Vitamins Blog

Feuillemort I : Affection

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

29 votes, average: 1.00 out of 1 (29 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

“Aku benci membayangkanmu, bukan karena dendam keluarga.

Tapi, karena aku tahu…

sebesar apapun perasaanku padamu tidak akan pernah tersampaikan.”

.

_..::O0O::.._

Feuillemort I : Affection

_..::O0O::.._

.

Aku ingin menjadi pemuda biasa.

Aku juga ingin kehidupanku sama biasanya. Normal, tidak ada darah, tidak ada teriakan maupun tangisan. Tetapi, ketika aku lahir di Keluarga Lexus, dengan nama Zeno Abraham Lexus maka seluruh impian untuk menjadi normal hilanglah sudah—lenyap.

Seperti buih.

Aku akan terus menjadi pembunuh, sepanjang hidupku. Rambut perak pertanda darah ayah mengalir kejam di setiap nadiku, mata biru berkilat yang tak pernah satu orang pun berani menatapku ini…

Semuanya aku tidak butuh.

Langit hari ini kelihatan murung. Warnanya biru pucat dan awan yang berjalan menyiratkan tanda malas.

Di pintu masuk mansion utama keluarga Lexus, aku berjalan. Belasan pelayan  berbaris, puluhan pengikut Keluarga Lexus pun menyambutku, membukakan pintu dan meminta jas musim dingin yang kukenakan.

Aku hanya tetap memasang wajah tanpa ekspresi, kuberikan jasku pada maid yang sekarang menunduk dalam.

Dalam diam aku terus berjalan ke arah tangga marmer putih berkarpet merah yang ada di tengah ruangan.

Kalau dipikir-pikir memang ada sebuah peraturan tak tertulis. Peraturan tentang pelayan manapun tidak diperbolehkan melihat langsung mataku.

Ya… mata seorang Tuan Muda Lexus sialan ini.

Rasanya kesal juga saat berbicara tetapi lawan bicaramu menunduk dalam sekali hingga terlihat ingin bersujud. Aku benci. Tetapi, ayah bilang hal itu adalah tradisi.

Persetan dengan tradisi.

Kuputar kenop pintu kamar. Menghirup udara di dalam kamarku yang sudah lebih dari tiga bulan kutinggal ini membuatku rindu. Di sinilah duniaku, surgaku.

Kututup pintu kamar dan beranjak masuk.

Dari jendela sana kulihat salju mulai perlahan turun. Malam ini pasti akan dingin. Aku membuka loker tempat menyimpan selimut, mengambil satu dari sana. Kamarku didominasi coklat muda, dengan tempat tidur besar yang menghimpit jendela dan rak buku besar memenuhi tiap dinding yang tersisa.

Aku bukan pemuda romantis, jadi jangan harap novel-novel romansa terpajang di rak buku milikku. Di sana hanya ada pengetahuan tentang sejarah, perang, racun, senjata dan lainnya. Buku-buku tua pun ada, milik ayah dan aku tak pernah sudi membacanya.

Tentang apa? Cara membunuh dan balas dendam.

Kubuka satu kancing kemejaku sambil melempar dasi yang kupakai ke sembarang arah. Lalu, kuhempaskan tubuhku ke tempat tidur. Detik selanjutnya, aku menutup mata.

“Liliya von Clawford,” gumamku pelan.

Nama itu kuucap lembut bersamaan dengan sedikit rasa bahagia. Seakan nama itu memang diciptakan untuk kupanggil. Untuk kupuja.

Sosok gadis yang selalu menjadi rival-ku itu terbayang sekilas.

Kubuka mataku, menghancurkan imajinasi yang barusan saja terbuat. Aku benci membayangkan Liliya, bukan karena dendam keluarga. Tapi, karena aku tahu… sebesar apapun perasaanku padanya tidak akan pernah tersampaikan.

Kusentuh dada kiriku, sedikit rasa nyeri menyerang setelahnya.

Ada luka lebar terjahit di sana. Walaupun masih tertutup plester dan kasa, aku bisa merasakan sengatannya.

Aku ingat kaus putih yang waktu itu kukenakan berganti warna menjadi kemerahan, jaket parkaku tersobek di bagian dada. Memperjelas adanya pisau komando yang menusuk di sana. Tenggelam, menelusup di sela rusukku dan tertanam beberapa inchi.

Di sini… gadis itu menusukku di sini. Batinku mengingat. Tapi, waktu itu… dia lengah, dia menangis. Bukankah Liliya seharusnya senang? Bukankah Liliya seharusnya tersenyum?

Ratusan pertanyaan melayang di pikiranku.

