Vitamins Blog

A GIFT FOR THE DEATH

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

24 votes, average: 1.00 out of 1 (24 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

Semuanya akan menemui Kematian. Manusia, hewan, dan tumbuhan pasti akan menemui Kematian suatu saat nanti. Sebelum itu ia harus bertemu dengan Kehidupan dan menjalaninya sepanjang waktu yang di tentukan.

 

Kematian selalu membawa sabitnya yang besar dan juga tajam. Suaranya sangat mengerikan disaat sabit itu mencabik nyawa manusia yang akan ia tuai. Tubuhnya yang di tutupi tudung hitam membuat semua orang tidak dapat melihat dirinya.

 

Kehidupan dan Kematian adalah hal yang berbeda, bersebrangan, tidak akan bisa menyatu, begitu kata manusia. Hingga di suatu saat Kematian bertemu dengan Kehidupan secara langsung. Sebelumnya mereka hanya berpapasan sebentar dan tidak pernah bercakap secara langsung.

 

Disuatu rumah sakit, Kehidupan memberikan anugrahnya kepada seorang bayi yang baru lahir. Bayi itu sangat mungil dengan kulitnya yang sangat rapuh. Kehidupan tersenyum saat ia membuat bayi itu dapat menghirup udara segar di dunia ini untuk pertama kali. Kehidupan di kaget dengan suara alat-alat kesehatan yang berbunyi dengan kerasnya di ruangan tersebut. Alat-alat itu terhubung dengan seorang ibu yang berada di samping dirinya yang tengah tertidur sehabis melahirkan.

 

Pintu ruangan terbuka dan menampakkan dokter yang datang dengan terburu-buru menuju ranjang tersebut. Kali ini Kehidupan dapat merasakan hal lain. Tak beberapa lama kemudian, Kematian memasuki ruangan dengan sabitnya yang besar. Kehidupan terkesiap dan ia segera menghalangi Kematian.

 

“Apa yang akan kau lakukan?” Tanyanya.

 

Kematian menyipitkan matanya, tak suka bila Kehidupan menghalangi dirinya. “Tentu saja aku akan mengambil nyawa wanita itu.”

 

“Tidakkah kau lihat dia baru saja melahirkan anaknya? Dia juga belum menimang anaknya sehabis melahirkan.”

 

“Itu bukan urusanku, Kehidupan,” Kematian mendorong Kehidupan menjauh darinya. “Minggir.”

 

Dengan langkah lebar, Kematian menghampiri ranjang tersebut dan segera menghunuskan sabitnya ke wanita itu. Kehidupan tidak bisa menghentikannya, ia memilih untuk menutup matanya melihat kejadian yang mengerikan ini. Dan disaat suara nyaring dari alat kesehatan itu berbunyi dengan keras dan di susul oleh suara tangisan bayi, di saat itulah Kematian telah selesai mengambil nyawa manusia tersebut.

 

Tangisan bayi itu terus terdengar dan membuat Kematian menghampiri box kecil di samping dokter. Ia mendongak kebaliknya dan melihat bayi itu masih menangis di dalamnya. Melihat hal itu, Kehidupan segera meraih bayi itu dan menjauhkannya dari kematian.

 

“Jangan… Jangan sentuh bayi ini. Dia masih kecil.”

 

Kehidupan mendekapnya dengan protektif. Kematian memandang mereka berdua dengan pandangan mengejek. Lalu, ia memilih untuk keluar dari ruangan tersebut.

 

 

Semenjak kejadian itu Kehidupan selalu berusaha untuk menghindari Kematian. Ia tidak ingin berpapasan dengannya. Ia tidak ingin melihat sabit miliknya mengoyak jiwa manusia dengan mudahnya di depan matanya. Kehidupan berjalan di jalanan setapak sebuah desa. Ia mendapatkan tugas untuk memberikan anugrah kehidupan di desa terpencil di dekat gunung. Ia terus membayangkan bayi kecil yang akan ia beri kehidupan nantinya. Bayi kecil yang imut dan menggemaskan dan selalu yang ingin ia lindungi dari Kematian.

