Sassy Maid

Sassy Maid and Playboy Doctor – 08

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

11 votes, average: 1.00 out of 1 (11 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

2

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

“Hah?! Kau mau aku membersihkan rumah dokter mesum itu?!” teriakku tinggi tanpa mempedulikan pria disebrangku ini adalah atasanku. Alex sampai memejamkan mata dan menutup telinga dengan kedua tangannya. Untung saja kami berada di ruang kantor pribadi yang kedap suara sehingga Nina tidak mendengar apa yang terjadi.

“Apa kau tidak salah? Aku tidak ikut ke Indonesia bukan berati aku ingin bekerja pada dokter sialan itu! Kau seharusnya tahu kalau aku tidak menyukainya! Kenapa kau memintaku melakukan ini?!” tanyaku bertubi-tubi. Wajahku memerah dan nafasku memburu naik turun karena sesak terus berteriak.

Sejak sore, kepalaku sudah pusing karena harus menghindari tatapan mesum Julie. Dia bahkan secara terang-terangan menggodaku dihadapan Nina yang dianggap sebagai candaan. Aku berpura-pura tersenyum didepan mereka tetapi dalam hati aku mengutuk Julie yang terus menggangguku. Kalau saja tujuannya bukan untuk memeriksa Nina, sejak tadi aku pasti sudah mengusirnya. Bila perlu, aku akan melemparkan pantat wajan hitam hingga mengenai wajah cantiknya itu.

Sekarang, sakit kepalaku semakin bertambah dengan permintaan konyol ini. Ini bukanlah ide Alex. Dengan sifatnya, tidak mungkin dia berpikiran seperti itu. Dari pada menyuruhku, sebenarnya lebih mudah mencari maid lain.

Pasti ini ulah dokter sialan itu! Sepertinya aku perlu menamparnya lagi agar tahu dia berurusan dengan siapa.

“Ini bukan usulan John. Aku yang memikirkannya,” ucap Alex seolah-olah mengetahui apa yang kupikirkan.

Aku memelototkan mataku dan menghentak keras meja hitam yang memisahkan kami. Kuabaikan rasa sakit di telapak tanganku dan menatap Alex nyalang. “Aku tidak mau! Aku tidak sudi untuk membersihkan apartementnya dan melihat wajahnya yang menyebalkan itu! Terserah, kau ingin memecatku atau tidak. Kalau kau memaksa, aku akan berhenti!”

Hanya ancaman itu yang bisa kulontarkan. Aku sudah kehilangan akal untuk berpikir jernih. Bagaimanapun caranya, walaupun harus kehilangan pekerjaanku, aku tidak mau bertemu dengan dokter sialan itu apalagi harus bekerja padanya. Membersihkan apartementnya sama saja dengan melemparkan diri ke kandang buaya. Tempat itu adalah tempat terkahir dalam list yang tidak ingin ku kunjungi. Jika Alex tetap mempertahankan keputusannya, maka malam ini adalah hari terakhir aku bekerja.

“Dengarkan aku dulu. Aku tidak akan memaksamu untuk menerimanya. Aku hanya ingin kau mempertimbangkan setelah mendengar bagaimana kondisi John.” Alex masih bisa berkata dengan santai, seolah-olah dia tidak terpengaruh dengan ancaman yang tadi dilontarkan.

Berbeda denganku dengan amarah yang menggebu-gebu karena permintaan konyol ini. Aku sudah kehilangan ketenanganku. “Memangnya apa yang harus kuketahui tentangnya?” tanyaku cepat.

Merasa kalau aku tidak mau mendengar penjelasan panjang, Alex memajukan tubuhnya dan menatapku serius. “John terlalu sibuk dengan urusannya sehingga tidak punya waktu istirahat cukup. Saat mengajaknya makan siang tadi, selera makannya buruk  dan penampilannya juga berbeda dari biasanya. Aku yakin jika dia sudah tidak pulang beberapa hari dan tidur di kantornya. Selain tidak mengurusi apartement dan penampilannya, dia juga tidak menjaga kesehatannya sendiri sehingga jatuh sakit.” Alex menjelaskan itu semua dalam satu tarikan nafas. Seperti sudah biasa melakukannya sehari-hari.

