aneh dengan dadanya yang seolah berontak.

Rais berdehem, merasakan netranya sedih melihat keadaan sang Azazil yang selemah ini. “Itu hukumannya wahai Azazil, hukuman untuk dirimu adalah hatimu bukan milik kamu lagi.” Raiz berucap membuat Azazil menatap tercengang. Jadi yang berontak bukan dadanya, tapi isi di dalamnya? Azazil benar-benar tidak mengerti.

Senyum ironi kembali tersungging di bibir Azazil merasakan dorongan untuk menertawakan diri. “Apa yang membuat kamu kemari Raiz?” Azazil mulai menatap sang malaikat penjaga dengan bingung. Apa dia bisa di kunjungi dengan mudah? Bukankah salah satu hukuman untuknya adalah menghilangnya dia dari Eden berarti penghuni Eden tak bisa menemui dia?

“Memberikan kamu ini.” Raiz memberikan jubah hitam untuk Azazil yang masih telanjang. “Pandora membantu aku untuk keluar, dia bilang hutan ini memiliki istana di tengah hutan. Istana itu dulunya milik seorang Peri tapi sekarang milik Pandora, dia bilang kamu harus tinggal di sana sampai kami mempunyai jalan keluar untuk semua masalah ini.” Raiz menjelaskan membuat Azazil menatap tidak mengerti.

“Kami?”

“Pandora dan aku tentu saja. Juga beberapa orang yang masih setia dengan kamu wahai Azazil.”

“Apa tidak ada cara menggagalkan kutukan itu?” Azazil bertanya langsung memakai jubah yang diberikan Raiz dan mengabaikan luka menganga di punggungnya. “Sayap ku menghilang.” Azazil kembali berucap menatap Raiz yang balas menatapnya luka.

“Satu cara Azazil dan kamu bisa bebas.” Raiz mengutarakan pesan Pandora dan menatap Azazil dengan ragu.

“Apa itu?” Azazil bertanya penasaran.

“Bunuh kutukan itu Azazil, Pandora memastikan kalau kamu membunuh kutukan itu maka kamu akan bebas darinya.” Raiz menjelaskan membantu Azazil berdiri yang terlihat kepayahan.

“Kamu terdengar ragu Raiz, apa yang kamu sembunyikan sebenarnya?”

“Kutukan itu ada bukan untuk kamu bunuh, mereka bilang kalau kamu tidak akan sanggup membunuhnya.” Raiz menundukkan kepala, takut kalau Azazil murka. Azazil memang di kutuk dan di buang dari Eden tapi kekuatannya masih sama, Azazil masih menjadi pemilik pedang Angkara.

Azazil terkekeh, merasakan dorongan untuk membunuh siapapun yang mengatakan dirinya tidak sanggup. “Aku akan membunuh kutukan itu kalau begitu. Dan akhirnya mereka akan puas dengan praduga mereka sendiri.” Tampang pongah sang Azazil tak juga reda.

“Kalau begitu aku harus kembali, aku takut ada yang tahu aku menemui kamu.” Raiz menepuk pundak Azazil dan berubah menjadi debu yang kemudian di bawa angin terbang.

Azazil mendesah merasakan dorongan untuk marah tapi di tahannya. Kalau dia marah sekarang mereka yang menatapnya di langit pasti akan tertawa kesenangan.

Langkah Azazil kembali membelah hutan sepi.

***

Suara sayup-sayup kepakan burung gagak membuat Azazil membuka mata birunya melihat keadaan hutan yang sudah menampakkan cahaya kecil yang tidak menerangi seluruh hutan. Hutan sepi memang tidak bisa ditembus oleh cahaya, karena keadaan hutan yang tak pernah tersentuh tangan jahil manusia yang membuat hutan sepi masih terjaga dan masih mengerikan.

Azazil membuka pintu kamar dengan dua pintu dan di hias ukiran naga di setiap sisi pintu. Suara derap langkah membuat Azazil memandang dengan mata menyipit dan langsung menemukan siapa yang ada di balik dinding yang tengah sibuk di dapur yang menurut Azazil lebih pantas di sebut kandang binatang aneh tersebut.

