Sassy Maid

Sassy Maid and Playboy Doctor – 03

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

14 votes, average: 1.00 out of 1 (14 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

2

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

2 tahun setelahnya

‘It’s Saturday Night! Time to party!’

Aku bersorak dalam hati melihat tanggal di kalender yang begitu pas. Hari ini entah kenapa aku kepikiran untuk minum dan mencari pria kencan satu malam. Sudah lama aku tidak melakukannya dan hasratku menggebu-gebu. Mungkin karena tahun ini adalah tahun tersulit sekaligus tahun yang paling membahagiakan.

Setelah sekian lama, Nina akhirnya bangun dari tidur komanya tetapi dia kehilangan ingatannya. Memang sedih karena melupakan semua kenangan yang pernah dilaluinya bersama aku dan Alex, tapi kami juga merasa senang karena dengan begitu dia tidak perlu mengingat masa lalunya yang pahit dan kenyataan kalau dia keguguran. Kebahagiaan semakin lengkap karena ditengah-tengah itu Nina hamil.

Walaupun sudah berusaha agar Nina tidak mengingatnya, tetap saja ingatan itu datang begitu saja. Dia sempat merasa hancur namun kembali bangkit dan melewati semuanya dengan tegar.

Aku marah sewaktu Alex meninggalkannya sendirian di Indonesia dan tidak mengijinkanku pergi menemaninya. Bayangkan, ditinggal seorang diri dalam kondisi hamil bersama keluarga yang dulu pernah menyakitinya agar dia tidak mengetahui masalah yang menimpanya. Apa Alex sungguh tidak mengerti perasaan Nina sama sekali? Apa dia pikir dengan menyembunyikan dan menanggung semuanya sendirian masalah akan selesai? Sungguh keterlaluan!

Untung saja orang tua Alex datang membantu. Ditambah dengan kedatangan Nina yang tiba-tiba sambil berakting dengan John membuat suasana bertambah seru. Jika aku ada disana, aku pasti akan mengambil foto Alex yang terbakar cemburu dengan banyak. Belum lagi, orang tuanya kompak menjauhkan Alex dari Nina membuatnya frustasi sepanjang kehadiran mereka.

Sekarang, semua kepahitan mereka sudah berakhir. Alex dan Nina akhirnya bisa bersama dan dikaruniai seorang putra yang tampan dan lucu bernama Lucas. Pernikahan mereka sangat meriah sampai aku pun menangis melihatnya. Oh ya, dekorasi-dekorasi pesta itu aku yang membuatnya. Kelihatannya, aku membuat bakatku yang lain sebagai pembuat ornamen. He he he.

Aku yakin saat Lucas dewasanya nanti pasti akan banyak memikat hati para gadis seperti ayahnya. Kuharap dia mewarisi sifat Alex yang setia pada satu pasangan. Jangan seperti John, yang ‘sempat’ menggandeng lengan Nina sebentar. Semoga dalam waktu sesingkat itu, dia tidak menularkan virus-virus playboy pada Lucas selama masih didalam perut.

Malam ini aku tidak terlalu sibuk karena Nina mengambil alih semua urusan rumah. Padahal aku sudah melarangnya untuk banyak bergerak lantaran kehamilannya yang kedua. Yup, Nina mengandung anak kedua dan sebentar lagi Lucas akan menjadi kakak! Rumah ini akan semakin ramai dengan kehadiran anak-anak yang lucu.

Untuk perburuan malam ini, aku mengenakan top crop berbahan latex hitam yang mengkilap. Pakaian itu begitu berani karena memperlihatkan bagian dada dan hanya terdapat seutas tali setipis spaghetti. Rok yang dikenakan juga memperlihat lekuk pantat yang montok dan menggoda. Dengan rambut yang tergerai dan juga make up yang kupoles berjam-jam, aku telihat seperti wanita yang fierce.

 Dengan rambut yang tergerai dan juga make up yang kupoles berjam-jam, aku telihat seperti wanita yang fierce

Pakaian itu sudah lama kubeli dan baru kesampaian untuk mengenakannya sekarang. Aku yakin dengan penampilanku seperti ini akan mudah mendapat laki-laki yang menjadi one night stand ku.

“Anna, kenakanlah ini.” Nina muncul dengan mebawakan jaket denim bewarna hitam di tangannya. “Pulang nanti, kau pasti kedinginan. Kenakan ini agar kau tidak sakit.”

