Sassy Maid

Sassy Maid and Playboy Doctor – EXTRA PART

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

12 votes, average: 1.00 out of 1 (12 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

2

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

Matahari sudah menampakkan wajahnya dan menyinari apapun dilihatnya, tapi John masih enggan membuka mata dan bergelung dibawah selimutnya. Hari ini hari libur dan dia ingin tidur lebih lama lagi setelah pergulatan semalam dengan Anna.

Ya, semalam John mencumbui istrinya itu habis-habisan karena menghabiskan 2 hari di rumah sakit. Lelah akibat pekerjaan, menguap begitu saja ketika melihat wanita yang dicintainya. Tanpa membuang waktu, dia langsung membawa Anna ke kamar dan mengunci pintu rapat-rapat agar anak-anaknya tidak menganggu. Kegiatan itu pun berlangsung lama. Sampai lewat tengah malam, barulah John melepaskan Anna dan membiarkan istrinya itu tidur.

Dan sekarang, John masih kelelahan. Dia masih mengantuk akibat kerja keras yang dilakukannya. Untungnya, gorden yang dipasang bewarna gelap dan tebal. Jadi, teriknya sinar matahari tidak bisa masuk kedalam kamarnya.

Dengan mata terpejam, John meraba-raba posisi disampinya untuk mencari Anna. Dia ingin memeluk istrinya itu sampai tertidur lagi. Dahinya berkerut ketika tidak mendapatkan apa yang dicarinya. Dia masih kukuh memejamkan mata dan sama sekali tidak ada niat untuk membukanya. Karena kemalasannya itu, John tidak sadar kalau ada dua makhluk kecil yang mengendap-ngendap masuk kedalam kamar dan berdiri tidak jauh disamping ranjang.

Kedua gadis kecil berwajah sama itu saling terkekeh satu sama lain. Keduanya juga saling melempar isyarat untuk tidak ribut agar bisa mengejutkan ayah tersayangnya. Begitu John beralih ke posisi memunggungi, mereka berdua langsung melompat dan berteriak riang.

Daddy, ayo bangun! Mommy sudah siapkan sarapan!” Gadis kecil dengan rambut samping yang dikepang itu mengguncang-guncang tubuh John.

Sedangkan satunya yang berambut lurus, melompat-lompat diatas kasur sehingga menimbulkan kesan gempa kecil. “Ayo Daddy cepat bangun! Mommy sudah pergi ketempat Aunty Nina!” serunya tak kalah tinggi.

Gangguan dari kedua putrinya, berhasil membuat John membuka mata. Dia tersenyum ketika melihat kedua  putri kembarnya yang berusia 5 tahun itu. Mereka berdua mewarisi manik zamrud dan rambut pirang Anna. Meskipun warna rambutnya juga sama, tapi milik Anna lebih cantik dan bersinar dimatanya. John lalu bangkit, menangkap putri kembarnya itu lalu memeluk mereka dan mencium kedua pipi secara bergantian.

 John lalu bangkit, menangkap putri kembarnya itu lalu memeluk mereka dan mencium kedua pipi secara bergantian

Morning, Lili dan Lilac, putri-putriku yang cantik seperti bunga. Apa kalian tidak mau memberikan ciuman untuk Daddy, hmm?” John kembali mencium pipi kedua putrinya hingga membuat mereka terkikik geli.

“Iih bau! Daddy belum mandi. Lili tidak mau cium!” serunya sambil merapikan rambut kepangnya. Dia sangat suka dengan kepangan saat Anna pertama kali membuatnya. Setelah itu, Lili meminta untuk diajari dan setiap hari dia mengepang rambutnya sendiri.

“Lilac juga tidak mau. Daddy bau!” sambungnya sambil menutup hidung dan melompat kebelakang kakaknya yang berbeda 2 menit untuk mencari perlindungan.

Lili dan Lilac adalah putri kembar mereka setelah yang pertama. John sengaja memberikan nama itu karena menurutnya mudah dieja. Bukan, karena makna ataupun bentuk dari tanaman itu. Meskipun begitu, John tetap berharap jika putri kembarnya itu tumbuh sehat dan cantik seperti bunga yang bermekaran. Karena baginya, tidak ada yang paling membahagiakan ketika melihat anak-anaknya dewasa dan menemukan kebahagian masing-masing.

