Sassy Maid

Sassy Maid and Playboy Doctor – 15

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

9 votes, average: 1.00 out of 1 (9 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

2

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

Seharusnya, aku tidak terlalu percaya pada Julie jika dia ingin langsung membawaku ke toko kue yang dimaksudnya. Buktinya sekarang, wanita itu membawaku berkeliling mall untuk mencari pakaian baru. Dia mengatakan, kalau kue akan terasa lebih nikmat jika dimakan dalam keadaan perut kosong. Bukan hanya kue, kalau memang sedang lapar, semua makanan akan tampak lebih lezat.

“Jangan cemberut begitu.” Dengan seenaknya, Julie mengalunkan lengannya padaku dan menatap pakaian-pakaian yang dipanjang. “Apa tidak ada baju yang sesuai seleramu dibutik ini? Kulihat dress party itu cocok untukmu. Kau bisa mengenakannya saat mengunjungi club malam.”

Aku melihat dress yang dimaksud Julie dan mengerut dalam. Dress yang dimaksudnya adalah dress one piece berlengan panjang hitam dengan tempelan kristal yang ditata membentuk berbagai macam garis melintang. Mengingat seleraku dulu, aku pasti akan membelinya tanpa berpikir dua kali. Dress itu sangat mencolok sehingga pasti membuat siapapun yang mengenakannya menjadi sorotan.

 Dress itu sangat mencolok sehingga pasti membuat siapapun yang mengenakannya menjadi sorotan

Jika dipikir lagi, betapa buruknya seleraku dulu dan hanya memikirkan kesenangan sendiri. Mencari one night stand memang menyenangkan tapi setelah esoknya, semua akan seperti sedia kala seakan-akan tidak mengenal satu sama lain. Seharusnya aku mendengarkan saran Nina dan memanfaatkan hari liburku dengan kegiatan yang lebih berguna seperti olahraga, jalan-jalan ataupun melakukan prakarya seperti menjahit.

Setelah pulang nanti aku akan membereskan semua pakaian sexy yang menumpuk di lemari. Daripada membuangnya begitu saja, aku bisa menjualnya melalui situs internet dengan harga murah atau memberikannya kepada orang lain. Yah, aku memang mengalami kerugian apalagi harga baju-baju itu tidaklah murah. Tapi tak apa, dengan begitu aku bisa membeli baju baru lagi yang sesuai dengan keinginanku sekarang.

“Tidak, itu terlalu mencolok. Apa kau masih ingin membeli pakaian lagi?” tanyaku ketika melihat satu kantong yang tergantung dilengannya.

Seharian menemaninya, aku baru mengetahui kalau Julie ternyata cukup pemilih. Begitu melihat pakaian yang menurutnya bagus, dia tidak akan langsung membelinya. Dia akan membandingkan dengan pakaian lain dan menimbang terlebih dahulu mana yang lebih nyaman dikenakan. Kalaupun sudah menemukan baju yang diinginkan, dia akan memastikan kondisinya lebih dulu. Ada sedikit kerusakan saja, dia tidak akan mengambilnya dan mencari yang lain.

“Hmm… tidak. Sebenarnya aku ingin membeli beberapa kaos santai lagi tapi toko langgananku cukup jauh dari sini. Berhubung sudah siang, bagiamana kalau kita ke toko kue sekarang? Kakiku sudah mulai pegal,” ucap sambil Julie mengusap-ngusap lututnya yang mulai nyeri.

Melihatnya seperti itu, kakiku juga mulai terasa sakit. Aku lupa mengenakan kaos kaki karena mengira hanya menggunakan flat shoes. Ternyata mengenakannya terlalu lama juga membuat tidak kakiku nyaman.

“Kakiku juga mulai pegal. Toko kue itu tidak jauh dari sini kan?” tanyaku memastikan. Karena kalau tempatnya jauh, aku lebih memilih duduk di cafe terdekat daripada harus menyiksa diri.

“Tidak jauh, hanya satu blok dari mall ini. Perutku juga sudah lapar,” balasnya polos sembari mengusap perut. Lalu dengan seenaknya, Julie mengalunkan lengannya padaku dan berdiri disampingku layaknya sepasang kekasih. Dia tidak peduli dengan tatapan peringatanku dan malah bermanja-manja dengan menempelkan pipinya disana.

Aku menghela nafas kasar sambil melanjutkan langkahku. Percuma memarahinya karena itu akan semakin membuatnya senang karena merasa diperhatikan. Lebih baik diam dan membiarkan orang-orang mengira kalau kami adalah pasangan lesbi daripada aku kelelahan harus meladeni sikapnya yang luar biasa.

***

Sesampai di toko kue, mata Lizbeth berbinar-binar melihat beraneka kue yang terpajang. Pandangannya terus berganti antara strawberry shortcake dengan cookies chocolate. Kedua kue itu adalah jenis favoritnya dan dia hanya bisa membeli salah satunya karena tidak bisa menghabiskan keduanya sekaligus.