Aku bahkan mempertanyakan apakah aku manusia atau zombie. Maksudku… beruntung tusukan Liliya tidak mengenai jantungku dan dokter bilang lukanya meleset sedikit dari organ itu. Tapi, kadang aku berpikir.

Mengapa ketika gadis itu akan membunuhku dan gagal… aku merasa sedih?

“Tuan Muda Zeno.”

Hm?” gumamku, enggan bangun dari tempat tidur—merasa tubuhku telah menyatu di sana. Aku bisa mengetahui Loux sudah berdiri di pintuku, menunduk dalam.

Butler ayahku itu memiliki rambut hitam yang kentara, jadi aku yakin sekali kalau dia memiliki urusan penting denganku. Berhubung ayah bukan orang yang lenggang waktunya.

“Tuan Besar meminta Anda untuk ke ruang makan.”

Aku mendengus. “Tidak lapar.”

Loux masih menunduk. “Tuan Besar mengancam akan menghancurkan pisau komando yang Anda gunakan saat bertarung dengan Lady Clawford.”

Sekejap mataku terbuka lebar.

Aku berdiri, terburu-buru merapikan kancing kemeja dan menyambar dasiku yang tergeletak di lantai.

“Sialan, Pak Tua satu itu! Dia tahu saja bagaimana cara mengancamku!” kubereskan rambut perakku dengan tergesa-gesa. “di mana dia!?”

Loux menyunggingkan senyum puas. “Ruang kerja beliau, Tuan Muda.”

Aku mendelik padanya, hampir saja menegur senyuman penuh rahasia itu. Bukankah tadi dia bilang sesuatu tentang ruang makan!?

Tapi, akh…. Cinderamata yang kurahasiakan dari siapapun itu bagaimana bisa sampai di tangan ayah!?

Aku keluar dengan membanting pintu, lalu Loux menyembul dari pintu kamarku. Berteriak hingga diriku di lorong bisa mendengarnya.

“Lima menit, kata Beliau. Sudah habis tiga menit untuk Anda bersiap tadi, Tuan Muda!”

Aku menoleh kasar. “Kenapa tidak bilang dari tadi!?”

Setelah itu aku berlari sekencang mungkin, tidak peduli dengan lantai lorong yang mulai memantulkan suara langkahku.

.

_..::O0O::.._

.

Keluarga Lexus dan Clawford adalah musuh bebuyutan—atau bisa dibilang begitu.

Entah berawal dari mana, pastinya tidak ada yang bisa memisahkan permusuhan kami. Keluargaku, Lexus adalah keluarga yang memiliki khas warna rambut perak, bersifat kejam, dan ahli dalam menggunakan senjata juga beladiri. Keluarga Lexus adalah pemimpin wilayah kota barat.

Sedangkan Keluarga Clawford adalah pemimpin wilayah kota timur. Keluarga Clawford memiliki khas warna rambut kecoklatan, mampu menganalisa gerakan dengan cepat, dan ahli dalam membuat strategi.

Ada satu lagi perbedaan yang paling signifikan di antara keluarga kami.

Keturunan.

Jika Keluarga Lexus selalu memiliki keturunan laki-laki, maka Keluarga Clawford selalu memiliki keturunan perempuan.

Kurasa, karena perbedaan kami terlalu jauh dan masing-masing memiliki keinginan untuk menjadi pemimpinlah yang membuat pertikaian ini semakin buruk. Semakin tidak jelas pemicu terjadinya, hanya seperti memantik api di sumbu yang pendek.

Tak ada toleransi, tak ada kata maaf. Mungkin begitu singkatnya. Bisa juga kalimat itu dijadikan alat pengukur seberapa menjijikannya pendahulu kami.

Sejak kecil para generasi mudanya selalu dicuci otak mengenai seberapa buruk keluarga musuh. Membuat kebencian kami seperti warisan turun-temurun.

Tapi sayangnya, warisan kebencian serta kebodohan pendahuluku harus berhenti di sini.

Tepat padaku.

“… Ini semua karena kau jatuh cinta pada Liliya von Clawford.” ayah memandangku tanpa ekspresi. “kau pasti tidak akan mengelak, bukan?”

Pria itu berjanggut putih dan duduk di kursi mewah besar berwarna merah, dengan meja kayu mengkilat coklat gelap di depannya.

Aku hanya mengangkat bahuku—setengah tidak peduli, sisanya memasrahkan diri. “Di mana pisau komandoku?”

Kusodorkan tangan kananku—meminta. Lelaki paruh baya yang entah rambutnya perak atau putih karena usia itu menghela napasnya.

“Kau akan membuat  malu keluarga kita, Zeno,” kata ayah mengingatkanku pada mantra menyebalkan turun-temurun itu. “jauhkan hatimu darinya, sebelum terlambat dan nanti kau menghancurkan keluarga  kita. Kau pasti tahu aku tidak akan membiarkan siapapun hidup jika hal buruk itu terjadi.

