Vitamins Blog

Axlat si Peti Angkut Kecil

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

26 votes, average: 1.00 out of 1 (26 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Untuk Zhoe si penulis puisi yang selalu mau membaca ceritaku, Airi seorang illustrator berbakat dan kalian semua selamat membaca. Cerita ini terinspirasi dari Thomas si Kereta Api dan Latar Belakang Tugas Akhir saya. Terima kasih juga untuk Dit yang sudah membuat ilustrasi. Salam dari pandwd si mahasiswa tingkat akhir yang belajar menjadi penulis dongeng amatir. 

 

Suatu hari, di desa Isabel, tinggallah keluarga peti angkut yang bahagia. Ini adalah masa dimana benda mati bisa berbicara, berpikir dan merasa layaknya manusia. Tak ada yang tidak mungkin bukan? Dengan teknologi yang semakin maju setiap saat. Selamat menikmati kisah tentang Axlat si Peti Angkut kecil.

 

“Selamat Ulang Tahun yang ke sepuluh nak. Kami menyayangimu” ucap Anya sang Ibu sambil mengusap tubuh anaknya sayang.

Anak itu tersenyum menatap seluruh keluarganya, dan berlari riang mengitari rumah mereka dengan tubuh mungilnya.

“Selamat Ulang Tahun Axlat, ini kado dari kami berdua” ujar si sulung. Axlat  tersenyum dan mengangguk sambil mengambil kadonya dengan antusias.

“Terima kasih Zahar dan Marrie , woooow ibu lihat ini mereka memberiku lampu yang indah, aku takkan takut tidur sendirian.” teriaknya kepada ibunya. Sebuah lampu tidur yang berbentuk bola dibungkus dengan lilitan rotan yang indah dihadiahkan untuknya yang sering ketakutan ketika harus tidur sendiri. Lampu tidur itu akan member cahaya yang temaram sehingga tidurnya lebih nyenyak dan lebih baik dibanding ia tidur dengan lampu yang terang.

“Siap dengan tugas pertamamu nak? “ Tanya Hebe sang ayah. “Aku selalu siap ayah, sekali lagi terima kasih.” Ujarnya sambil mendekatkan tubuh ke keluarganya.

Axlat sangat menantikan tugasnya yang pertama, hanya container berumur sepuluh tahun di dunia container yang boleh melakukan tugas untuk melakukan pengangkutan pertama kalinya. Si bungsu Axlat mulai menerka – nerka apa yang akan menjadi tugas pertamanya. Ayahnya bercerita , 30 tahun yang lalu ketia ia  berumur 10 tahun, ia sudah diajak mengantarkan sejumlah mebel dan kayu-kayu terbaik milik Tuan Gendut keluar dari Kota Fini, kota mereka menuju Kota Campus selama satu minggu penuh. Axlat sangat bangga kepada ayahnya, ayahnya memiliki banyak pengalaman mengantar barang hingga ke negeri sebrang memang melelahkan tapi sangat jarang sebuah container atau peti angkut diberi kepercayaan hingga ke negeri sebrang, hanya peti angkut yang kuat saja yang beruntung menjalaninya. Sejujurnya, dalam hatinya Axlat merasa cemas ia tidak akan mendapatkan pekerjaan sama sekali. Ukurannya sangatlah kecil 10 kali lipat lebih kecil dari ukuran ibu dan kakak perempuannya Marrie bahkan 20 kali lipat lebih kecil dibandingkan dengan tubuh ayah dan kakak laki-lakinya Zahar. Sebagai laki – laki tentu saja ia merasa malu karena tubuhnya lebih kecil dibandingkan tubuh anak perempuan seusianya.

“Ibu akankah aku mendapatkan pekerjaan nantinya?”tanyanya dengan nada khawatir yang tak dapat ditutupi.

“Tentu saja anakku, semua peti angkut akan mendapatkan tugasnya masing – masing, tak usah cemas sayang.”

“Tidak bocah kecil, kau tidak akan diterima dimanapun dengan tubuhmu itu, bahkan Marrie yang perempuan ketika seusiamu tubuhnya lebih besar.”ujar Zahar tiba-tiba.

