Vitamins Blog

One Night – Ch. 1

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

30 votes, average: 1.00 out of 1 (30 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Luna pov

Kegelapan langsung menguasai mataku, satu malam lagi.

Aku menyibak selimut, langsung melangkah kearah jendela dan membukanya. Duduk di sana merasakan kedinginan menyelimuti. Aku tidak tahu yang mana yang di sebut patah hati. Apakah saat lelaki yang kamu cintai tidak mencintai kamu lagi? atau lelaki yang tidak akan pernah mencintai kamu sampai kapanpun? Yang pasti aku merasakan sakitnya patah hati sekarang.

Ku dekap tubuhku mencoba mengingat kembali malam yang penuh dengan kebahagiaan serta airmata sekaligus. Kenapa aku begitu jahatnya sampai memanfaatkan sosoknya yang tidak tahu apa-apa? Rasanya permohonan maaf tak akan cukup untuk meredakan sakit hatinya padaku.

Jelas-jelas dia mencintai wanita itu tapi kenapa aku malah menyodorkan tubuhku? hanya untuk memuaskan diriku. Aku jahat, tapi entah bagaimana aku sama sekali tidak menyesalinya. Yang ku sesali hanya karena memanfaatkan dirinya, selebihnya aku tidak menyesal. Jalang memang tapi aku mencintai dia dengan cara yang egois, tentu saja.

Aku dapat merasakan cairan hangat itu sudah membasahi pipiku, membuat aku mengusapnya dengan punggung tangan. Kurasakan dadaku berteriak kesakitan membuat aku hanya bisa menekannya dengan perasaan hancur.

“Luna?” Aku tidak berbalik, tahu siapa Pemiliki suara tersebut. Dengan cepat ku sembunyikan kekalutan dan juga kesedihanku. Tak ingin lagi membuat dia yang menyayangiku kembali ikut terluka melihat keadaanku. “Kamu baik-baik saja?” Usapan lembut di kepalaku membuat aku mendongak, menatap wajah yang cukup mirip dengan wajahku walau perbedaanya juga kentara terlihat.

“Aku baik.” Mengangguk seadanya membuat Lara mendekap kepalaku dengan hangat.

“Kamu menangis lagi.” pernyataan yang ia suarakan setidaknya membuat aku cukup bersyukur. Lara adalah sepupuku, satu-satunya orang yang tahu siapa yang selalu membuat aku menangis setiap malamnya, setidaknya selama satu tahun terakhir ini. “Jangan seperti ini Luna, kamu tahu aku tidak bisa melihat orang yang aku sayang seperti ini.”

Aku mengangguk merasa hancur untuk satu kali lagi. “Aku jahat Lara, sangat jahat.” Airmata yang tadi ku paksa kering kembali membasahi pelupuk mataku.

“Berhenti menyalahkan diri kamu, kamu lebih dari tahu kalau kemarin malam adalah kesalahan kalian berdua.”

Aku mendongak tak terima dengan argumen yang di ucapkan Lara. “Kalau aku mencegah, kalau aku lebih tegas lagi menolaknya. Kami pasti.. kami..” aku kehilangan kata membuat Lara kembali mendekapku dengan hangat.

“Aku tahu, sekarang tenanglah. Aku akan mengambilkan minuman untuk kamu.” Lara kembali mengecup kepalaku dan berlalu meninggalkan aku kembali dalam keheningan.

Aku melirik cermin yang ada di dekat lemari pakaian, langsung bangun dan menyalakan lampu. Melihat pantulan diriku dengan rasa miris yang luar biasa.

Aku mengingat tabrakan yang terjadi tadi siang, membuat hembusan nafas frustasi terdengar dari bibirku. Sampai kapan akan ku tanggung cinta sendiri ini?

“Kulitmu membiru.” Komentar Lara di sertai dengan minuman yang di serahkan kepadaku. Ku teguk minuman itu dan kembali memberikan Lara gelas kosong.

