Vitamins Blog

Kepingan Daun Maple #Part1

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

Sumber: https://pixabay.com/en/photos/maple/

 

-Ada saatnya, jika diberikan beribu pilihan, kita tidak boleh memilih apa pun-

Kinan Prada menundukkan kepalanya. Kedua kakinya menyentuh lantai rumah yang terasa sangat dingin, dinginnya sempat menjalar ke seluruh tubuh, membekukan hati dan juga pikirannya. Membuat bulu kuduknya berdiri. Bukan, bukan karena takut melihat sesuatu yang gaib. Melainkan takut melihat sesuatu yang tampak nyata di hadapannya.

“Apa tidak ada pilihan yang lain?” Kinan berusaha mengeluarkan semua yang ada di dalam kepalanya. Baru beberapa saat ia merasakan sakit kepala yang tak tertahankan, dan sekarang, ia diberikan masalah baru. Ia meremas kedua tangannya, mencoba menghilangkan ketakutan yang ada dalam dirinya.

Alex masih berdiri di hadapan Kinan seraya melipat kedua tangan. Awalnya, Kinan sempat merasa terkagum-kagum pada Alex yang begitu memesona. Namun, semua pikirannya itu segera ia singkirkan, karena pada kenyataannya Alex mempunyai hati yang tidak setampan parasnya.

Boris yang ada di samping Alex hanya bisa duduk di sebuah sofa yang berhadapan dengan Kinan. Namun berbeda dengan Alex, Boris lebih banyak diam. Tatapannya sangat dingin. Kini, Kinan merasa kalau dirinya sedang disidang. Meskipun ia tak tahu, kesalahannya apa.

“Mau jadi wanita malam? Jadi pembunuh? Atau jadi mayat? Tinggal pilih itu saja. Gimana?” Alex menatap tajam ke arah Kinan yang langsung disambut dengan tundukkan kepala. Tidak ada yang bisa dipilih. Tidak ada yang ingin dipilihnya.

“Kenapa aku harus menjadi wanita malam?”

“Karena kamu masih muda, cantik, dan menarik.”

“Bagaimana kalau banyak perempuan yang tersakiti karena aku? Bagaimana bisa aku bersenang-senang dengan pria yang sudah mempunyai pasangan masing-masing. Entah itu pacar, tunangan ataupun istri?”

“Ya itu bukan masalah kamu.”

“Tetap saja itu masalahku. Karena aku, ada yang membuat mereka tersakiti. Lalu… kenapa aku harus menjadi pembunuh?”

“Singkatnya, itu adalah dunia kami.”

“Kenapa aku harus menjadi mayat?”

“Karena, bagi kami, kamu itu nggak guna kalau dibiarkan hidup tanpa melakukan sesuatu yang menguntungkan.”

Kinan semakin menunduk. Ia memejamkan mata hanya untuk mengetuk hatinya sendiri, kemana ia akan pergi. Di dunia mana ia akan tinggal? Yang pasti, semua pilihannya tidak ada yang diharapkan Kinan. Semua pilihannya terlalu menyakitkan untuk dipilih. Bukan hanya dirinya yang akan tersakiti, tapi banyak orang yang akan lebih sakit daripada itu.

“Biarkan saja anak ini berpikir, kita harus memberikan waktu untuknya,” Boris berdiri seraya melihat ‘Omega’  yang melingkar di pergelangan tangannya.

Boris masih terlihat muda dan tak kalah tampan dengan Alex. Umur pria itu kisaran 40 tahun. Namun, jika melihat wajahnya, ia seperti pria umur 30 tahunan. Boris memang lebih calm, dan tidak banyak bicara seperti Alex. Keduanya bersaudara, tetapi sangat jauh perbedaannya.

“Tunggu!”

Kinan berhasil menghentikkan langkah Boris. Pria itu segera menatapnya dengan penasaran. Apa yang akan ia pilih?

“Aku… aku, aku akan memilih untuk jadi pembunuh,” teriak Kinan dengan lantangnya. Hal tersebut tentu membuat Boris dan Alex tak percaya. Ternyata remaja berumur tujuh belas tahun itu mempunyai nyali yang sangat besar. Ini jauh dari dugaan sebelumnya.

It sounds good.”

Alex tersenyum devil, sedangkan Boris sepertinya tidak bisa berkata-kata. Tiba-tiba saja Alex berjalan ke arah Kinan seraya menepuk-nepuk bahu perempuan tersebut. Kinan hanya bisa tersenyum yang terkesan dipaksakan.

“Tetapi ada syaratnya!”

