Vitamins Blog

Terbang [Bab 2]

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

Love it! (No Ratings Yet)

Bab 2. Pamer


Sekolah sudah ramai dikala jam seperti ini. Semua anak berhambur memasuki gedung sekolah SMA Cendakia dengan canda tawa bersama teman mereka. Tak ayal semua perhatian ditujukan pada kelas dan jadwal hari ini. Namun semua perhatian itu berubah ketika semua murid memandang tiga bersaudara yang sedang berjalan santai di tengah koridor. Tak semua murid memandang mereka sama. Ada yang memandang kagum, dengki, terpesona dan pandangan lainnya yang memenuhi tiap langkah mereka ketika masuk di lingkungan sekolah.

Ketiga bersaudara itu adalah Adriel, Raihan, dan Kimberly. Mereka bertiga berjalan bersisian. Sudah tak heran bagi murid SMA Cendakia bahwa ketiga bersaudara itu adalah anak terkaya di SMA ini, bahkan kakaknya yang masih berusia 27 tahun, dia adalah pengusaha kaya, sekaligus pemilik yayasan SMA ini.

Ketiga bersaudara itu adalah ketiga bersaudara yang dilahirkan dalam hari yang sama, tanggal yang sama, tahun yang sama, hanya berbeda beberapa menit. Ya, kita tahu mereka adalah ketiga anak kembar yang paling fenomenal di SMA Cendakia karena jarang dari murid-murid bisa memiliki saudara kembar tiga.

Selain paras mereka yang sudah tidak diragukan. Salah satu di antara mereka ada yang cukup pintar dalam bidang akademik. Seperti Raihan. Dia selalu mendapatkan juara di bidang fisika. Juga Kimberly. Dia adalah seorang model remaja yang mempunyai kontrak dengan beberapa perusahaan mode di Indonesia.

Dari ketiganya, lain lagi dengan Adriel, dia adalah biang onar di sekolah, sebut saja dia Pentolan Cendakia, karena setiap guru selalu memanggilnya seperti itu. Berbeda dengan kedua saudaranya yang mempunyai prestasi gemilang. Adriel hampir didrop out dari sekolah ini kalau saja kakaknya bukan pemilik yayasan sekolah ini.

Di perempatan pertama, mereka berpisah menuju kelas masing-masing. Kimberly yang saat itu rambutnya diblonde dengan gaya baru, memamerkannya pada temannya yang lain, yang direspon mereka dengan decakan iri. Kimberly menghampiri Vera yang sedang memainkan ponsel di bangkunya. Kemudian dia mengernyit pada bangku di sebelahnya karena tidak mendapati Rasha yang biasanya sudah duduk di sampingnya. Kimberly menepuk bahu Vera yang duduk di bangku depannya, kemudian Vera memutar tubuhnya.

“Ke mana si Rasha? Tumben biasanya dia selalu paling pagi untuk datang.”

“Lo tau ‘kan pasti dia tertangkap dengan tuduhan mencuri Iphone,” jawab Vera dengan seringai licik.

Kimberly mendekatkan wajahnya pada telinga Vera dan berbicara dengan suara pelan, “Yah, gue juga berpikir seperti itu. Mana mungkin dia bisa beli hp baru. Padahal gue curiga padanya, biasanya orang-orang kaya itu pasti kesekolahnya bawa mobil apa kek atau dianterin. Tapi mana? Gue belum pernah liat dia bawa mobil mewah.”

“Iya juga sih, tapi dia kan katanya kaya, mungkin aja dia dianterinnya gak sampai gerbang.”

Vera dan Kimberly menghentikkan acara gosipnya ketika guru mata pelajaran masuk. Kimberly menatap bangku kosong di sampingnya dan setelah itu dia tak mempedulikannya lagi.

***

Rasha mengerjapkan matanya, beradaptasi dengan cahaya yang benderang menyapanya di balik jendela lebar yang tirainya terbuka. Rasha menyentuh kepalanya, dan rasa sakit itu sudah hilang dengan sendirinya dengan dia tertidur lelap. Rasha tidak sepenuhnya yakin bahwa dia tertidur, karena setelah dia meminum–minuman tersebut tiba-tiba saja semuanya menjadi gelap. Baru Rasha sadari bahwa dia bersama pria tampan semalan. Namun, kehadirannya kali ini tidak ada. Rasha mengamati setiap sudut kamar mewah ini, masih sama kamar hotel yang Ia tinggali. Tapi seketika tatapannya terpaku pada pakaian yang semalam Rasha kenakan, yang kini tergeletak mengenaskan di lantai sana.

