Vitamins Blog

QUEEN’S CURSED : PART 7

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

43 votes, average: 1.00 out of 1 (43 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Philip melirik kesana kemari saat ia memasuki dapur istana. Ia ingin bermain, mencari kawan yang selalu ia temukan di taman atau pun di ruang bawah tanah. Ia melihat banyak pelayan yang berlalu lalang sambil membawa bakul berisikan makanan. Salah satu pelayan dengan membawa nampan berisikan roti dan biskuit melirik kearahnya. Pelayan itu menghampirinya sambil menyodorkan nampan tersebut kepada Philip.

“Selamat pagi, Pangeran,” Sapa pelayan itu. “Anda mau biskuit, Pangeran?”

Philip dengan cepat menggelengkan kepalanya. “Tidak. Aku ingin mencari temanku disini.”

Pelayan itu mengerutkan dahinya. “Teman?”

Philip mengaggukkan kepala. “Iya, temanku. Dia mengajakku ke ruang bawah tanah dapur.”

Pelayan itu mengerutkan dahinya. Ia menegakkan tubuhnya sambil meletakkan nampannya di meja terdekat.

“Mungkin aku tahu siapa teman yang Pangeran maksud.”

“Benarkah?” Philip melebarkan matanya senang.

Pelayan itu menganggukkan kepalanya. Ia menjulurkan tangannya sambil menggenggam tangan Philip, membawanya keruang bawah tanah yang ia maksud.

“Aku belum pernah melihatmu sebelumnya,” Philip berkata sambil menuruni tangga ruang bawah tanah.

“Benarkah?” Pelayan itu mengangguk sambil tersenyum. “Iya, Pamgeran. Saya adalah pelayan baru disini. Perkenalkan nama saya Rosalie.”

“Rosalie?” Philip tampak berpikir. “Oh… kau adalah wanita yang dibawa dari medan perang!” Sambil berteriak, Philip menunjuk Rosalie dengan telunjuknya.

“Iya, Pangeran.”

Mereka menuruni anak tangga terakhir. Rosalie mengambil obor yang berada di sampingnya. Philip terus menggenggam tangan Rosalie sambil terus melirik ke kiri dan ke kanan. Ruang bawah tanah itu mempunyai banyak bilik di sepanjang lorong dan bilik-bilik itu adalah tempat penyimpanan makanan-makanan istana. Dari kejauhan mereka dapat mencium bau anggur yang di simpan di bilik paling ujung.

Mereka menghentikan langkah mereka saat melihat cahaya berwarna hijau melayang-layang di udara. Cahaya hijau itu tampak mencolok dan berlahan-lahan semakin besar hingga lebih tinggi beberapa inchi dari Rosalie. Dan dari balik cahaya hijau itu muncul sosok iblis dengan mata berwarna merahnya yang tersenyum kepada mereka berdua.

“Samuel!”

Philip berlarian kearah Samuel sambil memeluknya. Samuel terkekeh sambil mengangkat Philip, menggendongnya dengan kedua tangannya.

“Kau sudah lama pergi. Akhirnya kita berjumpa lagi,” Ucap Philip senang.

“Kau merindukanku, Pangerna?” Kata Samuel.

“Tentu saja. Karena kau akan selalu menjadi temanku di istana ini.”

Samuel mencium pipi Philip. “Iya. Aku dan Rosalie-lah satu-satunya temanmu disini.”

{

            “Aaron…”

            Aaron menoleh kearah ibunya yang tengah duduk bersandar di atas ranjang. Wajahnya cekung dan pucat, rambutnya semakin memutih, matanya sayu dan juga kantong mata hitam tampak jelas di wajahnya.

Terakhir kali ia menemukan Ratu Theresa pingsan di kamarnya dengan gelas teh miliknya pecah di atas karpet. Setelah memanggil tabib, Ratu Theresa di diagnosis terkena tuberkolosis sehingga ia harus berada di ranjang ini menghabiskan banyak waktunya untuk beristirahat.

