Vitamins Blog

LUNA – Chapter 4

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

31 votes, average: 1.00 out of 1 (31 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Kritik dan saran dari kalian sangat membantu. Tinggalkan jejak setelah membaca.

Happy reading guys!!!

******

DASAR bocah sialan, berdiri dengan angkuhnya.

Ruby Dunne, bocah rambut merah yang menghentikan Luna Flaw. Temannya mudblood (darah lumpur) dan penghianat sama saja. Jika majikanku tahu…

Ouch cukup-cukup. Aku rasa aku mulai terdengar seperti Kreacher, si peri rumah keluarga Sirius Black yang suka mengumpat Harry Potter dengan nada datar menyebalkan persis seperti apa yang barusan kuucapkan.

Tapi tenang, menjadi seperti Kreacher tidak akan merugikanku untuk saat ini, karena aku benar-benar sedang ingin mengumpat seseorang.

Ingat wanita berambut merah menyala yang tiba-tiba masuk ke flat Max tanpa permisi? Hell that. Ternyata dia adalah Ruby Dunne, kekasih baru Max.

Kalian tau, setelah bocah senior high school yang masih ingusan itu berteriak ‘MAX KAU SELINGKUH?????????????!!!!!!!!!!!!!!!’  Ia kemudian berlarian bak orang kesurupan ke arahku. Ia menjambak rambut indahku dan menampar pipi mulusku dua kali tepat di depan wajah Max.

Dan kau tau apa yang sahabat idiotku lakukan?

Dia hanya berdiri sambil membuka mulutnya lebar-lebar. Melirik Ruby dan aku bergantian tanpa mau repot-repot melakukan sesuatu untuk membantuku terlepas dari jerat setan sialan itu.

Ingin rasanya kulayangkan smackdown atau tinjuan mautku kepada bocah rambut merah itu, kalau saja Max tidak menggelengkan kepala sambil menatapku dengan super-puppy-eyes-nya yang apabila diterjemahkan seperti seolah-olah berkata ‘Kumohon jangan lakukan smackdown atau meninjunya, Lun.’

Menyakitkan? Tidak! Perlakuan Max yang itu belum masuk kategori menyakitkan. Karena bagian yang menyakitkan adalah saat-saat dimana bocah rambut merah itu mengepaki barang-barangku yang ada di kamar Max. Memasukkanya ke koperku, lalu ia menyeretnya keluar dan membantingnya di depan pintu flat Max sambil berkata.

“Keluar kau dari flat kekasihku! Dasar jalang tukang penggoda pacar orang!”

Hooohhhhhhh. What the hell is goin’ on?

Apa katanya? Keluar kau dari flat kekasihku! Cih, baru jadi kekasih saja sudah bangga. Aku yang sahabatnya selama berabad-abad saja tidak sesombong itu.

Asal dia tau. Akulah yang menemani Max sepanjang zaman. Dari ia masih berupa manusia Meganthropus sampai sekarang ia sudah berevolusi menjadi seorang Homo Sapiens. Dan apa-apaan si rambut merah itu? Baru jadi kekasihnya selama seminggu saja sudah bertingkah seolah-olah dialah belahan jiwa Max. Max’s soul. BAH! LUCU SEKALI?!

Kutatap Max untuk meminta pembelaan, tapi horror. Tidak heran mengingat Max memang wujud nyata dari orang idiot terparah sedunia. Karena respon yang kudapat dari Max, ia justru menggelengkan kepalanya, matanya melirik koperku dan kemudian kembali melirikku, lalu ia mengangguk dengan amat khidmat.

Jadi kesimpulannya adalah Max setuju dengan tindakan Ruby yang mengusirku keluar dari flatnya. Ia lebih memilih pacar seminggunya daripda aku, dude! Itu seratus kali lebih menyakitkan, right?

Dan disinilah akhirnya aku. Berdiri di pinggir jalan pada pukul 1 pagi dengan baju serba kekurangan bahan dan rambut awut-awutan hasil kerja keras tarikkan maut nenek sihir rambut merah tadi.

