Sassy Maid

Sassy Maid and Playboy Doctor – 10

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

13 votes, average: 1.00 out of 1 (13 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

2

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

Beberapa minggu telah berlalu sejak insiden memalukan dikamar mandi. Aku sesekali masih bertemu dengan dokter mesum itu walau sudah sengaja datang lebih lama atau pulang lebih awal. Ada-ada saja alasannya untuk bertemu denganku dan meminta hal yang aneh-aneh. Mulai dari permintaan menu makanan sampai bertanya dimana letak barang-barangnya.

Untuk makan aku tidak keberatan karena itu memang keinginannya dan aku pun tidak tahu apa yang dia suka dan mana yang tidak. Tetapi, untuk mencari perlengkapan, dia memang sengaja. Jelas aku telah menyusun semuanya dengan rapi dan memberikan memo pada setiap jenisnya. Lemarinya pun tidak banyak. Hanya ada satu lemari pakaian, lemari dapur lalu meja kecil dengan laci.

Dia itu memang berniat untuk mengerjaiku. Kalau tidak berati dia pemalas karena tidak mau membaca dan mencarinya sendiri. Sungguh menyebalkan!

Mengenai mandi di rumahnya waktu itu, sebenarnya aku gerah karena keringat dan debu yang menempel pada pakaianku. Hidungku terus terasa gatal dan bersin tiada henti. Rambutku juga terasa lengket karena keringat. Secara keseluruhan, aku merasa tidak nyaman karena aku benar-benar kotor setelah membereskan rumahnya.

Aku tidak bisa menahan keinginan untuk tidak mandi. Apalagi saat melihat bathtub yang baru kubersihkan, sungguh sangat menggoda. Karena itu, aku tidak memikirkan dua kali dan langsung memanjakan diri dengan berendam air hangat. Rasanya sangat nyaman sampai aku lupa waktu.

Aku juga lupa mengantar makan siang untuk John. Ya, siapa suruh jika rumahnya sangat berantakan seperti kapal pecah. Aku sampai butuh berjam-jam untuk menyelesaikannya. Itupun masih ada tempat lain yang belum kubersihkan. Tapi aku bisa membersihkannya nanti secara perlahan-lahan. Tidak ada gunanya melakukan buru-buru. Aku juga bisa mati kebosanan kalau tidak ada yang bisa kuklakukan.

Sejujurnya membersihkan apartement John juga menyenangkan. Karena dengan begitu aku merasa dibutuhkan. Aku juga bisa mengusir pikiran negatif yang terus menggerogoti selama beberapa hari ini. Tentang dimana Alex tidak membutuhkanku lagi dan membuangku. Aku tahu kalau Alex tidak akan melakukannya. Hanya saja perjalanan dinas kali ini cukup lama. Dia bahkan sampai membawa Nina dan Lucas.

“Haaah, aku merindukan mereka,” gumamku.

Rumah yang dulunya ramai dengan tawa, kini menjadi sepi. Dulu saat berdua dengan Alex, tidak pernah sekalipun aku merasa sendirian. Aku selalu antusias menjalani hari-hariku dan memberikan yang terbaik padanya. Aku senang ketika Alex memberikan pujian ringan. Entah karena permintaanya yang selalu aku lakukan dengan baik ataupun mengingat larangannya dengan jelas.

Bahkan, saat mengetahui ada wanita yang mengisi hatinya membuatku sangat senang. Aku memberinya semangat untuk menemuinya dan tidak menyangka kalau dia akan membawanya kemari.

Nina Kurniawan. Aku sudah mengetahui latar belakangnya dari detektif swasta yang kusewa. Aku memang prihatin padanya karena mengalami keadaan yang buruk sama sepertiku. Tapi dia kuat dan aku menyukainya. Dengan cepat kami menjadi akrab dan saat mereka menikah, aku ikut merasa bahagia.

Mungkin, aku sedikit salah menafsirkan kebahagianku karena aku merasa semakin dibutuhkan, apalagi setelah Lucas lahir. Alex mempercayakan padaku sebagai nanny nya. Dia bahkan memintaku untuk memperhatikan Nina dengan baik selama bekerja. Kalau Lucas terus menangis dan sulit ditenangkan, aku jugalah yang akan menenangkannya dan membuatku menjadi ibu keduanya.

Tapi sekarang, aku tidak bisa merasakannya untuk beberapa saat. Kekosongan mereka bertiga membuat ketakutanku muncul. Aku terus berpikir kalau aku tidak dibutuhkan. Sampai-sampai ketika Alex menyuruhku bekerja pada John untuk sementara waktu, itu membuatku berpikir kalau Alex ingin menyingkirkanku secara halus. Aku bahkan telah berpikiran buruk tentang John karena menggunakannya sebagai alasan.

Namun, setelah melihat kondisinya secara langsung, aku tahu kalau Alex tidak berbohong. Dia serius mengkhawatirkan kondisi John yang memang sebenarnya tidak sehat dan juga aku yang akan kesepian. Karena Alex tahu, kalau John lebih membutuhkan bantuanku saat ini daripada yang lain.