Aaron menggenggam tangan Ratu Theresa. Sambil tersenyum, ia berkata: “Ya, ibu?”

            “Aku dengar kau memenangkan pertempuran dengan Raja Alexandre. Selamat atas kemenanganmu, nak.”

            “Terima kasih, ibu.”

            “Dan juga…” Ratu Theresa menghentikan kalimatnya. “Kau kembali membawa seorang gadis.”

            Aaron mengangguk. “Iya, ibu. Dia adalah pelayan Alexandre yang dibuang di medan perang. Aku membawanya karena dia terlihat…. sangat tak berdaya.”

            Ratu Theresa memejamkan matanya sambil menghela nafasnya. “Kau tahu, Aaron? Aku berpikir bila kau telah seperti Charles sekarang. Kau harus ingat, kau sudah mempunyai keluarga sekarang.”

            Aaron tersenyum sinis. “Iya, ibu. Aku ingat itu. Tapi, ibu harus ingat bagaimana pun kami tetaplah saudara.”

            “Aku tahu itu.”

Ratu Theresa meraih pipi Aaron sambil menatapnya dengan kedua matanya yang hijau, tampak menelisik sesuatu di wajahnya.

“Aku selalu berpikir dosa apa yang leluhurku lakukan sehingga kalian berada di lingkaran iblis. Aku takut bila kalian berdua….”

“Sudahlah, ibu,” Aaron menggenggam tangan Ratu Theresa yang berada di pipinya. “Kutukan itu sudah berakhir sepuluh tahun yang lalu.”

“Tidak…. Tidak… Belum saatnya.”

Pintu ruangan kembali terbuka dan menampakkan Philip yang tengah berlari menuju Aaron. Ia melonjak-lonjak lalu memeluk paha Aaron dan menenggelamkan kepalanya diantara kedua kaki ayahnya. Aaron mengelus rambut putranya sambil tersenyum. Philip mengangkat wajahnya. Ia melirik kearah Ratu Theresa dan Aaron bergantian. Lalu, putra Aaron tersebut tersenyum kepada nenek dengan mata bersinar-sinar.

“Nenek! Nenek!” Ia memanggil Ratu Theresa sambil melonjak-lonjak.

Ratu Theresa melirik dengan malas. Setiap melihat cucunya itu ia selalu teringatkan akan Ophelia, gadis terkutuk itu. Sungguh, ia berpikir bila cucunya ini mewarisi sifat terkutuk dari bibinya. Lihatlah tingkah anehnya yang selalu menceritakan temannya yang juga sama anehnya dengannya. Ia tidak tahu harus menyalahkan siapa, Claudia yang melahirkan Philip atau Ophelia yang mewariskan kutukan itu pada Philip.

Aaron mengangkat Philip ke pangkuannya. “Ada apa, sayang?”

“Ayah, aku mendapatkan teman baru!” Philip tidak lupa akan senyum lebarnya. “Dia ada di ruang bawah tanah.”

Aaron masih mendengarkan perkataan Philip. Ia tidak tahu bila Ratu Theresa memandang mereka dengan keterkejutan yang sangat pekat.

Philip kembali bercerita. “Dia menemaniku ke suatu tempat yang jauh. Dia berkata tempat itu di India. Samuel bercerita bila bibiku pernah tinggal disana di salah satu kuil tempat para orang suci tengah bersembayang,” Philip mengerutkan dahinya. “Ayah, apa aku punya bibi? Ayah tidak pernah bercerita kepadaku.”

“Bi-bi…?”

Aaron ingin menjawab walau ia takut dan tak yakin apa yang harus ia jawab. Tapi Aaron membuka mulutnya, terdengar suara tarikan nafas berat disampingnya. Pandangannya teralih dari Philip ke Ratu Theresa yang tengah membelalakkan matanya dan tampak tercekik akan sesuatu. Mulutnya terbuka seola-olah mencari oksigen di sekitarnya. Salah satu tangannya mengajung ke belakang Aaron. Mulutnya berusaha mengeluarkan beberapa patah tapi lidahnya tak sanggup untuk bergerak.