“Beberapa hari lagi pasti akan hilang.” aku meraba dadaku, melihat beberapa bekas ciuman Andre disana. Bahkan rasa bibir itu masih terasa di sana membuat tubuhku langsung di selimuti dengan keresahan.

“Bagaimana kalau dia melihatnya?” Pertanyaan Lara membuat aku menatapnya dari pantulan cermin.

“Aku tidak segila itu untuk membuka pakaian di depan dia.” Sewotku tak terima.

Decakan Lara membuat aku langsung memeluknya. “Kamu harus tetap tersenyum, aku tidak mau melihat kamu menangis lagi setiap malam. Kamu selalu membuat aku tidak tenang.”

“Aku tidak berjanji.” Lara menepuk lengan ku membuat senyum miris itu nampak di bibirku.

***

Demi Tuhan! Aku terlambat. Apa coba yang aku lakukan sampai harus terlambat sesiang ini. Sambil terus menyetir mobil aku masih mencoba menghubungi Mba Dea, kuharap dia tidak terlalu memerlukan aku sekarang.

Tidak di angkat! Apa restoran lagi ramai?

Aku masih ingat tujuanku menggantikan Amy hanya karena sosok dingin yang telah memikat hatiku tapi ternyata kedinginan itu tak luntur juga walau dia sudah tahu aku. Aku tidak menyalahkan dia. Demi Tuhan, ini memang salahku. Salahku yang mencintainya.

Aku sudah bisa melihat restoran ada di depan mata. Langsung tancap gas hingga sampai di parkiran restoran. Dengan cepat aku langsung mengambil tas dan keluar dari mobil sebelum lebih dulu mengunci pintu mobil.

“Terlambat Luna?” Pertanyaan itu membuat aku langsung berbalik, melihat Lucas ada di sana.

“Maaf! Aku kesiangan.” Jawabku dengan senyum malu dan Lucas hanya menggeleng kepala.

“Andre ada di dalam. Dea tidak bisa masuk hari ini karena kami ada acara keluarga, kuharap Andre cukup membantu.” Gak masuk? Bagaimana bisa aku berinteraksi dengan sosok dingin itu?

“Baik. Titip salam sama Mba Dea.” Jawabku cepat.

“Akan aku sampaikan.” Lucas mengedip dan langsung berlalu meninggalkan aku. Aku menghembuskan nafas lega, Lucas selalu mampu membuat orang lain merasa terintimidasi.

Aku kembali melangkah, langsung masuk dan melihat beberapa kursi sudah di duduki oleh tamu. Kulihat pelayan sibuk dengan tamu mereka sendiri, mengabaikan aku yang melangkah di antara beberapa pelayan yang membawa baki mereka hingga saat seorang pelayan tidak sengaja menabrak ku dan membuat kemeja putihku terkena cairan hijau kental yang dapat kupastikan kalau itu adalah jus alpukat.

“Maaf mba, maaf.” Pelayan pria itu menunduk merasa bersalah membuat aku langsung mengangguk tak ingin mempermasalahkan kejadian yang memang juga salahku sendiri.

“Lanjutkan pekerjaanmu.” Aku berucap langsung berlalu dari sana dan menuju toilet belakang.

Ku letakkan tas di pinggir wastafel dan langsung membuka kancing kemeja ku satu persatu hingga hanya tersisa singlet putih saja. Aku menunduk berusaha membersihkan tengah bajuku yang terkena cipratan alpukat.

Yang jadi masalahnya adalah aku tidak membawa baju ganti. Memalukan sekali harus memakai pakaian kotor ini.

“Hari yang buruk?” Pertanyaan itu membuat aku menegang seketika. Ku genggam bajuku dengan seerat mungkin meyakinkan diriku kalau suara itu hanyalah khayalan belaka. “Apa aku datang di saat yang tidak tepat?” Aku memejamkan mata frustasi, siapa yang menyuruh dia masuk ke toilet ini sementara ada aku di dalam.