Ya, setidaknya dokter mesum itu sudah sehat seperti sebelumnya. Terakhir, dua hari yang lalu aku melihatnya dan saat itu dia kelihatan segar bugar dengan penampilan yang rapi. Dia sudah mencukur kumis dan merapikan rambutnya. Tidak hanya itu, dia juga membeli pakaian baru untuk dikenakannya saat bekerja. Dasar, dokter mesum itu seperti perempuan saja terus membeli pakaian baru. Malahan pakaiannya lebih banyak dari pada punya Nina.

Bekerja padanya juga membuat kepercayaan diriku kembali. Setiap kali John meminta sesuatu, diam-diam aku merasa senang. Itu berati caraku bekerja cocok dengannya. Waupun dia sering memberikanku pujian beserta godaan, aku tidak pernah menganggapnya serius. Aku baru benar-benar merasa senang ketika melihat wajahnya yang puas ketika menyantap makanan dan kagum pada hasil kerjaku.

Sebagai tanda terima kasih, malam ini aku akan menyiapkan steak kesukaan John. Steak tidak enak jika setelah dimasak tidak langsung disantap. Belum lagi dengan sausnya yang kubuat dengan resep sendiri, bukan dari saus instan. Rasanya sangat nikmat jika dipadukan dengan steak medium well. Lalu ada asparagus, kentang dan sayuran lainnya yang menjadi pelengkap. Kalau ditambah dengan red wine maka akan menjadi paket yang komplit. Aku sampai meneteskan air liur ketika memikirkannya.

Kalau aku mendinginkan lalu memanaskannya lagi, cita rasa dari steak itu akan hilang

Kalau aku mendinginkan lalu memanaskannya lagi, cita rasa dari steak itu akan hilang. Andaikata aku lapar dan membuatnya lebih dulu lalu menyantapnya. Kalau John belum pulang, tentu steaknya akan dingin dan menjadi tidak enak. Agar itu tidak terjadi, aku akan membawa snack untuk disantap sembari menunggunya kembali.

Ah, ini bukan berati aku sedang menyiapkan makan malam romantis ataupun mulai membuka hati padanya. Ini adalah bentuk terima kasihku padanya, tidak lebih. Dan soal aku mengetahui kalau dia menyukai steak, aku mendapatkannya dari Alex.

Setelah membereskan bahan-bahan yang kubutuhkan, aku memperhatikan diriku sendiri di pantulan cermin. Hari ini, aku tampak sempurna dengan gaun vintage gelap yang sederhana. Modelnya tidak terlalu lama sehingga bisa dipakai untuk sehari-hari. Aku memakain gaun ini bukan untuk menggoda John. Aku hanya merasa perlu bersikap sopan dan tidak merusak suasana dengan mengenakan pakaian maid ataupun sexy.

 Aku hanya merasa perlu bersikap sopan dan tidak merusak suasana dengan mengenakan pakaian maid ataupun sexy

Aku memastikan tatanan rambut dan make up ku yang tidak berlebihan. Siapa tahu kalau aku akan bertemu dengannya karena datang sepagi ini. Bisa saja dia belum berangkat atau masih tertidur di alam mimpi. Lelaki satu itu memang sulit ditebak.

Entah kenapa aku sedikit berbedar-debar ketika memikirkannya. Aku merasa ingin cepat-cepat bertemu dengannya dan mengetahui tanggapannya. Apa John akan memberikan pujian dan pulang lebih awal nanti? Atau justru pria itu akan besar kepala karena mendapatkan perlakuan spesial ini?

Apapun itu aku bisa memikirkannya nanti. Kalaupun dokter mesum itu membuatku jengkel, aku tinggal memasukkan wasabi dalam steaknya agar dia tahu rasa.

***

Sebelum membuka pintu, aku memastikan tatanan rambutku sekali lagi. Aku bahkan mengeluarkan kaca untuk melihat dandananku sendiri. Sewaktu kemari, aku singgah terlebih dahulu di supermarket untuk membeli bahan yang kurang. Aku sedikit sangsi karena tadi berdiri berdesak-desakkan saat membayar. Ada anak-anak yang makan es krim, orang yang memiliki bau badan dan berpapasan dengan perokok. Aneh, padahal aku hanya menemui John bukan orang terkenal seperti artis. Kenapa aku harus sebegitu cemas kalau penampilanku berantakan?

Aku menarik nafas sebelum memasukkan sandi keamanan. Begitu bunyi biib terdengar, pintu tiba-tiba terbuka lalu sosok John muncul dan menimpaku. Beban tubuhnya yang berat membuatku terjatuh. Kantong-kantong yang kubawa otomatis terlepas, mengeluarkan semua isinya secara acak. Aku ingin marah karena bercandanya yang tidak lucu tapi hal itu langsung ku urungkan  begitu aku merasakan panas disekujur tubuhnya. Kulihat matanya terpejam dan mengira dia sedang pura-pura tertidur.

“John, bangunlah, tubuhmu berat!” keluhku.