Melihat penolakan kedua putrinya, John berpura-pura berwajah sedih. “Hu … hu … Daddy sedih karena Lili dan Lilac tidak mau mencium Daddy. Daddy tidur saja, tidak mau sarapan lagi dengan kalian. Kalian sudah tidak sayang dengan Daddy!” John lalu kembali berbaring dan menutup wajahnya dengan selimut sambil mengeluarkan suara sesenggukan yang dibuat-buat.

Lili dan Lilac saling menatap satu sama lain. Kemudian, mereka berdua meringkuk untuk melihat wajah ayahnya tapi tidak bisa karena terbungkus selimut. Lili yang sebagai kakak pun mengambil inisiatif untuk Lilac turun terlebih dahulu dan menunggu di dekat pintu. Setelah itu, dengan senyum tanpa dosa, dia mengatakan sesuatu yang membuat John sakit hati.

“Kalau begitu, kami ke tempat Uncle Alex dulu. Uncle sangat tampan, begitu juga dengan Brother Lucas dan kami lebih sayang dengannya!”

Selesai mengatakannya, gadis itu langsung meloncat turun di iringi pekikan tawanya ketika John tiba-tiba bangun untuk menangkapnya. Lilac langsung menutup pintu dan meninggalkan bunyi berdebum yang keras ketika mereka kabur.

John masih ditempat tidur dengan rambut kusut dan wajah masam. Kedua putrinya itu, sangat suka melihat pria tampan. Bukan hanya kepada Alex mereka seperti itu tetapi kepada semua pria yang dianggap menarik, mereka pasti menyukainya. John sampai heran dari mana mereka berdua bisa mendapatkan sifat seperti itu. Untung saja anak-anaknya yang lain tidak seperti itu tapi tetap saja, mereka pasti mempunyai saty sifat yang membuatnya geleng-geleng kepala.

Mau tidak mau, John memaksakan diri untuk bangun dari tempat tidur. Dengan kondisi tidak mengenakan apapun, dia berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Untung saja tadi Lili dan Lilac tidak memaksa untuk menarik selimutnya. Jika iya, rasanya malu sekali jika mereka berdua melihatnya dalam kondisi seperti itu.

Memikirkan perkataan putrinya tadi, John menggembungkan pipinya karena cemberut. Dia sudah bertekad kalau hari ini akan tampil lebih baik dari biasanya agar membuat Lili dan Lilac berubah pikiran. Selain itu, dia bisa memanfaat kesempatan itu untuk menggoda Anna dan mengajaknya kembali berolahraga. Membayangkan itu terjadi membuat John bersemangat untuk mandi.

Lihat saja, John akan membuat kedua putrinya itu terkesima sampai tidak berhenti memujinya. Dengan begitu, dia juga sekaligus melindungi mereka dari serigala-serigala jahat yang mengincar. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. John langsung bersenandung senang dan mandi dengan gembira.

***

Aku terkejut ketika mendengar suara pintu kamar yang dibanting. Panci yang kupegang pun hampir terlepas kalau aku tidak memegangnya dengan erat. Checil yang juga membawa nampan ikut terkaget. Dia sampai mengelus dadanya sendiri untuk menenangkan detak jantungnya yang cepat. Aku meletakkan panci ke atas meja dan juga nampan yang dipegang Checil kemudian melotot marah ketika mendengar suara Lili dan Lilac.

“Lili! Lilac! Jangan lari-lari! Bagaimana kalau kalian jatuh?” Aku sedikit meninggikan suara saat melihat mereka berlari menuruni tangga. Kedua anak itu memang sangat aktif. Terlebih jarak umur mereka yang kurang dari setahun membuatku kewalahan merawat tiga anak sekaligus.

Aku sangat beruntung karena putri pertamaku tidak begitu rewel. Checilia, yang akrab dipanggil Checil tidak mudah menangis. Dari namanya, kalian sudah tahu mirip dengan siapa. Tentu saja dari mobil kesayangannya John yang bernama Cicil itu.

Mempunyai teman seumuran, membuat Checil tidak mudah ribut ataupun bosan

Mempunyai teman seumuran, membuat Checil tidak mudah ribut ataupun bosan. Dia sangat senang bermain dengan Alice sampai-sampai tidur siang pun selalu bersama-sama. Jika dilihat orang lain, pasti akan mengira mereka bersaudara.

