Vitamins Blog

ESTRELLA FUGAZ Part 1 : Pertemuan Kembali

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

Cip, cip, cip.

Burung-burung pagi bersiul indah diatas dahan pohon yang sedikit basah karena semalam diguyur hujan. Harum segarnya udara pagi menusuk penciuman. Sinar matahari pun tak ingin kalah untuk menampakkan sinarnya, memaksa masuk menembus gorden-gorden jendela disetiap rumah.

Kriiiiiiiiiiiiing!!!!!

Suara itu memaksa seorang cewek yang tengah terlelap dikamarnya untuk membuka mata. Tangannya merayapi meja disisi tempat tidurnya dan menemukan benda yang merupakan sumber penggangu mimpi indahnya di pagi itu. Tangannya terangkat hendak melempar sebelumnya kemudian,

“Ah, lupa. Aku kira jam alarm. Untung gak jadi dilempar, bisa-bisa dimarahin mama.”

Beranjak dari tempat tidurnya seraya menaruh kembali ponselnya diatas meja, ia menghampiri jendela kamar yang masih tertutup gorden lalu membukanya.

Tanpa ampun sinar mentari yang sejak tadi tertahan gorden menerobos masuk memenuhi kamarnya yang gelap gulita. Gadis itu mengerjap menyesuaikan pencahayaan yang tersuguh di depannya. Jendela itu digeser ke samping, lalu dihirupnya segar udara pagi.

“Ace, udah siang. Jangan males-malesan, mama gak suka!”. Seorang wanita berteriak  dengan keras.

“Iya mah, bentar lagi Ace turun.” Yang dipanggil menyaut.

Acelin Elvaretta.

Acelin meninggalkan jendela lalu menghadap sebuah kaca besar didalam kamarnya. Hanyut dalam pemikirannya sandiri, sekilas wajahnya menyendu, namun ia tepis sebisanya.

“Hm, aku memang perlu mandi.” Ia nyengir sambil menatap dirinya sendiri, lalu bergegas ke kamar mandi.

 

 

***

 

 

“Selamat pagi mah, aku kangen mama.” Ace memeluk mamanya saat tiba di ruang makan.

“Pagi. Loh, loh, kenapa kok bisa, padahal kita ketemu setiap hari?” Lisa tersenyum manis.

“Hm, ada deh, hehe.” Ace nyengir.

Sebenarnya ada hal yang mengganjal di hatinya, tapi ia pun sulit untuk menjelaskan.

“Mah, hari ini aku mau konsul novel sama mbak Ara dari penerbit Promedia, pulangnya aku mau ketemu papa boleh?” Suara Ace sedikit mencicit.

“Wah, novel kamu ada yang dipinang penerbit? Pantesan kamu betah banget diem di kamar. Tapi, kenapa pulangnya mau ketemu papah? Bukannya sudah kesepakan kita, kamu ketemu papah setiap akhir pekan saja?” Wajah ibunya yang sejak awal ceria berubah menyendu.

“hm, ntahlah, mungkin aku lagi kangen papa hari ini. Dan lagi, aku mau pinjam beberapa buku papa untuk referensi.” Ace menjelaskan.

“Kemarin kan udah pinjem banyak buku papa, dan biasanya cukup untuk seminggu. Emang kamu udah baca semuanya sampai habis?”

“Oh, ayolah mamaku yang cantik di tingkat para dewi, nanti kalo mama ijinin aku kasih mama kembang gula yang aku beli di pasar malam nanti.” Ace merayu.

Lisa terkekeh, “Kamu, baiklah kalau begitu.” Menghela napas, “Segera habiskan sarapannya, nanti kamu telat.”

Tanpa menjawab Ace segera menyantap sarapannya.

 

***

 

Ace duduk di dekat jendela sebuah Cafe yang telah disepakati untuk bertemu mbak Ara. Memesan secangkir Matcha Greentea kesukaanya sembari menunggu kedatangan si empunya janji. Kadang dia melihat jam tangan yang dipakainya untuk mengetahui sudah pukul berapa sekarang.

“Mbak Ara disini!” Ace melambaikan tangan pada sosok wanita dewasa yang tengah memasuki cafe.

“Hai, udah lama nunggu?” orang yang di panggil mba Ara menghampiri lalu berjabat tangan.

“Belum mbak, baru aja dateng.”

“Oh. Maaf ya tadi agak macet di jalan.” Ara mengangkat tangan, seorang Waitress menghampiri. Memesan minuman lalu beralih lagi kepada Acelin.

“Bisa kita mulai sekarang Acelin? Soalnya saya gak bisa lama-lama ninggalin kantor.”

“katanya, lebih cepat lebih baik mbak.” Canda Acelin.

Dan mereka pun mulai berdiskusi.

 

***

“Acelin, saya duluan ya, udah diteleponin kantor nih, padahal saya udah ijin.”

“Oh, iya mbak hati-hati. Makasih atas waktunya.”

“Yaps, see you Acelin.”

Sepeninggalnya Ara, Acelin pun mengemas barang-barangnya yang sempat tercecer. Bersiap untuk pulang. Kertas-kertasnya ia genggam di dada lalu berdiri, hendak melangkah namun bertabrakan dengan seseorang yang sedang lewat. Kertasnya kembali tercecer di lantai, dan ia berjongkok untuk memungutnya.

“Ah, maaf.” Suara cowok itu meminta maaf.

Acelin tercekat, yang sebelumnya hendak tersenyum untuk menunjukan tidak apa-apa mendadak kaget tidak melanjutkan kata-katanya saat mendengar suara cowok itu. Suara yang sangat Acelin kenal. Ia bingung harus memasang mimik apa di wajahnya jika sampai ia melihatnya. Diam atau tersenyum. Tanpa sadar dia malah berlari meninggalkan si cowok. Cowok yang hendak berjongkok untuk membantu memungut kertas Acelin yang terjatuh tadi memasang ekspresi wajah yang tidak bisa dibaca. ‘Acelin’ gumaman dalam benaknya. Ia sempat melihat wajah Acelin sekilas.

 

***

Terengah dan gemetar.

Kaki Acelin gemetar saat dipaksa berlari sekencang mungkin hingga ia sampai di sebuah taman yang tak jauh dari lokasi cafe tadi. Napasnya terengah, paru-parunya kering minta diisi oksigen. Tepat ia berhenti di depan sebuah bangku taman, berjalan mendekat lalu duduk disana. Bersandar sambil menghadap langit, Acelin menetralkan napasnya.

“Kenapa dia ada disini?” Acelin menarik napas lelah. “Bukannya dia lagi kuliah di Amrik.” Lanjutnya.

2 Komentar

  1. Nahh loh Ace ketemu siapa ituuu sampe langsung ngehindar gtu
    Ditunggu kelanjutannya
    Semangatttt

  2. Hai hai
    Saran, gmn klo ditambahin kata [ratings] diatas tulisan dikau spy nnt muncul lope lope bwt kita2 klik untuk mengapresiasi karya ny dikau
    -Pake kurung [ ]
    -Pake huruf r
    -Pake huruf s dibelakangny
    Jdi diedit dlu sedikit
    Dan klo mau nulis cerita lainny nnt, tulis [ratings] ny diketik ulang yak, jngn dicopas, klo copas nnt ga muncul lope2nya
    Yuks dicba
    Mga berhasil
    Ps: tp klo dikau ga mau pake lope2 jg ga apa2 kok hehe