“Ibu… Yang Mulia Ratu….”

“Pe…. Di…a…”

Hanya beberapa patah kata yang tidak dapat di mengerti. Aaron tampak panik. Ia menyuruh Philip untuk memanggilkan tabib segera.

“Ibu… Ada apa?”

Aaron menggenggam tangan Ratu Theresa. Ia bingung harus melakukan apa. Ibunya tampak ingin mengatakan sesuatu yang penting di katakan di sela-sela tarikan nafasnya yang terhambat.

“Ib…lis…. bela…kang…”

Dua kata yang terucap sepenggal-sepenggal tapi kali ini Aaron dapat memahaminya. Aaron menaikkan alisnya antara bingung dan tak percaya. Tapi refleks ia memutar kepalanya kebelakang, tepat di tempat Ratu Theresa menunjukkan sesuatu. Tapi ia hanya melihat bayangan dirinya yang terpantul di cermin, duduk di samping ranjang Ratu Theresa. Tidak ada hal lain yang ia lihat disana, hanya pantulan dirinya saja.

{

            “Kau tampak mengenali anak kecil itu.”

            Samuel melirik dibalik ekor matanya. “Philip maksudmu? Kami sudah lama berteman.”

            “Benarkah?” Rosalie tersenyum saat ia mengingat wajah Philip yang ceria. “Dia sangat manis.”

            “Sama sepertimu.”

            Rosalie menghentikan langkahnya menelusuri lorong. Ia membalikkan badannya menghadap Samuel.

            “Bukankah…. dia anak terkutuk? Dia dapat melihatmu tadi.”

            Samuel mengangguk. “Ya, dia adalah anak terkutuk. Suatu kehebohan di istana bila mendapatkan salah satu anggota keluarga kerajaan adalah anak terkutuk yang masih tinggal di istana. Aaron sebagai ayahnya telah mengetahui hal itu tapi ia berusaha untuk menutupinya dari Raja Charles.”

            Rosalie mengangguk mengerti. Ia kembali melanjutkan langkahnya. Kali ini lebih pelan dan lebih berhati-hati saat menapakkan kakinya di karpet lorong. Mendengar penjelasan Samuel, Rosalie baru saja mendapatkan ide. Ide yang dapat membantunya menjalankan tujuan hidupnya.

            Rosalie ingin membuka mulutnya untuk mengatakan hal itu sebelum ia melihat Charles yang tengah berjalan di lorong istana menuju kearahnya. Rosalie melangkah ke pinggir lorong sambil menundukkan kepalanya, memberi hormat kepada Charles. Charles melewatinya dengan santai, terlihat ia tak memperhatikan pelayan yang berada di pinggir lorong dengan mata melirik terus kearahnya.

            Beberapa langkah Charles melewati dirinya, tiba-tiba saja langkahnya terhenti. Sejenak ia berdiri di tempat terakhir, lalu ia memutar tubuhnya menghadap Rosalie yang masih menundukkan kepala. Rosalie segera mengalihkan pandangannya dari Charles. Kali ini ia memandang kearah bawah, ke ujung roknya yang menjuntai di sana.

            Ia dapat mendengar suara langkah kaki Charles yang berjalan kearahnya. Lalu, ia dapat melihat sepatu Charles yang mengkilap berada di hadapannya. Charles menundukkan kepalanya dengan raut menyelidik, memandang kearah wajah Rosalie.

            “Aku merasa pernah bertemu denganmu, bukankah begitu?”

4 Komentar

  1. Aku merasa pernah bertemu denganmu, bukankah begitu?

    Deg deg deg deg

  2. apa tindakan yang kau lakukan selanjutnya rosalie

  3. semakin penasaran lanjutannya

  4. klo lihat cewek cantik mah charles mana bisa ga lirik :KETAWAJAHADD :KETAWAJAHADD