Lucas juga ikut menemani setiap kali mereka bermain. Perannya sebagai kakak laki-laki yang ditanamkan Alex membuatnya mudah bergaul dengan anak-anak dibawahnya. Tidak hanya itu, dengan orang dewasa dia pun bersikap sopan yang dicontoh oleh adik-adiknya. Aku sampai ingin menukar si kembar dengan Lucas. Siapa yang tidak mau anak laki-laki yang dewasa dan imut? Yang bisa membuat adik-adiknya menjadi tenang.

Dibilang tenang pun, sebenarnya tidak. Aku sama sekali tidak pernah merasa tenang saat mengurusi buah hatiku. Itu semua karena John! Pria itu membuatku mengandung empat kali berturut-turut dengan jarak kurang dari setahun. Bayangkan, kurang dari setahun!

Setiap kali aku menyuruhnya untuk memakai pengaman, selalu saja ada caranya untuk mengelabuiku. Aku tidak marah soal keinginannya untuk memiliki banyak anak, hanya saja beri jarak umur diantara mereka sehingga semuanya mendapat perhatian penuh tanpa harus mendahulukan yang lain. Tetapi pria mesum itu justru melakukan sesukanya!

Karena ulahnya itu, aku menyuruhnya untuk mengganti popok setiap kali mereka buang air. Selain itu, dia juga harus tahan dengan tangisan bayi tengah malam ketika meminta susu.

Kupikir, John bisa stress karena menghadapi tiga anak sekaligus. Nyatanya, dia semakin bersemangat sampai mencari pengasuh dan pembantu tambahan. Malah aku yang sakit kepala menghadapi tingkahnya yang melebih anak-anaknya.

Sorry, Mom!” sahut Lily ketika sudah sampai dibawah.

Lilac berdiri dibelakangnya dan sesekali mengintip dibalik punggung Lili. Dia selalu seperti itu kalau melakukan kesalahan. Bantingan pintu tadi pasti dia yang melakukannya.

“Jadi, kenapa kalian membanting pintu itu? Mommy dan kakakmu tadi sedang membawa sarapan dan hampir saja terjatuh tadi. Kalau pegangan Mommy atau Checil terlepas, bagaimana dengan sarapan kalian dan juga adik-adik yang lain?” Aku mulai mengomel seperti ibu-ibu pada umumnya tapi tetap memelankan suaraku. Kalau aku memarahi langsung hanya membuat mereka ketakutan. Karena itu, setiap kali melakukan kesalahan, aku akan mongemel pelan lalu menasehati mereka.

“Kami kabur dari Daddy. Daddy bau dan ingin dicium tapi kami tidak mau jadi kabur.” Lili menjelaskan dalam satu kalimat yang padat dan jelas.

Sorry Mom, kami tidak akan mengulanginya,” sambung Lilac.

Aku bisa melihat kalau mereka sudah menyesal. Yah, meskipun kadang juga diulangi lagi, aku tidak sampai hati jika harus memarahi dengan keras ataupun memukul. Sudah cukup masa kecilku saja yang keras. Aku tidak mau kalau mereka juga mengalami hal yang sama.

“Kalau begitu, kalian bawa ini ketempat Aunty Nina. Lalu, ingatkan Oliv dan Theo untuk minum.” Checil memberikan nampannya yang berisi teko bening dengan warna coklat yang masih hangat.

Olivia dan Theodor. Anak-anakku dan John setelah Lili dan Lilac. Mereka sama seperti sebelumnya, hanya berjarak satu tahun. Olivia, putri kecilku yang berumur 4 tahun, sama dengan putra bungsu Nina, Charles. Sifatnya ceria tapi tidak seheboh si kembar yang suka membuat kerusuhan. Dia sangat suka bermain dengan Charles yang lebih pasif darinya. Kadang-kadang aku sampai menduga kalau sebenarnya gadis kecil itu sangat menyukainya.

Sedangkan Theodor, dia putraku satu-satunya yang paling kecil dan paling pendiam diantara semua saudaranya. Dia juga lah yang paling cocok dengan Charles dibandingkan dengan Oliv. Mereka bisa bermain dalam diam dan saling bertatap-tatapan dalam waktu yang lama. Bahkan Theo selalu mengekori Charles kemana-mana seperti induk ayam.

