Dark Layers of The Night
Episode 1 : Pertemuan
“People dont meet by accident. They are meant to cross our path. Either become blessing, or become lesson”
Hujan deras turun menghujam bumi di tengah langit gelap yang sibuk meronta karena terbelah oleh cahaya petir, beriringan dengan bunyi gelegar kencang yang menggetarkan panel-panel jendela rumah kontrakan Elana yang reyot.
Elana berlari-lari kecil, melewati teras rumahnya yang basah kuyup karena bocor di seluruh sisinya yang menyedihkan. Terburu-buru dia membongkar tasnya, mencari kunci kecil yang seharusnya ada di salah satu saku kantong tasnya.
Udara dingin menusuk tulang di malam hari di kota yang senyap malam ini. Itu semua masih diperburuk dengan hujan deras yang tak kunjung berhenti sejak dini hari menjelang sampai malam hari menjemput matahari.
Tangan Elana gemetaran tak terkendali, tubuhnya yang kurus ternyata masih tak terbiasa untuk menahan udara sedingin ini. Yang paling diinginkannya sekarang adalah menemukan kunci sialan itu sebelum kemudian segera memasuki rumah untuk berlindung di atap yang tak mengucurkan air di tubuhnya yang basah kuyup.
Sayangnya, tak ada kesempatan baginya untuk beristirahat, dia hanya bisa pulang untuk mengganti pakaian, lalu harus berangkat lagi untuk menjalankan kerja shift malamnya yang lain.
Elana sudah terbiasa hidup sendirian, sebatang kara dan berjuang dengan kekuatannya sendiri untuk memperbaiki hidupnya. Dia tumbuh besar tanpa mengetahui siapa orang tua sebenarnya, tanpa mengetahui siapa asal usulnya, di sebuah panti asuhan reyot di kota kecil yang menempel dengan kota tempat dia mencari rejeki saat ini. Hidupnya di panti asuhan penuh perjuangan, dia harus belajar berbagi dan menahan keinginan hati, juga tidak pernah merasakan memiliki barang baru yang dibeli untuk dirinya sendiri.
Ya, hidup di panti asuhan dengan donatur yang hanya sedikit, membuat dirinya dan anak-anak lain, harus merasa puas mendapatkan barang-barang bekas untuk melengkapi diri mereka.
Ketika Elana sudah lulus Sekolah Menengah Atas, dia mendapatkan kesempatan untuk hidup mandiri. Ibu panti asuhan membekalinya dengan ijazah, dan sedikit uang untuk membantunya bertahan hidup sebelum mendapatkan pekerjaan. Uang sakunya mungkin sedikit, tetapi bagi Elana yang terbiasa bekerja keras sedari dini, uang itu bisa menjadi batu pijakan yang bisa melontarkannya menuju kesuksesan.
Belajar untuk efisien, Elana menggunakan uangnya untuk menyewa kontrakan kecil kumuh yang berada di dalam gang yang berdesak-desakan dengan rumah-rumah kumuh lainnya. Elana sengaja memilih lokasi yang jauh dan susah dijangkau untuk menekan harga. Strateginya berhasil karena dia bisa mendapatkan harga yang pantas untuk sebuah rumah tinggal yang meskipun reyot, cukup layak untuk menjadi tempat berpulang dan berteduh.
Sisa uang yang didapatkannya dia gunakan untuk mendaftar kursus komputer dan bahasa inggris, sebuah pengetahuan dan keahlian yang bisa digunakannya untuk mendapatkan masa depan yang lebih baik. Beruntung, salah seorang alumni panti asuhan yang baik hati membantunya untuk melamar pekerjaan sebagai penjaga di sebuah minimarket yang berada tak jauh dari rumah kontrakannya. Elana menggunakan uang dari pekerjaannya untuk bertahan hidup dan membiayai kursusnya. Dia menjalani kursus di siang hari dan menyilangkan waktu dengan bekerja di jam yang lainnya, terus bekerja keras untuk mempertahankan kemandiriannya.
Elana tahu bahwa dia harus memperjuangkan masa depannya sendiri. Karena dia sebatang kara di dunia ini, dia tidak memiliki siapapun.
Pada siapa lagi dia harus bergantung kalau bukan pada dirinya sendiri?
Sekarang sudah hampir dua tahun berlalu sejak dia melepaskan diri dari panti asuhan yang membesarkannya dan hidup mandiri. Dia sudah menyelesaikan kedua kursusnya tiga bulan lalu, dan sekarang berjuang untuk mencari pekerjaan yang lebih baik daripada hanya sekedar menjadi seorang penjaga supermarket kecil di pinggiran kota.
Elana ingin seperti wanita-wanita karir yang sering dilihatnya ketika menjaga supermarket, wanita-wanita itu biasanya mampir sepulang kerja untuk membeli sesuatu. Penampilan mereka bersih dan rapih dan mereka menghabiskan uang banyak hanya untuk membeli barang-barang remeh seperti cemilan dan produk kecantikan tanpa mengedipkan mata sekalipun.
Ketenangan jiwa dalam kehidupan, itulah yang diinginkan oleh Elana. Dia tidak pernah memiliki mimpi yang muluk-muluk. Yang diinginkannya adalah ketenangan jiwa ketika menjalani kehidupan, termasuk tidak perlu merasa khawatir jika harus mengeluarkan uangnya untuk membeli sesuatu, sama seperti yang dirasakan oleh wanita-wanita karier itu.
Kondisi mereka sudah tentu berbeda jauh dengan apa yang dirasakan oleh Elana, ketika dia mendapatkan gaji bulanannya, Elana harus segera memilah-milah kebutuhannya sehingga dia tidak berakhir kelaparan di tengah bulan tanpa uang sepeser pun. Uang kontrakan mutlak dibayarkan di awal bulan, lalu Elana akan memisahkan uang untuk makan dan untuk kebutuhan hidupnya. Hanya untuk kebutuhan primer saja uangnya hampir tidak cukup, membuatnya terlatih menahan lapar ketika dia melihat isi dompetnya mulai menipis di akhir bulan.