 

Kehidupan terkejut saat ia melihat Kematian yang baru saja keluar dari rumah yang akan ia singgahi. Sambil membawa jiwa yang akan ia anugrahkan, Kehidupan segera menghampiri Kematian.

 

“Apa yang sudah kau lakukan?” Semburnya segera.

 

Kematian menghela nafasnya. “Kenapa kau selalu menanyakan hal itu?” Kematian menunjuk kearah jendela tempat seseorang yang telah berbaring di sana. “Apa kau ingin menganugerahkan pria tua itu? Dia sudah tua dan tidak membutuhkan kehidupan lagi. Carilah wanita yang baru saja melahirkan dan anugrahkan saja bayinya.”

 

Kematian mengatakan hal itu dengan sangat santai. Mengatakan hal-hal yang tidak manusiawi di depan matanya sambil memperlihatkan senyuman mengejeknya. Kehidupan menipiskan bibirnya sambil melotot kearah Kematian. Segera ia mengambil jiwa tersebut dan berlari ke dalam rumah.

 

“Hei! Kehidupan!”

 

Kehidupan menghampiri pria tua yang masih terbaring disana. Ia bisa merasakan tidak ada lagi kehidupan di di dalam tubuhnya. Kehidupan mengambil jiwa tersebut dan membacakan mantranya agar jiwa itu kembali ke dalam tubuhnya. Kematian datang dan melihat apa yang baru saja di lakukan oleh Kehidupan. Pria tua itu kembali hidup dan tugasnya kali ini gagal.

 

“Kau…” Geramnya.

 

Kematian melangkah dengan cepat dan segera melambaikan tangannya ingin memukul Kehidupan. Hingga, salah satu suara menghentikannya, membuat mereka berdua beralih dari masalahnya.

 

“Kakek…”

 

Anak perempuan dengan tubuh kecil rampingnya memasuki ruangan dan berlarian menuju ranjang pria tua tersebut. Ia membawakan bunga dan juga se-toples madu. Berlahan-lahan pria tua itu terbangun dari tidurnya dan tersenyum melihat cucu perempuannya datang menjenguknya.

 

“Aku membawakan madu dan bunga krisan untuk kakek. Kakek suka dengan teh madu dan bunga krisankan?”

 

Pria tua tersebut mengangguk. Mereka saling bercakap sejenak. Kematian mengamati interaksi mereka berdua. Ia tidak sadar bila Kehidupan juga ikut mengamatinya. Kehidupan tersenyum dan ia membisikkan sesuatu kepada Kematian.

 

“Apa kau pernah mendengar mengenai mati suri?” Kematian tidak menjawab. “Bila pria ini mati, pasti anak kecil ini akan sendirian di dunia ini. Mungkin kau tidak menyadari itu sebelumnya.”

 

Kehidupan berjalan melewati Kematian. Kematian masih berada di sana, tetap setia melihat kedua manusia itu terus bercerita mengenai sesuatu. Hingga, Kematian tertegun akan salah satu kata-kata yang keluar dari mulut anak kecil tersebut. Ia tidak mengerti dengan maksud dari kata tersebut. Tapi anak kecil dan pria tua itu terlihat senang. Satu kata yang membuat dirinya berpikir, apakah dia terlalu kejam kepada manusia?

 

 

“Apa itu cinta?”

 

Kematian bertanya kepada Kehidupan. Kehidupan menoleh dan menatap kearah Kematian.

 

“Cinta?” Kehidupan tampak berpikir. “Sesuatu rasa yang saling dimiliki oleh dua orang. Rasa selalu ingin melindunginya, bersama dengannya, dan menghargai dirinya bagaimana pun keadaannya.”

 

Kematian bergumam. Kehidupan menatapnya dengan tatapan penasaran.

 

“Ada apa, Kematian?”

 

Kematian menggeleng. “Aku hanya ingin meminta maaf.”

 

“Hm?”