“Zahar, jangan berkata seperti itu pada adikmu!”ujar Anya si ibu marah dan cemas melihat raut murung Axlat.

“Maafkan aku ibu, maaf adik kecil, kakak hanya bercanda.” Zahar pun mulai kawatir.

“Tidak apa kakak, mungkin benar aku tidak akan diterima dimanapun sebagai pengangkut.”

“Jangan dengarkan kakakmu nak, kau akan mendapatkannya nanti, bersabarlah dan jangan terburu – buru. Mungkin hanya waktunya. Dan kau Zahar bersihkan tubuhmu! Kau baru saja datang dari pelabuhan. ”perintah si ibu.

“Baik bu, sayang sekali hari ini tidak ada ikan beku ataupun mesin – mesin perkantoran yang bisa aku angkut. Mungkin seminggu atau mungkin sebulan ini aku akan libur, jika tidak ada kapal yang datang.” Gerutu Zahar menuju tempat pembersihan. Axlat hanya menangisi keadaannya dalam diam, berjalan lesu menuju biliknya.

 

 

“Aku baru saja melewati toko milik Tuan Gendut, sepertinya ia akan membawa hasil mebelnya ke kota.” Marrie peti angkut berwarna coklat itu baru saja pulang dari tugasnya mengangkut bahan makanan untuk toko-toko di sekitar desa Isabel, desa mereka, bercerita pada ibunya. Terkadang ia bertugas untuk mengantarkan minuman atau bahan makanan yang membutuhkan dingin hingga ke kota, berbeda dengan truk – truk yang mengangkut bahan makanan segar atau hasil panen.  Berbeda dengan ayahnya dan Zahar si sulung, Marrie bisa pulang hampir tengah malam jika ia hanya mengangkut barang di  desa mereka atau baru pulang esoknya ketika ia harus ke kota atau ke desa lain. Berbeda dengan Anya, hanya berugas mengantar paket kantor pos di desa mereka, ia akan bangun pagi-pagi untuk membangunkan anak-anaknya, menyiapkan kebutuhan keluarganya kemudian bersiap dijemput oleh petugas kantor pos untuk membawa paket. Biasanya ia akan pulang sebelum matahari tenggelam, atau lebih awal jika paket atau surat yang ia bawa hanya sedikit. Sama seperti Marrie, ia mendapatkan tugas ini sejak umurnya 11 tahun, karena hal inilah ia selalu berusaha menenangkan Axlat agar tidak khawatir belum mendapatkan pekerjaannnya, hanya saja sebelum Anne menikah dengan Hebe, ia terbiasa melakukan pekerjaan hingga keluar kota.

“Ibu, bagaimana jika aku melamar di toko tuan Gendut” Axlat Nampak ragu sejenak. “Tidak ada salahnya nak, tidurlah, besok pagi-pagi sekali kau harus bangun, untuk melamar disana”

 

 

Pagi – pagi sekali dengan tergesa ia berangkat menuju toko mebel tuan Gendut. Axlat nyaris tak bisa tidur karena terlalu bersemangat dan juga merasa cemas yang bahkan lebih tinggi daripada tinggi tubuhnya sendiri.

“Tuan Gendut.”panggilnya riang kepada pria setengah baya, bertubuh gempal dan berkumis lebat.

“Ada apa Axlat?”ujarnya heran.

“Bolehkah aku melamar sebagai pengangkut mebelmu ke kantor walikota?”

“Nak, ukuranmu sangat kecil, dengan ukuranmu ini kau hanya bisa membawa satu kursi buatanku. Barang kirimanku sangatlah banyak nak”, ujar tuan gendut sambil menghitung jumlah mebel yang akan ia kirim ke kota. Konon, tuan Walikota sendiri yang memesan langsung mebel tersebut, tentu saja tuan Gendut dan seluruh penghuni desa Isabel sangat bangga, karena walikota mau memesan ke desa mereka yang jauh  dari pusat kota ini.

“Aku mohon tuan, aku tak masalah harus pulang pergi berkali-kali”Axlat kembali memohon.

Tetap tidak nak, maafkan aku, panggil Zahar kakak sulungmu kemari. Aku akan memintanya saja, tubuhnya besar dan kuat.”