Dan kecemasan itu selalu menyertainya, kecemasan memikirkan apakah dia bisa bertahan sampai akhir bulan, kecemasan memikirkan apakah dia masih bisa makan sampai esok hari. Semua itu bahkan lebih melelahkan dari kerja kerasnya yang tak kenal menyerah.
Karena itulah, mimpi Elana tidak muluk-muluk, dia ingin menjadi wanita karir yang bekerja di kantoran, yang bekerja dengan pakaian rapih, yang berangkat bekerja di jam yang sama jam delapan pagi sampai jam lima sore, yang ketika menerima gaji masih memiliki sisa uang untuk sekedar membeli pakaian atau sepatu baru, atau bahkan duduk-duduk di cafe sambil menyesap kopi dengan berbagai nama unik yang menderaskan air liur. Cukup sesederhana itulah yang Elana inginkan.
Sayangnya, jenjang pendidikan yang dia miliki ditambah dengan dua jenis kursus yang menunjukkan keahlian tambahannya ternyata masih belum bisa bersaing di kerasnya dunia pencari kerja yang angkuh. Sampai dengan tiga bulan lamanya, dengan begitu banyaknya surat lamaran digital ke perusahaan-perusahaan yang membutuhkan tenaga administrasi, tidak ada satupun yang memanggilnya untuk hanya sekedar wawancara dan menilai kemampuannya.
Elana tahu bahwa para sarjana dari lulusan universitas pun kesulitan mencari pekerjaan di masa sekarang ini. Dan sadar bahwa dirinya tak sebanding dengan mereka. Pemikiran itulah yang membuatnya hampir putus asa, membuatnya tidak bersemangat lagi mencari pekerjaan, dan mulai menerima bahwa mungkin seumur hidupnya, dirinya hanya akan berhasil mencapai jenjang pekerjaan sebagai penjaga supermarket kecil di pinggiran kota.
Tetapi, mungkin Tuhan masih sedikit berbaik hati kepadanya. Salah seorang temannya yang bergantian shift dengannya menjaga supermarket, tiba-tiba membisikkan tawaran pekerjaan yang menarik untuknya. Sachi cukup cantik dan berusia dua tahun lebih tua darinya, dan mereka sudah bekerja bersama setahun lebih sebagai penjaga supermarket, meskipun sebenarnya mereka tidak terlalu akrab sebab jadwal kerja mereka sebagai lawan shift membuat kondisi mereka sangat jarang bisa bekerja di jam yang sama dan menghabiskan waktu bersama.
Mungkin melihat betapa kerasnya usaha Elana untuk mencari pekerjaan, Sachi akhirnya jatuh iba dan membisikkan pada Elana untuk bergabung bersamanya menjalankan pekerjaan tambahan yang terasa menggiurkan. Pekerjaan dilakukan di dini hari, tetapi Sachi menjamin bahwa pekerjaan itu tidak berbahaya. Meskipun lokasinya berada di sebuah kelab malam ternama di tengah kota, Elena tidak bekerja sebagai perempuan malam yang menemani tamu-tamu minum dan berdansa seperti Sachi, melainkan bekerja sebagai pembersih toilet.
Ya, sebagai pembersih toilet. Sachi bilang pekerjaan itu mendapatkan gaji yang lumayan, hampir dua kali gaji menjaga supermarket, meskipun harus memiliki kekuatan hati untuk mengerjakannya. Sachi berkata bahwa kenalannya yang bekerja sebagai supervisor di bagian cleaning service kelab tersebut meminta bantuannya untuk mencari orang guna mengisi pekerjaan yang selalu ditinggalkan itu. Semua itu disebabkan karena menjadi pembersih toilet di kelab malam tersebut merupakan pekerjaan yang sangat berat. Di malam hari di kelab malam, banyak pengunjung mabuk yang lupa diri. Mereka terlalu mabuk untuk membersihkan diri dan membersihkan toilet yang habis mereka pakai secara benar, dan belum lagi mempertimbangkan banyaknya pengunjung yang muntah-muntah karena terlalu mabuk di sana.
Sachi tidak menutup-nutupi apapun ketika menawarkan pekerjaan itu pada Elana, dan meskipun mendengar itu semua, Elana tetap menganggap tawaran pekerjaan itu sebagai kesempatan besar dan bertekad mengambilnya.
Jam kerja di kelab dimulai jam sebelas malam hingga jam empat pagi, membuat waktunya pas bagi Elana untuk mengambil pekerjaan itu. Dia berencana mengambil dua pekerjaan sekaligus, di malam hari dia akan menjadi pembersih toilet kelab, lalu pulang di pagi hari untuk tidur sejenak sebelum mengerjakan shift siang atau shift malam sebagai penjaga supermarket tempatnya bekerja.
Pekerjaan sebagai pembersih toilet akan memberikannya gaji dua kali lipat dari penjaga supermarket, ditambah lagi dengan pekerjaan sebagai penjaga supermarket, itu semua sudah lebih dari cukup bagi Elana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa kecemasan.
Membayangkan itu semua membuat mata Elana berbinar, dia yakin dia mampu melakukannya. Dia hanya harus bekerja sedikit lebih keras untuk mencapainya.
Suara petir yang kembali menyambar kaki langit membuat Elana terperanjat dan hampir terloncat dari posisinya berdiri. Dikutuknya dirinya sendiri dan pikirannya yang senang mengembara sesuka hati tanpa izin. Tangannya yang sudah memegang kunci langsung bergerak membuka pintu, membawa dirinya masuk sebelum menutup dan mengunci pintu di belakangnya.
Elana melempar tas kerjanya ke ranjang reyot yang langsung terpampang begitu memasuki rumah kontrakan. Ya, rumah kontrakannya yang sederhana hanya terdiri dari satu ruangan kamar, ditambah dapur sempit yang bersebelahan dengan kamar mandi yang tak kalah sempitnya. Tetapi, Elana hanya hidup sendiri di tempat ini, jadi fasilitas di rumah ini, sudah lebih dari cukup untuknya.