 

“Aku minta maaf karena terlalu meremehkanmu dan juga sesuatu yang sedang kau lindungi. Seharusnya aku tidak seperti itu.”

 

Kehidupan tersenyum. “Tidak apa-apa. Ini hanya salah paham.”

 

“Terima kasih.”

 

Kehidupan tertegun saat ia melihat senyuman pertama kali terpancar di wajahnya. Dan disaat itulah Kehidupan mulai merasakan sesuatu yang berbeda dari Kematian. Kematian mencoba untuk menjadi dekat dengan Kehidupan. Ia ingin melakukan sesuatu yang berguna seperti Kehidupan walaupun itu bukalah khodratnya.

 

Kematian tidak ingin mencampuri urusan Kehidupan dan begitu juga dengan Kehidupan. Kehidupan menerima Kematian sebagai temannya. Ia tidak pernah menyangka sebelumnya mereka akan bisa berteman. Bukankah mereka itu berada di pihak yang berlawanan? Semenjak kejadian di rumah itu, Kematian mencoba untuk merubah dirinya. Mengubah pemikiran manusia bila ia adalah hak yang tidak di inginkan manusia. Begitulah yang ia pikirkan, tapi terkadang Kematian selalu bertanya mengenai dirinya kepada Kehidupan.

 

Disaat malam bulan purnama, semua kunang-kunang beterbangan di langit malam. Mereka memancarkan warna kuning-kehijauan bagaikan lampion. Kematian dan Kehidupan tidur di atas rerumputan. Mereka meninggalkan semuanya, jati dirinya dan tugas mereka. Kehidupan meringkuk di samping Kematian. Kematian membelai rambut pirang Kehidupan sambil menatap kearah bulan purnama.

 

“Kehidupan,” Panggil Kematian yang dijawab dengan gumaman oleh Kehidupan. “Kenapa semua orang menyukaimu? Kenapa mereka membenciku? Manusia tidak pernah mengharapkan Kematian.”

 

Kehidupan mendongak. “Karena kau adalah kebenaran yang pahit dan aku adalah kebohongan yang indah. Manusia sangat menyukai hal yang indah. Ia tidak peduli bila itu adalah kebohongan ataupun kebenaran.”

 

Kematian mengeratkan pelukannya di pinggang Kehidupan. “Selama ini aku sendirian. Aku merasa hampa, aku merasa tidak di inginkan dan di benci. Aku iri padamu, Kehidupan. Aku berharap ada seseorang yang mencintaiku seperti dirimu di cintai oleh banyak orang.”

 

Kematian menoleh ke wajah Kehidupan yang bersinar cerah. Ia sudah terlelap di pelukan Kematian. Kematian mengamati wajah Kehidupan lekat-lekat. Walaupun tertutup, ia bisa ingat bola mata Kehidupan berwarna hijau terang menyejukkan, tidak seperti dirinya berwarna merah menakutkan. Kulitnya mulus berseri dengan bibir ranumnya yang berwarna merah bagaikan buah cherry.

 

Berlahan, Kematian mencium bibir Kehidupan. Bila manusia yang mendapatkan kecupan ini, manusia tersebut akan mati. Tapi tidak dengan Kehidupan, Kehidupan tidak akan pernah mati olehnya. Ada sesuatu yang keluar dari mulut Kematian dan berpindah ke mulut Kehidupan. Sesuatu yang bulat berwarna hitam dan berlahan-lahan memudar di saat Kematian melepaskan ciumannya. Kehidupan membuka matanya. Ia mengerjap-ngerjap sejenak, lalu kembali bergelayut manja di lengan Kematian.

 

“Suatu saat aku akan memberikanmu hadiah, Kematian,” Ucap Kehidupan lirih. “Agar kau tidak kesepian lagi.”

 

 

Semenjak hari itu, Kehidupan tiba-tiba saja menghilang dari Kematian. Kematian tidak pernah melihat Kehidupan lagi. Kehidupan seperti menghilang dari dunia. Ia selalu menunggu Kehidupan di rumah sakit saat ada wanita yang akan melahirkan. Tapi, Kematian tidak pernah melihat Kehidupan di sana. Kehidupan seperti menghindarinya.

