Vitamins Blog

My Story : 1. Dia Tak Seperti Bayanganku

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

Aku tak ingat bagaimana awalnya rasa penasaran itu ada. Tapi aku masih ingat dengan jelas pertemuan pertamaku dengan dia.

***

Papaku pernah beberapa kali —yang terlalu berlebihan, menyebut namanya. Karena dia adalah putra sahabat papa, jadi papa sering melihatnya.

Dia pintar, begitulah yang papa ceritakan, karena kuliah di salah satu universitas negri yang cukup terkenal. Papa bilang dia tampan —dan aku meragukan itu.

Mungkin karena terlalu sering mendengar namanya, rasa penasaran itu muncul. Dan semakin lama semakin menumpuk. Terlebih kami pindah ke rumah yang tak jauh dari tempatnya tinggal.

Lalu kesempatan itu muncul.

Malam saat takbir berkumandang dan kembang api terus menghiasi langit malam, aku melihatnya untuk pertama kali. Ya, kuakui dia sedikit tampan. Hanya sedikit.

Dan dia berjalan masuk ke kamarnya begitu aku masuk ke ruang tamu. Tapi tak lama, karena kemudian semua keluarganya berkumpul bersama di sana.

Aku hanya diam dan sesekali melempar pandangan padanya. Tapi tak pernah sekalipun dia melihat padaku.

Dan malam itu, kupikir dia lelaki yang baik karena menjaga pandangannya.

***

Pagi hari, di hari kemenangan kami, aku sekeluarga datang ke rumahnya.

Dia mengenakan koko putih dan sarung biru. Terlihat cocok padanya.

Aku bersalaman pada ibunya, kakaknya dan iparnya tapi aku tak menyalaminya. Mendekatinya pun tidak. Mungkin karena ia bahkan tak tersenyum padaku, walaupun hanya senyum tipis tanda kesopanan.

Papa, mama dan beberapa orang dewasa lain mengobrol, sedangkan aku hanya diam memperhatikan. Mereka terlalu asing untukku.

Lalu tak lama setelah itu, datang serombongan keluarga. Ada dua orang gadis yang sepertinya usia mereka hanya berbeda 2-3 tahun di bawahku. Mereka cantik dan manis.

Tapi hatiku tercubit. Bukan karena iri dengan cantiknya gadis-gadis itu, tapi karena lelaki itu tersenyum pada mereka. Senyum yang lebar.

Ah, hilang sudah bayangan lelaki idamanku malam kemarin, yang tersisa hanya senyum masam yang selalu terbit setiap kenangan itu terlintas.