Sambil menangis Axlat pulang ke rumah, menyampaikan berita tersebut kepada Zahar yang seminggu ini tidak bekerja. Zahar dengan tergesa menyiapkan diri dan tergesa berangkat ke toko tuan Gendut.

“Ayah bangga padamu nak”ujar Hebe ketika pulang dari negeri sebrang mengambil pesanan mesin bermotor untuk dipakai di kota. Axlat murung hingga berminggu-minggu, iapun tak mau berkumpul dengan keluarganya mendengarkan cerita mereka lagi ketika bekerja. Anya mulai khawatir dengan putra bungsunya mendekatinya.

“Suatu hari nanti, akan ada pekerjaan untukmu. Percayalah, kau akan sama bergunanya dengan kami. Jangan patah semangat hanya karena ukuranmu yang berbeda. Jika kau tekun bekerja dan memiliki hati yang baik, semua kekuranganmu akan terlupakan. Jangan pernah bandingkan dirimu dengan yang lain, semua mahluk memiliki takdirnya sendiri.”Anya merapatkan tubuhnya ke tubuh putra bungsunya yang menangis.

 

 

Sebulan kemudian, datanglah pak Tua dengan gerobaknya ke kediaman mereka. Pak Tua adalah juru bersih desa mereka yang bertugas membersihkan jalan dan fasilitas umum bersama juru bersih lainnya. Namun, Pak Tua juga mengangkut sampah dari rumah warga sambil membersihkan sekitarnya, walaupun harus puluhan kali bolak-balik ia tak pernah mengeluh, ia mengerjakannya dengan senang hati bersama gerobaknya.

“Selamat pagi Sabio, ada apa yang membawamu kemari”sambut Hebe ramah.

“Maaf mengganggu pagimu Hebe, aku ingin meminta bantuan keluargamu, aku dengar si kecil Axlat belum bekerja, bisakah aku bicara dengannya?” Sabio melirik Axlat.

“Ada apa Pak Tua”tanya Axlat bingung.

“Tubuhku sudah tak sekuat dulu mengangkut sampah dengan gerobak milikkku, maukah kau membantuku nak? Aku dengar hanya kau yang belum memiliki barang angkutan disini?”Sabio berkata dengan tenang.

“Tidak. Aku tak mau tubuhku kotor!”teriak Axlat sambil tergesa menuju biliknya, yang kemudian disusul Anya.

“Maafkan anakku Sabio, Anya sedang membujuknya.” Hebe meminta maaf. “Mungkin belum waktunya aku mengganti gerobak tuaku Hebe, sampai jumpa.” Pak Tua itupun berlalu.

 

“Mengapa kau tak menerima tawaran Sabio? Kasihan dia, tubuhnya sudah tua, yang ibu dengar ia bahkan mengambil sampah tersebut tanpa bayaran. Betapa baiknya dia”Anya berusaha membujuk.

“Aku tak mau jadi bau bu, kenapa ukuranku kecil sekali.”

“Pikirknlah lagi nak, aku yakin Sabio akan merawat dan membersihkanmu dengan baik.”

Tiga hari kemudian , berkat bantuan Anya, Axlat menyanggupi tawaran Sabio. “Aku janji kau akan pulang dengan keadaan wangi, aku akan menjemputmu tiap pukul 5 sore, kita bekerja hanya hingga pukul 8. Setelahnya aku akan membersihkanmu, sehingga tubuhmu wangi kembali. Dan membawamu pulang tepat jam 10.”

Tidak usah Pak Tua, aku akan pulang sendiri dari rumahmu.”

“Baiklah jika itu maumu, terima kasih Axlat.” Ujar pak Tua.

“Hati-hati adik kecil, tubuhmu akan dipenuhi kuman dan penyakit, hiiiiii.” Zahar yang baru tiba mengejek adiknya.

“Jangan ganggu adikmu Zahar!”teriak Anya. Zaharpun pergi bekerja sambil tertawa terbahak – bahak.