Rasha meraba-raba tubuhnya. Tidak ada sehelai benangpun dalam tubuhnya. Detik itu juga Rasha menggulung selimutnya, menutupi tubuhnya yang masih telanjang walau dirinya harus tersungkur dengan pantat menyentuh dahulu pada lantai.

Rasha memungut kembali pakaian itu dan memakainya asal-asalan. Di samping, terdapat sebuah cermin besar. Rasha mengamati pantulan tubuhnya.

Berantakan.

Rambutnya mencuat kemana-mana, wajahnya terdapat lipatan bantal, dan what! Di pangkal lehernya terdapat bercak merah yang terlihat jelas pada pantulan cermin tersebut.

Seketika Rasha melorotkan tubuhnya pada lantai. Dia bertanya-tanya, apakah pria itu mengambil kehormatannya? Tapi kali ini Rasha tidak dulu berspekulasi bahwa keperawanannya sudah hilang. Mungkin pria itu cuman ingin meneliti wajah Rasha. Namun bercak merah di lehernya menjawab semuanya. Juga ketika bangun dia tidak mendapati apapun yang melekat pada tubuhnya, selain selimbut yang membukusnya dari kedinginan.

Rasha berdiri, tapi dia melihat di meja rias terdapat sebuah kotak berukuran kecil dan secarik kertas terlihat di atasnya. Rasha menghampiri kotak itu dan baru menyadari bahwa itu adalah sebuah ponsel yang diidam-idamkan Rasha sejak dulu. Rasha menggigit bibir bawahnya, menahan kegirangan supaya tidak menjerit kesetanan. Dia kemudian mengalihkan tatapannya pada secarik kertas yang masih ada di meja rias. Rasha membacanya perlahan.

“Thanks for tonight.” Rasha melorotkan kembali tubuhnya pada sandaran meja rias. Bisa-bisanya dia menukar keperawanannya demi seonggok ponsel yang tak senilai dengan kehormatannya menjadi wanita. Bahkan dulu ibunya selalu mewanti-wanti dirinya untuk menjaga moral dengan mengikut sertakan Rasha dalam kegiatan keagamaan. Tapi sekarang, Rasha telah mengkhianati kepercayaan ibunya.

Rasha yang berderai air mata melirik jam dinding yang menunjukan angka pukul delapan pagi. Mana mungkin hari ini dia ke sekolah dengan keadaan kusut dan dalam kondisi hari sudah beranjak naik. Padahal dia ingin sekali sekolah, hanya sekedar memamerkan ponsel barunya kepada teman-teman. Walau itu ditukar dengan imbalan kehormatan.

***

Randy menyandarkan tubuhnya pada kursi kantor setelah tadi dia tidak pulang ke rumah. Bahkan kemeja yang kemarin dipakai-pun, masih melekat pada tubuh atletisnya. Tanpa berniat untuk menggantinya, walau kemeja itu sudah hampir kusut. Padahal jarang-jarang seorang petinggi di suatu perusahaan memakai baju kusut.

Hari ini terasa berat karena semalam dia tertidur dua jam di samping gadis itu. Dia mengingat setiap inci wajah polos gadis itu. Walau umurnya terpaut 10 lebih tua dari gadis itu, tapi dia menyukai sekali setiap gadis itu merintih tertahan dalam keadaan tak sadarkan diri, di saat Randy sedang memasuki tubuh gadis itu. Sampai saat ini dia tidak memepedulikan bagaimana reaksi ketika gadis itu bangun, yang terpenting dirinya sudah memuaskan hasratnya pada gadis itu.

Randy menguap. Dia berniat tidur sesaat dengan menelungkupkan kepalanya pada lipatan tangan di atas meja. Di dalam tidurnya dia melihat ibunya sedang menyiapkan makanan di dapur dengan senyum kasih sayangnya.