“Apa yang kamu lakukan di sini Pandora?” Azazil bertanya kepada sosok wanita yang sudah berdiri di depan Azazil tapi agak jauh dari jarak sang mantan malaikat.

Wanita dengan rambut yang panjang sampai mata kaki tersebut terkekeh geli, melihat penampilan Azazil yang urakan. “Malaikat tidak pernah tidur, aneh saat aku lihat sang Azazil tertidur.” Pandora tak menjawab tanya Azazil malah sibuk menatap Azazil dengan tampang bangun tidurnya.

Azazil berdecak kesal, dia juga tidak ingin tertidur tapi kenapa mata shappire miliknya selalu terasa lelah saat bulan memunculkan diri di langit dunia. Azazil melangkah melalui Pandora yang masih menatapnya geli, dengan cepat Azazil mengambil minuman di dalam lemari dingin dan meminumnya dengan sekali tegukan.

“Aku mendengar kamu bertarung dengan Elf, apa aku salah Wahai Azazil?” Pertanyaan Pandora membuat Azazil berbalik menatap wanita bermata merah muda tersebut.

Azazil menggeleng. “Kamu benar. Beberapa hari yang lalu aku bertarung dengan bangsa Elf. Mereka memancing aku.” Azazil menerawang ingat betul pertarungannya dengan bangsa Elf yang memiliki tingkat tubuh kecil tapi memiliki aura kuat yang membuat Azazil murka.

Pandora memutar bola mata. “Oh Sang Azazil, yang aku dengar tidak seperti itu.”

“Lalu seperti apa?” Nada mengejek terkandung dalam suara dalam Azazil.

“Kamu membenci mereka karena tidak mau mematuhi keinginan kamu.” Pandora berubah dengan nada yakin membuat Azazil kembali terkekeh geli. Pandora menatap Azazil menunggu jawaban, tapi Azazil masih terlalu sibuk dengan dirinya sendiri.

“Apa aku masih menjadi perbincangan hangat di antara penduduk Eden?” Azazil malah bertanya melenceng dari pembahasan mereka.

Pandora mengangkat bahu. “Sepertinya kamu tetap akan menjadi perbincangan di antara kami. Bahkan kamu belum menemukan pengantin kamu.” Azazil menatap nyalang mendengar ucapan Pandora saat wanita itu menyebut kutukannya sebagai pengantin.

“Dia bukan pengantin aku Pandora, jangan bicara yang mengada-ada.” Suara Azazil menajam membuat Pandora langsung mengangkat tangan menyerah.

“Jadi dia belum lahir?” Pandora masih membahas kutukan Azazil tapi kali ini tak sampai menyinggung titik sensitif nya.

Azazil menggeleng. “Kalau dia sudah lahir maka kamu akan melihat pedangku mengeluarkan diri.” Azazil begitu yakin bisa membunuh kutukannya, bahkan dia akan membunuhnya dengan memakai pedang Angkara yang menurut banyak orang adalah salah satu senjata terkuat tanpa tandingan.

“Apa kamu bisa merasakan kalau di akan lahir?” Pandora kembali bertanya, lebih kepada rasa ingin tahu sekarang.

Azazil tanpa sadar memegang dadanya yang masih terasa sakit, tapi bertahun-tahun rasa sakit itu menjadi kebiasaan buat Azazil. “Dadaku, lebih tepatnya jantungku akan memberitahu aku kehadirannya.” Jawab Azazil meringis kembali di hantui dengan kesakitan di dadanya.

Pandora mengangguk mengerti dan tak membahas masalah kutukan lagi saat sahabatnya itu menahan sakit yang membuat Pandora menatap sedih tapi di sembunyikannya.

***

Azazil mengerang memukul dadanya dengan kekuatan penuh membuat dadanya membiru di sana. Tapi seberapa kuatnya Azazil memukul dadanya maka sekuat itulah rasa sakitnya berlipat ganda membuat Azazil berteriak kesakitan. Azazil tidak pernah merasakan sesakit ini di dadanya bahkan dadanya seolah merobek dirinya sendiri dari dalam.