 

 

Sesuai janjinya pak Tua menjemputnya pukul 5 sore hari itu. Pak Tua Sabio akan meletakkannya di suatu titik, sembari menunggu warga datang membawa sampah mereka, ia akan membersihkan jalan sekitar ia dan Axlat berdiam.  Warga mulai brdatangan mletakkan sampah ke dalam Axlat. Axlat hanya bisa bergidik jijik, samba berdoa agar Pak Tua Sabio menepati janjinya membersihkannya jika jam kerjanya selesai. Tiba-tiba datanglah pria kurus dengan langkah malas membawa sampahnya menuju Axlat. Bukannya memasukkan sampah, ia hanya meletakkannya di bawah tubuh Axlat.

“Bersih-bersih seperti biasa Sabio?”ujarnya.

“Seperti yang kau lihat sendiri.”Sabio kembali menyapu jalan.

“Hei tuan, tidak bisakah kau meletakkan sampahmu di dalamku?”Axlat mulai marah.

“Itu tugas si Tua Sabio nak”ujarnya lalu pergi.

“Tak heran ia dipanggil tuan pemalas oleh tetangganya dan istrinya dipanggil Nyonya Penggerutu” gadis kecil berkepang dan saudara kembarnya meletakkan sampah di dalam Axlat.

“Hai, aku belum pernah melihatmu, kau membantu Pak Tua?”tanya si anak lelaki.

“Begitulah”jawab Axlat.

“Aku Philip dan ini Lily saudari kembarku, sampaikan salamku untuk pak Tua, semoga kau betah disini, sampai jumpa besok Axlat” mereka melambaikan tangannya.

“Sudah pukul 7 malam, mari kita pergi ke tempat juru daur ulang, mereka akan mendaur dan memilah sampah ini.”Sabio bergegas merapikan sampah dan alat-alatnya di tubuh Axlat. “Mengapa kau mau melakukan ini Pak Tua?”tanya Axlat.

“Aku melakukannya karena merasa terpanggil nak.” Merekapun menuju juru daur ulang.

 

Sesuai janjinya, Axlat pulang dengan keadaan bersih, wangi dan higenis. Tidak ada bau sampah di tubuhnya.

“Bagaimana harimu nak?”tanya Hebe.

“Baik ayah, tidak buruk, Pak Tua merawat dan mmbersihkanku dengan baik.”

“Aku mencium bau sampah disini. Apakah kau juga Marrie” canda Zahar.

“Hei, aku sudah bersih.”Axlat mulai cemberut.

“Diamlah kak, Axlat benar, tubuhnya sudah bersih.”jawab Marrie. Esoknya mereka bekerja seperti biasa, kali ini Axlat bertemu dengan Nyonya Penggerutu, ia mengeluhkan suaminya Tuan Pemalas, Sabio hanya tersenyum mendengarkan sambil membersihkan jalan. Philip dan Lily kembali datang setelah mengusir tiga bocah usil yang membuat sampah di tubuh Axlat berantakan. Axlat terlihat kesal dan juga heran melihat Pak Tua itu dengan sabar membereskan kekacauan. Semua berjalan seperti biasa dan Axlat mulai menikmati pekerjaan barunya, tubuh Pak Tua tidak kelelahan lagi, mereka bersenda gurau sambil membersihkan tubuh Axlat.

 

 

Ada yang berbeda di hari ke-30 Axlat bekerja, ia bertemu dengan Grey dan Black si peti angkut seumurannya. “Lihat ini, si mini Axlat, bekerja mengumpulkan sampah. Kau pasti bau sekali. Tak adakah pekerjaan yang berguna? Lihatlah kami bekerja untuk toko Arthur bersama Marrie kakakmu.”ejek Black. “Tidak  aka nada pekerjaan bagus untuknya Black, tubuhnya sangat kecil.”tawa mereka. Sabio yang melihat itu mengusir dua peti angkut tersebut dan mencoba menghibur Axlat. Namun tidak berhasil.

Esoknya, tepat pukul 5 sore, Sabio kembali datang.

“Aku tak mau lagi bekerja denganmu Pak Tua, mereka mengejekku”Axlat menyambutnya, terlihat bekas menangis di matanya.

“Jangan begitu Axlat, kasihan Sabio” Anya mulai gusar.