“Lalu apa yang harus kulakukan kalau dia sakit? Aku bukan dokter!” ucapku ketus.

“Aku tahu. Tapi ada hal yang bisa kau lakukan.” Kali ini, Alex kembali menyandarkan punggungnya dengan lengkungan tipis dibibirnya.

Senyumannya itu yang begitu misterius membuatku mengernyitkan dahi. Aku tidak bisa menahan rasa penasaranku untuk tidak bertanya. “Apa maksudmu?”

“Tugas utamamu adalah membersihkan apartement John lalu menyiapkan makanan bergizi untuknya. Kau melakukannya setiap hari dan disaat jam bekerja sehingga tidak perlu bertemu langsung dengannya. Sarapan dan makan siang, kau bisa menyuruh supir untuk mengantarnya sedangkan untuk makan malam kau tinggalkan saja di kulkas dan tuliskan pesan bagaimana cara menghidangkannya. Setiap hari, pastikan kalau apartementnya bersih dan semua barangnya tertata rapi. Setelah selesai, kau boleh pulang dan tidak perlu menginap ditempatnya.”

Apa yang Alex jelaskan sama dengan pekerjaannya seperti biasa. Tugas itu bisa saja dilakukan oleh pembantu manapun. Tidak perlu keterampilan yang sangat bagus, asalkan sesuai dengan standarnya maka siapapun bisa bekerja untuknya. Tapi kenapa harus dia yang melakukannya?

“Karena John tidak suka sembarangan orang masuk ke rumahnya,” ucap Alex menjawab pertanyaan yang terpampang di wajahku. “Soal kebersihan dan makanan, John kurang lebih memiliki sifat yang sama denganku. Aku bisa menerimamu bekerja yang berati seharusnya dia juga bisa,” sambungnya.

“Bagaimana kalau John tidak suka dengan hasilnya? Bisa saja dia sengaja mencari gara-gara dengan menuduhku memasukkan hal aneh kedalam masakannya?” tanyaku lagi. Bisa saja hal itu terjadi, mengingat sifatnya yang sangat menyebalkan.

“Kalau itu terjadi, kau tinggal berhenti membersihkan apartement dan memasak untuknya. Lalu, kau boleh menyusulku ke Indonesia untuk membantu Nina dan menjaga Lucas. Lagi pula, aku memintamu untuk bekerja padanya sekalian untuk mengisi waktu luangmu. Hanya sementara, begitu aku pulang, kau kembali bekerja padaku dan aku tetap membayar gajimu. Semisal kalau John memberikanmu upah, itu hak mu ingin mengambilnya untuk tidak yang jelas aku tidak melarang.” Setelah selesai menjelaskan, Alex mengamati raut wajahku yang tenang.

Aku mencerna semua yang di katakan dan memikirkannya baik-baik. Memang tidak buruk untuk mengisi waktu kosongku selama mereka tidak ada. Wanita sepertiku sangat mudah bosan jika tidak ada kerjaan. Tempat ini juga tidak ada yang kotor karena aku selalu membersihkannya. Bahkan kalau kutinggal seminggu, pasti hanya ada sedikit debu yang bisa kubersihkan dalam sekejab.

Mengingat kembali apartement John membuatku merinding. Kupikir itu adalah yang pertama dan juga terakhir kali menginjakkan kaki ke tempat itu. Setiap melangkah keluar pun, aku berusaha untuk melihat tempat itu karena mengingatkan dengan kejadian memalukan beberapa tahun lalu. Ya, aku memang salah karena menerima tantangan minum bodoh itu. Aku juga tidak langsung berubah dan tetap berpesta pora meskipun beberapa kali digagalkan oleh John. Kelihatannya, urusanku dengan pria itu tidak akan selesai dengan mudah begitu saja.