Sambil berlari-lari, Elana langsung berlari menuju kamar mandi, dia mandi secepat kilat hanya untuk menyegarkan diri karena sejak shift siangnya tadi dia belum mandi. Dengan tubuh menggigil kedinginan dibalut handuk, Elana menarik pakaiannya dari lemari dan bergegas memakainya. Sachi bilang kalau para pembersih toilet akan mendapat seragam sendiri di sana, jadi Elana memutuskan memakai pakaian yang nyaman, kaos longgar berkerah dan celana warna hitam yang membungkus tubuh tingginya dengan rapih.
Setelah mengikat rambut panjangnya menjadi ekor kuda, dia meraih ponselnya yang sederhana dan melirik tampilan jam di layarnya. Pukul sepuluh kurang sepuluh menit. Dia menyelesaikan shift malamnya di supermarket sampai pukul sembilan malam, dan senyumnya mengembang karena dia berhasil menyiapkan diri untuk bekerja lagi di kelab malam di waktu yang tepat.
Sachi bilang akan menjemputnya jam sepuluh di jalan besar yang merupakan ruas pertemuan pintu masuk gang kecil menuju tempat kontrakan kumuh tempat Elana tinggal. Elana segera meraih tasnya yang tadi dia lemparkan ke atas ranjang, dia lalu memasukkan ponselnya ke sana dan membuka pintu kontrakannya kembali.
Hujan deras masih belum mau bersahabat dengan permukaan bumi, menghujaninya dengan sumpah serapah berbentuk air deras yang berjatuhan menimpa bumi. Elana tidak punya payung, jadi dia memasang tasnya di atas kepala, dan berlari-lari menuju pintu masuk gang di ujung jalan, tempat Sachi diyakininya sudah menunggu di sana.
***
Jam sudah menunjukkan pukul satu malam, dan berbeda dengan di rumah-rumah manusia kebanyakan yang seluruh penghuninya sudah beranjak tidur, berbaring di ranjang untuk beristirahat dengan mata terpejam dan mengisi ulang energi guna digunakan esok hari, di kelab malam ini malah semakin ramai dan bergemuruh ketika dini hari makin menjelang.
Manusia-manusia yang datang semakin banyak, memenuhi lantai dansa dan tempat-tempat duduk mewah yang telah di siapkan. Lampu yang semakin meremang di area tempat duduk tampak kontras dengan cahaya bersahutan berbagai warna yang menyilaukan mata di lantai dansa. Suara musik semakin keras berdentam, seolah ingin menguji kekuatan gendang telinga yang beradu keberanian dengan debaran jantung di dada.
Malam minggu semakin membuat keramaian di kelab ini tak terkendali. Para bartender sibuk menyiapkan minuman beralkohol dengan berbagai varian campuran rasa ke pelanggan yang tak keberatan untuk mabuk di malam penuh gegap gempita ini. Para lelaki pelayan berpakaian rapih pun sibuk berlalu lalang di antara para tamu, dengan senang hati mengantarkan botol-botol minuman anggur untuk memberikan kepuasan bagi para pemuja malam.
Elana masih memegang tongkat pel di tangannya ketika dia menolehkan kepala untuk memandang hiruk pikuk yang terasa asing dengan dirinya. Dirinya saat ini mengenakan pakaian cleaning service berwarna cokelat tanah yang kebesaran, sebuah pakaian berjenis overall yang seharusnya digunakan oleh laki-laki.
Ya, ketika Sachi mengantarkannya bertemu dengan penanggung jawab cleaning service, lelaki itu terlihat tidak menyangka bahwa pelamar pekerjaan yang dibawa Sachi adalah seorang perempuan. Tatapannya terlihat skeptis ketika memandang tubuh Elana yang kurus seolah kurang gizi, tetapi tak urung diberikannya juga seragam laki-laki itu untuk dipakai oleh Elana sambil berkata bahwa Elana diberi kesempatan selama tiga hari untuk menunjukkan hasil pekerjaannya sebelum penilaian nanti akan menentukan apakah Elana akan diterima bekerja atau tidak.
Dan meskipun penanggung jawab cleaning service itu tidak mengatakan apa-apa, Elana tahu pasti bahwa lelaki itu sudah bertaruh dalam hatinya bahwa Elana tidak akan mampu bertahan untuk menjalankan seluruh pekerjaan berat satu malam pun di tempat ini.
Dia akan membuktikan bahwa dugaan laki-laki itu salah. Elana bertekad untuk bekerja keras supaya diterima di tempat ini, dan itulah yang akan dilakukannya.
Saat ini, dia sudah selesai membersihkan toilet perempuan yang ditugaskan kepadanya. Toilet itu tampak jorok dengan bekas-bekas orang buang air kecil dan beberapa muntahan yang tidak disiram, tetapi tanpa mengeluh, Elana membersihkan semuanya dan membuat lelaki penanggung jawab cleaning service yang menginspeksi pekerjaannya kehabisan kata. Lelaki itu lalu bilang bahwa Elana harus selalu berjaga, karena sedetik setelah dibersihkan, toilet itu bisa langsung kotor lagi. Setelah memberikan penjelasan panjang, lelaki itu lalu memerintahkan Elana untuk membersihkan toilet untuk laki-laki yang terletak di seberang sana.
Di dalam kelab malam ini, toilet untuk laki-laki dan toilet untuk perempuan terletak di sisi bangunan yang berbeda. Untuk menuju toilet laki-laki, Elana harus menyeberangi ruang utama yang penuh dengan hiruk pikuk dunia malam dari manusia-manusia malam yang tenggelam dalam kenikmatan duniawi penuh suara.
Sebelah tangan Elana memegang ember berisi cairan pembersih dan sikat, sementara tangannya yang lain memegang tongkat pel, dan matanya terpaku sejenak seolah memandangi dunia lain yang jelas-jelas berada di luar dunianya. Matanya mencari-cari dimanakah Sachi berada.
Apakah temannya itu berada di antara kepala-kepala yang tampak sedang berasyik masyuk di kegelapan remang di balik sofa-sofa besar di area tempat duduk?
Lalu Elana tersadar dari lamunannya dan mengerjapkan mata. Dia menghela napas panjang, dan memalingkan wajah. Bukan urusannya untuk menghakimi pekerjaan Sachi. Setiap orang memiliki alasan untuk melakukan sesuatu dengan kesadaran penuh, sama seperti Elana yang memilih mengambil pekerjaan sebagai pembersih toilet untuk menyambung kehidupannya.