“Tidak apa-apa nak, mungkin sudah seharusnya aku kembali dengan gerobakku, hubungi aku ketika kau siap.”Sabio pun pergi.

Axlat kembali murung, Anya dan Hebe hanya bisa berusaha membujuk Axlat. Dengan tubuh tuanya, Sabio berusaha menjalankan tugasnya dengan baik, namun hanya dengan gerobak kecil, ia membutuhkan 5 kali angkut ke tempat juru daur ulang. Karena lemahnya tenaganya, seminggu kemudian ia jatuh sakit. Wargapun kebingungan, mereka terbiasa menitipkan sampah mereka ke Sabio. Beberapa warga yang malas, menumpuk sampah di depan rumah mereka, membuang sampah di lapangan bermain anak – anak atau membuangnya ke sungai. Mereka pikir, juru bersih yang lain akan melakukan hal yang sama dengan Sabio si Tua, namun tentu saja itu tidak mungkin, hanya Sabio yang mau melakukannya dengan iklas, Sabio ingin agar desanya bersih dan bebas dari penyakit.

 

Hal buruk menimpa mereka, setelah sakitnya Pak Tua, sampah yang menumpuk di jalanan menyebabkan Black melintasi jalan bersampah. Tiga bocah usil terkena sakit akibat bermain di lapangan penuh sampah. Philip pun juga gatal-gatal setelah memancing di sungai. Lily hanya berharap, agar Pak Tua kembali sembuh dan Axlat mau bekerja lagi. Berita itu sampai di telinga Axlat, setelah mengurung diri seharian ia bergegas menjenguk Sabio. Anya dan Hebe merasa lega dengan kemajuan itu. “Cepatlah sembuh Pak Tua”, ujar Axlat ketika tiba di rumah Sabio, Sabio baru pulang dari rumah sakit. “Aku sudah sembuh nak, tapi besok mungkin aku akan menjemputmu lebih pagi, bersiaplah nak, kita akan bekerja keras”Sabio merasa lega.

Esoknya Pak Tua dan Axlat bekerja sangat keras dari biasanya. Lily yang melihatnya turut membantu Pak Tua, tiba- tiba juru bersih yang lain mengatakan ingin membantu, ini mereka lakukan setelah mereka dimarahin oleh Pak Kepala Desa, ketika tahu Sabio jatuh sakit. Yang lebih mengejutan Grey dan juga Black turut datang, namun dengan syarat tubuh mereka harus dibersihkan. Sabio mengangguk dan berjanji. Seminggu kemudian, desa Isabel bersih kembali, Sabio dan Axlat tetap bekerja seperti biasa. Axlat sudah tidak peduli dengan cibiran orang mengenai ukuran tubuhnya dan juga pekerjaannya, baginya ia cukup senang bekerja dengan Pak Tua kesayangannnya.

Suatu hari, Walikota Fini datang berkunjung, ia memuji kebersihan desa Isabel, tuan Gendut lalu bercerita mengenai kinerja dari Sabio dan Axlat. Walikota pun tertarik dan mengunjungi mereka. Axlat dan Sabio sangat terkejut dengan hadirnya Walikota, mereka merasa bangga dengan pujian dan hadiah dari Walikota. “Kami bangga padamu nak.”Hebe sangat bahagia. “Maafkan aku adik kecil, sering mengejekmu, bahkan aku ketika mengangkut mebel ke kota, tidak mendapatkan pujian seperti itu.”ujar Zahar malu. Axlat hanya tertawa kemudian mendekat kepada ibunya. ‘Kau benar ibu, sekarang aku sangat bahagia, aku sudah tidak peduli dengan pekerjaan dan ukuranku lagi”. “Tentu saja nak, sekarang kau menjadi salah satu peti angkut paling berjasa di pelosok desa Isabel.”ujar Anya lembut. Hingga saat ini Axlat masih setia bekerja dengan Sabio, namun kini sudah banyak peti angkut dan juru bersih yang mau bekerja dengan mereka. Axlat tidak laagi menjadi si kecil tak berguna, tetapi menjadi Axlat si peti angkut kecil yang berjasa.