Aah, Nina begitu perhatian. Jiwa keibuannya begitu kental semenjak Lucas lahir. Bukan hanya memperhatikan putranya, orang lain juga mendapat imbas dari kasih sayangnya. Mungkin karena dulu dia tidak mendapat perhatian dari ibunya sehingga Nina begitu peduli pada orang-orang sekitar. Aku jadi ingin menciumnya tapi niat itu ku urungkan saat melihat Alex mengintip dari balik dinding.

“Tidak apa-apa. Angin malam tidak akan membuatku tumbang begitu saja. Lagi pula, aku pergi mengenakan taksi dan pulang besok pagi,” ucapku riang.

Ada kerutan tak suka diwajah Nina ketika mendengarnya. Dia tidak membohongi dirinya sendiri dan menyatakan ketidak setujuan pada apa yang kulakukan. “Sejujurnya aku tidak suka melihatmu seperti ini. Di negaraku, hal-hal itu merupakan hal yang tabu. Aku ingin kau bahagia, tapi bukan dengan cara seperti ini.”

Aku tersentuh dengan ucapan Nina dan tanpa sadar memeluknya. Seumur hidup, aku belum pernah mendapat perhatian seperti ini. Aku sudah menganggapnya sebagai adik, begitu juga dengannya. Karena sudah menemukan kebahagiaanya sendiri, dia ingin agar aku juga bahagia.

“Tenang saja. Aku sudah puas hanya melihatmu seperti ini. Menjadi istri Alex dan ibu bagi Lucas. Membangun keluarga kecil impianmu dan terus rukun sepanjang akhir hayat.”

Saat aku menguraikan pelukan, aku mendengar desahan nafas panjangnya. Walaupun tampak tak puas, Nina kelihatannya bisa menerima walaupun itu sedikit membuat matanya berkaca-kaca.

“Kalau begitu berhati-hatilah. Besok, saat kau pulang, akan membuatkan sarapan kesukaanmu.”

“Aku jadi tidak sabar untuk pulang cepat besok,” tawaku lalu melangkah ke pintu. Sebelum pergi, aku melambaikan tangan dan memberikan kiss bye pada Nina. “Sampai jumpa besok pagi.”

Nina membalas lambaian dengan senyum simpul. Setelah pintu telah tertutup, barulah Alex mendekatinya. “It’s okay. Anna wanita yang pintar. Dia bisa menjaga diri.” Alex mengelus kedua lengan Nina dan memberikan kecupan ringan di dahi untuk menenangkannya. “Bagaimana kalau kita juga bersenang-senang? Lucas sudah tidur jadi tidak ada yang mengganggu.”

Nina menyikut perut Alex dan selangkah menjauh darinya. Suaminya ini, bisa-bisanya mengambil kesempatan ditengah kemuramannya. Padahal kondisinya juga tidak boleh terlalu sering berhubungan. Sesekali, Alex memang perlu diberi pelajaran.

“Tidak. Aku sudah memberimu jatah di malam pernikahan. Ingat, apa yang dokter Julie katakan kalau kita tidak boleh terlalu sering?”

Mendapat tatapan peringatan dari Nina justru membuat Alex semakin senang. Dia merengkuh tubuh istrinya itu lalu menciumi seluruh lehernya memberikan tanda merah disana. “Aku ingat. Karena itu, kita akan melakukannya pelan-pelan dan sangat lambat sampai menjelang tidur.”

Pipi Nina memerah memahami maksud Alex. Sebelum dia hendak memprotes, Alex lebih dulu membungkamnya dengan ciuman dan larut dalam percintaan malam yang panjang.

***

Selama perjalanan menuju club, tidak sedikit aku mendapatkan lirikan tatapan mempesona dari supir taksi. Ya, aku tahu aku sangat cantik terlebih dengan pakaian seperti ini. Jika supir taksi itu saja bisa terpikat dengan pesonaku, sudah pasti nanti lebih banyak pria yang terjerat. Dengan begitu, aku bisa menyeleksi satu per satu kriteria pria idamanku dan melanjutkannya dengan sesi bercinta.

Setelah membayar taksi, kakiku melangkah memasuki club yang bertuliskan Miss Night. Tempat ini bukanlah club yang pertama kali ku kunjungi. Alasanku kemari adalah untuk melihat bartender tampan yang sangat sesuai dengan seleraku. Jika dihitung, sudah ketiga kalinya aku kemari. Tempatnya yang tidak terlalu jauh dari apartement Alex juga menjadi perhitungan karena besok aku akan pulang cepat.