Beberapa menit kemudian, Randy bangun dari tidur singkatnya dengan nafas terengah dengan jantung yang berdetak cepat. Randy mengelap keringat dingin di pelipisnya yang ditimbulkan oleh efek mimpi buruk barusan. Bukan sekedar mimpi, itu adalah sebagian dari potongan masa lalu yang coba dia lupakan. Tapi bayangan masa lalu itu terus saja menghantuinya.

Ketakutannya terhenti saat dia melihat kehadiran Savira-sekretaris pribadinya di perusahaan, sedang membuka pintu ruangan Randy.

“Pak, Anda ditunggu di ruang rapat.”

***

Rasha mengamati di sekitar pekarangan rumahnya jikalau orang tuanya masih ada di rumah. Tapi mana mungkin orang tuanya masih ada di jam delapan saat ini, pasti mereka sudah berangkat ke pasar.

Rasha mengendap-ngendap bak pencuri di siang hari mendekati pintu rumahnya sendiri. Dia menekan gagang pintu yang ternyata terkunci. Dengan cepat dia mencari kunci tersebut yang dipastikan orang tuanya selalu menyelipkan di balik keset kaki. Rasha mengambilnya dan membuka pintu tersebut.

Suasana rumah terlihat sepi. Seluruh ruangan yang terbilang sempit itu kini sudah rapi dan bersih yang dipastikan ibunya sudah membereskannya. Rasha beranjak ke dapur, di mana di sana sudah tersaji berbagai masakan. Rasha tak lantas menjamah makanan itu, dia beranjak kembali menuju kamar.

Rasha mengamati kamarnya yang sama seperti di ruang lain, yaitu sudah rapi. Dia menaruh kotak itu di atas ranjang dan mengamatinya sesaat. Dia kemudian membukanya yang isinya adalah sebuah ponsel yang diinginkan Rasha. Rasha memegang ponsel baru itu sambil menghidupkannya. Layar itu menyala. Meski Rasha tidak pernah mempunyai ponsel, tapi dalam urusan mengutak-atik soal ponsel dia adalah juaranya. Karena dulu dia selalu meminjam ponsel milik temannya yang kaya raya seperti Kimberly untuk sekedar bermain game.

Rasha tersenyum karena besok adalah hari di mana dia akan pamer ponsel barunya. Dia membayangkan reaksi teman-temannya ketika Rasha memiliki ponsel yang sama seperti mereka. Rasha teringat kembali dengan kejadian semalam. Dia tidak sepenuhnya melupakan kejadian itu demi sebuah ponsel. Tapi dia menggeleng. Mengenyahkan sejenak kejadian malam itu. Dia kembali teringat seringai licik pria tampan semalam. Untuk yang satu itu Rasha tidak akan melupakan wajah pria itu, jikalau terjadi sesuatu. Walau dia tak yakin dapat bertemu kembali dengan pria itu.

***

Suasana di kediaman Ardinata pada malam hari benar-benar kaku. Seperti Kimberly yang sedang duduk di sofa sambil memainkan ponselnya, Raihan yang sedang belajar untuk ulangan besok. Sedangkan Adriel entah menghilang ke mana, yang pasti dia tak jauh dari Club atau rumah temannya.

Kimberly menoleh pada kakaknya Raihan. “Kak Randy mana yah? Lama banget pulangnya. Kemarin dia gak pulang, sekarang gak pulang lagi.”

Raihan mendongak melirik adiknya, kemudian bergelut kembali pada rumus di depannya. “Mungkin dia sibuk.” Raihan menghela nafas panjang, kemudian melanjutkan ucapannya lagi, “Meski gak ada orangtua, kita harus mandiri, Kim.”

“Iya, itu dulu, sebelum kita ditinggal mati oleh orangtua kita.” Setelah Kimberly mengucapkan itu, pintu depan berderit terbuka, menampilkan sosok kakaknya yang nampak kelelahan dengan kantung mata tersemat di matanya. Kimberly yang saat itu sedang asik main ponsel, sontak menegakkan posisi duduknya dan menghampiri kakak sulungnya.

“Kakak kemarin malam ke mana? Ditunggu loh,” ucap Kimberly pelan sambil memilin jarinya. Tak heran jika Kimberly bersikap manja dan kekanakan, karena itu adalah sifat asli adik bungsunya.

“Kakak sibuk,” jawab Randy ketus sambil melenggang menuju arah kamarnya. Namun suara lantang Kimberly menghentikan langkahnya.