Meskipun yang menjadi dalangnya adalah dirimu, Putraku.”

Kukepalkan tanganku, begitu erat hingga terasa kebas. “Ayah… kau pikir aku peduli dengan ancamanmu?”

Mata biru kami saling berpandangan, sama-sama menusuk—sama-sama menunjukkan kepedihan.

“Apakah kau pernah bertanya padaku, bagaimana kabarku? Aku baru saja keluar dari rumah sakit setelah beberapa bulan dirawat dan kau memanggilku hanya untuk mengulangi kata-kata bodoh yang selalu terngiang di kepalaku.”

Ayah mulai geram. “Zeno–”

Ayah. Apa kau bahkan peduli dengan keberadaan diriku? Kau berkata seakan akulah yang akan menggantikanmu untuk memimpin keluarga ini. Kau seakan memposisikanku sebagai tangan kananmu. Tapi, sejak kau tahu aku memiliki perasaan terhadap gadis dari keluarga yang menjadi musuh bebuyutanmu… kau menatapku seperti sampah.

Apa harusnya kusebut diri ini sebagai aib Keluarga Lexus baru kau puas?”

Wajah pria di hadapanku berubah merah padam, memendam kemurkaan. Kedua tangannya memutih karena mengepal erat di atas meja, menahan untuk tidak memukul apapun atau bahkan siapapun?

Ah, gawat… sepertinya aku kelewat batas.

Jika ayah lepas kendali dan kebetulan ingin memukul, maka aku akan berubah menjadi samsak hidup. Dan itu pastinya bukan kabar baik, mengingat aku baru saja keluar dari rumah sakit. Jika aku kembali ke rumah sakit untuk menginap lebih lama, para dokter dan suster di sana pasti akan menganggapku sebagai pemuda labil yang memberontak.

Kali ini aku yang menghela napas. “Kembalikan saja pisau komando milikku dan kita anggap pembicaraan ini tidak pernah ada, Ayah.”

“Kau pikir, kau bisa lari dari tanggung jawab sebagai pemimpin keluarga kita? Kepala Keluarga Lexus?” pertanyaan ayah terdengar menusuk telingaku.

“Ayah… aku bukan anak tunggal,” kataku hampir murka. “kau memaksaku untuk menjadi Kepala Keluarga Lexus, tapi kau juga tidak menginginkan putra yang mencintai musuhmu, bukan?

Kau bisa memilih siapapun untuk menggantikanmu. Seseorang yang kau anggap pantas. Aku tidak akan menuntut, aku tidak akan pernah meminta daftar kandidat darimu. Tapi satu saja.

Aku ingin kau berhenti ikut campur pada kehidupanku. Tentang menjadi kepala keluarga atau bahkan tentang Liliya.”

Karena ruangan ayah mulai minim oksigen, aku berbalik pergi.

Belum aku memegang salah satu kenop dari pintu ganda itu, ayah berkata. “Pisau komandomu sudah kuhancurkan. Aku bahkan tidak berniat mengembalikannya padamu. Sedikit pun…

“Aku tahu.” Kuputar kenop itu sambil meredam hatiku yang panas. “aku sudah terlalu sering kecewa padamu, bertambah satu tidak akan membuatku mati.”

Dengan keras, kubanting pintu ruangan ayah hingga tertutup.

Ayah selalu tahu cara apa saja yang membuatku kecewa dan yang kubenci adalah… dia selalu berhasil.

Aku menarik napas panjang, berusaha mengeluarkan beban di dadaku—yang entah mengapa mulai menggila.

“Kakak?”

Suara itu membuatku menoleh. Kutemukan adikku di lorong menuju kamar, dia terlihat khawatir dan tidak nyaman.

“Ada apa, Al? Apa kau tidak bisa tidur?”

Wajah adik laki-lakiku itu memerah karena malu. “Bu… bukan begitu!”

Aku tertawa melihat reaksinya, lalu mengakhiri tawa itu dengan cepat. “Kau mendengar pembicaraanku dengan ayah?”

Dia mengangguk.

“Aku… masih muda untuk bisa mengerti pembicaraan kalian. Tapi… jika kakak tidak mau menjadi kepala keluarga, aku akan—”

“Alterio.” Pemilik nama itu menengadahkan wajahnya untuk melihatku yang memang lebih tinggi. “aku tidak akan memaksamu untuk maju ke barisan depan kandidat Kepala Keluarga Lexus.”

Al terdiam.

