Vitamins Blog

Langit untuk Jingga (Lima-A)

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

336 votes, average: 1.00 out of 1 (336 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Aku segera turun ke bawah setelah mengangkat telepon dari Ozi karena dia sudah menungguku di parkiran apartemen. Aku dan Ozi memang sama-sama di Jakarta, tapi dia punya apartemen sendiri yang dekat dengan kantornya.

Aku memang selalu pulang ke Bandung dengan Ozi, kecuali kalau dia sedang ada pekerjaan yang tidak bisa ditinggalkan baru aku ke Bandung sendirian. Dia seorang pengacara publik yang baru merintis karirnya di salah satu Firma Hukum yang cukup terkenal, sehingga akhir-akhir ini dia semakin sibuk dengan pekerjaannya.

Dia sempat bercerita padaku sedang menangani kasus pidana yang cukup berat. Dan kasus berat yang dimaksud Ozi adalah membela klien yang notabenya seorang pembunuh. Bayangkan apa yang dirasakan adikku dan bagaimana tekanan yang dialaminya. Pengacara memang sudah mengetahui dari awal apakah kliennya benar atau salah, dia mengusahakan hak-hak terdakwa sebelum ada bukti kuat untuk menjadikan kliennya sebagai tersangka dan tetap melakukan pembelaan meskipun dia tahu risikonya menjadi public enemy dan public preasure pasti tidak bisa terelakkan.

Meskipun sedikit sableng dan petakilan, aku akui kalau Ozi punya dedikasi tinggi dalam pekerjaan. Dia menikmati pekerjaannya baik maupun buruk dia terima karena memang itu passion-nya. Aku juga sependapat dengan Ozi, melakukan pekerjaan yang sesuai sama passion kita memang enak, sesusah apapun kerja, seburuk apapun resikonya, kita akan tetap berada pada zona nyaman dan tetap bisa menikmatinya. Dari ketiga anak papa, hanya bang Rizal yang mengikuti jejak papa sebagai Dokter, sedangkan aku dan Ozi sama sekali tidak minat mengambil jurusan dibidang kesehatan sama sekali meskipun kedua orang tua kami sama-sama menekuni bidang tersebut, papa menjadi dokter spesialis jantung dan mama seorang bidan. Sedangkan aku lebih memilih disigner sebagai jalan hidupku, dan Ozi memilih ilmu Hukum sebagai dunianya.

Aku masuk kedalam mobil dan dengan menyapa adik kesayanganku itu. Tapi tidak seperti biasa dia hanya menanggapi sapaanku seadanya dan mulai melajukan mobil dalam diam.

Sepertinya ada yang tidak beres dengan Ozi, tapi kulihat dia tidak berniat membaginya denganku. Aku juga tidak memaksa jika memang dia tidak mau bercerita, toh tidak semua masalah bisa kita bagikan kepada orang lain. Aku sendiri sedang banyak pikiran, dan aku juga sedang belum ingin membaginya pada siapapun untuk saat ini.

Lama kami saling diam di mobil, hingga suara Ozi memecah keheningan. “Teteh juga lagi galau ya?” aku menoleh pelan kearah Ozi.

“Hmm lagi banyak pikiran,” gumamku.

“Sama,” balas Ozi cepat. “Tapi nggak usah dipikirin dulu ah, kita pulang ke Bandung kan buat ngalihin pikiran kita teh, bukan malah bawa masalah di Jakarta ikut ke sana juga,” ucap Ozi. Aku terdiam. Apa yang dikatakan Ozi memang benar, seharusnya aku tidak memikirkan masalah itu sekarang.

“Iya sih, tapi dari sono juga nanti mamah kumat Zi, bikin gue tambah pusing,” ucapku sambil mengerucutkan bibir.

Kudengar Ozi malah terkekeh, “tapi lo kan jago berkelit, gue tahu lo nggak bakalan kehabisan ide buat jawab semua desakan mamah nanti teh,” Ozi menahan tawa sambil tetap fokus mengemudi.

