Vitamins Blog

DWINA part 16

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

23 votes, average: 1.00 out of 1 (23 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

16. Dingin mencekam

Siapa yang tidak terpancing dengan keadaan Dwina sekarang? Atau dirinyalah yang tergoda dengan mudahnya?

Rambut terkuncir asal, kaos putih kebesaran berpadu dengan celana leging hitam hingga dapat menjiplakkan kaki jenjangnya, matanya sangat sayu karena habis menangis dan bibir berwarna pink pucat. Membuat kesan manis di mata Arya terlebih aroma bayi menyelubungi perempuan tersebut.

Awalnya Arya hanya ingin memeluk perempuan itu saja untuk memenuhuni dorongan hatinya yang begitu lelah melewati hari-hari sulit sejak kemarin. Tidak ada niat lebih dari itu, walaupun alam bawah sadarnya menginginkan lebih dari yang diharapkan. Karena dia adalah laki-laki dewasa yang normal.

Mengenai dirinya mencium leher jenjang Dwina. Sungguh dia khilaf telah kelepasan. Padahal dia sadar Dwina perempuan yang memiliki batasan keras terhadap laki-laki, untung saja Dwina langsung menginjak kakinya dan menyadarkannya kembali ke alam nyata.

“Kalau aku nggak inget orang tua kakak, udah aku usir dari sini” tukas Dwina geram.

Suara tangisan bayi menambah kesangaran Dwina. Sungguh dua orang laki-laki ini menjadi satu paket lengkap bagi Dwina. Yang satu ngejahilin dan yang satunya lagi berusaha mencari kesempatan dalam kesempitan.

Bayu kini di cubitin habis-habisan oleh Dwina lalu berakhir terdampar di ruang tv, duduk melas bersama Arya.

“Beli nasi goreng di depan yuk, gue laper banget nih” ajak Bayu pada Arya yang masih terdiam menonton acara bola.

“Ok. Lagi pula gue butuh mendinginkan kepala” pikiran Arya memang sedang konslet, tidak berhenti memutar ulang adegan Dwina sedang memakai celana super pendek memamerkan kaki jenjang lalu bayangan kulit putih Dwina karena kancing bajunya tidak sengaja terbuka dan rasa panas leher Dwina masih menempel jelas di bibirnya.

*

*

*

*

Satu minggu yang lalu Kak Bika sudah kembali dari rumah sakit dan Dwina sedih berpisah dengan Serin, bayi yang diurusnya selama beberapa hari. Sayangnya kesedihan itu dirusak oleh kecupan Arya yang masih terasa panas di lehernya. Dwina bahkan sudah lelah menggosok lehernya sampai merah mencoba menghilangkan sensai gila itu.

Sekarang sosok Dwina kini tampak fokus pada pengerjaan skripsinya di rumah Tari. Jangan mengira di adalah perempuan genius seperti Tari dan Sella ataupun Putri. Dirinya hanya memiliki otak pas-pasan jadi dari dulu mau tidak mau dia harus meluangkan waktu lebih banyak dari orang lain.

Beruntung sifat pekerja keras Ayahnya menurun padanya. Jadi sifat malasnya bisa teratasi cukup baik.

Hari ini Putri ulang tahun dan akan diadakan pada sebuah club malam ternama di Jakarta. Dwina segan mendatangi tempat penuh maksiat seperti itu. Bukankah setidaknya dia harus datang untuk sekedar mengucapkan ‘selamat ulang tahun’ pada sahabatnya, berhubung keadaan ini bisa menjadi jembatan untuk memperbaiki masalah di antara mereka. Batin Dwina membenarkan ide itu.

Jam sudah menunjuk pukul sembilan malam dan acara ulang tahun Putri sudah di mulai dari dua jam yang lalu. Dwina memutuskan untuk pulang  dan menolak tawaran temannya untuk mengantarnya pulang. Ngomong-ngomong motor matic milik Dwina sedang di service, baru akan di ambil besok.

Butuh waktu empat puluh lima menit  untuk sampai di club Immigrant. Napas Dwina sedikit berburu saat melewati pemeriksaan ketat. Seharusnya dirinya tidak bisa masuk karena umurnya belum mencapai 21 tahun. Namun, berhubung dia memiliki undangan resmi dari Putri ia langsung lolos begitu mudah.

Aroma alkohol dan rokok membuat pening kepala Dwina di tambah lagi cahaya kontras selalu berubah setiap detiknya, seketika menimbulkan rasa mual hingga sudah terasa berada di ujung tenggorokannya.

Dwina tahu Putri memiliki kehidupan amat bebas. Meskipun begitu Putri tidak pernah menjerumuskannya. Mereka berdua saling menghormati prinsip hidup masing-masing. Setelah akhrinya Dwina dapat melihat secara langsung seperti apa prinsip hidup yang dipilih Putri, Dwina meringis perih. Tempat ini begitu kacau, tergelut oleh kebahagian semu atas pengaruhi alkohol dan nafsu.

Segera Dwina mencari sosok Putri untuk menuntaskan niat kedatangannya, supaya ia bisa lebih cepat keluar dari tempat sialan ini.

Di posisi lain sepasang mata sedang menertawakan ke datangan Dwina yang kini sedang menutup telinganya dengan kedua tangannya mencoba menahan suara musik yang di putar keras. Dwina terlihat sangat lugu seperti biasanya. Ia meneguk kandas minumannya sebelum menghampiri perempuan itu.

“Lumayan manis…” ujar temannya pada sosok Dwina

“Tentu saja dia manis” balasnya

Dia melangkah cukup lebar, tanpa perlu waktu lama tangan perempuan itu sudah berada di genggamannya.

