Vitamins Blog

Terbang [Bab 1]

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

 

25 votes, average: 1.00 out of 1 (25 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Ku datang dg cerita baru nih, judulnya norak amat yah. Yg novel kemarin2 aku post, aku pending dulu, belom jd outlinenya juga. Biasanya aku post cerita fiksi fantasy, tp yg ini ceritanya fiksi realis, haha. 


Terbang

Bab 1. Penukaran

Rasha mengetukkan jarinya di atas meja kantin. Ia mendelik kesal pada kedua sahabatnya yang sedang berselfie ria menggunakan ponsel keluaran terbaru. Sedangkan Rasha hanya meringkuk tak diajak berselfie dengan segelas jus yang setengah hampir habis di hadapannya.

“Sha, keliatannya lo jarang bawa hp, ke mana hp lo?” sialan! Pertanyaan yang Rasha hindari akhirnya terdengar juga. Rasha mendongak menatap Kimberly sahabatnya yang kaya raya itu, sedangkan Vera sahabatnya yang kaya raya lain, sedang memilah-milah hasil jepretannya barusan.

Rasha membuka mulutnya dan menjawab, “Ada kok, aku simpen di rumah. Lagian ngapain bawa hp ke sekolah, ganggu belajar aja.” Sengaja Rasha menyembunyikan nada suaranya agar terkesan meyakinkan.

“Oh, kali-kali di bawa yah gue pengen selfie di hp lo.”

***

Tak seperti biasanya Rasha kala itu dilanda kegamangan. Di rumahnya yang terkesan sederhana, dia meringkuk di tepi ranjang, bergelung selimbut menatap atap rumahnya yang cat luarnya sudah mengelupas bahkan di sudutnya terdapat lubang menganga yang cukup lebar. Rasha bingung. Bingung memikirkan kata apa yang akan diucapkan pada Kimberly yang kaya raya itu, bahwa dia tidak mempunyai ponsel manapun. Mana mungkin dia membeli ponsel bagus, sekedar makan-pun ibu dan ayahnya harus banting tulang menjadi pedagang di pasar demi menghidupi anak tunggalnya.

Sejak berteman bersama Kimberly dan Vera bahkan pada semua orang, Rasha belum pernah menceritakan kehidupan susahnya. Yang dipandang mereka adalah, Rasha itu sama halnya dengan mereka para kaum kaya bisa memiliki standar hidup tinggi. Rasha semakin-hari-semakin ditakuti dengan kekalutan akan bagaimana jika salah seorang teman sekolahnya tahu bahwa Rasha itu adalah anak orang miskin. Dia tidak mau rahasianya terbongkar.

Di balik dilemanya itu, terdengar pintu terbuka. Dengan cepat Rasha turun dari ranjang dan menemui kedua orang tuanya. Terlihat samar dari wajah kedua orang tuanya memancarkan kelelahan. Tapi mereka tetap tersenyum.

“Rasha kamu sudah makan?” ibunya menyapa sambil lalu menuju dapur. Tercium samar aroma makanan dari sana, membuat Rasha menghampiri ibunya. “Wah Ibu sedang banyak uang yah, makanannya banyak sekali.” Ibu Rasha mengusap putri tunggalnya dan tersenyum.

Rasha mendongak menatap mata ibunya. “Bu, anak-anak di sekolah pada beli handphone baru. Aku kapan, Bu?”

“Nanti, setelah Ibu banyak uang, Ibu akan membelikanmu handphone baru.” Ibunya menjawab tak mengurangi senyum tulus di wajahnya yang lelah.

Raut wajah Rasha semakin mengeras.

“Tapi kapan, Bu? Teman-temanku bahkan tak ada yang mau berselfie denganku, hanya karena aku tak memiliki handphone. Aku malu begini terus. Kapan kita kaya, Bu?”

Ibu Rasha menghela nafas panjang dan mengusap rambut Rasha penuh kasih sayang. Namun, sikap Rasha yang keras kepala menepis tangan ibunya dan berdiri sambil menghentakkan kakinya.

