Vitamins Blog

EPIPHANY : BAB 1 (Slow Grenade)

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

“You say my name like you know my dark side. Can’t beat the taste of the tears that I’ll cry.”
Ellie Goulding-

“Dia memang panas.”

Andrew hanya diam mendengar komentar dari Cass. Pria bertubuh agak tambun itu menatap pada Drew sebentar, kemudian kembali pada orang yang mereka amati.

Gadis tersebut baru sampai di emperan toko yang tutup. Persis seperti rencana mereka. Harus Drew akui, gadis tersebut jauh dari perkiraannya. Ia mengira sasaran kali ini adalah gadis kaku, berpakaian kuno dengan tubuh kurus serta kacamata dan wajah yang tidak menarik. Tapi yang ia temukan saat ini justru seorang gadis berpakaian modis dengan tubuh langsing dan kencang. Lalu kakinya? Tak terlihat lemak sedikitpun. Seperti kata Cass barusan, dia memang panas.  Sangat berbeda dengan gambaran yang ia dapatkan 7 tahun yang lalu. Ia akan memastikan warna mata gadis itu saat mereka bertemu nanti. Walaupun ia tidak tahu bagaimana pendapat perempuan itu padanya? Ia terkekeh sinis dalam pemikiran tersebut.

“Drew, kau yakin dengan rencana ini?” Drew mengalihkan pandang. “Ini bukan sesuatu yang kurencakan dalam waktu satu minggu, Cass.” Tidak ada keraguan dalam jawaban Drew. Lelaki itu tidak akan melewatkan kesempatan ini, dan akan mendapatkan targetnya. Drew sangat senang saat mendapatkan informasi, bahwa Miss Nolan akan kembali ke New Orleans setelah tujuh tahun pindah ke tempat lain. Seolah mereka memang ditakdirkan untuk segera bertemu, untuk menyelesaikan cerita masalalu. Keadilan dan sakit hati. Miss Nolan jelas adalah ladang emas bagi Drew. Dengan membawa Miss Nolan, maka ia bisa sampai ke akhir cerita. Kebencian mengakar dalam hati Drew. Cass mengangguk, namun di wajahnya masih tersirat keraguan. Lelaki itu tidak memperhatikan wajah Drew yang menggelap.

“Grady tidak akan menyukai ini, kau tau itu, ‘kan?”

“Dia memang tidak pernah menyukai setiap rencanaku,” sahut Draw  mendesis. Cass hampir membuatnya kehilangan kesabaran karena membawa Grady dalam perbincangan mereka. Bahkan untuk saat ini, ia terpaksa membiarkan Cass membantunya karena Grady si tua bangka itu bersikeras. Seperti Drew akan memerlukan bantuan saja? Ia sudah terbiasa dengan hal kecil seperti ini. Jika saja Grady berpikir untuk tidak mengajak bokong payah putranya, mungkin Drew akan lebih senang.

Terbiasa dengan nada bicara Drew yang kasar, Cass mengangkat bahu cuek. “Maafkan aku, tapi kami berharap kau melakukannya dengan hati-hati. Aparat kepolisian tidak akan tinggal diam.”

“Kau pikir aku tidak pernah memikirkan hal itu? Polisi tidak akan bisa menghentikanku.” Bahkan jika Tuhan  mencoba untuk menghentikannya sekalipun.

Drew melihat pergerakan dari Miss Nolis, matanya menyalang. “Lebih baik kau diam, Cass, jika kau terlalu takut untuk itu semua, aku tidak keberatan menurunkanmu di sini.”
Mendengar nada memperingatkan dari Drew, maka Cass memilih untuk diam.

Lelaki dengan iris mata hazel itu melirik jam tangannya. Ia mengangguk pada Cass sebagai kode. Ini saatnya. Drew dan Cass memakai topi hitam dan sarung tangan yang sudah mereka siapkan. Mereka turun dari mobil dan bersiap melaksanakan rencana mereka.

****

Drew merasakan udara dingin menembus jaket kulit yang ia kenakan. Sebelum hujan berderai, ia berjalan dengan langkah hati-hati menuju emperan toko. Memang pas, pikirnya. Jalanan siang itu sangat sepi. Beruntung juga, sangat tepat untuk melakukan tindak kriminal.

“Saat itu hujan deras, aku berlari, sangat ketakutan. Aku bersembunyi di belakang emperan toko. Kurasa dia mengikutiku.”

Dibuatnya sealami mungkin hingga gadis yang ia incar sama sekali tidak curiga. Drew menurunkan topi hitamnya hingga menutupi wajah. Tampaknya Laura sedang sibuk dengan pikirannya hingga tidak menyadari apapun.

Bodoh, geram Drew dalam hati. Dilihatnya gadis itu meremas tas tangannya dan berkali-kali melihat arloji. Dia seperti ketakutan, bahkan ketegangan gadis itu terlihat sangat jelas di mata Drew. Bagus, memang itu yang ia inginkan. Dengan sengaja Drew membuat suara-suara berisik menggunakan kakinya.

“Memang benar, aku tidak berbohong, ia mengenakan jaket hitam, aku tidak melihat wajahnya. Kau tau? Hujan deras dan daerah itu memang jarang dilewati banyak orang. Dia melihatku.”

Laura menoleh ke arahnya. Dengan mata bersinar kaget, gadis itu hampir pingsan sepertinya.

“Demi Tuhan, saat aku akan berlari dia meringkusku dari belakang, ss-saat itulah dia berbisik,”

Apa yang dia bisikkan, Nak?”

