Vitamins Blog

Oh My Fake Bo(ss)yfriend || Gimana?!

Bookmark
Please login to bookmarkClose

No account yet? Register

18 votes, average: 1.00 out of 1 (18 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Lo susah sinyal? Pinjem aja radar si bos. Kan sinyalnya kenceng tuh, lo bohong aja doi tahu. Sayangnya radarnya suka eror kalo kata kuncinya ‘pa kabar mantan?’” @A_Inay

P.S

Jujur, sebenernya saya hampir kehilangan karakter Iva ini sendiri yang sebenernya saya ambil dari karakter sahabat-sahabat saya. Saya harus menbaca lagi dari part sebelumnya buat kenalan lagi sama karakter Arivah Inayati. Tapi semakin lama, saya mulai tidak mengenali sosok Arivah ini, jadi mohon maaf kalo ternyata ini mulai gak jelas 🙏🙏🙏

Terima kasih buat kalian yang masih mau baca cerita saya 😊😊 Happy reading

“Gimana?!”
Pagi ini aku tengah mendengar sesi kultum pagi bersama bapak Dimas Wirmansyah yang terhormat, bertempatkan di kantor sempitnya, aku mendengar kultumnya dengan khitmat. Aku tidak sendiri, aku ditemani dengan meja kursi lengkap dengan kesemrawutan di atasnya, sepertihalnga kertas yang sedang menumpukkan diri berjamaah, atau  map warna-warni yang gagal jadi pelangi, atau pulpen yang selingkuh dari tutupnya dan sekarang dicampakan begitu saja di kolong meja.
Bukan tanpa alasan aku berdiri di depan meja Dinas dengan kepala tertunduk, sampai aku bisa melihat kuku jempol kakiku yang mulai memanjang dan buluk.
Hmmmn, nampaknya medipedi sepulang kerja menggiurkan nih.
Pagi ini, aku tidak sengaja–well, setengah kesurupan sebenarnya–menerjang pintu kantor pak bos yang sialnya tengah mendapat kunjungan dari supervisor cabang Tanggerang. Karena aku terlanjut masuk dengan berteriak bak orang kesetanan sambil membawa nampan dan kopi, sekejap itu juga aku bertukar peran jadi Ijah.
Si tamu tampak linglung namun tetap menerima kopi yang aku berikan sementara Dimas memelototiku siap menerkam. Setelahnya aku buru-buru keluar dan mendekam di toilet selama hampir satu jam lamanya. Merenungi kebodohan diri sendiri.
Lalu seolah kesialan ini belum berakhir sebelum hari pun berakhir, aku mendapat kesialan keduaku, yakni: mendengarkan ceramah Dimas yang … sebagian besarnya tidak begitu aku dengar. Atau mungkin telingaku otomatis menulikan diri 🤣
Sisi baiknya aku tidak kena pilnati alias surat kmapret bin laknat a.k.a Surat Peringatan. Tapi sisi terburuknya aku harus menjadi budak Dimas selama setidaknya dia bilang seminggu. Contohnya, menyiapkan kopi setiap pagi, menyiapkannya makan siang, menemaninya kalo meeting dengan klien, dsb. Secara singkatnya, aku jadi asisten pribadi alias babysitter Dimas.
Bukannya senang yang ada gue malah kesal, ini sih akal-akalan ini orang aja buat nindas gue.
“Oh iya, untuk memulai hukuman, tugas pertama kamu sore ini kamu harus ikut saya.”
Begitulah sepenggal titah absurd sang tuan pada sang ajudan. Singkat, padat, dan tidak jelas.
“Gimana??”
“Kamu ikut saya setelah pulang kantor hari ini,” ulang Dimas.
“Maksud saya, dalam urusan apa saya harus ikut dengan bapak?”
“Saya ada urusan penting, jadi kamu harus ikut.”
Duuuh, pengen banget dah gue jambak ginjalnya. Tapi bukan Arivah Inayati namanya kalo nurut begitu saja!
“Tapi kan itu sudah di luar jam kantor pak, berarti bukan lagi pekerjaan saya.”
Dimas bangkit dan sekarang berdiri menjulang di depanku. “Ini bukan lagi masalah jam kerja, ini perintah. Selama kamu masih bejerka dibawah naungan saya kamu harus melakukan tugasmu sekalipun itu di luar jam kerjamu.”