“Ya udah! Kalau Ibu gak mau membelikanku handphone baru, aku akan pergi!” Rasha pergi keluar rumah, tak memedulikan suara ibunya yang memanggilnya untuk berhenti.

***

Rasha duduk di kursi yang disediakan trotoar sambil memperhatikan jalannya lalu lintas. Pikiran Rasha semakin bimbang, ke mana dia mencari uang untuk membeli ponsel tersebut. Rasha melirik sekilas dan pandangannya terkunci pada sebuah toko elektronik yang menampilkan spanduk ponsel keluaran terbaru.

Tak membutuhkan waktu lama bagi Rasha untuk sampai di sana karena jarak antara kursi yang diduduki dia tadi bersebrangan dengan toko penjual alat elektronik itu.

Rasha mengamati seluruh penjuru toko. Beruntung hari ini toko tersebut penuh didominasi ibu-ibu pembeli alat elektronik rumah tangga, dengan begitu Rasha dapat leluasa mengamati ponsel keluaran terbaru tersebut. Tanpa dicurigai bahwa dia tidak berniat membeli.

Ponsel yang diinginkan Rasha dipatri di dalam kotak transparan yang terbuat dari kaca. Rasha menduga kalau barang itu pasti mahal dan langka orang yang membeli. Pasti yang membelinya pun orang-orang kaya semua.

Seorang pemuda salah satu penjaga toko menghampiri Rasha. Rasha dengan kikuk menunjuk pada kotak transparan tersebut di mana tersimpan ponsel itu.

“Bang, kalau hp itu berapa yah?” tanya Rasha yang sengaja nada suaranya dibuat se-angkuh mungkin, agar si penjual tidak mengira kalau Rasha tidak punya uang.

“Oh itu, harganya 15 juta, Neng.”

Rasha mangut-mangut mengerti. Kemudian dia tersenyum dan melirik kembali pada si-penjaga toko. “Gitu yah, Bang, nanti deh bilang bapak dulu.” Rasha berbalik meninggalkan toko elektronik tersebut.

Dia kembali menuju kursi trotoar tadi, dan tak menyadari ada seseoang di sampingnya. Rasha mengerucutkan bibirnya dan memandang sebal pada toko tersebut.

“Hey!” hampir saja Rasha terjatuh. Sebelum dia tertahan dengan sanggaan sisi kursi dan mendapati seorang cowok di sampingnya sedang tersenyum.

“Apaan sih lo! Ganggu banget.” Rasha kembali memandang lurus pada jalanan di depan tidak mempedulikan kehadiran cowok tersebut. Kemudian cowok tersebut bertanya lagi.

“Kamu Rasha yah? Kelas tetanggaku.”

Rasha memejamkam matanya jengah dan memandang jengkel pada cowok di sampingnya. “Kalau ya, kenapa!” Rasha bangkit berdiri dari kursi tersebut meninggalkan cowok itu sendiri dengan sebelah alisnya dinaikkan, mendapatakan balasan ketus dari cewek itu.

***

Rasha berjalan sudah hampir berjam-jam lamanya. Langit sudah menggelap dan lampu-lampu jalanan sudah dihidupkan. Rasha duduk di teras minimarket sembari mengamati penjuru jalanan yang padat. Kali ini dia semakin bingung, bagaimana besok menjelaskan kepada temannya perihal ponsel itu, padahal sampai saat ini dia belum menemukan solusinya.

Tiba-tiba, mobil berwarna hitam mewah melintas di hadapan Rasha dan berhenti di depannya. Rasha mengerutkan kening. Siapa gerangan yang turun dari mobil itu, yang dipastikan orang kaya. Seseorang berkaca mata hitam, dengan kemeja terbalut di tubuhnya yang atletis keluar dari mobil mewah tersebut. Sempat Rasha terpana. Namun, dia mengenyahkan keterpanaannya tersebut dengan memalingkan wajahnya ke samping. Mana mungkin orang kaya plus keren mau melirik Rasha yang kumal? Benar-benar mustahil.

