Sassy Maid

Sassy Maid and Playboy Doctor – 12

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

15 votes, average: 1.00 out of 1 (15 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

2

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

Semuanya berlalu begitu cepat. Meskipun John telah pergi selama beberapa saat, aku masih mematung di tempatku menatap pintu yang tertutup itu. Seolah-olah, semua yang kualami itu hanya mimpi. Menemukan John yang pingsan, merawatnya hingga tertidur lalu bangun dalam keadaan sehat dan pergi meninggalkanku begitu saja.

Aku kemudian menghela nafas, mengamati seluruh ruangan dan diriku sendiri yang masih mengenakan pakaian yang sama dengan semalam. Tidak, ini bukan mimpi. Apa yang kulalui, semua adalah kenyataan termasuk John yang pergi karena panggilan tugas.

Pekerjaannya sebagai dokter memang tidak mengenal waktu dan tempat. Aku tebak, pasti pria itu lebih banyak menghabiskan waktu dirumah sakit sehingga apartementnya sering ditinggal begitu saja. Kalau pun pulang, dia pasti akan pergi lagi begitu mendapat panggilan darurat seperti sekarang.

Dengan tatapan lesu, aku melangkah menuju tempat tidur dan merapikan selimut yang berantakan. Masih ada sisa-sisa kehangatan disana, tempat aku dan John menghabiskan malam bersama. Pria itu padahal baru saja sembuh dari sakitnya. Dia bahkan belum mandi, berganti pakaian ataupun sarapan dan harus menuju rumah sakit menuaikan tugas.

Aku menyentuh keningku lalu menatap kembali kasur yang masih seperti sebelumnya. Ini adalah yang kedua kalinya aku tidur disini setelah dua tahun lalu. Namun, yang berbeda adalah keadaan. Kalau saat itu aku sedang mabuk dan John mengambil kesempatan, sekarang pria itu sakit dan aku yang merawatnya. Coba saja pertemuan kami seperti ini, aku tidak perlu membencinya hingga sekarang dan didera dengan perasaan sesak yang melingkupi dada. Sebesar apapun aku menolak, perasaan itu tetap tumbuh.

Berada di dekat John membuatku merasakan berbagai emosi. Rasa cemas, marah dan kasih sayang, semuanya bercampur aduk menjadi satu. Kelihatannya, tanpa aku sadari, aku merasa nyaman dengan John dan selalu ingin bertemu dengannya. Walapun, aku belum berpikir jauh seperti pernikahan, aku selalu senang ketika pria itu menggodaku dan berharap kalau hubungan kami akan terus seperti ini.

Sepertinya, aku kalah dengan diriku sendiri dan melupakan pendirianku tentang wanita tangguh. Bukan berati aku merasa rapuh. Bersama John, aku merasa diperlukan. Bersama dia, aku merasa menemukan jati diriku yang sebenarnya.

Sebuah senyum kemudian terbentuk diwajahku. Aku melihat ke arah jam dan memperkirakan berapa lama aku membereskan apartement. Aku masih punya banyak waktu hingga pulang berganti pakaian dan memasak. Karena John baru saja sembuh dan membutuhkan perhatian lebih, aku sendiri yang akan mengatar bekalnya hari ini.

Aku bisa membayangkan, betapa terkejutnya wajah pria itu ketika melihatku nanti. Apa dia akan merasa senang? Mengingat dia yang tergila-gila padaku, aku sudah tahu jawabannya. Aku hanya perlu berdandan cantik dan menjadi wanita yang percaya diri seperti biasanya. Dengan begitu, aku bisa menemuinya dengan bangga dan membuat wanita-wanita lain yang mendekatinya terintimidasi oleh keberadaanku.

***

Kalau sebelumnya, aku mengenakan dress vintage gelap, kali ini aku menggunakan dress pink dengan motif bunga selutut dan sepatu hak berwarna lebih muda. Rambutku kugerai begitu saja tanpa hiasan, menampakkan warna pirang asli dengan kilaunya yang alami. Aku pun tidak mengenakan make up yang berlebihan dan hanya memoleskan foundation dan memulas lipstick tipis. Aku tidak mau kelihatan norak karena tempat yang ku kunjungi adalah rumah sakit, bukan kelab malam.