Langkah Elana membawanya menuju ke lorong panjang yang berujung pada tembok buntu di mana sebelahnya mengarah pada toilet untuk tamu laki-laki. Toilet laki-laki itu pasti akan sama dengan toilet perempuan yang dia bersihkan sebelumnya, berwujud ruangan besar, dipenuhi kaca dibagian dindingnya yang dilengkapi dengan beberapa bak cuci tangan dari bahan marmer hitam yang indah. Di sisi lain dari ruangan itu, dipenuhi dengan bilik-bilik kecil yang disediakan untuk buang air.
Kenapa sepi sekali?
Berbeda dengan toilet perempuan yang hiruk pikuk sebelumnya, Elana mengerutkan kening ketika menyadari bahwa tidak ada satupun orang yang ditemuinya di lorong menuju toilet laki-laki.
Apakah kaum laki-laki sesuai dengan struktur biologisnya yang memiliki kandung kemih hampir tiga kali ukuran kandung kemih perempuan, membuat mereka bisa menahan lebih lama untuk keperluan buang air?
Karena itukah tidak ada yang menggunakan toilet saat ini?
Sambil bertanya-tanya, Elana membuka pintu toilet laki-laki itu tanpa suara, dan langsung terkesiap ketika melihat pemandangan di depannya.
***
Episode 2 : Memindai Mangsa
“The world consisted of predators and prey. You were either hunting or running.”
Di dalam toilet itu, ada seorang laki-laki, tubuhnya tinggi mengenakan kemeja putih yang tampaknya dijahit khusus untuk ukuran tubuhnya karena menempel dengan begitu pas dibadannya. Celananya berwarna abu-abu gelap, tampak indah membungkus kakinya yang panjang. Sementara itu, jasnya yang berwarna serupa, telah dilepas dan diletakkan begitu saja di atas wastafel.
Tetapi bukan penampilan lelaki itu yang membuat Elana terkesiap, melainkan apa yang dilakukan oleh lelaki itu.
Lelaki itu tidak sedang sendirian, di tangannya yang kuat di balik lengan kemejanya yang digulung, ada sosok lelaki lain dalam cengkeramannya yang tampak kepayahan setengah mati. Wajah lelaki malang itu tampak penuh lebam di bagian mata yang sudah begitu sembab untuk dibuka, sementara hidungnya mengalirkan darah segar, belum lagi dengan bibirnya yang memar dan pecah, menampilkan darah serupa yang membuat penampilannya sangat menyedihkan.
Tetapi, sepertinya lelaki bertubuh tinggi yang tengah menghajar lawannya itu tidak sebaik hati itu untuk memberi ampun korbannya yang sudah kepayahan. Kepalan tangannya yang kuat bergerak lagi, meninju wajah lawannya dengan keras tanpa belas kasihan, hingga terdengar suara berderak entah gigi patah atau rahang patah yang disambung dengan darah segar yang langsung membanjiri mulut lelaki malang tersebut.
Lelaki malang itu langsung kehilangan kesadaran setelah pukulan telak kejam yang ditimpakan kepadanya, tubuhnya lunglai tanpa daya, dan langsung dibuang dengan kejam ke lantai toilet tanpa belas kasihan.
Suara Elana yang terkesiap membuat lelaki kejam itu menolehkan kepala, mengalihkan perhatian dari korbannya yang sudah tak berdaya dan mengarahkannya pada Elana.
Mata Elana membesar, sementara dirinya masih berdiri terpaku di ambang pintu dengan wajah pucat pasi. Dorongan di pikiran rasionalnya meneriakinya untuk lari, tetapi tubuhnya yang terlalu didera ketakutan membuatnya tak mampu bergerak, terpaku di sana bagai rusa kecil yang ketakutan dibawah intaian singa yang kelaparan.
Tatapan tajam dari mata hazel bening itu membuat Elana terlalu terintimidasi untuk mengagumi ketampanan lelaki itu yang luar biasa. Elana merasakan jantungnya berdebar keras ketakutan, mengutuki dirinya sendiri yang muncul di saat tidak tepat, sekaligus merasa ngeri kalau-kalau dirinya akan berakhir seperti lelaki malang yang sekarang terbaring tak sadarkan diri di lantai tersebut.
Lelaki bermata hazel itu tiba-tiba menyeringai. Matanya telah selesai memindai keseluruhan penampilan Elana, dan menyadari bahwa perempuan itu hanyalah pion kecil dari golongan lemah yang tidak pantas untuk mendapatkan perhatiannya.
“Kau tidak akan membuka mulutmu pada siapapun, bukan, kucing mungil?” Lelaki bermata hazel itu tiba-tiba berucap. Suaranya sama mengintimidasinya dengan tatapan tajamnya, membuat Elana semakin ketakutan.
Dia langsung menggelengkan kepala, memberanikan diri meskipun seluruh tubuhnya gemetaran setengah mati.
“Saya… akan menutup mulut….” Elana menatap korban lelaki bermata hazel itu dan mengerutkan kening melihat darah memercik kemana-mana dari tubuh lelaki itu. Matanya mengawasi dengan seksama dan sepercik kelegaan muncul di jiwanya ketika melihat bahwa dada lelaki malang itu masih naik turun karena bernapas.
Setidaknya dia tidak sesial itu menjadi saksi pembunuhan keji di hari pertamanya bekerja.
Tetapi, noda darah termasuk sulit dibersihkan. Noda darah ebih mudah dibersihkan di lantai keramik yang basah, tetapi akan sulit jika sampai noda darah yang terpercik di dinding putih bersih itu sampai mengering. Dipenuhi pemikiran itu, Elana akhirnya memberanikan diri untuk kembali menatap kembali ke arah lelaki bermata hazel tersebut.
Lelaki ini sudah puas menghajar musuhnya sampai kehilangan kesadaran. Seharusnya dia sudah puas dan tidak akan bertahan di sini untuk memukuli korbannya sampai mati, kan?