Seperti biasanya, begitu melangkah masuk, banyak tatapan pria yang tertuju padaku. Aku bertaruh, jika ada diantara mereka yang pasti berniat meniduriku. Lihat saja dari tatapan mesum yang mereka berikan secara terang-terangan. Aku yakin tidak lama untuk menemukan mangsa dan menghakhiri malam ini.

Begitu tiba di meja bartender, aku memberikan lirikan singkat kepada pria yang berdiri diseberang. Bartender itu membalas menatapku dengan senyuman dengan Shakers ditangan.

“Martini.”

Setelah aku mengatakannya, bartender itu mengambil bahan-bahan dan mencampurnya. Gerakan yang dilakukannya saat mengocok begitu menggiurkan karena menampakkan lengan kokohnya. Otot-otonya terlihat keras, hasil latihan selama bertahun-tahun dengan tubuh yang tinggi dan juga berisi. Dibalik kaos hitam itu, terdapat dada kekar dan juga otot perut yang begitu menggoda untuk disentuh.

Aku meneguk ludah sekali melihat pemandangan indah dimataku. Pikiran liar dengan cepat meningkatkan nafsu hingga membuat dadaku berdebar-debar. Aku melipat kedua kaki untuk menahan gejolak yang membumbung tinggi. Jika bartender ini tidak sedang bekerja, aku pasti sudah mengajaknya bercinta, menikmati manisnya duniawi.

Lamunan nakal ku kandas ketika seorang pria muda berambut pirang duduk disampingku. Tanpa malu-malu, dia menyodorkan segelas minuman padaku lalu menikmati minumannya sendiri. “Hai nona, apa aku boleh minum denganmu?”

Aku menatap minuman pemberiannya itu dengan datar lalu memalingkan wajah. Tidak ada yang salah dengan sikapnya yang ramah, hanya saja aku tidak menyukai anak muda sepertinya. Belum lagi posturnya yang pendek dan terlihat skinny dimataku. Bocah ini pastilah masih ingusan.

Menurutku, anak muda ‘Kurang Bisa’ memuaskan. Mereka memang memiliki fantasy liar dan keinginan untuk mencoba hal-hal baru. Tapi terkadang dari mereka begitu kasar dan berbuat sesukanya. Aku tidak menyukai sifat mereka yang kekanak-kanakan seperti itu. Karena itu, aku menyukai pria dewasa yang ‘Lebih Kuat’ dan tentu saja menghormatiku.

“Minggir pria kecil. You’re not her type.”

Aku langsung menjerit dalam hati mengenali siapa pemilik suara itu. Siapa lagi kalau bukan Johnathan Lewis, dokter brengsek, hidung belang dan mata keranjang itu! Wajahnya yang mulus dan tampan berhasil memikat wanita-wanita yang hadir dalam club ini. Penampilannya yang selalu mengenakan jas putih begitu mencolok ditengah keramaian.

Aku tidak mengerti kenapa dia begitu suka dengan warna itu. Apakah tidak cukup mengenakan jas putih dokter di rumah sakit sehingga harus mengenakannya sehari-hari? Kenapa dia sangat berbanding terbalik dengan Alex yang menyukai warna hitam? Setidaknya Alex masih lebih baik dalam memilih selera dan tidak semua benda-benda yang dimiliknya bewarna sama dengan nama tengahnya.

Rasanya, aku ingin mencakar wajah mulusnya itu. Setiap kali melihatnya selalu mengingatkanku dengan malam yang terjadi dengannya. Walau sudah bertahun-tahun berlalu, tetap saja itu masih membekas dalam benaknya. Belum lagi setelah itu, aku belum pernah berhubungan dengan laki-laki lain dan juga merasakan rasa nikmat yang begitu puas.

Jika di ingat kembali, bodohnya aku menerima tantangan bodoh itu tanpa menyadari adanya obat tidur dan Viagra didalamnya. Sampai saat ini, aku sama sekali tidak menjumpai pria bernama Chris itu. Kalau aku menemukannya lagi, siap-siap saja aku akan mengubahnya menjadi perempuan seumur hidup!

“Bukan kau yang menentukkan nona ini ingin dengan siapa. Get lose, losser!” Pria muda itu mendorong bahu kanan John menunjukkan keberaniannya.

Aku berteriak dalam hati memuji keberaniannya. Mungkin, aku bisa mempertimbangkan lagi untuk menjadikannya sebagai one night stand ku.

