Vitamins Blog

Udumbara (Part 2)

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

21 votes, average: 1.00 out of 1 (21 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...
Love it!

 

 

Sore itu hujan turun dengan derasnya, mengguyur kota selama beberapa jam terakhir. Membuat orang-orang menghentikan aktivitas di luar ruangan dan lebih memilih berteduh.

Laura duduk di ujung kursi halte dengan gelisah. Beberapa kali ia menengok jam tangan berwarna krem yang melingkar di tangan kanannya. Waktu menunjukan pukul empat sore, dan hujan belum menunjukan tanda-tanda akan segera berhenti.

Laura mengeluarkan ponselnya. Sebenarnya ia bisa saja meminta kakaknya untuk menjemputnya. Tapi ia terlalu takut. Ia takut akan mengganggu pekerjaan kakaknya, ia takut akan membuat kakaknya khawatir, dan ia takut akan semakin bergantung kepada kakaknya. Dengan gontai ia simpan kembali ponselnya ke dalam tas. Ia mendesah pasrah lalu menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi.

Imajinasinya berputar, ia dapat pulang ke rumah tepat waktu, bertemu kakaknya, melambaikan tangannya di udara mengantarkan kepergian kakaknya, dan menunggu kepulangan kakaknya. Ya, setidaknya ia selalu melakukan itu selama beberapa hari terakhir. Dan hari ini ia melewatkan tiga poin pertama.

“Menunggu jemputan?”

Suara bass itu menginterupsi, membuat Laura sedikit terkejut.

“Thom,” sapa Laura.

Thom tersenyum dan duduk di samping kursi Laura. “Menunggu jemputan?” Thom kembali bertanya.

“Mmm tidak, aku menunggu bus.”

“Ini terlalu sore untuk menunggu bus sekolah.” Thom berucap tanpa melihat lawan bicara, ia asyik menyaksikan butiran-butiran air hujan yang jatuh menghantam permukaan tanah.

“Aku menunggu bus kota.” Laura mengayun-ayunkan kedua kakinya untuk mengusir kejenuhan.

“Kau tahu kenapa air hujan yang jatuh ke bumi tidak pernah mengeluh kenapa ia harus jatuh?” Thom menoleh ke arah Laura sebelum melanjutkan perkataannya, memastikan bahwa Laura mendengarkannya, “Air hujan mengalami beberapa fase, mulai dari jatuh dari langit, meresap ke dalam tanah, menguap, berubah menjadi butiran kristal, dan kembali jatuh ke bumi. Fase itu terus berulang, sampai air itu benar-benar habis dan tidak ada lagi yang harus  disikluskan. Padahal jika boleh memilih, air pasti akan memilih diam di langit menjadi butiran kristal dan tidak pernah jatuh ke bumi yang menyakitkan.” Thom menoleh ke arah Laura, meminta tanggapan.

“Karena itulah garisnya,” sahut Laura tenang. “Garis itulah yang disebut takdir.”

Thom menatap Laura dengan terkagum-kagum. Ia tidak pernah tau bahwa seorang Laura yang pendiam memiliki daya pikir yang sangat sederhana atau lebih tepatnya sempit.

“Aku juga menunggu bus kota,” ujar Thom kemudian. Ia masih menatap Laura. “Mungkin kita bisa-”

“Kak Arel?” Ucapan Laura memotong perkataan Thom. Laura segera mengampiri Laurel dengan wajah yang berseri-seri. Terpancar jelas di wajahnya bahwa Laura sangat senang dengan kedatangan Laurel yang tiba-tiba.

“Thom, aku duluan,” ujar Laura sembari menoleh ke arah Thom.

“Tapi hujannya masih cukup deras, mungkin kau harus menunggu sebentar lagi sampai hujannya reda.” Thom berusaha membujuk Laura agar tinggal sedikit lama lagi, ia masih ingin berbincang dengan Laura.

“Kurasa tidak, aku akan pulang bersama kakakku.” Tolak Laura yang kini sudah berada di atas motor dan kemudian melaju membelah derasnya hujan.

Gadis dengan pemikiran sempit, gumam Thom.

 

oOo

 

Setelah selesai mengganti pakaian, Laura berdiam diri di sofa depan tv. Menunggu Laurel tentunya. Rambutnya yang masih basah ia gerai dengan bebas, membuat butiran-butiran air menetes dari ujung rambutnya membasahi kain sofa.

Setelah cukup lama, akhirnya Laurel keluar kamar dengan setelan kantor. Laura tersenyum sumringah melihat kakaknya.

“Kakak berangkat sekarang?” Laura bertanya tanpa melepas tatapannya dari Laurel.