“Apa… apakah Anda sudah selesai?” suara Elana bergetar ketika bertanya, “Karena saya… karena saya harus membersihkan itu,” dagu Elana mengedik ke arah noda darah yang berceceran di lantai. Sachi sudah memperingatkannya bahwa para pengunjung yang mabuk biasanya terprovokasi satu sama lain sehingga bisa saling memukul dan melukai dalam pertengkaran berdarah, dan Elana memutuskan untuk mengabaikan itu semua, hanya fokus pada tugasnya sebagai pembersih.
Para tamu di tempat ini adalah raja, mereka boleh muntah, tidak menyiram toilet mereka, membuang sampah atau bahkan saling mengucurkan darah, dan Elana hanya harus membersihkannya sampai bersih, dia harus menjalankan pekerjaannya tanpa terdistraksi karena penilaian apakah dia bisa diangkat menjadi pegawai tetap di tempat ini, bergantung pada hasil pekerjaannya malam ini.
Lelaki bermata hazel itu mengangkat alis, seolah tak menduga bahwa bukannya berlari dan menjerit-jerit histeris, Elana malah menanyakan sesuatu yang saman sekali berbeda.
Tetapi, lelaki bermata hazel itu memutuskan untuk menanggapi Elana dengan tenang, dia menganggukkan kepala.
“Anak buahku akan membereskan tubuhnya. Kau tunggulah di sini dan bereskan sisanya,” lelaki bermata hazel itu membalikkan tubuh, lalu menyalakan keran air di wastafel marmer hitam di depannya dan mulai mencuci tangannya yang penuh darah.
***
Akram tidak pernah menemukan sosok menarik seperti gadis pembersih toilet itu sebelumnya. Gadis itu jelas-jelas ketakutan melihat peristiwa berdarah-darah di depan matanya, tetapi alih-alih pergi, dia memilih tetap tinggal dan bersikeras terus melakukan pekerjaannya.
Mata Akram melirik ke arah kaca besar di depannya, mengawasi gadis pembersih toilet yang tampak salah tingkah, berdiri di sana dengan kepala tertunduk dan menuruti perintah Akram untuk menunggu dengan canggung.
Seragam cleaning service yang digunakan oleh gadis itu tampak kebesaran, seolah-olah bukan dibuat untuknya, dan tubuh kurus gadis itu tampak tenggelam di baliknya. Tetapi, mata Akram yang awas tidak bisa melupakan mata gelap lebar yang bening di wajah gadis itu, berpadu dengan indahnya di dalam sebingkai wajah mungil berdagu lancip dengan anak-anak rambut di pelipisnya yang lepas dari ikatan kuncir kudanya.
Akram sudah pernah bercinta dengan banyak perempuan, kesemuanya berasal dari kelas atas, aktris terkenal, model-model paling cantik, dan perempuan bangsawan sepertinya yang menghabiskan seluruh waktu mereka untuk fokus memoles keindahan tubuh mereka. Perempuan-perempuan yang melayaninya sebelumnya selalu sempurna, tiada cela, dan dibalut pakaian kelas tinggi berpadu dengan perhiasan luar biasa mahal yang melengkapi.
Tetapi gadis yang ada di depannya ini terasa berbeda, rambutnya acak-acakan dan keringat tampak membasahi pelipisnya, menunjukkan bahwa gadis itu telah bekerja keras beberapa jam sebelumnya. Pipi gadis itu juga sedikit memerah, dan bibirnya yang mungil yang bergetar ketika berbicara dengan Akram terasa begitu menggoda hingga hampir saja Akram tak bisa menahan diri dari dorongan untuk mencengkeram dagu gadis itu, mendongakkan bibirnya ke arahnya, lalu melumat bibir itu dengan penuh nafsu untuk dicium habis-habisan.
Akram mengambil air dari keran dan menggunakannya untuk membasahi wajahnya. Pikirannya harus didinginkan segera. Dia tidak mungkin bernafsu pada gadis pembersih toilet yang tampaknya masih polos dan tidak tahu caranya memoles diri.
Sebuah gerakan di pintu masuk membuat Akram memberi isyarat dengan tangannya. Beberapa anak buahnya, yang datang menggunakan setelan jas hitam lengkap, masuk dengan segera, membuat gadis pembersih toilet itu terdorong menyingkir untuk memberi jalan.
“Bawa tubuhnya, buang ke jalan. Orang-orang akan menemukannya esok pagi dan menolongnya. Menahan kesakitan semalaman kurasa akan menjadi hukuman yang cukup untuknya.” Akram berucap dengan suara tegas. Dan tanpa kata, para anak buahnya langsung melakukan apa yang diperintahkan, mereka bergegas mengangkat tubuh tak berdaya itu dan menggotongnya keluar ruangan.
Dan tinggalah Akram bersama gadis pembersih toilet yang masih berdiri menunggu di sana.
Akram membalikkan badan, dan matanya kembali terperangkap memindai keseluruhan diri gadis itu.
“Kurasa kau bisa mulai melakukan pekerjaanmu sekarang,” Akram melirik pada noda darah yang begitu banyak ditinggalkan di lantai dan di dinding.
Gadis itu membungkukkan tubuh seolah memberi hormat, lalu berucap dengan sopan.
“Baik, tuan,” ujarnya dengan nada penuh hormat sebelum kemudian langsung bergerak, berlutut di lantai dan langsung menyiram noda darah itu dengan cairan pembersih, lalu mengusapnya dengan lap basah tanpa merasa jijik.
Akram melipat tangannya di dada, lama berdiam dalam keheningan sambil mengamati betapa cekatannya gadis itu bekerja.
“Siapa namamu?” tiba-tiba Akram bertanya, memecah keheningan.
Tubuh gadis itu hampir terlonjak ketika mendengar suaranya, seolah-olah dia terlalu fokus bekerja hingga tidak menyadari bahwa Akram masih berdiri di sana. Kepalanya terdongak, menatap Akram dengan bibir terbuka yang membuat Akram harus menggertakkan gigi supaya tidak langsung menyergap gadis itu seperti serigala lapar.
“An… anda tidak perlu tahu nama orang rendahan seperti saya, Tuan,” dengan suara bergetar, gadis itu menjawab.
Sekali lagi Akram mengangkat alis. Tidak menyangka bahwa gadis itu akan berani menolak menjawab pertanyaannya. Jika gadis itu tahu dengan siapa dia berhadapan sekarang, mungkin dia akan membungkuk mencium sepatunya dan memohon pengampunan untuk nyawanya.