Keterangan :
*saya mengambil nama mereka dari beberapa bahasa dari google translate. berikut diantaranya:

  • Axlat berasal dari bahasa Uzbek yang berarti sampah.
  • Zahar si sulung yang berasal dari bahasa Basque yaitu Zaharrena.
  • Marrie berarti warna coklat dari bahasa Galisia yaitu marrón.
  • Hebe si ayah berasal dari bahasa Igbo dari kata n’echebe atau protector.
  • Anya si ibu berasal dari bahasa Igbo dari kata n’anya atau loving
  • Fini berasal dari kata finish yang dalam bahasa Italia Finire.
  • Isabel dalam bahasa Zulu yaitu Isabelo dalam bahasa Inggris berarti assignment.

 

11 Komentar

  1. Komen dulu boleh yaa..
    Sebaiknya setiap percakapan itu di enterkan saja, soalnya kalo bertaburan gitu bisa buat penulis bingung/pusing..
    Ntar aku baca ceritanya hihihi

  2. oh gitu ya, iya deh aku enter. aku edit dulu hehe

  3. farahzamani5 menulis:

    Saran ka, abis diedit, [ratings] ny jg kudu diedit coz ga akan muncul lope2 yg td dah diklik, jdi apus lgi dan tulis ulang kembali [ratings] ny
    Semangat

    1. oke ku edit. makasi ya

    2. farahzamani5 menulis:

      Sma2 ka
      Sdh kembali lope2 ny hihi

  4. farahzamani5 menulis:

    Ka, nama Desa Isabel, bnyk yg huruf D ny ga kapital
    Trs apalgi yak, aihhh ga biasa ksh saran aq mah, paling ngulas cerita aja
    Segala pekerjaan itu baik dan berguna tergantung dri seberapa ikhlas kita menjalankan ny, klo kita ny ikhlas ya bakal seneng trs ngejalanin kerjaan itu apapun jenis pekerjaan ny
    Ditunggu karya2 lainnya
    Semangat trs ya ka

    1. Aku lupa hehe. Maklumin dulu proposalku revisi mayor format penulisan haha

  5. Hai hai,, aku dah baca ceritanyaa,, cocok kok buat cerita anak2 nih,, idenya ceritanya bgs bgt ,, ada nilai edukasi kaya ‘berani mencoba’ dan ‘percaya diri’ jadi walaupun dibully di ejek tapi Axlat yang tubuhnya kecil tetap mau kerja ngangkut sampah,, amanatnya jg ada, kaya gak boleh mengejek trus efek jera jg sama anak2 yang nakal jd kena penyakit.
    Ini ceritanya pasti tambah kece nih kalo ditambahin gambar or ilustrasinya.
    Tapi ini kan tokohnya byk bgt ya dari orang tuanya Axlat terus kakaknya sampe keluarga pemalas sama pak Tua. jadi mungkin nanti untuk cerita anak berikutnya bisa dikurangi sedikit aja tokohnya jadi lbh sederhana….alasanku ksh saran kaya gitu krn anak2 biasanya mudah jenuh dan gampang bgt ilang fokus, kalo kebanyakan pengenalan tokoh. Ini anak-anak yg ku maksud sampai umur sekitar 10-11 tahun
    contoh cerita anak yg tokohnya sedikit tp temanya jg bgs itu si kancil dkk, atau kalo yg berbau fantasy (imajinasi) itu karyanya Hans Anderson yg judulnya Jack&pohon kacang, Hensel dan Gretel, gadis korek api dll,, smua tokohnya hanya sekitar 2 -4 orang aja,, Hmm mgkn gitu aja kali ya saran sederhana dariku,, moga ngebantu,, met nulis,, kutunggu ya karya cerita anak lainnya……

    1. Iya. Nanti aku dikitin. Kayaknya ini kebanyakan , 10 tokoh haha. Udah kayak film aja ya.

  6. akhirnya aku ke lapak nya kamu juga hehehehe….
    cerita nya keren ne dan menginspirasi ,buat cerita anak2 ok ne…
    semangat terus nulis nya yah :MAWARR

    1. gak ada notif buat yang udah komen di cerita ya? aku gak tau kak bet komen wkwkkk. makasii kak bet sudah mampir :inlovebabe