Drew menangkap pinggangnya. Menarik kedua tangannya ke belakang. “Merindukanku?”

“Siapa kau?!” Gadis itu memekik. Andrew hampir tersenyum. “Kau mungkin belum melupakan apapun.”
Napas gadis itu tercekat, wajahnya mengerut seolah kesakitan. Beberapa detik kemudian, tubuhnya lunglai dan ambruk ke arah Drew. Gadis itu kehilangan kesadaran, bahkan sebelum Drew menggunakan cairan biusnya? Drew menyadari sesuatu, wajah gadis ini bukan hanya menarik. Laura Nolan adalah gadis yang sangat cantik. Dan kini, Drew sudah tau warna matanya. Biru terang.

“Sialan, sudah kuperingatkan kau, Drew!” Cass memekik.

Oh, Drew juga harus membereskan lelaki payah itu setelah ini.

“Kendalikan nada bicaramu. Jika kau membuatku dalam masalah, kau akan tahu akibatnya, Cass.”

Cass tahu Drew tidak main-main. Lelaki itu bisa seganas monster jika sedang lepas kendali. Drew senang ketika Cass tidak mendebatnya. Mereka bedua memasukkan Laura ke kursi penumpang. Drew masuk ke mobil lebih dahulu, ketika Cass akan masuk, terdengar suara pintu dikunci dari dalam. Kedua matanya menatap heran pada Drew. Saat itulah ia melihat Drew mengarahkan senapan padanya, “Terimakasih, Cass,” Drew tersenyum, “tapi kurasa, bantuanmu cukup sampai di sini.”

Cass tidak sempat memberikan reaksi, berteriak ataupun mengumpat karena pelatuk sudah ditarik.

****

Drew menyetir hingga menjauh dari kota. Saat ini tujuannya adalah membawa Miss Nolan menjauh dari keramaian. Ia berhenti sebentar untuk mengisi bahan bakar. Dengan sengaja ia memilih tempat yang dirasa sepi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Drew berjalan menuju kursi penumpang. Ia akan memeriksa keadaan gadis itu. Dilihatnya Laura masih pingsan. Pipi gadis itu nampak memucat karena udara yang lumayan dingin. Drew bergerak ke bawah, meraih kaki gadis itu untuk melepaskan sepatunya. Ia harap Laura tidak sadarkan diri untuk waktu yang lebih lama. Dengan begitu, ia tidak perlu menghadapi keributan yang tidak perlu.

Diraihnya tas kecil yang tadi Laura bawa. Ia akan memeriksa ponselnya. Untuk mengorek informasi sebanyak mungkin. Setelah mengantongi ponsel tersebut, Drew tidak segera beranjak. Matanya memperhatikan gadis mungil yang kini terkulai lemas di mobilnya. Apa yang bisa dilakukan oleh gadis semungil dia? Ia bertanya dalam hati. Andrew menggelengkan kepalanya. Ia harus menjaga jarak dari gadis itu. Mereka tidak memiliki hubungan apapun kecuali peristiwa tujuh tahun yang lalu. Sebaiknya kau ingat itu baik-baik, Drew.

Andrew kembali ke kursi pengemudi. Belakang kepalanya terasa sakit. Beberapa hari ini ia kesulitan tidur.

“Siapa kau?”

Sebuah belati dingin hampir mengenai kulitnya.  Andrew menatap ke arah cermin. Pandangan mereka bertabrakan. Andrew hampir tergelak, tapi ditahannya. “Temanku yang ceroboh itu pasti meninggalkan belatinya begitu saja. Kau harus bersyukur atas keberuntunganmu.”

Laura mengencangkan lingkaran lengannya di leher Drew. “Sialan, kau,” desis Laura. “Katakan padaku apa motifmu, atau pisau ini akan menggorok lehermu.”

Sangat pemberani. Drew tersenyum miring.

“Sayang, sekali. Aku berani bertaruh kau bahkan belum pernah memotong ikan ataupun hewan lainnya. Tanganmu bergetar, sayang.” Andrew menyeringai dengan kurang ajar. Ia yakin Laura semakin naik pitam karenanya. Dirasakannya pegangan gadis itu semakin kencang.

“Berhenti membual dan katakan padaku siapa yang memintamu melakukan ini?!” Suaranya terdengar bergetar. Tapi kedua mata biru itu memancarkan sebuah tekad yang kuat.

Wajah Drew berubah dingin. Tatapannya menjadi bengis. Dalam sekali gerakan, ia sudah berhasil membalikkan keadaan. Drew sudah terlatih untuk itu semua. Dipelintirnya tangan Laura dan pisau itu terjatuh. Laura memekik kesakitan.

Andrew mendekatkan wajahnya di telinga Laura. “Kurasa kita belum berkenalan secara resmi, Laura Nolan?”

****

17 Komentar

  1. Yay, akhirnya update juga. Penasaran ada masa lalu apa di antara mereka. Drew kayaknya benci banget ke Laura.

    Ditunggu update selanjutnya. Semangat!!! :kisskiss

  2. Safliza Murdani menulis:

    Jejak

  3. Tks y kak udh update. Psnasaran sama klnjutanny. Knp Drew culik Laura ya

  4. Ditunggu update selanjutnya.penasaran

  5. Yeeeii

  6. Makasih update nya

  7. Safliza Murdani menulis:

    Keren ya cerita nya

  8. Lanjut kak :grrr

  9. Kami tunggu lanjutannya

  10. Bagus banget

  11. Bilblshtxrlty menulis:

    Huhu pengen lanjut tapi rasanya ga bisa nulis lagi :pedas :aw..aw