Kubanting koperku hingga jatuh tertidur di trotoar. Ku tendangi dia beberapa kali sebagai objek pelepas kesal. Namun akhirnya aku kelelahan dan memutuskan untuk duduk di atasnya.

Nah kalau sudah seperti ini aku mau apa? Aku mau tinggal di mana? Aku benar-benar berada dalam dilema. Jika aku menyewa flat dengan uang yang aku miliki, maka kemungkinan aku tidak akan bisa beli makan. Tapi apa bila aku memilih untuk bisa beli makan, maka aku tidak akan punya tempat tinggal.

Apa lebih baik aku bunuh diri saja?
Hm, kurasa itu ide yang buruk.

Apa lebih baik aku pulang kerumah ibu dan ayah?
Hm, bukannya itu sama saja dengan bunuh diri?

Lalu bagaimanaaa???

“Luw!!”

Aku tersentak, kusipitkan mataku untuk melihat lebih jelas dan… “Kevin?” Bocah tembam itu berdiri di depan pintu hotel yang kebetulan berada tepat di depanku sana.

Merasa tidak salah orang, ia buru-buru menyebrangi jalan dan berlari-lari menghampiriku. Membuat rambutnya itu terhempas kebelakang sambil naik-turun karena tersapu angin. “Apa yang sedang kau lakukan di sini?” Tanyanya bingung.

Aku mengedikkan bahu. “Entahlah. Mungkin duduk-duduk untuk mencari udara segar?”

Dahi Kevin mengerut. “Lalu kenapa kau bawa koper?”

Aku tertawa. Kevin ini memang cerewet sekali. Dia tidak akan diam sebelum rasa penasarannya hilang. Jadi kutarik lembut tangannya, dan mendudukkan dia di pangkuanku. “Kau sendiri sedang apa malam-malam di sini?” Tanyaku mengalihkan perhatian.

Kevin menatap pakaiannya yang berupa setelan jas dengan dasi kupu-kupu merah kecil dan menghela nafas dengan sebal. “Entahlah. Yang jelas papa berkata kalau ada kepentingan kerja, dan aku harus ikut kalau tidak mau sendirian di rumah.”

“Memangnya tidak ada orang yang bantu-bantu di rumahmu?”

Kevin menggeleng. “Sudah tidak. Kemarin papa memecatnya.”

“Lalu siapa yang mengurusimu?”

“Papa.” Jawab Kevin enteng.

Aku mengernyit heran. “Bukannya sewaktu di kantor polisi kau bilang papamu sibuk? Lalu bagaimana dia bisa mengurusimu?”

Kevin tersenyum lebar. “Papa sudah tidak begitu sibuk sekarang. Dia baru berangkat kerja ketika aku sudah diantar ke sekolah. Dia juga menjemputku saat pulang. Lalu papa membawaku ke kantornya dan aku menghabiskan waktu sampai sore di sana bersama papa.” Katanya panjang lebar.

Aku hanya ber-ooh-ria sebelum akhirnya satu pertanyaan terbesit di otakku. “Memangnya papamu kerja apa si?”

“Kau tidak tau, Luw?” Aku menggeleng. Well, aku memang tidak pernah bertanya-tanya mengenai Dave beserta seluruh keluarganya yang menyebalkan itu pada almarhum Lily. Dan Lily juga sepertinya tidak merasa harus repot-repot menceritakan seluk beluk keluarga suami tercintanya itu padaku mengingat hubunganku dengan Dave yang tidak amat sangat baik.

Kevin berdecak. “Masa kau tidak tau sih? Papaku itu kerja sebagai bos. Dia punya kantor besar sekali dan dia berjualan banyak mobil.”

Aku ber-ooh-ria lagi. Ternyata selama ini, Dave itu pengusaha mobil. Hah, pantas saja ketika mereka mengunjungi rumah ibu dan ayah, mobil yang Dave pakai pasti selalu saja berbeda setiap kalinya.

“KEVIN… Sedang bersama siapa kau?”