Tanpa canggung Andre membasuh tangan di wastafel, sementara aku hanya menunduk menyembunyikan apapun yang memang harus di sembunyikan.

Kukira setelah dia selesai dengan apapun yang harus di selesaikan dia akan langsung pergi tapi hal gila apa yang membuat dia masih berdiri di sana. Bahkan kakinya tidak bergerak sedikitpun dari sana.

Aku hanya mampu menunduk dan terus menggigit bibir yang bergetar antisipasi. Baju yang aku pegang telah basah sepenuhnya karena aku yang tidak menutup air di wastafel.

“Apa seperti ini cara kamu berinteraksi, setahuku kita masih rekan kerja.” Dan saat itulah aku tak bisa lagi bersembunyi dari semua ini.

Aku mengangkat wajah dan langsung bertatap dengan mata hitam yang menatap setajam elang. Entah mana yang lebih membuat aku gila. Cara dia menelusuri setiap jengkal tubuhku atau kegetaran dalam dadaku.

“Malam yang panas bersama kekasih kamu.” Entah itu pertanyaan atau pernyataan.

“Saya..” sejak kapan dia menghilangkan nada formalnya? “Saya harus kembali ke rumah sebentar, apa tidak apa?” Akhirnya suara itu keluar juga.

“Aku membawa baju untukmu.” Matanya menunjuk ke belakangan membuat aku juga menatap kesana dan langsung melihat lipatan baju ada di gantungan.

“Darimana Anda tahu..” aku menghentikan suaraku saat ingat, mungkin dia melihatku.

“Boleh aku bertanya?” Tidak. Jangan sekarang.

“Apa?”

“Aku mengalami sesuatu yang aneh malam kemarin, aku.. mungkin..” aku menatapnya bertanya, berpura-pura tak tahu maksud dari tanya mematikan itu.

“Aneh bagaimana?” Aku mendahului, berharap kalau dia tak akan meneruskan.

“Aku tidak bisa mengatakannya.” Senyum tipis terkembang di bibirnya. “Sebaiknya kamu mengganti baju kamu.” Dia berucap langsung berlalu meninggalkan aku.

Saat dia menghilang di balik pintu saat itulah aku menghembuskan nafas lega dan tanpa aku prediksi airmata juga ikut mengalir disana. Dia tak mengenalku.

 

11 Komentar

  1. Vote dulu yakkkk :LARIDEMIHIDUP

    1. Oiyaaa tulisan [ratings] nya di edit lagi.
      Pake [r] di depan
      Pake [s] di belakang tanpa spasi
      Tulisannya [ratings]
      Selamat mencobaaaa

  2. farahzamani5 menulis:

    Haiii diedit dikit ya tulisan ratings nya
    Itu kurang kurung [ ]
    Diapus dlu terus ketik ulang [ratings], nahh bgtu
    Yuks dicba
    Semangat

  3. silverkyu13 menulis:

    Waduh kok ini gak bisa ngevote?

  4. farahzamani5 menulis:

    Huaaaa Andre beneran ga inget yak, apa cuma pura2 aja
    Aduhhhh kok deg2an ya bca ny hihi
    Ditunggu kelanjutanny yak
    Semangatttt
    Oia ratings ny jngn lupa diedit biar kita2 bsa klik lope2ny hihi

    1. Yeniariani menulis:

      Kasih tahu cara editnya donk..

    2. farahzamani5 menulis:

      Nahh udah bsa di vote ka hihi

  5. Okeeyyy ini udah bisa di vote yaakkkk

  6. putry iswari menulis:

    Kenapa sebenarnya, td malem, koug aq gg ngrti ya ???
    Tp bagus aq kepo,

  7. fitriartemisia menulis:

    hmm, ku masih kurang ngerti , next ke chapt selanjutnyaaaa

  8. syj_maomao menulis:

    Aihh jadi ceritanya mereka mabuk gitu tapi yang nyadar si ceweknya…….jadi bingung aku jadinya hihihi~ penasaraaaannnn…..