“Sibuk kerja apa sibuk macari wanita?”

Randy mematung sesaat seakan kata itu berhasil menohok sisi sensitifnya. Tak lama dia berbalik menghadap Kimberly yang berdiri tak jauh darinya.

“KAKAK ITU SIBUK, KIMBERLY! Pergi sana Kakak gak mau diganggu.”

Bantingan pintu terdengar keras. Kimberly masih terpaku dengan sikap kakaknya yang berbeda dari biasanya. Kemudian dia berteriak kembali dengan air mata yang berderai.

“Harusnya Kakak itu lebih nyayangin kita setelah ibu dan ayah meninggal. Karena Kakak yang paling dewasa. Bukan bentakin Kim!”

Raihan yang sedang bergelut dengan rumus, melihat adiknya menangis, dia menghentikkan kegiatannya menghitung. Dan menghampiri Kimberly, berniat menghiburnya.

***

Pagi menyambut Rasha dengan kebahagiaan yang hari ini dapat memamerkan ponsel barunya. Beruntung sekali bahwa malam orang tuanya tidak pulang, yang menurut tetangga, Mereka sedang membantu mempersiapkan acara pernikahan kerabat jauhnya.

Rasha menghembuskan nafas panjang. Dia kembali memandang nanar pada ponsel di genggamannya. Dia tidak tahu apakah respon teman ataupun orang tuanya bahwa ponsel itu dia dapat dengan menukar sebuah kehormatan yang tidak mungkin dia beli kembali.

Rasha berjalan di trotoar, berniat mencari angkot. Dia melirik jam tangannya yang menunjukan pukul 06.40 yang berarti itu adalah waktu tepat untuk menghindari kecurigaan teman-temannya perihal dia naik kendaraan apa ke sekolah.

Angkot melaju dan tiba agak jauh dari gerbang sekolah. Sengaja Rasha selalu turun di sini karena dia tidak mau teman-temannya tau bahwa dia ke sekolah naik angkot. Setelah membayar, Rasha berjalan kembali agak jauh menuju gerbang sekolah. Dari jarak beberapa meter ini, sudah terlihat gedung megah sekolah SMA Cendakia.

Semakin dekat dengan gerbang sekolah, semakin berdebar pula hatinya. Rasha mengambil langkah santai. Semua murid belum sepenuhnya datang di jam seperti ini, hanya anak yang kelewat rajin-lah yang sudah berada disini.

Akhirnya Rasha tiba di kelasnya dan duduk di bangkunya. Rasha melirik bangku di sebelah dan di depannya. Masih kosong. Belum diisi oleh Kimberly dan Vera. Seakan sudah direncakan, orang yang dipikirkan Rasha akhirnya datang juga. Mereka belum menghentikan obrolannya ketika berjalan mendekat. Namun, setelah dia melihat Rasha kembali masuk sekolah, mereka menghentikan acara gosipnya.

Sebelum duduk, Kimberly dan Vera bertukar pandang dengan seringai dan senyum licik.

“Oh hai, Rasha, kemarin ke mana gak masuk?” tanya Kimberly sambil mengeluarkan buku pelajarannya dan kemudian dia menghadap Rasha dengan tangan menopang kepala.

Rasha yang saat itu belum mencari alasan, butuh beberapa detik untuk berpikir. Mencari alasan yang masuk akal untuk dilontarkan pada orang yang menjabat sebagai temannya itu. “Kemarin gue gak enak badan,” cicit Rasha dengan suara pelan yang kala itu tak berani menatap lawan bicaranya.

Vera yang tadinya sedang mempersiapkan buku pelajaran, setelah selesai kemudian dia berbalik menatap Rasha. Tapi sebelum itu dia melirik sekilas ke arah Kimberly dengan  senyum licik. “Iya, gue baru inget, bukannya lo mau nunjukin ponsel lo?” tanya Vera.

Rasha menatap Vera beberapa saat sebelum akhirnya dia mengeluarkan ponsel baru dari balik saku roknya. Seketika Kimberly dan Vera takjub dengan ponsel keluaran terbaru milik Rasha. Kimberly dan Vera dengan polosnya meneliti sambil membolak-balik ponsel tersebut dengan mulut mereka yang terbuka.