Nah, monster yang sedang dibicarakan akhirnya muncul juga. Dave menggulung lengan kemejanya sambil menyebrangi jalan dengan langkah lebar. Rambutnya yang coklat itu tidak terbang-terbang seperti milik Kevin, karena di gel dan disisir rapi. Oh, bolehkah saat ini aku jujur? Dave dengan tampilan seperti ini, dia jadi terlihat seperti hot papa, errrrrr…

“Ayo Kevin kita pulang. Udara di luar dingin sekali, nanti kau masuk angin– Luna?”

Aku mengecup pipi Kevin dan mengajaknya berdiri. “Papamu benar, udara disini sangat dingin. Lebih baik kau pulang dan tidur di kasurmu. Bukannya besok kau sekolah?”

Kevin mengerutkan dahi. “Besok itu Minggu, Luw. Aku tidak berangkat sekolah di hari Minggu.”

Aku tertawa garing. “Ah benarkah? Aku sampai lupa kalau besok hari Minggu. Yasudah, setidaknya pulanglah agar tidak masuk angin.”

“Lalu bagaimana denganmu? Kau juga akan masuk angin.”

Tangan kananku mengibas-ngibas di udara. “Tidak perlu khawatir. Aku tidak akan masuk angin walau tidur di sini lima hari berturut-turut.”

Kevin merengut tidak setuju. Ia menatap Dave yang dari tadi hanya berdiri melihat kami beradu mulut. “Pa… lakukan sesuatu dengan Luna.” Katanya merengek.

“Ah, tidak perlu khawatirkan aku Kev, aku akan baik-baik saj-”

“Kevin benar Lun. Udara malam tidak baik untuk kita semua. Masuklah ke mobil. Masih banyak kamar kosong di rumahku. Selain itu, ada beberapa hal yang ingin kubicarakan denganmu.” Ujar Dave dengan nada yang sama sekali tidak hangat untuk menawarkan jasa menginap pada seseorang, tapi tetap saja hal itu membuatku terkejut.

Kevin meloncat-loncat senang sambil mengepalkan tinjunya ke udara.

Sedangkan aku hanya berdiri bingung menatap Dave yang sudah mengambil koperku dan menaruhnya di bagasi. “Mau sampai kapan kalian berdiri di situ? Ayo cepat masuk, atau kita semua benar-benar akan masuk angin.” Ujarnya.

Kevin menarik tanganku sehingga mau tidak mau aku bergerak. Aku duduk di kursi depan, samping Dave sambil memangku Kevin dengan terus-terusan mengulang kalimat pertanyaan ini di dalam hati.

Dave itu ketempelan setan hotel kali ya?

*****

“Kau sudah mandi?”

Aku mengangguk.

“Sudah makan?”

Aku menghela nafas. Dave yang cerewet dan super care seperti ini malah jadi terasa aneh. Entahlah, mungkin dugaanku semalam masih berlaku untuknya, kalau Dave itu ketempelan setan hotel.

“Sudah Dave, aku sudah mandi, aku sudah makan, aku sudah minum, aku sudah menyikat gigi. So just tell me. Kenapa kau ingin berbicara denganku?”

Dave ikut-ikutan menghela nafas, diusapnya wajahnya sebentar sebelum akhirnya ia beranjak berdiri dan masuk ke dalam ruang kerjanya yang ada di belakang sofa tempatku duduk. Tidak lama, karena selang beberapa detik ia keluar lagi dengan membawa satu amplop coklat besar.

“Apa itu?”

Ia melempar amplop itu padaku. “Dari kantor polisi. Kau tidak terbukti bersalah.”

Aku mengangkat bahu. “Oh jadi ini, yang membuatmu tiba-tiba menjadi baik?”

Dave mengangguk, senyum menyesal terukir jelas di bibirnya. Ia kembali duduk di sofa depanku. Kepalanya menunduk, membuatku heran seorang dave Treanor bisa sepengecut ini hanya dengan berhadapan denganku. “Maaf. Maaf, sebelumnya aku tidak percaya padamu. Padahal di dalam hatiku aku tau kau tidak akan melakukan hal seburuk itu pada Lily. Aku tau bagaimana kalian berdua. Mana mungkin kau-”

“Sudahlah Dave, Aku tidak pernah menyalahkan kau.”