Kadang Nina menggoda, ingin menjadikan Theo sebagai putranya. Tentu saja aku tidak mau. Theo adalah putraku satu-satunya dan aku sangat menyayanginya.

Lili dan Lilac menerima nampan itu dengan hati-hati kemudian tersenyum senang karena mendapat tugas. “Baik! Kami pergi dulu!” ucap mereka serentak sembari membawa nampan itu.

Begitu si kembar pergi, Checil mengambil panci yang sebelumnya kubawa. Dia bilang ingin sarapan bubur ayam karena itu aku membuatnya. Bergaul dengan Alice membuatnya suka dengan makanan Indonesia. Aku tidak masalah dengan itu, terlebih Checil tidak pemilih soal makanan sehingga mudah memasakkan apapun untuknya. Tetapi panci itu sangat besar untuk anak seumurannya. Walaupun tidak begitu panas tetap saja dia akan kesusahan membawanya.

“Biar Mommy saja yang bawa. Kau susul saja adik-adikmu dan awasi mereka. Jangan biarkan mereka membuat Uncle Alex dan Aunty Nina repot.”

Aku hendak mengambil panci itu darinya tapi Checil lebih dulu membalikkan tubuhnya dan menjauh dariku. “Aku saja yang membawanya ke tempat Aunty. Mommy tunggu Daddy saja tapi jangan lama-lama.”

Aku terdiam ditempatku ketika mendengar Checil mengatakannya. Anak ini, apa dia tahu arti dari perkataannya sendiri atau sedang mengerjaiku? Usianya baru 6 tahun dan tentu tidak mengerti tentang itu, bukan?

Aku hanya menggeleng ketika melihat punggung Checil yang menjauh. Mungkin karena dulu aku sering memanggil John dan kemudian ditahan olehnya membuat anak itu tahu bagaimana kebiasaan kami. Setelah ini, aku harus memarahi pria itu agar menghentikan kebiasaan buruknya. Sekarang, hanya Checil yang tahu. Lalu bagimana dengan anak-anak lainnya nanti?

Membayangkan mereka melalui melakukan hal yang sama dengan diriku saat muda membuatku malu. Kedepannya aku harus lebih memperhatikan mereka agar nantinya tidak salah jalan dan sekarang, saatnya aku menghajar wajah mulus pria mesum itu!

***

Selesai mandi, John bersenandung riang dengan handuk yang masih terlilit di pinggangnya. Rambutnya yang basah dibiarkan begitu saja dengan air yang menetes disetiap ujungnya. Dia sibuk mencari baju yang nyaman tapi tetap trendi agar membuat putri kembarnya terpana. Disela-sela kegiatannya itu, dia menangkap suara pintu kamar yang terbuka. John langsung mengambil satu kaos yang ditemukan dan mengenakannya.

“Oh, ternyata istri tercinta. Tahu begitu, aku tidak usah pakai baju buru-buru tadi. Melihat tubuh telanjangku tentu lebih nikmat kan?” John mulai menggoda dengan menunjukkan eskpresinya yang mesum itu. Dia bahkan sudah siap membuka kaosnya lagi dan memeluk Anna dengan bertelanjang dada. Tubuhnya terasa lembut karena selesai mandi dan terasa sangat enak untuk dipeluk. Anna pasti menyukainya dan siapa tahu, mereka bisa melanjutkannya dengan hal-hal yang membuat mereka mandi kembali.

Belum sempat John melepaskan pakaiannya, Anna terlebih dulu melempar bantal hingga membuatnya hampir terjatuh. Suaminya ini, kapan pun selalu saja bisa berotak mesum. Dia jadi ragu kalau John adalah dokter yang terkenal jenius. Mungkin mereka salah menilai karena sebenarnya dia sangat pintar dalam dunia kemesuman.

“Cepat pakai bajumu! Anak-anak sudah menunggu ditempat Nina. Aku tidak mau mereka kelaparan gara-gara kau!” Anna mengatakannya dengan bersungut-sungut sambil merapikan sprei. Karena kegiatan semalam, tempat tidur mereka sekarang sangat berantakan. Sifatnya yang menyukai kerapian membuat matanya sakit melihat sesuatu yang berserakan.