Tetapi, Akram tahu bahwa sekarang bukan saatnya. Dengan segala kekuasaan yang dimilikinya, akan sangat mudah memburu dan mendapatkan identitas seorang gadis tak bernama sekali pun. Dan Akram bahkan sudah mematri wajah gadis itu dalam ingatannya. Dia akan mengurusnya perihal gadis ini nanti, setelah dia menyelesaikan urusannya yang tertunda di tempat ini.
“Menolak memberikan nama, eh?” Akram menegakkan punggung, lalu melangkah mendekat ke arah gadis pembersih toilet itu yang masih berlutut di lantai, menyadari betapa tubuh gadis itu gemetaran ketakutan seiring dengan langkahnya yang semakin dekat. Akram lalu berhenti tepat di depan gadis itu, dekat sekali hingga sepatunya hampir menyentuh lutut gadis itu.
“Aku akan tetap menemukanmu meskipun kau memilih merahasiakan namamu, kucing mungil,” Akram mengucapkan janji berbalut ancaman, sebelum kemudian melangkah pergi meninggalkan toilet itu, sengaja memberikan waktu pada buruannya untuk mempersiapkan diri lari sekencang mungkin sebelum nanti diburu habis-habisan olehnya.
***
Ketika memasuki mobil dan meninggalkan kelab malam itu, Akram bersedekap dan menatap tajam ke depan. Supirnya mengendarai mobil dengan hati-hati, menembus jalanan yang masih ramai padahal dini hari sudah hampir habis berganti pagi.
Ponselnya berbunyi, dan Akram melihat nama Elios, asisten pribadinya di layarnya. Diangkatnya telepon itu, bersuara dengan nada dingin.
“Bagaimana?” tanyanya singkat.
“Sudah dibereskan, tuan,” Elios menjawab dengan kalimat bersayap tanpa perlu menjelaskan semuanya. Tetapi, Akram tahu maksudnya, pengkhianat yang dihajarnya tadi sudah dibereskan.
Pengkhianat itu masuk sebagai orang keuangan di salah satu perusahaan intinya, meniti karir dengan hati-hati dan pernuh prestasi sehingga bagian personalia yang menilai performa baiknya memutuskan untuk mempromosikan kedudukannya naik, ke posisi keuangan yang lebih inti dan memegang data-data yang lebih rahasia pula. Sayangnya, godaan uang besar yang didapat dengan mudah membuat pengkhianat itu gelap mata, diam-diam, dia menjual data-data keuangan, rencana-rencana penawaran tender dan segala hal krusial lainnya kepada pihak saingan bisnis, membuat perusahaannya kehilangan keuntungan sangat besar.
Uang mungkin perkara kecil bagi Akram, begitu dia kehilangan uang, dia bisa mendapatkan penggantinya dengan mudah dalam waktu cepat. Tetapi, bukan masalah uang yang membuat Akram turun langsung untuk memberi pelajaran pada pengkhianat itu dengan tangannya sendiri.
Semua itu karena Akram tidak suka dikhianati.
Ya. Pengkhianat akan mendapatkan hukuman paling keji dari Akram. Siapapun yang bekerja untuknya, harus bersedia setia dalam darah dan hati, kalau tidak mereka harus mati. Malam ini Akram sedang tidak enak hati dan kebetulan ada pengkhianat itu yang bisa menjadi pelampiasannya. Elios sudah menjalankan tugasnya dengan baik membuang tubuh pengkhianat yang babak belur itu ke tempat sepi dan tak terjangkau. Mungkin saat ini dia sedang meregang nyawa menuju kematian sebelum ada orang yang bisa menolongnya. Dibiarkan kesakitan dan sekarat sendirian tanpa harapan merupakan hukuman yang pantas diberikannya pada pengkhianat itu. Hukuman yang diberikan oleh Akram itu jelas lebih menyiksa daripada kematian cepat tanpa rasa sakit.
“Tuan Akram,” suara Elios di seberang sana membuat Akram lepas dari pikiran yang bergolak di kepalanya.
“Ya?”
“Nona Gabriella baru pulang dari Paris sore ini, dia mengontak saya untuk menginformasikan dirinya tersedia untuk Anda.” Gabriela yang disebut oleh Elios adalah seorang aktris dan model terkenal yang sangat cantik, karirnya cukup mendunia dengan diundang menghariri pekan mode nomor satu di paris, dan dia adalah salah satu wanita yang berlutut di bawah kaki Akram dan sangat memuja Akram. Perempuan itu selalu mencari kesempatan untuk merangkak naik ke atas ranjangnya, dan Akram menerimanya dengan tangan terbuka. Lelaki mana yang akan menolak santapan mahal yang menyediakan diri untuknya? “Apakah Anda ingin memesan kehadiran Nona Gabriella untuk malam nanti?” sambung Elios lagi bertanya.
Akram merenung sejenak. Berkelebat di benaknya sosok Gabriella yang luar biasa cantik, tubuhnya tinggi semampai dengan kaki jenjang yang merupakan aset pentingnya sebagai seorang model, pinggangnya ramping tetapi pinggulnya berlekuk menggiurkan, dengan payudara yang pas di genggaman tangannya. Itu semua masih ditambah dengan wajah Gabriella yang memiliki keturunan Yordania yang membuatnya memiliki pesona eksotis yang memesona, membuatnya pantas berada di dalam barisan wanita-wanita yang pernah naik ke atas ranjang Akram.
Sayangnya, seluruh kelebihan Gabriella itu, terasa tidak menarik di mata Akram malam ini. Yang memenuhi benaknya cuma satu. Seorang perempuan bertubuh kurus, dengan wajah polos tanpa pulasan make up sama sekali, menatapnya seperti kucing mungil yang ketakutan.
“Tidak. Aku tidak butuh Gabriella malam ini,” jawab Akram singkat.
“Baik, Tuan. Saya akan menginformasikan pada manajer Nona Gabriella.” jeda sejenak sebelum Elios bertanya lagi. “Apakah Tuan ada permintaan lain?” tanyanya kemudian.