“Iya.” Sahut Laurel singkat tanpa mengangkat kepalanya, ia sibuk mengancingkan tangan kemeja.

Laura menghampiri kakaknya dan mengambil alih kesibukan kakaknya. Dengan sekejap Laura menyelesaikan pekerjaan itu.

“Selesai!” Laura berucap dengan senyum lebar menghiasi wajahnya.

Laurel mengangkat kepalanya dan mendengus kesal sebelum kembali masuk kamar. Tak lama kemudian, Laurel keluar dengan sebuah handuk di tangannya.

“Duduk di sana.” Laurel berjalan melewati Laura yang masih berdiri di depan pintu kamar Laurel. Laura mengikuti dan duduk di samping kakaknya.

“Berbaliklah.” Perintah Laurel. Tanpa babibu Laura berbalik menuruti perintah kakaknya.

Laurel membuka handuk di tangannya lalu di tempelkan ke pundak Laura dan dililitkan ke rambut adiknya itu.

Laura terkejut ketika menyadari kakaknya sedang mengeringkan rambutnya.

“Kakak akan telat ke kantor-”

“Rambutmu basah, kau kan sakit kepala jika dibiarkan begitu di cuaca seperti ini.” Laurel menukas perkataan Laura tanpa menghentikan aktivitasnya.

Jauh di lubuk hatinya, Laurel menyayangi Laura lebih dari apapun, ia tidak ingin melihat Laura menderita. Laura lah yang menjadi cahaya hidupnya selama beberapa tahun terakhir, ia tidak ingin cahaya hidupnya meredup.

Wangi shampoo menguar memenuhi indra penciuman Laurel. Semakin sering ia menyentuh rambut Laura, semakin pekat bau shampoo Laura memenuhi indra penciumannya. Alih-alih wangi yang menggoda, wangi Laura lebih didominasi bau produk untuk bayi.

Laurel mengulum senyum menyadarinya. Tidak banyak yang berubah dari gadis itu, pikirnya.

“Siapa laki-laki yang tadi bersamamu?” Laurel mengentikan aktivitasnya. Tiba-tiba saja ia mengingat laki-laki yang bersama Laura tadi sore,  dan Laurel ingin mengetahuinya.

Laura membalikan tubuhnya menjadi menghadap Laurel, “Dia Thom, teman sekelasku. Aku baru mengenalnya tadi pagi, dia yang menyelamatkanku.” Jelas Laura. Ia senang di tanya seperti itu oleh kakaknya.

“Menyelamatkan? Penyelamatan seperti apa?” Mata Laurel menyipit menatap Laura.

Semburat merah muncul di kedua pipi Laura, ia tidak mungkin mengatakan bahwa ia hampir telat masuk kelas karena menatap punggung kakaknya yang terus menjauh.

“Kau kenapa merona seperti itu?” Mata Laurel terus menatap Laura.

“Mmm.. aku hampir telat masuk kelas, untung saja dia segera menarikku masuk.” Jelas Laura kemudian.

Ddrrt…  ddrrt…  ddrrt

Ponsel Laurel berbunyi, terlihat sebuah nomor tanpa nama memanggil Laurel.

Laurel segera menjawab panggilan tersebut.

Samar-samar terdengar suara si penelpon oleh Laura.

“Aku pergi dulu. Jangan menungguku pulang, aku akan pulang larut malam.” Laurel berucap tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya.

Laura mengangguk pelan. Jauh dari lubuk hatinya, hatinya sangat sakit mendengar permintaan seperti itu dari kakaknya.

Setelah itu, Laurel melenggang pergi. Meninggalkan Laura yang termenung sendiri dengan berbagai tanda tanya.

Siapa perempuan yang menelpon kak Arel? Tanyanya dalam hati.

7 Komentar

  1. Laurel punya perasaan lebih sama adeknya kah? :ngupildoeloe
    Ini hubungan incest? :LARIDEMIHIDUP
    Wah wah tapi menarik juga :BAAAAAA

    1. Incest itu apa kak? Kayak brother complex gitu?

    2. farahzamani5 menulis:

      Bantu jawab, cinta sedarah

  2. Ditunggu lanjutannya yah

  3. fitriartemisia menulis:

    :CURIGAH :CURIGAH :CURIGAH

  4. farahzamani5 menulis:

    Lahhh ternyata aq blom komen di part 2 nya aihhhh
    Bntr bca dlu

  5. farahzamani5 menulis:

    Bella yg nelpon tuh Bella ehh haha
    Eaaa bnr kan Thom ada something sma Laura eaaa hihi
    Ditunggu part selanjutny
    Semangat trs yak