 Aku tidak mau kelihatan norak karena tempat yang ku kunjungi adalah rumah sakit, bukan kelab malam

Setelah menyiapkan barang-barang yang kubawa, aku memperhatikan diriku sekali lagi di depan cermin. Rasanya seperti deja vu karena aku juga melakukan hal yang sama pada dua hari yang lalu. Kalau di ingat lagi, saat itu aku lebih bersemangat berdandan, bahkan lebih antusias dari sekarang. Mungkin karena sekarang aku tidak menemuinya secara pribadi seperti dirumahnya yang membuat kami lebih bebas dan leluasa dalam bersikap.

Begitu selesai, aku bergegas turun dan menaiki mobil yang ditinggalkan Alex untukku. Aku lalu menginstruksikan supir untuk menuju rumah sakit tempat John bekerja. Jangan heran kalau aku mendapat pelayanan mudah seperti ini. Semua tahu dengan statusku sebagai maid pribadi Alex yang sekaligus juga membuat mereka hormat padaku. Yah, meskipun biasa aku tidak membutuhkan supir dan selalu berjalan kaki kemana-mana atau naik angkutan umum, untuk kali ini aku akan menaikkan standarku demi menemui dokter mesum itu.

Aku mengamati jam tangan dan menerka-nerka kapan John selesai dengan operasinya. Kalau nanti operasinya belum berakhir, aku bisa menghibur diri dengan berjalan-jalan mengitari seluruh area rumah sakit. Atau aku bisa menunggu di ruang kerjanya sambil memastikan ruangannya rapi.

Awas saja kalau ruangannya sama seperti apartementnya. Aku akan mengomelinya sepanjang makan siang agar pria itu sadar dengan kebersihan. Asal John mau mengubah sifatnya yang berantakan itu, aku rela terlihat seperti orang ibu galak yang memarahi anaknya.

Memikirkannya membuatku tidak bisa berhenti tersenyum. Aku bahkan tidak sadar kalau sudah tiba di rumah sakit sampai supir memanggilku. Aku benar-benar ceroboh karena bisa-bisanya terlena dengan lamunanku sendiri. Sebelum turun, aku meminta agar supir tidak usah menunggu. Aku tidak tahu berapa lama ada disini dan tidak ingin membuatnya menunggu lama.

Sesuai dugaan, John belum selesai menjalankan operasinya. Terlihat dari sekumpulan orang yang berdiri di pintu ruang UGD dan lampu merah yang menyala. Lidahku gatal ingin bertanya pada suster yang berlalu lalang. Namun, aku berusaha sekuat tenaga untuk mengurungkan niatku karena itu sangat tidak sopan apalagi dengan keluarga yang sedang bersedih.

Terpaksa opsi lain yang kulakukan adalah berkeliling sembari melihat-lihat sekitar. Rumah sakit ini begitu luas dan memiliki sepuluh tingkat. Lantai dasar, dikhususkan untuk recepsionist, dokter umum dan UGD. Untuk lantai berikutnya, terdapat ruangan yang dibagi-bagi untuk dokter spesialis dan scanning lainnya. Ada juga kamar untuk untuk pasien menginap. Semakin kaya orang tesebut, biasanya menginginkan privasi lebih. Lantai lima keatas disiapkan untuk orang-orang seperti mereka.

Rumah sakit yang dibangun seluas tujuh hektar itu juga memiliki taman yang indah untuk berjalan-jalan. Pasien yang bosan menunggu atau jenuh karena terus dikamar, bisa memperbaiki suasana hatinya dengan berada disini. Itu karena keindahan bunga beraneka ragam yang ditanam mengeluarkan harum yang semerbak. Anak-anak juga akan merasa senang dengan patung rumput yang digunting berbagai bentuk tokoh terkenal seperti Disney ataupun Super Hero.

 Anak-anak juga akan merasa senang dengan patung rumput yang digunting berbagai bentuk tokoh terkenal seperti Disney ataupun Super Hero

Sepanjang berkeliling, aku melihat seluruh kursi tunggu penuh dengan pasien yang datang

Sepanjang berkeliling, aku melihat seluruh kursi tunggu penuh dengan pasien yang datang. Tidak kusangka, begitu banyak orang yang mempercayai kesehatannya di rumah sakit ini. Aku pernah membaca artikel kalau rumah sakit yang dipimpin John ini termasuk rumah sakit terbaik. Selain pelayanan yang ramah dan penanganan yang cepat, dokter-dokter yang bekerja disini sangat handal dalam bidangnya. Jadi wajar saja jika orang-orang menjadikan rumah sakit ini sebagai favorit.