 

Kematian menundukkan kepalanya, membuat dirinya semakin tidak nampak di balik tudung hitamnya. Mungkin sudah waktunya ia kembali seperti semula, melakukan tugas menuai jiwa manusia.

 

Hari demi hari, Bulan demi bulan, tahun demi tahun, Kematian terus melakukan tugasnya menuai jiwa manusia. Hingga ia mendapatkan tugas untuk menuai jiwa manusia di rumah sakit khusus anak. Kematian memasuki ruangan dengan dekorasi warna-warni di tersebut. Di lantai berserakan mainan seperti kuda-kudaan atau pun puzzle. Kematian beralih ke ranjang tempat jiwa anak kecil yang akan di tuainya.

 

Kematian mengetatkan genggamannya pada sabitnya. Ini adalah pertama kalinya ia menuai jiwa anak kecil. Biasanya ia selalu menuai jiwa manusia dewasa atau pun manusia lansia. Hatinya bergetar saat ia melangkan kakinya mendekati ranjang anak kecil tersebut.

 

Dia anak perempuan, pikir dirinya. Rambutnya berwarna hitam legam seperti dirinya. Dia tengah membaca buku dongeng yang mungkin diberikan oleh suster disini. Saat Kematian kembali mendekati dirinya, anak perempuan itu menyadari dirinya dan

menurunkan buku yang menutupi wajahnya. Kematian tertegun saat melihat warna mata anak perempuan tersebut, hijau terang yang mengejukkan.

 

“Papa…”

 

Kematian terkesiap, menyadari anak perempuan itu dapat melihatnya.

 

“Papa!” Anak perempuan itu meloncat dari ranjangnya dan memeluk kaki Kematian.

 

Kematian terdiam. Ia tidak bisa berkata-kata. Ini tidak masuk akal. Bagaimana bisa manusia melihat dirinya dan menganggap dia sebagai… ayahnya?

 

“Papa, Mama bilang suatu hari nanti Papa akan menjemputku.”

 

“Ma- Mama?”

 

“Iya,” Gadis kecil itu mendongak kearahnya. “Mama bilang Papa kesepian. Karena itu Mama mengatakan aku adalah hadiah untuk Papa. Mulai sekarang, aku akan menemani Papa selalu.”

 

“Aku… datang untuk mengambil nyawamu, nak.”

 

“Mama bilang Papa akan membawaku bersamanya dengan mencabut jiwaku. Mama mencintai Papa, karena itu Mama menghidupkanku. Mama bilang dia tidak akan selalu bisa bersama Papa, karena itu aku adalah hadiah untuk Papa agar Papa tidak kesepian lagi,” Gadis kecil itu tersenyum. “Aku juga mencintai Papa.”

 

Kematian terdiam. Kakinya lemas, begitu juga dengan tangannya, sabitnya terasa sangat berat. Kematian menjatuhkan sabitnya dan duduk terdiam dengan kepala menunduk. Untuk pertama kalinya ia merasakan namanya menangis. Cairan berwarna bening keluar dari sela-sela matanya.

 

“Kau adalah Kebenaran yang pahit.”

 

“Aku berharap ada seseorang yang mencintaiku seperti dirimu di cintai oleh banyak orang.”

 

Kematian menangis tersedu-sedu. Ia telah merasakan apa yang di rasakan oleh Kehidupan sendiri. Mencintai dan dicintai. Kematian tidak menyangka bila Kehidupan mencintainya, ia juga tidak menyangka bila salah satu manusia ini mencintai dirinya. Untuk bertemu dirinya, gadis ini rela menghadapi Kematian. Kematian tidak membuatnya takut karena Kematian bagian dari Kehidupan. Kematian selamanya tidak terlihat buruk. Bila kau mengerti makna dari Kematian tersebut.

1 Komentar

  1. :inlovebabe :cintakamumuach