Teng! Teng!
Sepertinya bell tanda pertandingan sudah dimulai, aku melepas topeng sopan-santunku sebagai bawahan sekarang aku maju sebagai Arivah Inayati yang sebenarnya. Aku bersedekap, siap menantang.
“Meskipun ini perintah, tapi prinsip gue, ‘kalo itu udah di luar jam kerja, berarti bukan urusan gue! Sekalipun yang menyuruhku jenderal, kalo sudah jam kerja kelar ya kelar!’ SOP perusahaan juga kan gitu, lo enggak baca emang?”
Eat it, monky!
Dimas diam sejenak, matanya masih mengawasiku, awalnya biasa saja tapi setelah lima menit berlalu aku mulai tidak nyaman.
Fix deh, kayaknya ini orang kesambet setan lewat. Aduh, gimana dong?!
“Ada saja jawaban kamu ya, Naya.”
Aku kebingungan dengan pernyataan Dimas yang mendadak itu. “Gimana?”
Dimas maju selangkah lagi sampai sekarang hampir tidak ada jarak di antara kami. “Saya jadi tidak bisa berpura-pura galak di depan kamu, ada saja tingkah kamu yang buat saya tidak bisa marah.”
“Ya bagus dong,” celetukku asal. Sebenarnya aku tidak paham dengan apa yang dikatakan Dimas, karena tidak ingin terlihat tolol, mari kita jawab saja sekenanya.
Dimas terkekeh rendah sampai-sampai membuatku merinding disko sebelum berbisih amat pelan. “Unfortunately, that’s what makes you look attractive in my eyes.”
Tanpa aba-aba, Dimas mencondokan tubuh hendak menciumku namun secepat itu pula aku menahan jidat Dimas dengan sebelah tanganku dan menutup mulutku dengan sebelah tangan yang lain. Gerakan impulsifku itu membuat kami sama-sama terkejut; Dimas yang terkejut dengan penolakanku dan aku yang…tentu saja terkejut dengan soang yang satu ini.
Main nyosor aja, heran dah.
Jujur saja aku mendadak hilang akal dan tidak tahu harus bicara apa, jadi yang aku lakukan saat itu hanya mengubah diri menjadi arca di depan Dimas.
Dari sudit mataku aku masih bisa mengawasi Dimas yang sekarang tengah memperhatikanku tanpa bicara. Pria ini tidak tampak tersinggung atau terganggu. Dia hanya diam persis setupa Borobudur.
“Saya tunggu kamu di lobi pukul lima nanti,” mulai Dimas setelah beberapa saat jadi setupa. “Kamu boleh keluar.”
Dan tanpa menunggu perintah dua kali dari pak bos, aku cepat-cepat keluar dari kantor neraka tersebut, berjalan lebar-lebar menuju kubikelku, setelah di tempat aku segera menjatuhkan diri tertelungkup.
Sial, sial, sial! Barusan itu apaan sih?!
“Cieee yang baru dapet hukuman,” Jeje dan segala tampang jahilnya. Aku segera mendelik garang pada spesimen manusia tersebut, serta merta hanya untuk memuntahkan kata-kata mutiaraku.
“Bacot lu!”
“Idiiih, sewot. Lo diapain emang sama si bos….”
Aku tidak lagi mendengarkan ocehan Jeje, yang ada dalam kepalaku hanya sepenggal kalimat Dimas dan prilaku pria tersebut yang mulai tidak normal lagi.
Sialnya, kenapa mesti kejadian sama gue?!
Pukul lima kurang, aku sudah menyelesaikan segala urusanku, bos besar masih tertahan di ruangan karena bosnya dari bos besar datang untuk melakukan kunjungan. Tanpa basa-basi aku membereskan mejaku dengan kecepatan seorang pro, sampai-sampai Jeje dan yang lain keheranan. Aku segera ngacir pamit, sesampainya di lobi aku segera disambut oleh mamang ojol yang telah kupesan sebelumnya, dan saat pukul lima pas, aku sudah seperempat jalan. Ponselku berdering selama perjalanan namun aku abaikan, tanpa repot-repot melihat aku tahu itu adalah Dimas.
Bodo amat ahh, bodo kalo lo mau marah beneran atau pura-pura, gue enggak peduli. Shit!