“Aku tidak mau.” John sengaja membuka kaos yang tadi sempat dikenakan lalu melemparnya ke ranjang. Setelahnya, dia duduk di meja rias Anna dengan handuk yang masih terlilit erat di pinggang. “Tapi, kalau kau yang memakaikannya, aku mau.” Sambungnya dengan nada sensual.

Anna menggeram marah melihat kelakukannya seperti itu dan bisa saja merobek bantal yang berada dalam genggamannya. Tetapi Anna masih bisa menahannya. Dia menghirup nafas dalam-dalam untuk melegakan dadanya yang panas dan melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda. “Kau bukan anak-anak lagi. Sebaiknya kau cepat atau aku tidak akan menunggumu.”

Selesai mengatakannya, Anna juga sudah siap menyusun tempat tidur. Hanya tinggal menyapu dan pel yang rencananya akan dilakukan setelah sarapan. Tanpa menunggu lebih lama, dia melangkah keluar berniat untuk menyusul anak-anaknya dan menghindar dari John. Alarm dalam dirinya mengatakan akan terjadi sesuatu yang berbahaya kalau tinggal lebih lama.

Benar saja, sebelum tangannya berhasil meraih gagang pintu, John lebih dulu menarik dan mendudukkan diatas pangkuannya. Pria itu melingkarkan lengannya disekitar perut dan memeluknya dengan erat. Berkebalikan dengan Anna yang menatapnya garang, John justru memberikan senyumnya yang paling mempesona.

“Istriku yang cantik, aku kedinginan disini dan kau terasa sangat hangat. Apa kau juga bisa membuatku nyaman dengan hal lain?”

Mendengar pertanyaan itu, Anna sudah tahu arah yang dimaksud John. Dia meronta sekuatnya agar terbebas tapi itu justru membuat John semakin senang dan tidak melepasnya. “Istriku liar sekali. Aku jadi bersemangat untuk melakukan hal-hal yang bisa membuat membuat hangat.” John memejamkan mata dan memajukan bibirnya untuk mencium Anna.

Saat itu juga, Anna justru menampar wajahnya hingga membuatnya mengaduh kesakitan. Kesempatan itu juga diambilnya untuk membebaskan diri dan menjauh dari John. “Rasakan itu, dasar dokter mesum! Aku tidak mau menunggumu lagi. Aku lapar!”

Sebelum Anna bergegas turun, John kembali menarik tangannya. Tetapi kali ini dia berlutut dan menatapnya dengan tatapan memohon seperti anak kecil. “Kumohon, jangan tinggalkan aku. Aku hanya merasa tidak enak badan setelah dibangungkan Lili dan Lilac tadi. Apa kau bisa membantuku mengenakan pakaian? Aku janji tidak akan melakukan hal-hal yang aneh. Setelah itu kita sarapan bersama.”

Melihat tatapan John yang memohon, Anna sempat luluh. Sekesal apapun, dia tidak pernah sampai membenci suaminya itu. Kalaupun bertengkar, mereka selalu berdamai dengan cepat. Seperti sekarang, John telah mengeluarkan senjata pemungkasnya dengan menatapnya dengan mata lebar dan ekspresi sedih. Yah, apa boleh buat, diantara semua anak-anaknya, suaminya inilah yang paling manja dan juga pria yang yang dicintainya.

Dengan setengah cemberut, Anna mengambil baju yang tadi dilepas John dan membantunya mengenakannya kembali. Dia sempat melihat kalau pria itu menyeringai senang dan terus memeluk manja. Anna mengabaikan sikapnya itu dan merapikan pirang yang bewarna sama dengannya. Setelah itu, dia mengambil sebuah celana pendek dan memberikannya pada John.

“Kau tidak mau memakaikannya juga? Kita sudah sering bercinta dan saling melihat semuanya satu sama lain. Apa kau masih malu?” Pertanyaan John itu telak mengenai sasaran. Pipi Anna memerah malu dan memalingkan wajahnya ke arah lain. Melihat sikap istrinya itu membuat John tidak tahan untuk menggodanya. Tetapi, wajah anak-anaknya yang kelaparan segera melintas dan membuatnya mengurungkan niatnya.

Dengan satu gerakan mulus, John melepas handuk dan memakai celananya dengan cepat. Selanjutnya, dia meraih pinggang istrinya itu untuk kembali memeluknya dan memberikan ciuman ringan di pipinya. “Jangan cemberut begitu. Kau sudah lapar kan? Ayo, kita ke tempat Alex untuk mengisi perut dan selanjutnya melakukan hal yang membuat lapar lagi.”