“Apa?” Alex tersenyum kembali, “anak ini benar-benar membuatku ingin membunuhnya.”

“Biarkan saja ia meminta syaratnya, kalau kita mampu mengabulkannya, kenapa tidak?” Boris menimpali, dan hal itu berhasil membuat Kinan menemukan cahaya di masa depannya.

“Aku ingin sekolah. Sekolahkan aku!”

“Buat apa kamu sekolah? Toh nyatanya kamu adalah seorang calon pembunuh. Tidak ada gunanya kalau bersekolah. Pembunuh itu tidak perlu bersekolah.”

“Diam Alex!” Boris berhasil membuat Alex berhenti mengoceh. Matanya melirik ke arah Kinan sekilas, “aku akan menyekolahkan kamu.”

***

Kinan benar-benar tidak mengerti dengan mulutnya yang langsung nyeletuk kalau dirinya akan memilih menjadi pembunuh. Sungguh, semua ini jauh dari mimpinya. Ah, tapi bukannya Kinan tidak mempunyai mimpi sebelumnya. Mungkin saja ia mempunyai mimpi, tetapi Kinan melupakan mimpi-mimpinya.

Kakinya terus melangkah mengikuti Alex di depannya. Seketika Alex tiba-tiba menghentikkannya dan membuat Kinan menabrak punggung Alex tidak sengaja.

“Ok. Ini kamar kamu, kamu tahu kan apa artinya kalau kamu sudah mempunyai kamar sendiri dan memakai password?

Dengan polosnya Kinan hanya menggeleng pelan. Ia masih menunduk dan tak berani menatap Alex. Tampan tapi kejam!

Alex hanya bisa menggeleng pelan, lalu memijat keningnya pelan, “kamar ini berisi semua tentang privacy kamu. Jadi, tidak boleh ada yang mengetahui password kamar kamu. Termasuk aku, ataupun Kak Boris. Singkatnya, kamar ini adalah dunia kamu yang sebenarnya, ah, maksudnya diri kamu yang sebenarnya.”

Kinan hanya mengangguk-angguk pelan. Matanya segera tertuju pada tombol berwarna hitam yang bertuliskan huruf dan angka-angka seperti keypad android. Rumah ini benar-benar canggih, sudah disetting sedemikian rupa. Dan ini sangat luar biasa.

“Terima kasih.”

Kinan mengganggukkan kepalanya sebagai tanda terima kasih. Karena tidak mau membuang waktu, Alex segera berlalu dari hadapan Kinan tanpa mengeluarkan sepatah kata lagi.

Sekarang Kinan mulai merasa pusing kembali. Password apa yang sebaiknya ia gunakan, yang tidak gampang ditebak oleh orang lain. Pandangannya lalu beralih pada sebuah clutch bag berwana peach yang menyampir di tangannya. Ia lalu teringat pada sebuah diary yang ada di sana. Meskipun diarynya sudah tidak layak digunakan karena sudah basah dan tinta pulpen yang memudar, tetapi ia masih menyimpan baik-baik benda berharga tersebut. Lalu ia melihat daun maple yang robek, hanya tinggal sepertiga bagiannya (mungkin).

Ia tahu apa yang harus ia ketik, ‘Maple3-21’ menjadi password yang entah apa maknanya. Yang jelas ia melihat daun maple dan melihat angka 3 dan melihat tulisan dua dan satu. Maka ia memutuskan passwordnya seperti itu.

11 Komentar

  1. aishelatsilla menulis:

    Daun maple ya…jadi inget goblin :LOONCAT
    Oia,kog gak ada lope2nya yak?

    1. fujasagita menulis:

      Memang cerita ini terinspirasi dari Goblin, eps 1 atau 2 yah? lupa lagi :v

  2. Hmm ada apa dengan maple3-21…dilanjut ceritanya ya

    1. fujasagita menulis:

      Ada sesuatu haha. Terima kasih Kak, senang karyaku bisa dibaca sama Kakak :)

  3. Salah apa tuh Kinan ada sampe disuruh milih
    Okeh smgt thor……

    1. fujasagita menulis:

      Ada deh kak, nanti dikasih tahu :) Hehe

  4. pilihan yang sulit kinan..
    lanjut thour. semngattt

    1. fujasagita menulis:

      Udah dinext sampe part2 kak hehe. Terima kasih.

  5. Pilihan yg sulit :PATAHHATI

  6. fitriartemisia menulis:

    maple inget goblin huhuyyy :ngetawain

  7. Ditunggu kelanjutannya