Pemahaman muncul di kepala Azazil membuat bibirnya menyunggingkan senyum sempurna walau jejak-jejak kesakitan itu masih kentara.

Dengan cepat Azazil bangun dari ranjang dan menyambar jubah hitam yang tergantung di sudut ruangan. Azazil memakai jubahnya dan mulai berlari membelah hutan sepi. Azazil melesat seperti cahaya hingga membuat dia tak terlihat, sayapnya boleh menghilang tapi kecepatan lari Azazil masih tak bisa tertandingi.

Azazil melewati hutan Sepi tanpa ada kendala apapun, dengan langkah pelan Azazil telah sampai ke jalan raya yang hanya di lalui berbagai mobil tanpa adanya pejalan kaki seperti dirinya. Azazil menaikkan jubahnya, menutup kepalanya hingga menutupi rambut pirangnya dengan rapi. Sunggingan senyum Azazil kembali terkembang saat kebenaran menghampirinya dengan cepat.

Kutukannya telah lahir, akhirnya Azazil bisa kembali merasakan kebebasan kalau dia sudah menancapkan pedang Angkara ke kutukan itu.

Sebuah rumah yang jauh dari hutan Sepi menjadi tujuan sang mantan malaikat. Mata biru sapphire miliknya menatap nyalang kearah suara tangis yang mendera indera pendengarannya. Azazil kembali berlari melesat seperti peluru, tak peduli lagi dengan berbagai pasang mata yang menatap aneh ke arah pusaran​ di mana Azazil lewat.

Azazil telah sampai di pekarangan rumah mungil dimana ada sebuah persalinan di dalamnya membuat Azazil langsung menyelimuti dirinya dengan api biru yang membuat dia tidak terlihat. Langkah Azazil pelan menembus pintu berwarna putih dan langsung menemukan ruang depan yang kecil, Azazil mendongakkan kepala menatap kearah tangga yang ada di sebelah kanannya. Di atas sanalah kutukan itu ada.

Tidak ingin ada keraguan di dalam dirinya Azazil mulai merentangkan kedua tangannya dan sebuah pedang yang panjang dan memiliki ujung yang sangat tajam keluar di telapak tangan Sang Azazil. Pedang itu terlihat memiliki warna putih dan gagang pedang yang memiliki ukiran cantik membuatnya terlihat indah namun mematikan.

Dengan pedang di tangan kanannya Azazil mulai menaiki tangga dan api biru yang menyelubungi dirinya membuat Azazil terlihat mengagumkan.

Azazil mendengar suara beberapa orang yang mulai bercakap dengan ucapan kagum.

***

Bayi itu sangat indah, kulitnya seputih salju dengan mata yang terlihat hitam di tengahnya dan warna biru di pinggirannya. Kombinasi warna yang mengagumkan juga hanya bayi mungil itu yang memiliki mata seperti itu membuat beberapa orang yang mengelilinginya merasa terkagum-kagum.

Bayi mungil itu menggapai di gendongan bibinya dan mulai menangis kembali seolah tak suka di kekang. Semua orang yang ada di sana menatap bayi yang terus menatap kearah belakang tubuh bibinya. Entah apa yang dia lihat di sana? Karena apapun itu si bayi benar-benar ingin memiliknya.

“Apa yang kamu lihat sayang? Apa yang ada di sana?” Si bibi bertanya mulai bingung dengan mata bayi mungil yang terus menatap kearah belakang bibinya.

Semua tertawa melihat tangisan si bayi, mereka semua tidak sadar kalau sumber tatap sang bayi mungil tengah merintih kesakitan.

Azazil memegang dadanya seolah kembali di ejek oleh sang takdir, seharusnya dia tahu saat kutukan itu muncul berarti dia tak bisa melenyapkan nya. Azazil terlalu sombong dan sekarang dia menerima sendiri akibat dari kesombongannya.

Azazil telah jatuh cinta, jatuh cinta kepada teman takdirnya. Saat dia mengatakan cinta bahkan Azazil sadar dia akan mampu mengorbankan dirinya sendiri demi bayi bermata unik tersebut.