“Baiklah, aku terima. Toh aku tidak perlu berpapasan muka dengannya. Aku hanya perlu membersihkan rumah dan menyiapkan makan saja kan? Kalau dia sakit, aku tidak mau mengurusinya.” Aku mengatakan dengan jelas pekerjaanku sekali lagi agar Alex tahu kalau aku tidak akan melakukan tugas lain selain yang kujabarkan. Siapa tahu, kalau dokter kurang ajar itu memanfaatkan kesempatan dengan memintanya melakukan hal-hal aneh, seperti memandikan atau membacakan cerita tidur.

“Kalau begitu, kau bisa melakukannya besok setelah kami berangkat. Kau bebas menggunakan kartu yang kuberikan untuk membeli keperluan yang dibutuhkan. Aku tahu kalau kau tidak akan meminta uang dari John dan kau juga tidak akan menunggu sampai dia memberi uang untuk membeli bahan makanan,” ucap Alex seraya beranjak dari kursinya.

Aku langsung bersedekap dada ketika mendengarnya. “Tentu saja aku akan menggunakan kartumu sepuasnya! Sampai-sampai mulutmu menganga ketika melihat tagihan! Aku akan membuatmu menyesal karena memberikan kartu itu padaku!” seruku tinggi. Menggunakan uang orang lain untuk berbelanja memang puas. Apalagi tidak ada limitnya sehingga aku bisa membeli barang-barang pribadi yang kuinginkan.

Alex terkekeh sembari melewatiku. Dia menoleh padaku sejenak sembelum keluar ruangan. “Tidak masalah. Kuharap kau bukan hanya mengerjakan tugasmu dengan baik tapi juga ada perkembangan dalam hubungan kalian.”

Aku langsung menoleh cepat dan siap melontarkan berbagai penolakan. Tapi Alex lebih dulu pergi dengan menutup pintu agar suaraku tidak tembus sampai keluar.

Sial! Aku merasa Alex merencanakan sesuatu dibalik semua ini. Rasanya tidak mungkin jika dia tiba-tiba menyuruhku untuk membersihkan apartement John yang merupakan pekerjaan biasa  yang bisa dilakukan semua maid. Kalau saja aku mencium bau aneh, aku akan langsung ke Indonesia untuk menjitak kepalanya itu. Biar saja kalau nanti dia kesal, aku tinggal melaporkan pada Randy apa saja yang dilakukannya kepada Nina agar adik iparnya itu menghukumnya.

Untuk sekarang, lebih baik aku memikirkan bagaimana mengerjakan tugasku besok. Semoga saja aku tidak bertemu dengan dokter brengsek itu dan rumahnya tidak dalam kondisi berantakan seperti diterpa puting beliung agar aku bisa menyelesaikannya dengan cepat. Setelah itu, aku tinggal menikmati waktuku sendiri dengan kartu ATM yang ditinggalkan.

***

Begitu Alex dan Nina berangkat, aku langsung menuju apartement John. Sebelum menaiki lift, resepsionis di bawah memberikan memo yang berupa sandi tempat tinggalnya. Aku mengernyit melihat deretan angka yang ditulis acak itu. Tulisan itu sangat jelek, bahkan lebih buruk daripada anak kecil yang baru belajar menulis. Dari memo itu, aku sudah mengetahui kalau John yang meninggalkannya.

Kelihatannya, pria itu tidak akan kembali dalam waktu dekat. Kalau dia tidak sibuk, dia pasti sudah menunggu dibawah atau di apartementnya tanpa perlu meninggalkan memo. Baguslah aku tidak perlu melihat wajahnya yang menyebalkan itu. Karena setiap kali kami bertemu, dia selalu menggangguku. Dengan ketiadaan dirinya, aku bisa fokus membereskan rumahnya dan segera kembali.

Aku memencet tombol lift dan menuju lantai tertinggi. Orang kaya seperti Alex memang menyukai kesendirian sehingga sengaja membeli lantai apartement teratas. Selain mendapatkan pemandangan yang bagus, tempatnya pun lebih luas belum lagi dengan fasilitas bonus lain yang menjadi satu paket. Tapi tentu saja harganya juga lebih mahal.