“Capek Zi, gue jadi berasa dikejar-kejar rentenir yang nagih calon mantu tahu nggak!” gerutuku membuat Ozi semakin tergelak.

“Ya buruan disetorin lah, biar nggak di tagih terus.”

“Yakali kucing yang mau disodorin ke mamah,”

“Hahaha, itu juga boleh daripada teteh nggak kawin-kawin, rugi banget designer gaji tinggi mantan model tapi nggak laku-laku.”

Apa dia bilang?

Aku memukul bahunya dengan keras membuat dia mengaduh kesakitan, “mulutnya kebiasaan!”

“Hahaha,” Ozi tergelak sambil memegangi perutnya. Begini nih kalau sablengnya lagi kumat, Ozi selalu menjadi orang yang paling menyebalkan di dunia. Mulutnya hampir sama kayak Nada, licin kayak oli.

Aku memutar bola mataku sebal melihat Ozi yang masih tetap tertawa. “Iya ledek aja terus!” sungutku.

Ozi menatapku sambil terkikik. “Mangkanya buruan naik pelaminan.”

“Duduk di pelaminan mah gampang, nyari yang mau diajak bareng yang susah.” Jawabku skeptis.

“Banyak kali, itu fans lo kan banyak teh. Bang Haikal, Ergi, Dodit terus siapa itu yang selalu buntutin lo waktu kuliah,” Ozi tampak berpikir, “Ah iya bang Teki Adi, dia hitsnya kampus aja bisa bertekuk lutut ke elo teh, tapi lo nya aja yang nggak pernah anggep mereka, coba deh lo buka diri, lo sekarang nggak bakal jadi jones, jomblo ngenes. Hahaha.” Ledek Ozi membuatku kesal setengah mati. Ck! Benar-benar adik durhaka!

“Haha. Yaudah lah teh, buruan nyarinya daripada nanti dijodohin mamah, kan enak nyari ndiri.” Lanjut Ozi membuat tubuhku menegang seketika.

Aku mulai menatapnya horor. “Sebentar deh,” jedaku. “Maksud lo apaan deh Zi. Emang mamah bilang kalau mau jodohin gue?”

Kulihat Ozi sedikit gelagapan.

“Eh, mm anu nggak gitu. Tapi mama pernah bilang, kalau teteh ngga bawa calon juga, mamah mau ngenalin teteh ke anaknya tante Hani, yang dokter itu loh teh.”

“What?!” aku benar-benar membulatkan mataku sekarang, yang benar saja mama mau jodohin aku! Ini bukan jaman Siti Nurbaya euy, masih ada saja acara perjodohan segala!

“Lo nggak lagi ngibulin gue kan Zi? Kapan coba mamah ngomongnya?” aku memicingkan mata curiga.

“Minggu kemarin kan gue pulang bentar teh, nah itu mamah tanya-tanya gitu. Udah lihat teteh jalan sama cowok enggak disini, dan gue jawab nggak pernah. Terus nyerocos deh ide mamah yang mau jodohin teteh kalau nggak bawa-bawa pulang pacar buat dikenalin ke mamah papah,” jelas Ozi membuatku semakin sebal.

“Ck, mamah gitu banget deh sama gue, ogah banget lah dijodohin, kiranya gue nggak bisa nyari sendiri apa?!” omelku sedikit berapi-api.

“Nah, emang lo beneran nggak lagi deket sama siapa-siapa teh? Setidaknya gebetan gitu?”

“Menurut lo?”

“Ck! Belum bisa move on teh?” tanya Ozi hati-hati. Aku terdiam beberapa saat. Bingung mau menjawab apa, aku sendiri bingung. Aku memang belum pernah bisa membukakan hati kepada laki-laki manapun sejak perceraianku dua tahun lalu. Ada beberapa lelaki yang mendekatiku, mereka berniat serius denganku tentu saja. Tapi entah kenapa aku masih mendirikan tembok untuk diriku sendiri kepada para lelaki itu, hingga akhirnya tak banyak sebagian dari mereka mudur secara teratur. Apa semua itu bisa dikatakan belum bisa move on? Kalau iya berarti aku sangat menyedihkan sekali kurasa.