Anna langsung mencubit pipi John sampai membuatnya mengaduh kesakitan. Suaminya ini betul-betul seorang dokter mesum! “Ayo cepat! Anak-anak sudah menunggu. Si kembar dan Oliv pasti sudah mengeluh kenapa Daddy dan Mommy nya lambat sekali. Kalau mereka sampai menangis kelaparan, awas saja kau, tidak ada jatah makan siang sampai sebulan!”

Ancaman itu berhasil membuat John takut. Dia mengangguk mengerti dan menggandeng Anna menuju rumah Alex yang merupakan tetangganya. Tempat tinggal mereka sangat dekat, hanya membutuhkan beberapa langkah dan akhirnya sampai ditempat tujuan.

Rumah yang diberikan Alex berada di sebuah kompleks yang terletak di pinggiran kota agar jauh dari kebisingin. Awalnya, mereka mengira kalau tempat tinggal yang diberikan Alex hanya terdapat dua rumah tanpa ada tetangga lainnya dengan banyaknya bodyguard yang berjaga. Tetapi setelah melihat langsung, ternyata mereka tinggal perumahan biasa dengan banyaknya rumah-rumah lain yang berjejer.

Mereka langsung bernafas lega karena mengira Alex akan memberikan sesuatu yang ekstrim seperti rumah yang sangat besar dengan segala hal yang berlebihan. Lebih baik seperti ini, mereka tampak seperti keluarga biasa. Baik Nina dan Anna bisa bersosialisasi dengan ibu-ibu lainnya dan melakukan kegiatan yang disuka.

Begitu sampai di halaman depan rumah Alex, mereka berdua langsung disambut Alice, Checil dan kedua putri kembarnya. Putri Nina yang satu itu memang dekat dengan Anna. Selain karena sering bermain dengan Checil, dia juga suka melihat Anna setiap kali memasak. Tidak jarang mereka membuat kue bersama dan setelah itu dia akan membagikannya kepada orang tua dan saudaranya.

Keempat anak itu membawa mereka berdua ke perkarangan belakang yang luas. Tempat itu telah disulap menjadi ruang makan sementara dengan meja dan kursi yang telah berjejer rapi. Sebenarnya, perabotan itu memang selalu ada disana karena kami sering melakukan barbeque atau acara lain. Daripada repot memasukkan dan mengeluarkannya lagi, lebih baik dibiarkan diletakkan disana.

Diatas meja, selain masakan Anna terdapat juga milik Nina. Mereka berdua selalu mengadakan acara makan bersama dan akan memasak sendiri-sendiri. Saat makan nanti, mereka akan saling mencicipi dan memberi komentar mengenai cita rasanya. Tetapi, bagaimanapun rasanya, semuanya akan terasa nikmat jika disantap ramai-ramai.

“Anna!” Nina dengan riang memanggil sahabatnya itu ketika melihatnya. Dibelakangnya, Charles dan Theo mengikutinya seperti anak ayam yang membuntuti induknya.

Anak-anak mereka berdua memang lucu, seperti saling tertukar satu sama lain

Anak-anak mereka berdua memang lucu, seperti saling tertukar satu sama lain.

“Dimana Lucas dan Oliv? Theo tidak mengganggumu kan?” tanya Anna sambil menatap Theo yang memegangi rok Nina.

“Mereka bersama Alex didalam. Theo tidak nakal kok. Dia justru sangat tenang disini.” Nina mengusap-usap kepala Theo yang membuat anak itu tersenyum.

Selanjutnya, John membungkuk serta membuka tangannya lebar-lebar untuk memeluk putranya satu-satunya. Tetapi Theo menolak dan lebih memilih mengikuti Charles yang masuk kedalam. “Sedihnya. Putraku lebih senang denganmu sedangkan putrimu lebih senang Anna. Apa aku sebegitu tidak menarik di mata mereka?” John mendesah pasrah dengan tingkah anak-anaknya. Tidak ada satupun yang mau berlama-lama dengannya. Setiap kali meminta pelukan ataupun ciuman, mereka juga tidak mau memberikannya. Berbeda kalau Anna yang melakukannya. Mereka pasti akan lari secepat-cepatnya mencari ibu nya itu.