“Wah ini keren banget, Sha. Gue juga belum punya yang kaya gini,” ucap Vera tanpa mengalihkan tatapannya pada ponsel baru milik Rasha.

“Bahkan di SMA ini juga belum ada yang memilikinya,” ucap Kimberly, “tapi tenang, gue akan minta pada kakakku, dia pasti membelikannya. Kalo gitu ayo kita selfie.”

Mendengar tawaran itu seketika membuat hati Rasha semakin memanas. Pasalnya dia belum pernah diajak selfie oleh mereka, padahal mereka setiap hari tidak luput dari kata ber-selfie.

Kimberly dan Rasha merapat. Sedangkan Vera yang berada di bangku depan harus pindah dahulu menuju belakang dan kemudian merapat bersama. Kimberly memegang ponsel Rasha bersiap mengambil gambar. Sebelum itu Rasha merapikan dahulu rambutnya yang agak berantakan, lalu bergaya di depan kamera.

***

Rasha terduduk di antara kursi lapangan indoor  SMA Cendakia. Tak ada siapapun selain Rasha di lapangan itu. Walau biasanya anak basket atau anak futsal selalu mempergunakan lapangan ini sebagai arena berlatih. Namun hari ini, nihil. Tak ada seorang-pun disini, selain suara desauan angin yang bertiup kencang di balik ventilasi udara. Juga mungkin anak basket dan futsal sedang bertanding atau apalah itu Rasha tidak peduli.

Kali ini dia tidak bersama dengan Kimberly dan Vera. Karena katanya mereka ada urusan, yang tak lain dan tak bukan membully adik kelas yang berurusan dengan mereka. Alasan Rasha tidak selalu ikut membully, karena dia tidak tertarik dengan hal kekanakan seperti itu.

Rasha mengamati ponsel di genggamannya, meneliti setiap inci ponsel itu. Apa yang di harapkan di dalam hidupnya? Bisa-bisanya dia menghilangkan kehormatan demi mendapatkan standar hidup yang tinggi. Rasha tak sama dengan mereka kaum kaya. Dia orang miskin. Bahkan orang tuanya menyekolahkannya di sini bukan berarti mereka mampu. Hanya saja mereka memaksakan diri untuk menyekolahkan anaknya di sini karena di sini fasilitasnya sangat lengkap. Namun apa sekarang? Setelah dia sekolah di sini, Rasha malah menyia-nyiakan kesempatan itu dengan mengikuti gaya hidup mereka para kaum kaya.

Ketenangan Rasha terusik dengan kehadiran seseorang duduk di sampingnya. Rasha melirik sekilas. Dan matanya terbelalak karena dia bertemu lagi dengan cowok yang duduk di bangku trotoar kemarin yang mengejutkannya.

“Lo?”

Cowok itu hanya menaikkan alisnya sebelah atas respon keterkejutan Rasha. Cowok itu tersenyum dan mengulurkan tangannya. “Gue Raihan.”

Tidak diperkenalkan namanya juga Rasha sudah tau bahwa dia adalah anak kembar ter-fenomenal di SMA Cendakia, sekaligus saudara dari temannya, Kimberly. Rasha menyambut uluran tangan itu, terasa gugup dengan dihadapkan dengan cowok se-tampan dia. Siapa yang tidak terpesona jika dihadapkan dengan cowok ganteng, pasti semua cewek merasakannya.

Setelah jabatan itu terlepas, tak ada yang bersuara lagi. Sampai tiba-tiba di balik pintu masuk terdengar keributan yang sangat keras. Keributan tersebut terus mendekat dan terlihat gerombolan geng pentolan Adriel memasuki lapangan ini.

Terlihat di sana Adriel menggiring seseorang yang tak kalah garang dari wajah Adriel saat ini, namun sedikit menyedihkan. Pasalnya dia tidak bisa mengimbangi kekuatan dari keempat cengkraman gerombolan Adriel yang sedang mencekal tangan dan lehernya. Seseorang itu memberengut mencoba memukul wajah garang Adriel. Tapi itu tak berhasil, karena keempat gerombolan Adriel berhasil menahan tangan cowok menyedihkan itu.

Adriel semakin berang. Dengan kekuatan besar Adriel memukul bagian rahang cowok menyedihkan itu sampai tubuhnya menubruk lantai lapangan itu.