John sangat paham sepupunya itu. Karena itu dia menepuk pundak Lizbeth dan mengajaknya untuk melihat rak lain yang membuat senyumnya merekah. Berbagai kue coklat strawberry terpajang disana dengan topping yang beragam pula. Ada yang menggunakan wafer kit kat sebagai pinggiran, stick pocky, ataupun coklat yang sudah dibentuk demikian rupa.

Pandangan Lizbeth terkunci pada satu kue coklat dengan banyaknya strawberry yang menghiasi atasnya. Strawberry-strawberry itu disusun bertingkat layaknya mahkota dan dibalur dengan coklat cair yang telah membeku. Membayangkan rasa asam buah merah itu berpadu dengan manisnya coklat, membuat Lizbeth menangkup kedua pipinya dengan gemas. Dia lalu beralih menatap John sambil menunjuk-nunjuk kue tersebut.

 Dia lalu beralih menatap John sambil menunjuk-nunjuk kue tersebut

“Aku mau yang ini!” ucapnya semangat.

“Kau yakin yang itu? Apa kau tidak mau melihat-lihat yang lain? Masih banyak pilihan yang menarik loh.” John sengaja menggoda Lizbeth agar pendiriannya goyah. Memang benar, ada banyak kue disini dan tidak kalah menariknya dengan pilihannya itu. Sayang jika gadis itu hanya membeli satu tanpa mencoba yang lain. Apalagi John berencana untuk membuatnya keponakannya itu gemuk selama liburan disini

“Tidak! Aku mau ini saja dan kau harus membantuku menghabiskannya. Aku tidak akan termakan rayuanmu dan menjadi gendut!”

Lizbeth kelihatannya sudah mengetahui rencana John. Dia sangat suka makanan manis tapi hal itu membuat tubuhnya membesar dan tidak cocok mengenakan pakaian lolita. Butuh waktu lama baginya agar kembali ke berat badannya seperti semula. Itupun dengan susah payah karena mamanya selalu menyajikan masakan enak agar membuat dietnya gagal. Yah, mana ada orang tua yang senang melihat anaknya kurus kering seperti kekurangan gizi?

“Kalau aku tidak mau membantumu, bagaimana? Aku tidak suka coklat,” balas John dengan senyum menjengkelkan yang dibuat-buat.

Lizbeth membalas dengan melipat kedua tangannya didada dan menatap John dengan pandangan terkejut yang sama. “Hmm … sejak kapan kau tidak suka coklat? Aku baru tahu. Kalau begitu, bagaimana kalau setiap hari aku akan membuatkan sandwich coklat untukmu sampai membuatmu suka?”

John meletakkan kedua tangannya di depan dada dan menggelengkan kepalanya. “Kumohon, jangan. Aku tidak akan menggodamu lagi jadi tidak perlu membuatkan sandwich untukku ya.” Secara pribadi, sebenarnya John tidak keberatan kalau harus makanan yang sama setiap hari. Hanya saja ini Lizbeth. Gadis itu tidak pernah menginjakkan kaki dapur, membedakan bumbu pun tidak bisa apalagi memasak. Apa jadinya kalau gadis manis itu membuat makanan? Rasanya pasti tidak terbayangkan.

“He he! Kalau begitu, kau harus mendengarkanku selama aku disini. Hari ini, aku mau kue strawberry coklat. Besok aku akan datang untuk membeli varian yang lain!” Tanpa malu, Julie meraba-raba John mencari dompetnya dan memanggil penjaga toko untuk membungkus kue pilihannya.

Melihat Lizbeth yang sibuk bercakap-cakap dengan penjaga toko yang tampan, John memilih duduk dan mengamati kue-kue yang terpajang. Saat mengamati kue, dia melihat sosok wanita berambut pirang yang mirip dengan Anna sedang berdiri memunggunginya di seberang toko. John hampir saja meloncat dari kursinya kalau wanita itu tidak berbalik. Wanita itu bukan Anna.

Kekecewaan segera tampak diwajahnya. Kelihatannya, tidak bertemu dengan wanita itu selama seminggu mampu membuatnya berhalusinasi. Buktinya, setiap kali melihat berambut pirang yang lewat, dia mengira kalau itu adalah Anna. Padahal, selama di rumah sakit dia tidak mengalami gejala tersebut. Selain merindukannya, jarang berinteraksi dengan orang lain menjadi penyebabnya.

Seminggu tidak melihat wanita itu benar-benar membuatnya tersiksa. John sangat merindukan Anna sampai-sampai kepalanya ingin pecah. Dia rindu dengan semua yang dimiliki wanita itu. Aromanya, kehangatannya, mulut pedasnya, John sangat mendambakannya.

Belum pernah John merasa tersiksa ini karena seorang wanita. Hanya Anna seorang yang bisa membuatnya seperti ini. Kalau saja tidak ada Lizbeth, mungkin dia sudah gila di detik wanita itu meninggalkannya. Bahkan, dia mungkin akan melakukan hal nekat seperti bunuh diri.