“Dwina” panggilnya sambil menyeringai senang. Dwina tetap bisa tampil menggoda walau dengan pakaian sangat tertutup serta syal merah maroon melilit cantik di leher jenjangnya.

 “Lo liat Putri nggak?” tanya Dwina terdengar menggunakan intonasi lembut membuat sisi liarnya naik satu langkah.

“Iya. Aku anterin kamu ke dia” balasnya

Dwina berdecak sebal saat Jordan-satu – satunya teman Putri di kampus yang ia kenal, sedang melingkarkan lengan di pinggangnya begitu erat sambil sesekali berbicara terlalu dekat nyaris seperti ingin mencium pipinya.

“Tadi Putri ngira kamu nggak datang” bau alkohol terkuar dari mulut Jordan membuat Dwina tidak tahan.

“Lo mabuk” seru Dwina sembari menghentakkan lengan Jordan dari pinggangnya karena ia telah menemukan sosok Putri duduk di salah satu kursi bar, kemudian meninggalkan Jordan tanpa mau menoleh kembali.

Putri tertawa bersama teman-temannya di sela-sela menyesap minuman. Pada pandangan Dwina, keadaan itu justru sangat menyedihkan baginya. Ia bisa melihat keadaan Putri sangat kacau di balik tampilan cantik dengan dress selutut berwarna ungu.

Dwina menepuk pundak Putri sekaligus menyodorkan kado ulang tahun.

“Dwina…” Putri mengatakan dengan penuh siratan penekanan.

“Happy brithday Put”

“Jangan kaku gitu. Duduk dulu”

“Gue minta maaf Put” Dwina langsung berbicara ke inti permasalahan seketika raut wajah Putri kaku di detik berikutnya.

“Wi, lo itu sahabat yang paling baik” Putri menyelipkan geraian rambut Dwina kebelakang telinga. Udara dingin tiba-tiba merasuki tubuh Dwina sebagai pertanda ada kejadian buruk sebentar lagi menerjangnya.

“Udahlah… kalau lo nggak bisa nyakitin dia biar gue aja” ujar Jordan sudah berada di belakang Dwina lalu segera menahan kedua tangan perempuan itu di balik punggung. Kemudian muncul seorang perempuan asing berpakaian sexy membawa satu gelas berisi minuman keras.

Dwina memberontak saat rahangnya ditahan kasar dan dipaksa untuk meneguk minuman beralkohol tersebut hingga ia tersedak bahkan sampai memuntahkannya di lantai club. Tubuhnya yang tersungkur ditahan kembali keposisi semula dan mengulangi kejadian tadi.

Air matanya mengalir, pandangannya pun ikut kabur. Rasa panas membakar tenggorokannya membuat alam bawah sadarnya marah atas semua perlakuan ini. Rambutnya dijambak kuat saat dirinya mencoba kembali memberontak.

“Lo sahabat yang munafik dan hukuman ini nggak seberapa” kekeh Jordan di telinga Dwina

Putri hanya diam tanpa berekpresi menikmati penderitaan Dwina sambil menyesap minumannya dan mengatakan “jangan terlalu kasar Jordan, dia terlalu berharga untuk di sakiti”

Dwina kembali memuntahkan minumannya di hadapan Putri lalu Jordanpun kembali menjabak rambut Dwina, agar perempuan itu kembali pada posisi tegak tanpa mempedulikan banyak pasang mata menontoni mereka.

Jordah tertawa senang melihat Dwina tersiksa. Hatinya seolah terpuaskan karena rasa kesalnya telah tertebus.

Sebuah tangan mendorong keras Jordan dari sisi Dwina lalu dengan cekatan menahan tubuh Dwina yang hampir tidak sadarkan diri. Bahkan Bayu sudah langsung melayangkan tinju yang baru datang setelah Arya tiba di tempat kejadian.

“Kurang ajar lo?!” Bayu mengulangi perlakuan Jordan sama persis seperti apa yang di perbuat pada Dwina dengan dilingkupi amarah tak terkendali. Menarik paksa laki-laki itu untuk berdiri kembali saat jatuh tersungkur akibat tonjokan brutal yang diberikan Bayu.

Arya menggendong Dwina dengan erat kemudian segera menuju rumah sakit. Sebelumnya Arya sudah merasa familiar dengan syal merah maroon milik Dwina, tapi ketika ia mengatakan itu pada Bayu. Temannya tersebut malah terbahak, karena Dwina tidak mungkin mau menginjakkan kaki ketempat seperti ini. Setelah merasakan ada hal mengganjal pada sebagian lebih pengunjung yang tiba-tiba terpaku pada satu hal.

Arya langsung mendekat ke titik kejadian dan betapa kagetnya dia melihat Dwina di paksa meminum alkohol. Bahkan Arya bisa melihat jelas Dwina sudah tidak sanggup berdiri lagi. Hatinya begitu remuk menemukan Dwina begitu mengenaskan dan kini ia masih merasakan tangisan Dwina di pelukannya.

“Orang itu pantas mati!” hanya ada satu gambaran di otaknya yaitu Putri.

5 Komentar

  1. itu Putri aku santet ya,,
    kok minta di pites-pites gitu ya sikapnya,,
    untung ada Arya sama Bayu,,

  2. Putri jahat bangett :PATAHHATI :PATAHHATI gara2 seorang cowok sampe ngerusak sahabat sendiri , klo gitu bkn sahabat namanya :beranilawansaya

  3. Putri jahat

  4. fitriartemisia menulis:

    PUTRI JAHAT :ASAHPISAU2 :ASAHPISAU2 :ASAHPISAU2

  5. Dasar Putri. Jahat luuu???