Aku mengguncang tubuhnya kuat untuk memaksanya membuka mata sebab bercandanya ini tidak lucu. Lama aku menunggu dan tidak ada jawaban darinya. Ketika aku mengguncangnya sekali lagi, mulutnya mengeluarkan erangan kesakitan. Kuperhatikan sekali lagi wajahnya dan baru menyadari betapa pucatnya dia. Pria ini tidak sedang bercanda. Dia benar-benar pingsan!

Rasa takut kemudian menguasai diriku. Aku menoleh kesana kemari untuk mencari pertolongan. Apartement seberang itu kosong dan pemiliknya hanya datang saat liburan. Tidak ada cleaning service yang melewati tempat ini karena merupakan wilayah privasi. Tidak mungkin juga aku memanggil sekuriti dan membiarkan John tergeletak disini. Belum lagi dengan rautnya yang kesakitan. Aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja!

Apa boleh buat, aku harus melakukannya sendiri!

Pertama-tama aku melepaskan diri darinya. Selanjutnya, kukerahkan semua tenagaku untuk menyeretnya karena aku tidak bisa memapahnya sendiri lalu menariknya ke atas ranjang. Setelah itu, aku mengambil es batu, air dan handuk kecil untuk mengompresnya. Karena John terlihat kegerahan, aku membuka kancing kemeja, sepatu dan jasnya. Kelihatannya, pria ini sudah bersiap untuk berangkat lalu pingsan di depan pintu.

Setelah meletakkan handuk dingin di dahinya, aku membereskan bahan-bahan yang berserakan di luar. Aku sempat menoleh ke arah John sejenak sebelum melanjutkan pekerjaanku. Kemudian, aku melangkah menuju lemari pakaian dan mengambil sebuah kotak putih yang berisi obat-obatan dan termometer. Untung saja John menyiapkan semua ini karena dengan begitu aku tidak perlu lagi membelinya.

Begitu menemukan termometer, aku langsung meletakkannya dimulut John dan menunggu beberapa menit. Setelah melihat hasilnya, aku membelalak ketika angkanya menyentuh 40 derajat celcius. Pria ini tengah demam tinggi!

Segera aku mengusap pipinya dengan air dingin untuk membangunannya namun tidak ada tanggapan. Terpaksa aku mendekatkan mulutku ditelinganya dan berteriak disana. “John, kau harus minum obat! Kalau tidak, demammu tidak akan turun!”

Dahi John berkedut mendengar suaraku. Bukannya membuka mata, dia malah membalikkan punggungnya hingga membelakangiku. Kemudian wajahnya kembali datar, seolah-olah tidak ada yang terjadi.

Dengan sedikit kasar, aku membalikkan punggungnya hingga mengembalikan posisinya menjadi telentang. Kemudian aku meletakkan bantal pada punggunnya agar lebih tinggi untuk memudahkannya minum obat. John sama sekali tidak membuka matanya meskipun digerakkan seperti itu. Bahkan saat aku memaksa meminumkan obat pun dia tidak bereaksi apa-apa dan terus terlelap.

Kalau John sakit seperti ini, aku tidak bisa membuat steak sebagai makan malam. Aku harus menundanya dulu sampai dia benar-benar sembuh.

Sakitnya ini, aku yakin karena kelelahan bekerja. Dia terkenal sebagai dokter jenius yang berhasil melakukan berbagai operasi. Pengetahuannya tidak hanya terbatas pada satu bidang. Keinginan menjadi dokter yang sangat kuat membuatnya menjamahi semua ilmu kedokteran. Ditambah dengan jabatannya sebagai direktur rumah sakit bukan hanya pajangan segala. Dia mengetahui dengan detail segala administrasi mengenai rumah sakit dan bisa membuat keputusan yang tepat.

Sebagai dokter dan juga pemimpin. Wajar saja kalau dia tumbang. Mungkin malah bisa lebih cepat kalau dengan pola makannya yang kacau seperti dulu.

Aku tersenyum ketika memandangi wajah John yang sedang tertidur. Melihat sosoknya yang damai seperti ini tidak membuatnya terlihat sebagai dokter apalagi pria mesum. Coba saja kalau malam 2 tahun yang lalu berakhir dengan cara berbeda, tentu aku tidak akan membencinya dan menganggapnya sebagai pria brengsek.

Kalau aku ingin balas dendam, bisa saja dengan keadaannya yang seperti ini aku berbuat yang aneh-aneh atau meninggalkannya begitu saja. Tetapi tidak. Aku bukan wanita seperti itu. Bisa saja dia terbangun tengah malam karena lapar atau terjatuh saat berjalan. Atau lebih parahnya dia salah makan obat dan membuat sakitnya semakin parah.

Kelihatannya, menerima tawaran Alex merupakan hal tepat. Untuk sekarang, aku akan menikmati pekerjaan ini seraya merawat dokter mesum sakit ini.

13 votes, average: 1.00 out of 1 (13 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

5 Komentar

  1. Anggina ShaRee menulis:

    Kereenn thorr..lanjutkannn :lovely

  2. rosefinratn menulis:

    :kisskiss

  3. Hehhehe :happy

  4. Tks ya kak udh update

  5. Mulai baperr guysss ekwkwk :ohyeaaaaaaaaah! :ohyeaaaaaaaaah!