“Kita masih punya banyak adik tiri di luar sana yang ayah sembunyikan dengan dalih menjaga kehormatannya. Jika kau memang tidak mau menjadi Kepala Keluarga Lexus, cari mereka. Biarkan mereka yang memimpin keluarga ini.”

“Tapi, kak… mereka tidak akan tahu apapun. Hanya kau dan aku yang tahu betapa busuknya pekerjaan keluarga ini atau bagaimana permusuhan kolot dengan Keluarga Clawford!”

“Kalau begitu, jadilah kepala keluarga kita.” kutepuk pundak kecil Al. “atau menolaknya dengan tegas sepertiku. Ayah orang yang licik, aku yakin dia akan melakukan segala cara untuk menemukan pengganti dirinya. Meskipun itu bukan aku atau kau.”

Adikku, Alterio Zach Lexus adalah pribadi yang pemalu dan penakut. Aku bahkan ngeri saat dia mengangkat pedang bambu yang digunakan untuk latihan bela diri Kendo. Yang kutakutkan hanya pedang itu malah menyakiti majikannya.

Kurasa aku terlalu merendahkan adikku.

Tapi kuharap, Al bisa melewati harinya dengan normal. Karena sifatnya yang agak lembek, ayah tidak menaruh minat padanya.

Aku tidak mau Al berubah menjadi mengerikan sepertiku. Janjiku dalam hati. Dan aku akan membenarkan segala cara untuk melindunginya.

.

_..::O0O::.._

.

Malam bersalju, kusembunyikan setengah diriku di balik selimut. Beruntungnya, penghangat ruangan berfungsi dengan baik, jadi aku tidak perlu membungkus diriku seperti ulat bulu dalam selimut. Malam ini sebelum tidur aku memutuskan untuk membaca buku di atas ranjang. Aroma teh bercampur madu menghias ruang kamarku. Malam ini akan panjang dan kuharap memang begitu.

Di pagi hari nanti, semua pengikut Keluarga Lexus pasti bersiap untuk patroli dari mansion ke perbatasan antara wilayah barat dan timur kota.

Andai saja waktu malam bisa diperpanjang menjadi selamanya, kurasa tidak akan sulit mengacaukan patroli itu. Karena jika Keluarga Lexus bertemu dengan Keluarga Clawford di saat patroli perbatasan, sudah jelas akan terjadi pertempuran.

Seperti waktu itu.

Aku ingat sekali, waktu itu keluarga kami tidak sengaja bertemu dan akhirnya aku dan Liliya harus saling mengeluarkan aura membunuh. Banyak korban jiwa yang hilang sia-sia, tapi pertempuran wilayah ini tidak akan berhenti, sebelum ada satu yang keluar sebagai pemenang.

Aku menghirup teh madu yang berada di cangkir porselen putih, berusaha menghilangkan stress.

Sambil mengedarkan pandangan ke langit malam, aku bergumam pada diriku sendiri.

“Kuharap aku pemuda yang lahir dari keluarga di wilayah timur kota.” uap hangat menyentuh lembut wajahku.

Dengan begitu aku bisa mencintaimu tanpa harus memikirkan apapun. Menjadi pemuda bodoh nan naif, yang hanya memiliki perasaan cinta untukmu.

Hanya padamu.

11 Komentar

  1. :GERAAH :GERAAH :GERAAH

  2. Vote dulu ya hihi

  3. :beruraiairmata :beruraiairmata

  4. Novita Dwi Riyanti menulis:

    Ceritanya bagus aduduh cinta yg terhalang dendam kelurga miris bgt ╥﹏╥o(╥﹏╥)o :dragonbaper :dragonpingsan

  5. Aduuhh cinta yang terhalang permusuhan keluarga .. seru banget niih part selanjutnya .. apalagi kalo mereka berdua berhadapan secara langsung di pertempuran .. ehh btw liliya cinta apa kagak ama zeno???? Hmm patut ditunggu

  6. nisafit1709 menulis:

    Cinta yg terlarang :dragonbaper

  7. azkiayulla menulis:

    Keluarga Lexus berambut perak,Keluarga clawford berambut cokelat…
    Jd inget sama Draco malfoy sama Hermione Granger…
    Mgkinkah ini idenya dari mereka?? :HUAHAHAHAHA

    Boleh tau,ini setting latarnya dmn y??

  8. silverkyu13 menulis:

    Not bad nih ceritanya, kasih vote dluu… Gue emg suka baca cerita bergenre action romance, semoga ceritanya sesuai harapan ??

  9. Hampir mirip kisahnya romeo juliet ya, cuma versi actionnya kali ya……
    Ditunggu kelanjutannya ya

  10. Romeo Juliet versi action

  11. fitriartemisia menulis:

    cinta terlarang gitu ya ini..