Ketika sedang mengamati sekitar, telingaku menangkap pembicaraan dua orang suster wanita mengenai John. Sontak, aku langsung mengikuti mereka untuk mendengarkan apa yang mereka bicarakan. Seharusnya, aku sudah tahu arah pembicaraan itu dan membuat ekspetasi hubunganku dengan John menjadi runtuh. Aku lupa kalau pria itu memiliki kekasih dimana-mana.

Siapa yang tidak tertarik untuk memiliki John? Dokter muda mapan dengan masa depan yang sudah pasti ditambah dengan pemilik rumah sakit yang memiliki segudang reputasi baik. Wanita manapun pasti berusaha untuk mengejarnya. Belum lagi dengan sifatnya yang suka menggoda itu. Pasti banyak diluar sana wanita cantik yang bersamanya.

Aku menundukkan wajahku dan bersiap untuk pergi. Hatiku tidak siap mendengar semua perlakuan manis yang diberikan John kepada wanita lain. Tetapi apa yang kudengar ternyata berbanding terbalik dengan apa yang kupikirkan. Aku bahkan sempat mematung sebelum kembali mengikuti kedua suster itu dengan langkah teratur.

“Apa kau tahu pasien wanita yang mengidap leukimia itu? Sewaktu rambutnya rontok, dia menangis tersedu-sedu mengatakan dirinya tidak cantik lagi. Tapi dokter John menenangkannya dan memberikan godaan ringan sehingga wanita itu ceria lagi. Aku dengar, pengobatannya berjalan lancar dan hanya tinggal menunggu hasil tes,” ucap suster berbadan kecil dengan semangat.

“Ya, aku mendengarnya,” sahut suster satunya yang lebih tinggi. “Kudengar, dokter John juga berhasil membujuk pasien kakek untuk meminum obatnya. Padahal sebelumnya aku mendengar dari suster yang lain kalau sangat sulit membujuknya. Kau tahu apa yang dokter John lakukan? Dia mengajak kakek itu bermain catur dan mengalahkannya tiga kali berturut-turut! Dokter John sangat hebat bukan?!”

Suster kecil itu mengangguk mengiyakan. “Lalu, aku juga mendengar kalau dokter John mengencani seluruh suster untuk mengetahui kendala mereka selama bekerja. Dokter John akan memberikan solusi dan menciptakan suasana kerja yang nyaman untuk kita.”

“Aku juga tahu itu,” balas suster yang lebih tinggi. “Info yang kudengar dari suster-suster senior, siapapun yang diajak kencan oleh dokter John akan diperlakukan sebagai putri. Mereka akan dibawa ke tempat rekreasi, shopping di mall, makan di restoran mewah dan masih banyak lagi. Tidak ada hubungan sex sama sekali. Dokter John benar-benar menghargai kita sebagai wanita.”

Suster berbadan kecil itu menyentuh kedua pipinya lalu bersorak kegirangan. “Kyaaa! Aku juga ingin diperlakukan seperti itu! Menjadi putri selama satu hari dan mendapatkan perlakukan manis dari orang yang disuka! Itu pasti akan menjadi kenangan yang tak terlupakan!”

“Hey, jangan teriak-teriak! Suaramu menganggu yang lain. Jangan sampai dokter John menegurmu dan menganggapmu kurang baik dalam bekerja,” tegur suster berbadan tinggi itu.

“He he he, maaf, aku hanya kesenangan,” balas suster berbadan kecil itu sambil memiringkan kepalanya.

Saat itu tatapannya langsung tertuju padaku. Sepertinya, dia menyadari kalau aku sejak tadi mengikuti mereka. Aku ingin cepat-cepat pergi dari tempat itu tapi suster berbadan kecil itu lebih dulu memanggilku.

“Selamat siang, nona. Apa ada yang bisa kami bantu?” tanyanya sopan.

“Ah, aku… aku… ” Aku berusaha memikirkan alasan dan tiba-tiba pertanyaan itu terlintas begitu saja. “Aku ingin tanya, dimana jalan menuju ruang kerja dokter Johnathan Lewis?” tanyaku dengan senyum yang dipaksakan.