***

Pulang kerja itu, enaknya leye-leye dulu sambil nonton tv, ditemani dengan kripik singkong sisa kemarin malam, juga minuman soda yang menggoda iman. Anggap saja refreshing diri sebelum mandi, ya itung-itung nikmati aroma sedap tubuh sendiri sebelum tergantikan oleh aroma sabun.
Jorok anat lu, Vah.’
Bodoooo.
Hapeku bergetar untuk–kurang paham deh udah berapa kali gitu–nama ‘Dimsun Neraka’ muncul di atasnya. Aku memang sengaja tidak menjawab atau membalas pesannya karena aku memang sedang malas berurusan dengannya, terakhir aku berurusan dengannya malah berakhir dengan kerugian padaku sendiri.
Pukul setengah tujuh, aku baru mendapatkan niat mandiku ketika pintu kostku diketuk tiga kali. Tanpa perlu mengintip dari jendela, aku langsung membuka pintu dan sedetik berikutnya aku segera membanting pintu kembali.
“Anjir! Ngapain itu setan udah nongkrong di depan kostan?!” gumamku lebih pada diriku sendiri.
Pintu di belakangku kembali diketuk oleh si setan–setan yang ada di sana tidak seram memang, kelewat tampan malah. Tapi karena kelewat tampan itu jadi menipu mata para manusia yang kelakuan aslinya udah sering banget tukeran siftt sama setan. Siapa lagi yang aku maksud selain Dimas!
“Naya….”
“Ngapain lo di sini?!” teriakku.
“Saya sudah bilang kan, sore ini kamu ikut saya,” sahut si setan–maksudku Dimas.
“Gue kan udah bilang enggak mau alisa enggak minat!”
Dari luar tidak terdengar lagi pemaksaan, aku yakin Dimas tengah mengela napas penuh kesabaran. Kemudian suara pria tersebut berubah menjadi sehalus lagu ‘Rayuan Pulau Kelapa’.
“Sebaiknya kamu buka pintunya dulu, tidak sopan rasanya bicara sambil berteriak. Saya tidak ingin jadi tontonan penghuni kost yang lain atau warga yang mengira saya suami berengsek yang baru diusir karena ketahuan selingkuh.”
Jujur, godaan berteriak meminta tolong sampai penghuni kost dan warga kompleks pada keluar melayang-layang di pikiranku, dan bayangan Dimas yang diarak warga sepertinya menjadi pemandangan menarik. Tetapi, mari kita pikir ulang, kalau aku berteriak dan Dimas benar di gelandang warga, kerugian itu tetap melanda si remah-remah roti ini.
Contohnya, semisal ada salah satu penghuni kost atau warga yang memvideokan kejadian tersebut kemudia meng-uploud-nya ke medsos, tersebar kemana-mana terus dilihat temen TKku, temen SD, temen SMP, temen-temen SMA, terus temen-temen kuliah, lebih seram lagi kalo orang kampung tahu dan melapor pada ibu negara?! Bisa mati digantung gue sama si emak!! Belum lagi acara tv yang haus akan reting dan drama, tiba-tiba wartaberita deteng, terus gue nanti ditanya-tanya, berita masuk koran, gue dipanggil di acara talk show sana sink, sambil jualan kisah sedih gue, dan musik yang mengandung bawang agar para penonton ikutan nangis-nangis bombay, dan reting si empunya acara naik dengan GUE yang buka-bukaan kebusukan gue sendiri!
Duuuude!!!
“Naya.”
Aku sadar dari pikiran sekaligus rencana dramaku. Dimas kali ini tidak terdengar berteriak atau mengetuk, namun suaranya berubah menjadi membujuk dan memohon. Shit!
“Nyari siapa, Bang?”
Mampus lo!
Itu pak Dorman si penjaga kost, mungkin beliau sedari tadi memperhatikan.
Mampus lo, Vah. Bisa ribet urusan kalo pak Dorman ikut-ikutan manggil, bisa-bisa sekostan gedor-gedor kamer gue! Gue yakin sebagiannya hanya penasaran apa gue berubah jadi Belle setelah mendekam di goa Hiro ini, atau mereka ingin tahu apa aku mati bunuh diri atau mati dicekek kecoak.
“Mau ketemu pacar saya, Pak.”
Sembarangan!!!!
“Siapa? Oh, abang ini pacarnya mba Ipah? Ala mak….”
Gue yakin si Dimsun Neraka lagi senyum-senyum monyet di belakang pintu.
Pak Dorman ini memang keturunan Batak, yah keturunan keberapa gitu dari nenek moyangnya yang bermarga Sinagar, bodo ah gue gak peduli.
“Memang, mba Ipahnya tidak ada? Setahuku, dia sudah pulang.”
“Dia lagi ngambek sama saya.”
Mooooooonyeeeeeeeet!!! Kudu banget tuh diomongin?
“Bah! Macem mana bisa ngambek ke abang?! Kau apakan itu anak orang?”
Aduuuh, ini bakal panjang urusannya.
“Sejak kapan gue pacaran sama fakboi kayak elo?” sergahku begitu aku membuka pintu, dua orang di belakang pintu tersebut sontak menoleh, namun hanya satu yang tersenyum di antara mereka. Ya siapa lagi kalo bukan si Dimsun Neraka ini?
“Bah!! Si abang ini bilang, mba Ipah itu pacarnya, benar?”
Aku menatap Dimas sangar sebelum beralih pada pak Dorman. “Dia bos saya, Pak….”
“Baah….”
“Sekaligus … pacar saya.”
Bangek! Bangkek! Bangkeeeeeeek!!! Terkutuk kaaaauuu Dimsun Nerakaaaaaa!!!!!
Pak Dorman diam memperhatikan kami bergantian, aku memalingkan wajah sebisa mungkin agar tidak mendelik pada si setan yang sedang tersenyum kemenangan ini.
“Anak muda, bah! Sudah, kalian selesaikan saja urusan percintaan kalian itu! Tapi jangan ganggu penghuni kostan yang lain.”
Kemudian pak Dorman pergi masih sambil mengomel. Sekarang tersisa aku dan si Dimsun Neraka.
“Puas lo?!” semburku galak. “Drama banget dah, heran.”
“Bisa kita bicara?” todong Dimas.
Aku diam dulu, tanpa mengatakan apapun lagi aku membuka pintu sedikit lagi memberikan akses masuk pada Dimas.