Tubuh Azazil yang masih terduduk di atas lantai beralaskan kayu itu tiba-tiba menegang, merasakan aura bahaya yang melingkupi rumah. Dengan cepat Azazil melesat menembus pintu dan langsung melihat awan mendung berarak dari langit. “Sialan, Pelahap Maut!” Azazil mengumpat, merasakan pedang Angkara yang sudah mulai bergetar di tangannya tanda siap membunuh siapapun musuh sang Azazil.

Azazil mendongak, mata biru shappire nya langsung melihat beberapa tengkorak berjubah hitam muncul di sana. Melayang di atas Azazil karena tidak bisa masuk rumah yang mereka tuju. Api biru milik Azazil telah menutup seluruh rumah hanya untuk menjaga bayi mungil yang tentu saja akan tanpa ragu di lakukan oleh Azazil.

Azazil membuka tudung jubahnya, merasakan darah menggelegak di tubuhnya. Pedang angkara sudah ada di tangan kanannya siap menebas.

“Wahai Azazil, ternyata dugaan kami benar kalau bau harum itu milik pasangan takdir mu.” Pernyataan salah satu Pelahap Maut yang telah berdiri di depan Azazil membuat Azazil menyeringai datar.

Mata biru Azazil menatap Pelahap Maut dengan amarah. “Kalian mengetahuinya tapi masih berani menampakkan diri? Tentu kalian sudah tidak ingin ada di Dunia bawah.” Nada mengancam Azazil tentu saja akan membuat makhluk waras menyingkir. Tapi Pelahap Maut bukan salah satunya, mereka banyak dan selalu menyerang bersama. Azazil tahu akan kewalahan tapi bukan tidak mungkin mampu membunuh semuanya.

Gigi Azazil bergemeretak kasar saat ada salah seorang dari Pelahap Maut yang mencoba maju ke dalam api birunya. “Sepertinya percakapan kita sudah usai Wahai Azazil.” Bukan usai dalam artian mereka telah menyerah, tapi yang berbicara dengan Azazil langsung maju menyerang dengan tangan yang tinggal tulangnya.

Azazil mengayunkam pedang Angkara yang langsung saja membuat seorang Pelahap Maut menjadi debu, dengan cepat Azazil bergerak dan memutar untuk membumi hanguskan para Pelahap Maut yang menyerangnya bersamaan.

11 Komentar

  1. Tuhkan bener Azazil ga mampu membunuh kutukannya sendiriiii

  2. Baca ini jg inget Arne sama babang Azhura deh

    1. Yeniariani menulis:

      Terinspirasi dari Azura juga pas nulis cerita ini… He

  3. Kutukan nya Azazil si bayi itu kn?

  4. farahzamani5 menulis:

    Nahhh kan Azazil msh aja sombong dah ni, aihhhh nahh kan ga bsa bunuh kan jdi ny, malah jatuh cinta pula, bakal rumit dah nih hihi
    Ditunggu part selanjutny
    Semangat trs yak ka
    ‘td pgi kyk udah komen dah aq, ehhhh ternyata blom, mungkin bru bca aja kli ya, komen ny lupa hihi’

  5. mardilestari menulis:

    Ceritanya bagus….tapi klo bol3h saran nih ya, pas percakapan antara 2 orang pake kau dan aku aja, ga ush pake kamu dan aku, terlalu baku…
    Ok di tunggu updatean selanjutnyaà..

    1. Yeniariani menulis:

      Thanks… Jangan bosan kasih sarannya ya.. he

  6. PrinsiaWahyuK menulis:

    Nice story. Bahasanya bagus, tapi, kok, aku lebih suka kau sama aku, ya? But, semuanya kembali ke kamu aja. Lanjut.

  7. Sukaaa :inlovebabe

  8. fitriartemisia menulis:

    hmmm, Azazil :CURIGAH

  9. Hihihi seketika mengenang babang Azhura Khan duh-duh-duhh kalian yang punya pasangan takdir mempunyai kutukan sekaligus anugerah hihihi…
    Tak sabar nunggu si bayi beranjak dewasaa :NGEBETT