Suasana di lapangan tampak tegang. Terlebih Raihan yang menjabat sebagai kakak Adriel tak bisa berbuat apa-apa melihat adiknya sedang berkelahi. Dia terlihat gusar dengan pandangan tak lepas dari acara perkelahian itu, juga napasnya tampak terengah melihat kelakuan adiknya yang sudah melewati batas. Namun dia bisa apa? Adriel akan semakin berang jika ada seseorang yang menghentikkan aksinya, walau itu kakak, atau adiknya sekalipun.

Di saat yang bersamaan, guru datang dengan senjata andalan yaitu penggaris besi panjang. Baru kali ini Raihan ingat bahwa Adriel akan takut dengan yang namanya guru. Itu terbukti ketika guru itu yaitu Bu Linda, guru berbadan gendut  menyentilkan penggarisnya pada kepala Adriel.

Adriel mengaduh kesakitan. Dia kemudian melepaskan cengkramannya pada cowok menyedihkan itu.

Bu Linda menggeret Adriel secara paksa, diikuti keempat pengikutnya.

Sambil berjalan Adriel menengok kembali pada cowok itu memberikan tatapan seakan mengucapkan. Ini belum selesai.

Sementara di tempat lain, Rasha masih terpaku di tempatnya. Baru kali ini dia melihat pertengkaran Adriel dengan musuhnya. Tak dapat dipungkiri, sudah lama Rasha memendam perasaan lebih pada Adriel. Entah apa yang dilihat Rasha. Tapi dia melihat Adriel di balik sisi yang berbeda. Meski Adriel adalah biang onar di sekolah, tapi itu tak menyurutkan penggemar yang mengagumi sosok Adriel. Selain tampan, juga di mata para cewek pemuja sosok Adriel termasuk Rasha itu sendiri, melihat kelakuan menyimpang Adriel adalah sesuatu yang keren.

Rasha tersenyum kemudian berbalik dan tak mendapati sosok Raihan yang tadi duduk di kursi trimbun. Mungkin Raihan sedang mengurus adiknya di ruang BK, dan seharusnya seorang kakak berlaku seperti itu bukan? Rasha menghela napas panjang. Dia menengok kembali ke arah lapangan di mana keributan terjadi dan cowok menyedihkan yang ada di sana sudah tak lagi ada. Rasha beranjak keluar dari lapangan itu dengan berjalan santai.

***

Acara rapat pemegang saham di perusahaan Ardinata Group hari itu berjalan lancar. Randy menyelesaikan rapat itu dengan menyalami mereka para pemegang saham perusahaannya dengan senyum ramah. Setelah para pemegang saham itu bubar, Randy keluar dari ruang rapat.

Di tengah berjalan, Randy mendapati ponselnya berdering di balik saku celana. Dia lalu merogoh ponsel itu dan di sana tertera nama salah satu guru SMA Cendakia. Randy membuka ponsel kemudian ditempelkan pada telinganya.

“Ya, ada apa?”

Pak, adik Bapak, Adriel, masuk BK lagi.”


 

Posting selanjutnya hari selasa, kalo gk ada halangan.

 

6 Komentar

  1. Yey update hihi
    Wow wow wow bakal ketemu ga nih yak randy ama rasha???
    Ditunggu kelanjutanny ya ma
    Semangat trs
    Ma, lope-lope ny ga bsa diklil
    Cba edit lgi dah bntr, nulis [ratings] ny kudu ditulis manual ya jngn copas
    Yuks dicba ma

    1. Iya kak, kaga bisa pake lope lope. Pdhl aku udh beberapa kali ngedit, tp tetep begitu. Di watty udh dipost kok, aku tag juga kakak.

    2. Siappp
      Di watty blom aq bca bru ksh vote doang hihi
      Nnt mlm ya aq bca ny
      Lohh knp ya kok ga bsa diedit lope2 ny, ada huruf yg salah kah atau kurung ny salah atau kmu pake spasi gtu ma

  2. Semoga next nya Randy ma Rasya bisa ketemu ya

  3. fitriartemisia menulis:

    wah, bakalan ketemu nih sama Randy :LARIDEMIHIDUP

  4. Ditunggu kelanjutannyaa