Di saat seperti itu, Rasha tak menyadari bahwa pria keren tersebut berhenti sejenak seraya membuka kaca matanya. Memperlihatkan pupil matanya yang berwarna coklat gelap. Pria tersebut membungkuk mengamati wajah Rasha yang tertunduk lesu tanpa minat sedikitpun untuk bergerak.

“Hm.” Benar dugaan, gadis tersebut berjengit dengan ekspresi terkejut. Rasha memegangi dadanya dan kembali memandang pada jalanan di depan.

“Ngapain sih! Ngagetin tau.”

“Kamu keliatan lesu, ada masalah?” tanya pria itu sambil berjongkok dan memandang lurus pada Rasha.

“Gak usah peduli deh, lo juga pasti gak akan mau bantuin gue.”

Pria itu menaikkan alisnya dan mengangguk atas respon Rasha yang terbilang ketus. “Oke, apa yang bisa aku bantuin?”

Seakan ada binar di matanya, Rasha menegakkan kembali posisi duduknya dan memandang penuh kegirangan pada pria misterius di depannya. “Gue butuh 15 juta untuk beli hp baru.” Pria misterius itu terdiam sejenak, dan setelahnya dia berdiri memanggil sopirnya untuk kemari.

Terlihat seorang supir berkepala botak menghampiri mereka. “Belikan gadis ini ponsel baru.” Pria itu mengeluarkan sebuah kartu dan diberikan kepada supir tersebut. “Ambil kartu ini, kalo udah dapat, hubungi aku lagi.”

Setelah sang supir pergi. Rasha mendongak memandang heran pada sepasang mata coklat gelap milik pria misterius tersebut. “Baik, lo mau gue bantuin apa?” tanya Rasha. Pria itu berpikir sejenak. Kemudian dia menarik tangan Rasha menuju mobil hitam mewahnya yang terparkir di sana. Rasha mengernyit dan detik berikutnya dia berontak. “Apaain sih, tarik-tarik gue?”

Pria itu enggan melepaskan cengkramannya dan membawa Rasha pada jok kursi mobil depan. Pria itu memutari mobil dan kemudian duduk di samping Rasha, lebih tepatnya di tempat supir. “Kamu harus ikuti kemauan saya. Kalau tidak, saya akan mencabut perjanjiannya.”

Mobil melesat tat kala pria itu mengucapkan kata tersebut. Rasha tak bisa berbuat apa-apa. Di dalam pikirannya ada kekalutan yang mendalam. Antara memilih opsi pamer pada teman sekolah, atau menyelamatkan hidupnya. Tapi yang dipikirkan Rasha kali ini adalah opsi pertama.

***

Mobil terhenti pada pelataran yang tak asing lagi bagi Rasha karena dia dulu pernah singgah ketempat ini bersama keluarga menghadiri acara pernikahan tetangganya yang kaya raya. Rasha mengerutkan kening tat kala pintu mobil dibuka oleh seorang penjaga berseragam.

Rasha melirik pria tampan di sampingnya yang sedang bercengkrama dengan penjaga itu yang Rasha yakini bahwa pria tersebut sudah tak asing dengan penjaga itu. Rasha menyikut pinggang pria itu dan pria itu memandang Rasha dengan alis dinaikkan.

“Ngapain kita di Hotel?” Pria itu hanya tersenyum yang tersungging miring. Tanpa jawaban dan tanpa sepatah kata apapun lagi, pria itu menarik lengan Rasha ke arah maja resepsionis. Rasha yang masih dilanda kebingungan tak lantas menanyakan perihal apapun pada pria tersebut. Dia hanya mengikuti saja cengkraman erat pada pergelangannya yang membawanya pada sebuah kamar bernomor 235 berstandar president suit.