Entah karena ingin mengikuti Alex atau sekedar untuk gaya-gayaan, John juga melakukan hal yang sama dengan membeli lantai apartement teratas. Aku mendengar dari Alex kalau apartement itu dibeli dari uangnya sendiri ketika menjabat sebagai direktur. Ya, itu memang sesuatu yang patut dibanggakan. Dengan latar belakang keluarganya, tanpa perlu bersusah payah pun dia bisa meminta langsung. Kelihatannya, berteman dengan Alex memang memberikan pengaruh yang baik tapi sayangnya sifat mesumnya itu memang sulit untuk diubah.

Sendirian di dalam lift membuatku teringat dengan malam panas yang kulalui bersamanya beberapa tahun lalu. Sampai sekarang, tubuhku masih mengingat percintaan yang kami lakukan. Sungguh, itu adalah hal yang tidak bisa didapatkan pada laki-laki lain. Bercinta dengannya sungguh terasa berbeda. Bukan hanya sekedar memuaskan sepihak saja. Dia membantuku mengejar kenikmatanku dan juga kepuasannya sendiri. Hal itu tidak bisa kudapatkan dari pria lain selain John.

Bahkan setelah kejadian itu, aku tetap mencari pria lain dan tidak mendapat kesenangan yang sama. Mereka hanya mempedulikan diri sendiri dan memandangku dari fisik semata. Wajar jika aku meninggalkan mereka lebih dulu kan?

Mengingat hal itu membuat hasratku melonjak. Wajahku memerah menyadari betapa bernafsunya aku. Aku lalu menangkup wajahku sendiri dan menarik nafas untuk meredakan gelora dalam tubuhku. Bisa-bisanya aku memikirkan pria itu dan membuat diriku sendiri bergairah. Pulang nanti, aku perlu mandi air dingin untuk melegakan pikiranku.

Percuma saja memikirkan hal yang aneh. Lagipula saat itu kondisiku juga baru bangun dan hanya memperhatikan sekilas. Kalau mengingat lagi kejadian itu, sungguh membuatku malu. Rasanya aku ingin merendam kepalaku saja agar bisa melupakan waktu itu.

Seingatku, ruangan yang ditempati John tidak seluas milik Alex. Bisa dibilang, apartementnya berukuran minimalis yang hanya diperuntukkan oleh satu orang. Karena pendapatannya yang pas-pasan dan sangat menginginkan apartement di lantai tertinggi, John terpaksa membeli tempat yang lebih kecil namun tetap mewah. Dia sampai mengerahkan seluruh kemampuannya dalam bernegoisasi walaupun itu bukan bidangnya dan memberikan diskon perawatan kepada manager pembelian. Seharusnya tidak membutuhkan waktu lama untuk membersihkannya kecuali hal yang kutakutkan benar-benar terjadi.

Begitu pintu lift terbuka, aku melangkah keluar dan berhenti di depan pintu. Pintu itu hanya satu-satunya yang berada di tempat itu dan masih sama dengan yang terakhir kuingat, bewarna kuning keemasan dan tampak mencolok. Karena warnanya yang cerah, aku tidak bisa untuk tidak mengernyit ketika firasatku mengatakan ada yang salah dengan pintu itu. Aku lalu menempelkan telunjukku pada permukaan pintu lalu menggesernya ke bawah. Dahiku berkerut jijik ketika noda hitam tebal membekas di sana.

“Apa dokter mesum ini tidak pernah membersihkan pintunya? Bahkan gagang pintunya sekotor ini,” gumamku seraya memasukkan sandi.

Begitu pintu terbuka, ruangan itu tampak gelap sehingga aku perlu menghidupkan lampu untuk melihat. Ketika sudah terang, aku mematung ditempat sampai-sampai menjatuhkan kertas memo yang kugenggam. Butuh beberapa menit sampai kesadaranku kembali dan aku berusaha menelan ludah melihat kondisi ruangan ini.

Tempat ini, bahkan tidak bisa disebut sebagai tempat tinggal! Kandang binatang lebih cocok untuk mendeskripsikannya

Tempat ini, bahkan tidak bisa disebut sebagai tempat tinggal! Kandang binatang lebih cocok untuk mendeskripsikannya. Bahkan kandang pun masih lebih layak dari pada ini!