Kedua suster itu saling bertatapan sebelum akhirnya suster yang lebih tinggi itu kembali bertanya. “Maaf, tapi apa nona sudah membuat janji? Karena tidak sembarangan orang bisa menemui beliau jika diluar kepentingan.”

Ucapannya itu sebenarnya sangat menohok. Tetapi aku tidak mempermasalahkannya karena akan lebih malu lagi kalau mereka mengetahui kalau sejak tadi aku mendengar semua percakapan mereka. “Sudah. Alexander Black Testa yang menyuruhku kemari untuk mengatarkan sesuatu. Bisa kalian tunjukkan dimana jalannya?”

Aku sengaja menyebutkan nama Alex secara lengkap. Siapa yang tidak kenal Alex? Aku yakin meskipun mereka mengagumi John, mereka juga pasti mengenalnya. Walaupun Alex sudah menikah, tidak sedikit wanita berbisa yang berharap adanya pertikaian dalam kehidupan rumah tangga mereka. Sehingga kalau hal itu terjadi, wanita-wanita itu bisa merangsek masuk dan menjadi nyonya Testa.

Sebenarnya tanpa perlu bertanya pun aku sudah tahu. John betul-betul mengadopsi sikap kerja Alex. Jadi ruangan kerjanya pasti berada di lantai tertinggi rumah sakit ini.

“Ruangan kerja dokter John berada di lantai teratas rumah sakit ini. Bisa diakses melalui lift yang terdapat disamping meja resepsionist.”

Suster berbadan tinggi itu menjawab dengan wajah datar. Samar-samar, aku bisa melihat kalau ada nada tidak suka terselip disana. Begitu juga dengan temannya yang menatapku sinis. Mungkin karena aku sama sekali tidak seperti seseorang yang diminta untuk mengatarkan sesuatu, malah lebih berniat untuk menggoda.

Menggunakan nama Alex memang pilihan yang benar. Aku tidak mau ambil pusing dengan kecemburuan mereka. Yang aku inginkan adalah segera pergi dari sini dan tidak ingin melihat mereka lagi. “Baik, terima kasih atas informasinya.”

Aku segera melenggang pergi dengan senyum terbaik dan membalikkan tubuh dengan elegan seperti model ternama. Tak lupa, aku juga memberikan senyum terbaik dan memainkan ujung rambutku agar tampak menggoda. Perbuatanku itu, berhasil membuat semua orang yang berada disitu terpukau. Bahkan aku bisa melihat wajah keterpesonaan dari kedua suster itu.

Aku sengaja melakukannya untuk memprovokasi mereka sekaligus peringatan agar tidak menganggapku sebagai wanita biasa. Tujuanku yang lain agar mereka menyebarkan gosip dan sampai ke telinga wanita-wanita pengganggu yang terus menempeli John. Mana ada gosip yang tidak menyebar cepat jika sudah menyangkut pria yang di idolakan? Apalagi dari wanita-wanita muda yang sangat memujanya.

Aku yakin, tidak lama lagi mereka akan muncul untuk memberiku peringatan. Baguslah, karena dengan begitu aku tidak perlu repot-repot mencari mereka satu per satu dan langsung mengusir mereka. Tentu tidak mudah melakukannya belum lagi dengan betapa banyaknya wanita yang menggilai John. Tapi tidak masalah karena aku mempunyai banyak waktu dan sifatku yang kuat tidak akan dari mereka.

Aku lalu melangkah menuju lift dengan percaya diri. Begitu kakiku hampir melangkah masuk, seseorang tiba-tiba mengalunkan lengannya pada leherku. Aku hampir terjatuh kalau dia tidak berdiri dibelakangku. Lantas aku mendongak, bersiap untuk memarahi siapapun itu. Tetapi aku malah mematung ketika bertatapan dengan sepasang mata bening milik wanita cantik berjas putih ala dokter yang kukenal.

Hi, darling. Miss me?

15 votes, average: 1.00 out of 1 (15 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

7 Komentar

  1. Uwuuuuw…can’t wait :berharapindah

  2. :kisskiss :berharapindah :berharapindah

  3. rosefinratn menulis:

    Hiyaaaa,jijay….kenapa yg muncul mlh cewek itu coba

  4. ini terusannya mana

  5. Can’t wait

  6. Tks y kak udh update.