Dave mengernyit bingung. “Bagaimana bisa?”

Aku tersenyum miring. “Dengan penampilan dan pergaulanku yang kau tau bagaimana, ditambah adanya fakta bahwa Lily lebih disayang ibu dan ayah daripada aku. Siapapun pasti akan menduga kalau akulah yang memang benar-benar membunuh Lily. Jadi aku tidak akan menyalahkanmu, Dave.”

Dave menggeleng tidak setuju. “Tapi aku tetap saja salah, Lun. Seharusnya aku tidak hanya terpaku pada satu kesimpulan saja. Seharusnya aku bisa melihat fakta-fakta yang lainnya lagi, seperti fakta kalau kau dan Lily selalu akur dan tidak terpisahkan. Jadi bagaimana bisa kau membunu-”

“Dave, dave.. Sudahlah, hilangkan semua rasa penyesalanmu terhadapku.
Dengarlah, aku ti-dak per-nah me-nya-lah-kan-mu.” Ujarku dengan menekankan kata-kataku. “Kebenaran itu tidak hanya dimonopoli oleh satu orang saja. Kebenaran itu ada dimana-mana, tergantung dari sudut pandang masing-masing orang. Dan dalam kasus ini, dari sudut pandangmu aku memang patut dicurigai. Jadi kau benar Dave, kau benar.”

“Dan aku tidak sekejam itu untuk memonopoli kebenaran yang ada demi mencapai kepuasanku sendiri.” Jelasku panjang lebar dengan senyum terukir di akhir kalimat.

Mau tidak mau Dave ikut tersenyum. “Terimakasih Lun. Maaf juga karena kau jadi diusir dari rumah…”

Aku tertawa. “Well, kalau untuk yang satu itu aku rasa kau harus bertanggung jawab. Mungkin dengan memberikanku satu apartemen gratis?”

“Untuk apa? Rumahku sangat cukup luas untuk menampungmu. Kau boleh tinggal di sini.” Ujar Dave yang kali ini tawaran mengenai menumpang di rumahnya terkesan lebih hangat daripada semalam. “Oh, satu lagi. Kau juga bisa dapat gaji jika mau mengurus Kevin.” Kata Dave mengerlingkan matanya padaku.

Aku melotot sambil tersenyum lebar. Kuremas tangannya dengan keras sambil melompat-lompat senang. “Aw thanks Dave, kuterima tawaranmu dengan senang hati kalau begitu.”

*****

 

yaaaaaa… done ya buat minggu ini, update lagi minggu depan Across The Railway, btw Alexa bakal bertualang lagi nih padahal baru sampe dunia manusia ya

7 Komentar

  1. farahzamani5 menulis:

    Wahhhhh Luna update
    Aq vote dlu ya ka
    Hehe
    Siapppp nunggu Alexa kembaliiii hihi
    Semangat trs ka

  2. Vote dulu ya kakkk :LARIDEMIHIDUP

  3. Baca cerita ini jadi teringat Fee, Liam & Tyler.. Ditunggu kelanjutannya yaa, sama cerita Alexa jugaaaaaa :inlovebabe

  4. fitriartemisia menulis:

    whoaaaaaaaa, luna update !!
    akhirnya Dave nyesel hahah mamam tuh Dave, ish
    kutunggu Alexa nya :)

  5. farahzamani5 menulis:

    Ahhhh lega bca part ini, akhirnya Luna terbukti ga bersalah, yes yes yes
    Kok aq ngakak ya pas adegan pengusiran Luna di apartemen ny Max, Ops sorry Luw *ngomong ala2 Kevin
    Eaaaaaaa Luna tinggal bareng Dave nih, jngn2 jngn2 jngn2 dah ehhh haha
    Aduhhhh ditunggu pokokny kelanjutan ni cerita
    Yey Yey Yey
    Welcome buat Alexa hihi
    Semangat trs yak

  6. Untung aja si Luna bisa terbukti tidak bersalah :PATAHHATI

  7. Lega banget ternyata Luna ga bersalah yaaa :PATAHHATI