Ketika sedang memikirkan wanita itu, pandangan John lalu tertuju pada satu kue cantik yang berhiaskan krim bunga. Bunga-bunga itu disusun secantik mungkin dengan warna-warna yang lembut. Melihat kue itu mengingatkannya dengan Anna.

Sekarang, setelah seminggu berlalu, apakah wanita itu masih marah padanya? Kalau dia mengunjunginya malam ini, apakah dia bisa bertemu dengannya?

Sekarang, setelah seminggu berlalu, apakah wanita itu masih marah padanya? Kalau dia mengunjunginya malam ini, apakah dia bisa bertemu dengannya?

John menggeleng kepalanya dan menampar keras kedua pipinya agar sadar. Dia tidak boleh terus menduga tidak jelas seperti ini. Dia harus berani dan siap menerima semua tuduhan yang akan dilontarkan wanita itu. Dia tidak boleh menunggu dan menghindar. Jika tidak, selamanya dia tidak akan bisa memiliki Anna.

“Bungkuskan kue yang ini juga,” tunjuk John kepada penjaga toko yang melayani Lizbeth. “Apa kalian juga menyediakan kartu ucapan?” tanyanya kemudian.

“Anda bisa memilih kartu ucapan di kasir. Kami juga bisa membuatkan tulisan diatas kue jika anda mau,” tawar penjaga toko.

“Tidak perlu, biarkan seperti ini saja. Anna lebih menyukai yang sepeti ini,” ucap John yakin.

Tanpa berkata lebih banyak lagi, penjaga toko itu mengangguk mengerti dan membungkuskan kue pilihannya.

John melangkah menuju kasir yang diikuti oleh Lizbeth. Gadis itu memilih diam dan melihat kakak sepupunya itu memilih kartu ucapan dengan perasaan berbunga-bunga. Dia yakin, keceriaan John karena wanita yang bernama Anna itu. Kalau dugaannya tidak salah, wanita itu pasti yang menampar John sewaktu di ruang kerjanya dulu.

Dalam hati, Lizbeth berharap kalau hubungan mereka segera membaik. Ada rasa tidak enak dalam hatinya karena telah membuat kesalahpahaman diantara mereka. Seharusnya hari itu, dia bisa bersabar dan menunggu John di apartementnya, bukannya langsung menerobos ke rumah sakit dan mencarinya meskipun sudah dilarang. Lizbeth berharap, semoga wanita yang bernama Anna itu mau memaafkan John dan menerimanya kembali.

Setelah selesai, John mengambil kedua kotak kue itu dengan satu tangannya. Tangannya yang lain digenggam manja oleh Lizbeth yang merasa senang. Mereka berdua keluar dari toko itu dengan perasaan gembira dan membuat siapaun yang melihat mengira adalah sepasang kekasih yang mesra. Ketika John membukakan pintu untuk Lizbeth, gerakannya terhenti ketika melihat Anna dan Julie yang baru tiba.

Senyum John langsung mengembang cerah. Kali ini, dia tidak salah lihat lagi. Yang dihadapannya benar-benar Anna. Wanita itu terlihat sehat dan cantik seperti biasanya. Mengabaikan ekspresinya yang kebingungan dan marah, John bergegas menghampirinya untuk memeluknya.

“Anna! Aku merindukanmu!” Sebelum pelukan John berhasil meraih Anna, wanita itu terlebih dulu menghindar dan langsung meninggalkan tempat itu begitu saja.

John ingin segera mengejar wanita itu tapi Julie yang juga ada disana mencegahnya. “Sebaiknya kau tidak melakukannya. Anna tidak akan mau mendengarkanmu sekarang. Lebih baik kau kembali dulu. Biar aku yang menenangkan Anna.”

John tidak berani memprotes. Menurutnya, perkataan Julie ada benarnya. Anna sedang marah dan pasti tidak mau bertemu dengannya. Dia sendiri tidak punya pengalaman untuk menenangkan wanita marah. John takut, kalau perbuatannya akan semakin membuat Anna menjauh darinya.

“Baik, aku mengalah. Tetapi kau jangan macam-macam dengannya. Ingat, Anna milikku!” ucap John dengan penekanan di tiap kata-katanya. Dia masih ingat kalau Julie adalah saingan cintanya.

“Aku mengerti, tuan amburadul!”

Setelah menjawab demikian, Julie mengikuti Anna yang telah menjauh meninggalkan John sendirian dengan dilemanya.

***

Sebelumnya maaf karena chapter 15 nya terlangkau. Sepertinya ada kesalahan koneksi makanya tidak terupload soalnya saya search via judul ada nongol tapi isinya kosong. Pada saat posting, ada notif succes saya pikir beneran sudah sukses, gak cek lagi.

Maaf ya karena error ini dan terima kasih bagi yang sudah mengingatkan.

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

3 Komentar

  1. Apriliana Wulan Sari menulis:

    :kisskiss :berharapindah

  2. rosefinratn menulis:

    Asek,update. Makasih kaka :kisskiss :kisskiss :kisskiss

  3. Liat cake jadi lapar :happy