“Itu karena kau berisik dan aneh makanya tidak ada yang mau dengamu. Bukan begitu, Oliv?”

Oliv yang mengikuti Alex dari belakang mengangguk cepat untuk mengiyakannya

Oliv yang mengikuti Alex dari belakang mengangguk cepat untuk mengiyakannya. “Setiap pulang, Daddy bau obat-obatan lalu kalau sudah ketemu Mommy, pasti melompat-lompat seperti monyet dan tertawa aneh.”

John langsung terguncang mendengar penuturun putri terkecilnya itu. Matanya langsung berkaca-kaca dan bergerak memeluk Anna. “Aku dikatai monyet oleh putriku sendiri. Apa aku memang seperti itu dan bau? Kau masih tetap cinta padaku kan?” Ada sesenggukan nyata dalam kalimat John. Kelihatannya, pria itu benar-benar merasa terpukul dibilang seperti itu.

Nina mencubit pinggang Alex sebagai hukuman karena yang pertama memulai. Ketika dia hendak memprotes, niat itu diurungkan kembali begitu mendapat tatapan peringatan dari istrinya.

“Sudah, jangan sedih lagi. Kau terlihat semakin menyedihkan dimata anak-anakmu. Nanti, aku akan memberimu sesuatu setelah ini.” Anna sengaja memelankan suaranya di kalimat terakhir agar tidak terdengar yang lainnya. Ajaibnya, setelah mendengar hal itu, John langsung kembali bersemangat. Wajahnya kembali ceria dengan senyumnya yang seperti orang bodoh, membuat Oliv yang melihat kebingungan. Anna terpaksa menyikut untuk menghentikan tingkahnya itu. “Jangan tertawa seperti itu! Kau membuat Oliv ketakutan.”

John masih tetap dengan senyumannya hanya saja tidak selebar sebelumnya. Setelah itu dia berbalik ke arah Oliv dan kembali melebarkan kedua tangannya. Tanpa berpikir dua kali, anak itu langsung meloncat dan memeluk ayahnya. Tak lupa, dia juga memberikan ciuman di pipi John yang membuatnya semakin bersemangat.

“Kalau begitu, ayo kita sarapan. Daddy sudah lapar.”

Anna dan Nina memanggil anak-anak mereka sedangkan Alex dan John membantu mengambil makanan. Semuanya tampak begitu senang. Keceriaan ada dimana-mana dan kehangatan saling melingkupi satu sama lain. Semua yang buruk telah berlalu digantinkan dengan kenangan indah. Kebahagiaan itu akan terus bertahan bersama dengan cinta di hati.

– END –

Akhirnya selesai juga extra partnya. Hu hu hu … Saya sudah berjuang keras sampai ingin menangis dengan prestasi yang mampu saya tempuh sendiri. Dengan ini, Sassy Main and Playboy Doctor benar-benar selesai dan saya akan rehat panjang untuk mengurusi RL.

Apakah ada sequel lain? Sebenarnya, ada usul pembaca yang sangat menarik. Tetapi mari kita lihat nanti apakah ada ide untuk membentuknya. Saya harap, kedepannya bisa lebih baik dari sekarang. Otak encer terus sampai bisa tamatkan 1 cerita dalam 1 bulan wkwkkw.

Baiklah, terima kasih untuk kalian dan sehat-sehat ya. Sampai jumpa dilain waktu!

Baca Parts Lainnya Klik Di sini

10 Komentar

  1. Lili and Lilac so sweet, selalu ingin punya anak kembar, tp belum kesampaian.
    Makasih byk untuk Sassy Maid and Playboy Doctornya ya Juniar Vina.
    Ditunggu karya2 selanjutnya.
    Semangaaaaattt :lalayeye

    1. Juniar Vina menulis:

      Wew, gak nyangka langsung SairaAkiranya yang komen. Kapan” adu update lagi yuk :happy :happy

  2. Dhian Sarahwati menulis:

    Anaknya lucu2 banget.. lanjut k judul baru ga???ttg anak2nya???

    1. Juniar Vina menulis:

      Lihat nanti, untuk sekarang belum ada ide

  3. Klo cerita Nina sm Alex judul @ apa ya ka…

  4. Bunga

  5. Bintang Timur menulis:

    aw, banyak foto bocil mungil di siniiiii :lovely :lovely

  6. Tks ya kak udh update.