“Ya. Aku ingin kau mengumpulkan seluruh informasi tentang seorang perempuan seterperinci mungkin.”
***
- 🆓Free Bonus EOTD 3: Zachary Night pt.3
- 🆓Free Bonus EOTD 2: Zachary Night pt.2
- 🆓Free Bonus EOTD 1 : Zachary Night
- 🔏Sincerity Part PENUTUP: BAHAGIA SAMPAI NANTI 🔞 (Baca dengan 25 Poin)
- 🔏Sincerity Part 10: Bicara Nanti 🔞 (Baca dengan 25 Poin)
- 🔏Sincerity Part 9: Rencana Akram 🔞 (Baca dengan 25 Poin)
- 🔏Sincerity Part 8: Dengan Senang Hati 🔞 (Baca dengan 25 Poin)
- 🔏Sincerity Part 7: Dua Pilihan (Baca dengan 25 Poin)
- 🔏Sincerity Part 6: Pemilik Akram 🔞 (Baca dengan 25 Poin)
- 🔏Sincerity Part 5: Cemburu dan Posesif 🔞 (Baca dengan 25 Poin)
- 🔏Sincerity Part 4: Istri Akram Night (Baca dengan 25 Poin)
- 🔏Sincerity Part 3: Larangan (Baca dengan 25 Poin)
- 🔏Sincerity Part 2: Yang Terbaik 🔞(Baca dengan 25 Poin)
- 🔏Sincerity Part 1: Rencana Bercinta (Baca dengan 25 Poin)
- 🔏SINCERITY (Kehamilan Kedua Elana)
- Dark Layers of The Night : Ep. 137 Pernikahan (End Season1) + Bonus Part : Keluarga
- Dark Layers of The Night : Ep. 136 Penyelamatan
- Dark Layers of The Night : Ep. 135 Ancaman
- Dark Layers of The Night : Ep. 134 Serangan Tak Terduga
- Dark Layers of The Night : Ep. 133 Pergolakan
- Dark Layers of The Night : Ep. 132 Dendam Kesumat
- Dark Layers of The Night : Ep. 131 Perencanaan Xavier
- Dark Layers of The Night : Ep. 130 Menghapus Kenangan Buruk
- Dark Layers of The Night : Ep. 129 Membuka Kebenaran
- Dark Layers of The Night : Ep. 128 Pernyataan
- Dark Layers of The Night : Ep. 127 Terima Kasih
- Dark Layers of The Night : Ep. 126 Musuh Lama
- Dark Layers of The Night : Ep. 125 Pembalasan
- Dark Layers of The Night : Ep. 123 Tuduhan Maya & 124 Konfrontasi
- Dark Layers of The Night : Ep. 121 Perhatian Tulus & 122 Peringatan
- Dark Layers of The Night : Ep. 119 Menikahlah Denganku & 120 Menyelesaikan
- Dark Layers of The Night : Ep. 117 Kebenaran Tersingkap & 118 Pengakuan Elana
- Dark Layers of The Night : Ep. 115 Pikiran Negatif & 116 Iri dan Dengki Maya
- Dark Layers of The Night : Ep. 113 Ledakan Emosional & 114 Tentang Elana
- Dark Layers of The Night : Ep. 111 Rasa Percaya Diri & 112 Menunggu Hasil
- Dark Layers of The Night : Ep. 109 Niat Baik Akram & 110 Bertemu Nolan
- Dark Layers of The Night : Ep. 107 Lebih Dekat & 108 Mempertanyakan Cinta
- Dark Layers of The Night : Ep. 105 Jatuh & 106 Skin To Skin (Uncut)
- Dark Layers of The Night : Ep. 103 Tak Bermoral & 104 Tuduhan (Uncut)
- Dark Layers of The Night : Ep. 101 Menjaga Fisik & 102 Ancaman Baru
- Dark Layers of The Night : Ep. 99 Hangover & 100 Melindungi Elana
- Dark Layers of The Night : Ep. 97 Credence Evening & 98 Cinta dan Nafsu
- Dark Layers of The Night : Ep. 95 Prioritas & 96 Protektif
- Dark Layers of The Night : Ep. 93 Hari Pertama & 94 Pertikaian
- Dark Layers of The Night : Ep. 91 Permintaan Maaf & 92 Menahan Rindu
- Dark Layers of The Night : Ep. 89 Keputusan Akram & 90 Rencana Berpisah
- Dark Layers of The Night : Ep. 87 Menghangatkan & 88 Kejutan Xavier
- Dark Layers of The Night : Ep. 85 Melepaskan Diri & 86 Pengakuan (Uncut)
- Dark Layers of The Night : Ep. 83 Kesepian & 84 Damai
- Dark Layers of The Night : Ep. 81 Kencan Rakyat Jelata & 82 Murka
- Dark Layers of The Night : Ep. 79 Rencana & 80 Seperti Pasangan
- Dark Layers of The Night : Ep. 77 Penerimaan & 78 Terlambat (Uncut)
- Dark Layers of The Night : Ep. 75 Memeluk Lagi & 76 Pembalasan
- Dark Layers of The Night : Ep. 73 Tameng Dimitri & 74 Cermin Diri
- Dark Layers of The Night : Ep. 71 Rencana Jahat & 72 Perubahan Halauan ( Uncut )
- Dark Layers of The Night : Ep. 69 Prahara & 70 Mengatur Strategi
- Dark Layers of The Night : Ep. 67 Racun & 68 Lengah
- Dark Layers of The Night : Ep. 65 Setia atau Khianat & 66 Prahara Hati
- Dark Layers of The Night : Ep. 63 Pengkhianat & 64 Musuh Tersembunyi ( Uncut )
- Dark Layers of The Night : Ep. 61 Mengalah & 62 Menapak Masa Lalu (Uncut)
- Dark Layers of The Night : Ep. 59 Luapan Emosi & 60 Penyesalan (Uncut)
- Dark Layers of The Night : Ep. 57 Perhatian – Intermezzo Part & 58 Rahasia (Uncut)
- Dark Layers of The Night : Ep. 55 Tawaran Menggoda & 56 Bimbang (Uncut)
- Dark Layers of The Night : Ep. 53 Pertaruhan & 54 Mencuri Waktu
- Dark Layers of The Night : Ep. 51 Air Mata & 52 Memilih (Uncut)
- Dark Layers of The Night : Ep. 49 Memastikan Rasa & 50 Teracuni
- Dark Layers of The Night : Ep. 47 Membuka Hati & 48 Dilema (Uncut)
- Dark Layers of The Night : Ep. 45 Tertangkap & 46 Membuka Masa Lalu
- Dark Layers of The Night : Ep. 43 Meminta Izin & 44 Tuan Lemah
- Dark Layers of The Night : Ep. 41 Keterikatan Hati & 42 Perhatian (Uncut)
- Dark Layers of The Night : Ep. 39 Tatap Mata & 40 Dendam Lama (Uncut)
- Dark Layers of The Night : Ep. 37 Memeluk Perempuan & 38 Hari Libur – Bonus Part for Intermezzo (Uncut)
- Dark Layers of The Night : Ep. 35 Mengenal Musuh & 36 Rasa Takut.