John mengusap sebelah jasnya yang tidak kotor lalu memasang senyum cerah. Bahkan beberapa wanita berteriak senang ketika melihatnya. “Well, seharusnya kau mendengarkanku, pria kecil.”

Di detik dia selesai mengatakannya, John melemparkan lembaran uang hingga berserakan dilantai. Tentu saja hal itu membuat siapapun berebut untuk mengambilnya bahkan ada yang saling memukul. Tidak ada yang mau mengalah karena mereka tahu kalau kesempatan ini tidak akan datang dua kali.

Ditengah kekacauan itu, John menarik lenganku paksa keluar dari club itu. Pria kecil tadi tidak bisa mengejar karena terjebak kerumunan yang mengambil uang. Tanpa masalah, kami berhasil keluar dari tempat itu dan John langsung memaksaku masuk kedalam mobil. Aku membuang wajah keluar, muak menatap wajah pria yang disampingku itu.

Aku menyesal tidak menerima jaket denim pemberian Nina. Siapa yang menyangka jika AC mobil milik dokter hidung belang ini begitu dingin. Pakaianku yang terbuka membuat dinginnya terasa menusuk. Aku sampai menggosok-gosok kedua lenganku untuk menciptakan kehangatan disana.

Aku tidak tahu kalau John ternyata sedang mengamatiku. Sesampai di lampu merah, dia melepaskan jas putihnya itu lalu memberikannya padaku. “Nah, pakai ini. Aku tidak keberatan kalau muntah disana. Siapa tahu, aku mendapatkan sesuatu yang tak terduga lagi.”

Aku menatap tajam, mengerti apa yang dimaksudnya. Pria ini begitu kurang ajar karena masih mengungkit kesalahan itu.

“Aku bercanda,” ucapnya dengan cengiran lebar. “Aku hanya berniat baik karena kau kedinginan.”

“Kau akan menyesal karena memberikannya padaku.” Dengan merengut aku mengenakan jas putih itu yang dalam sekejab berhasil menghangatkan. Perpaduan bau jeruk dan apel langsung tercium setelahnya. Meskipun sifatnya jelek, kelihatannya John cukup pandai memilih parfum yang harum.

Actually you look nice in that outfit. Tapi akan lebih bagus lagi kalau kau mengenakannya hanya untukku.”

Tanganku rasanya gatal ingin menampar wajah tampan nan bersih dan sok itu. Sayangnya, aku tidak mau mengotori tanganku dengan menyentuhnya. Aku memilih diam dan mengamati sekeliling jalan sambil merutukinya yang telah merusak rencanaku.

“Sebenarnya, aku tidak keberatan menjadi teman bercintamu. Kalau mengingat terakhir kali melakukannya, aku selalu bergairah! Well, siapa yang bisa menolak jika diajak bercumbu dengan wanita cantik sepertimu. Belum lagi, kau sangat hebat sampai-sampai aku …”

Aku melayangkan sebuah tamparan menyakitkan kewajah mulus itu dan membuat kami hampir saja mengalami kecelakaan jika dia tidak langsung membanting stir ke bahu jalan. Kelihatannya, tamparanku cukup kuat hingga membuat wajahnya memar dan meringgis kesakitan.

“Dengar, apa yang pernah terjadi diantara kita adalah suatu kesalahan! Aku tidak mau mengingatnya lagi dan tidak mau berurusan dengan pria mesum sepertimu!”

Setelah mengatakannya, aku membuka pintu dan membantingnya dengan kasar. Mengabaikan teriakkannya yang menyuruhku masuk, aku bersikeras untuk berjalan kaki.

“Anna, kakimu bisa sakit mengenakan high heels setinggi itu! Ayolah, aku minta maaf dan akan mengantarmu pulang.”

Aku mendengus kasar mendengar tawarannya dan memilih untuk bertahan dengan pilihanku untuk pulang sendiri. Biar saja dia terus mengikutiku dan harus menerima klakson marah dari mobil yang melintas. Aku tidak akan menyesal dengan keputusanku, walau esoknya aku merasakan efek dari kebodohanku.

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

9 Komentar

    1. :berharapindah

    1. :berharapindah

  1. AyukWulandari2 menulis:

    Galak galak gemes anna ini nih :kisskiss

  2. oviana safitri menulis:

    penapsaran

  3. Gak bosan bosan :sebarcinta

  4. Gemes