Kenapa tidak?! Baju yang tidak dilipat dan tergeletak dimana-mana, bungkus-bungkus makanan instan yang berserakan, kondisi tempat tidur yang berantakkan dan gorden yang tidak dibuka membuat tempat ini sangat, sangat, sangat buruk! Bahkan aku tidak bisa melihat lantai karena tertutup oleh banyaknya sampah.

Kepalaku berdenyut pening melihat semua ini. Terbiasa melihat sesuatu yang rapi membuatku sakit ketika mendapati sesuatu yang berantakan. Kalau aku tidak kuat, bisa saja aku pingsan karena semua ini dan itu sangat tidak lucu jika John lah orang pertama yang menemukanku.

Aku berusaha untuk tidak menoleh ke arah dapur, yang kuyakin lebih beratakkan dari ruangan ini. Sialnya, seberapa keras aku mencoba tetap saja aku bisa melihat kondisi dapur yang sangat mengenaskan. Itu karena ruangan ini saling menyambung antara ruang makan dan tempat tidur. Hanya aja satu meja bulat dengan dua bangku kecil yang menandakan jika pemilik rumah tidak berkenan untuk memiliki tamu. Bahkan tidak ada di sofa disini.

Aku memungut satu per satu baju yang berserakkan dan meletakkannya di atas ranjang. Aku tidak tahu baju itu bersih atau tidak dan aku akan tetap mencucinya ulang karena menganggap semuanya telah kotor. Lalu aku memungut semua sampah dan mengumpulkannya dalam satu kantong plastik. Untung saja sebelum kemari aku membawanya.

Setelahnya, aku membuka gorden agar cahaya matahari bisa masuk untuk menghangatkan ruangan. Debu-debu langsung bertebangan begitu aku menyentunya dan membuatku terbatuk. Mataku terasa perih dan hidungku terasa gatal hingga tanpa sadar aku bersin.

Oh, sial! Seluruh tempat ini memang kotor!

Selesai dengan membuka gorden, aku melangkah ke arah dapur. Kondisinya yang berantakan membuatku ingin muntah. Panci yang tidak dicuci, kompor yang kotor lalu pisau dan nampan yang tergeletak begitu saja di wastafel menunjukkan betapa tidak higenisnya tempat ini. Kalau saja ada tikus disini, mereka pasti sudah berpesta pora.

Dengan horor aku menatap ke arah kulkas putih yang terletak disana dan mendekat. Pelan-pelan aku meraih gagang itu dan berharap tidak menemukan pemandangan yang lebih mengerikan seperti daging atau sayur busuk didalamanya. Sambil terus berdoa dalam hati, aku membuka pintu kulkas dan tidak menemukan apapun. Kulkas itu bersih dan putih seperti belum pernah diletakkan apapun di dalamnya.

Apakah John memang tidak pernah memasak dan selalu memakan makanan instan?’ pikirku.

Aku lalu menutup pintu kulkas dan memandangi seluruh ruangan. Kelihatannya, akan butuh waktu lama bagiku untuk membereskan semua ini. Lihat saja, aku akan membuat dokter mesum itu terkesan dengan kemampuanku! Akan kusumpal senyum menyebalkannya itu jika berani mengotori kerja kerasku.

11 votes, average: 1.00 out of 1 (11 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

7 Komentar

  1. rosefinratn menulis:

    Keren kakak :berharapindah

  2. Anggina ShaRee menulis:

    Lanjut dongggv :berharapindah

  3. Daramaya Asria menulis:

    Thor.. ini yang part 8 kan.?? Part 1 nya aku kok gak ketemu ya.. ada yang bsa bantu.?

  4. Sriramadhani144 menulis:

    Iya part 1 nya gk nemu😥
    Tolong dong min🙏🏻🙏🏻🙏🏻

  5. anisaserastika menulis:

    kak part 1 nya mana yah?? kok kaga nemu
    :huhuhu

  6. Dmn ya?