- Dark Layers of The Night : Ep. 33 Rencana Musuh & 34 Menjagamu
- Dark Layers of The Night : Ep. 31 Kelemahan & 32 Menempa Kesabaran (Uncut)
- Dark Layers of The Night : Ep. 29 Hukuman & 30 Rasa Takut
- Dark Layers of The Night : Ep. 27 Mulai Bekerja & 28 Menjadi Sasaran
- Dark Layers of The Night : Ep. 25 Langkah Baru & 26 Persyaratan Akram
- Dark Layers of The Night : Ep. 23 Penggenapan Janji & 24 Menjejak Pergi
- Dark Layers of The Night : Ep. 21 Keluarga & 22 Persyaratan Elana
- Dark Layers of The Night : Ep. 19 Jejak Kelemahan & 20 Perempuan Keras Kepala (Uncut)
- Dark Layers of The Night : Ep. 17 Milik Akram & 18 Membangkang
- Dark Layers of The Night : Ep. 15 Kejutan & 16 Melewatkan Malam (Uncut)
- Dark Layers of The Night : Ep. 13 Memintal Rindu & 14 Bertolak Belakang
- Dark Layers of The Night : Ep. 11 Terperangkap di Pulau & 12 Memuaskan Dahaga (Uncut)
- Dark Layers of The Night : Ep. 9 Obsesi & 10 Terperangkap (Uncut)
- Dark Layers of The Night : Ep. 7 Terhapus Paksa & 8 Tak Berdaya (Uncut)
- Dark Layers of The Night : Ep. 5 Ternoda & 6 Rencana Akram untuk Elana (Uncut)
- Dark Layers of The Night : Ep. 3 Obsesi Akram & 4 Masuk Perangkap
- Dark Layers of The Night : Ep. 1 Pertemuan & 2 Memindai Mangsa
Nengok Babang Akram dulu aahhhhh…
Kubaca utk kedua kali. Pingin baca lagi kisah Akram dan Elana
Suka semua ceritanya psa, btw aku ngikutin AkramElana dari noveltoon sampe pindah ke sini makanya aku heran waktu liat komen ceritanya ga bagus karena waktu updatenya cepet banget padahal part di noveltoon itu emang udah banyak, dan karakter tokohnya Vibes psa banget cowok2nya posesif abis , sukses terus ya kak semoga ide ceritanya ngalir terus ga sabar baca karya-karya lainnya ❤️
Mengulang baca kembali. Sukaa ceritanya
di baca ulang berapa kali pun ngk bosan
seru banget ceritanya, salam dari pendatang baru
Rasanya nano 2 , di satu sisi aku seneng kamu udah dpt pengganti aku , itu artinya aku gak akan nyakitin hati kamu lagi tapi di sisi lain yg namanya putus cinta tetep ja sakit , walo gak sesakit yg pertama , dan saat ngomong sama cowok yg bukan siapa siapa kita tu lebih mudah karna saat ini gak pake hati jadi gak akan sakit , aku tu ngejar kamu sampe sini karna sadar ada hal yg belum selesai , dan itu membuat hatiku gak tenang , tiap hari berfikir kok aku sejahat ini sih , dan jujur aku takut tapi aku tu gak tau yg ku takutin tu apa , sape sekarang kadang aku bingung aku harus gimana .apa yg kamu kasih buat aku tu banyak banget dan aku gak akan bisa untuk membalasnya , makasih yak 🥰🥰, saat cwok dan cwek udah putus sebenarnya kita tu udah gak bisa berteman , dan aku janji aku gak akan ganggu kamu mungkin aku cuma akan membaca tulisanmu gak lebih ” aku sayang kamu” kata aku sayang kamu ini bisa dengan mudah terucap karna Kamu gak suka aku 🥰🥰
Im backkkk
gak terhitung berapa kali aku bacanya
Yuk yuk baca ulang yuk
Aku udah beli e-book nya & udah baca semuanya, tp rasanya masih blm puas krn bangusss bangettt.. hahahaa..
bagus ceritanya
Aloo im hereee
Udah berapa kali ini cerita tak baca ulang??🙃🙃
Hah…ketemu lagi,, pertama baca Akram Elana itu di NT sekarang kali kesekian baca lagi di PSA abis kangen pen baca lagi
Kangen akram elana jadi baca ulang
Baca ulang gegera ada polling di IG…Jadi rindu sama mas akram
Okee ..
Baru sekali lihat & akram hampir tdk bisa menahan diri🤭
Sekuat itu daya tarik elana thd akram😍
Udh baca karyamu di NT langsng cuss nyusul sini.. Ternyata benar cerita di NT tdk se detail disini..suka karya2mu 👍👍
Kangennn.. baca ulang…
Awal kena batunya
Haha
Tetiba kangen Akram sama Elana, jadi pengen baca ulang huhu
Baca laci, kangen akram dan elena
Ngelag baca typomu
Baca laci
Efek baca kehamilan kedua Elana, jadi pengen nostalgia…
Firsttt
sedihh
Re-read
Aku baru tau klu cerita akram&elana dulu ada di nt ya….
Keren dehh pindah kesini… Lebihh suka di psa
Nona kecil dan Tuan taipan dengan aura gelap