“Udahlah teh, jangan mikir masa lalu terus. Dia aja bisa bahagia hidup tanpa lo, tunjukin juga lah kalau lo juga bisa bahagia tanpa dia,” ucap Ozi. Aku masih terdiam masih sambil mengetuk-ngetukkan jari di atas dasboard mobil.

Aku menghela napas berat. “Move on emang semua orang tahu caranya, tapi nggak semua orang bisa melakukannya. Teorinya sih mudah banget, tapi waktu kita ngrasain sendiri, gue yakin semua teori itu hanya bulshit!” ucapku lebih kutekankan pada kalimat terakhirnya.

“Gimana bisa move on kalau lo negative thinking mulu, jodoh itu kayak mancing ikan, nggak di kasih umpan ya nggak bakal dapet. Lagian diluar sana banyak kali yang ngantri buat dapetin lo, kalau lo sendiri nggak pernah buka diri gimana bisa jodohnya nangkring coba.” Ozi mulai menyampaikan wejengan ala Ozi Teguh. Haha.

“Iya iya, elaaah. Berasa diceramahin mamah dedeh gue.” Sungutku pura-pura sebal dengan ceramahan Ozi, meskipun aku banyak membenarkan apa yang dikatakan olehnya.

Ozi tertawa lagi saat mendengarkan gerutuanku. “Hahaha, siap-siap abis ini lo bakalan diceramahin sama mamah dedeh beneran teh. Hahaha.”

Ck! Aku berdecak sebal mendengar ucapan Ozi. Kami terus berbincang hingga lupa akan keterdiaman kita beberapa waktu lalu. Hingga tak sengaja aku membahas tentang omongan mama tempo hari kepadaku, tentang Ozi yang mau melamar Riana yang jujur saja sedikit mengusikku. Bukan apa-apa, aku tidak ingin membuat anggota keluargaku semakin mendesakku jika mengetahui aku dilangkahi oleh adik lelakiku sendiri.

tbc…

SitiIsmaya

Pecinta musik -random - Dan penikmat novel romance ?

19 Komentar

  1. Uyey updateeee ?

    1. uyee uyeeee ^^

  2. Dalpahandayani menulis:

    Bgus ceritanya
    Ditunggu kelanjutannya smangat trus

    1. iya kak (:

  3. Lahh ozi nyebelin bngt yak haha
    ‘move on emang semua orang tau caranya, tp ga semua orang bisa melakukannya’ ini tuh jlebbbb bngtttt haha
    Cuzz ke bagian B ny
    Mksh ya ka
    Semangat

    1. ini salah satu korban gagal move on juga yak hahaha, iyep mangaaats

    2. Haha Alhamdulillah ga saya mah
      Pengalaman orang2 sekitar aja ka hihi

  4. lanjut…. :BAAAAAA

    1. manggaa

    2. Minta mangga, hhe
      Salfok yah :BAAAAAA

  5. berarti yang di teaser 2 tahun yang lalu yaa

    1. iya kaak, cuplikan kejadian dua taon lalu

    2. Wah, iya ya, baru ngeh aku :LARIDEMIHIDUP

  6. :aaaKaboor :aaaKaboor :aaaKaboor :aaaKaboor

  7. gak curhat nih masalah Langit ke Ozi??

  8. Baguss

  9. fitriartemisia menulis:

    hmm, masih belum bisa move on hehe

  10. Iya mamah Dedeh beneran, emaknya dia tuh, wkwkwk :ngetawain

    1. Eh dia masih gagal move on juga yah?
      Ngk mau buka hati sih, hhe