Pria itu bersandar pada sofa empuk berwarna merah setelah mereka masuk ke dalam. Sambil melirik-lirik gelagat gadis itu yang sedang mencebikkan bibirnya dan melipat tangannya di depan dada. Pria itu kemudian melonggarkan dasi dan berjalan santai menuju lemari di mana di sana tersimpan botol wine yang masih tersegel rapi. Tak mengalihkan aktivitasnya membuka segel botol wine tersebut. Pria itu sesekali memandang gadis itu sambil menghela nafas panjang.

“Aku, Randy Ardinata.”

“Gak nanya.”

Pria itu atau Randy terkekeh pelan. Lalu dia beranjak dan berjalan santai membawa dua gelas berkaki yang berisi wine.

Rasha mengamati minuman itu tanpa berniat menyentuhnya. Dia melirik Randy dengan kernyitan di dahinya.

Randy mengambil satu gelas berkaki berisi minuman tersebut dan meminumnya sedikit, sambil memamerkannya pada Rasha yang masih belum berniat untuk meminumnya.

“Minumlah, ini enak loh?”

Rasha agak ragu mengambil gelas tersebut. Namun tak lama, dia mengambilnya dan menegak minuman tersebut sampai tandas tak memedulikan kerongkongannya yang seakan terbakar.

Di balik minumnya tersebut, Randy menyeringai licik ketika melihat gadis itu yang sedang menghabiskan minuman tersebut. Randy tersenyum miring penuh kemisteriusan ketika gadis itu sudah kembali menaruh gelas kosong di atas meja.

Rasha kembali bersandar pada sofa. Tiba-tiba rasa pusing menyengat secara membabi-buta di puncak ubun-ubunnya. Dia memegangi kepala yang terasa berputar.

Sedang Randy mengamati Rasha yang didera kesakitan hanya merespon tersenyum licik, tanpa ada niat menghampiri ataupun membantunya. Baru dia ingat bahwa tadi ketika mengambil dua buah gelas minuman, dengan sengaja dia memasukkan sebuah obat bius kepada minuman milik gadis itu yang sampai saat ini gadis itu belum menyadarinya.

Dan ketika itu juga, tubuh Rasha ambruk dan jatuh mencium lantai dengan posisi tertelungkup.

Randy beranjak dari duduknya dan menghampiri tubuh Rasha. Dia berjongkok, mengalihkan helaian rambut yang menghalangi mata gadis itu dengan tangannya. Dia berpikir, gadis ini benar-benar polos, sampai tidak menyadari bahwa dalam minumannya terdapat obat bius.

Segera Randy mengangkat tubuh kurus itu ke dalam gendongannya dan membawanya ke atas ranjang. Dengan tergesa Randy membuka kemejanya kasar tanpa mengalihkan tatapannya pada wajah gadis itu. Dalam sekejap Randy sudah ada di atas tubuh Rasha yang tergolek tak sadarkan diri. Kemudian dia berujar di depan telinga Rasha.

“Be mine tonight my girl.”

Pada malam itu semua terjadi tanpa sepengetahuan Rasha. Dan malam itu juga adalah awal dari semuanya.

 


Ini cerita ancur dah, kayak kebakaran. Tp makasih yg udh baca. Entah apa yg membuat aku bikin cerita kek ginian, hehe. 

Di watty juga udh ada 3 bab. Kalo mau cari, cari di akun anisanurazizah.

Posting selanjutnya hari sabtu minggu sekarang, itupun kalo gk ada halangan. Misal, gk ada kuota. 

 

 

8 Komentar

  1. Kesempatan dlm kesempitan itu mah :LARIDEMIHIDUP

    1. Haha, iya

  2. Yahhh kasian rasha ny huhu
    Cuzz ke watty kmu ahh ma, penasaran aq hihi
    Semangat yak

  3. :PATAHHATI

  4. Wah udh ada di watty ya, okehhh

  5. :LARIDEMIHIDUP

  6. fitriartemisia menulis:

    waduh Randy :ASAHPISAU2

  7. Ditunggu kelanjutannyaaa