***

“Jadiii???” todongku begitu kami duduk–well, di karpet ternyamanku.
“Malam ini ada arisan keluarga,” jelas Dimas memulai.
“Ya, terus??”
“Kamu juga ikut dateng.”
Aku melotot. “Ngapain?!”
“Kamu masih inget kan acara ulangtahun tante Lina istri om Rama?”
Well, karena waktu itu gue berubah jadi anjing laut di kolam bersama gorila ngamun … gue inget. Terus?”
“Om Rama mau kamu dateng lagi, kemarin dia belum sempet ngobrol kan sama kamu.”
Aku menarik alis. “Harus banget?”
“Harus, mengingat status kamu adalah pacar saya.”
Actually, fake, kalo lo lupa,” ralatku.
“Jadi kamu mau?”
Duuh, ini orang gak peka ngapa ya? Pengen banget gue sentil ginjalnya.
Hmn! Sebentar, kalo gue ngeiyain ajakan si Dimsun Neraka ini … terus gue dapat apa? Dapet makan gratis udah pasti, dapet kenyang udah pasti, abis itu apa? Gak ada!! Baaah!! Dia yang untung tetep aja gue yang rugi.
Tiba-tiba sebuah ide melintas di otak tumpulku.
“Oke, gue ikut … tapi dengan satu syarat!”
“Apa?”
Aku menyeringai kemenangan.
“Kasih gue libur.”
“Bera….”
“Tiga hari!” tukasku bahkan sebelum Dimas menyelesaikan kalimatnya.
Dimas mengela napas frustrasi. “Kamu….”

“Terima atau kamu pulang dan dateng ke acara arisan sendirian?”
Dimas menatapku dengan tatapan yang tidak terbaca namun wajahnya tetap selempeng jalan raya. “Haah!! Kalau bukan karena om Rama….” desah Dimas penuh fristrasi. “‘Kay! Kamu menang, kamu boleh dapet libur tiga hari asal kamu ikut saya sekarang.”
Dimas serta merta menggandengku namun segera aku tepis. “Main gandeng aja udah kayak truk gandeng, bentar dulu! Gue mau mandi dulu. Badan masih bau kecut gini mau diajakin ke acara arisan! Sinting lo?”
“Astagaaaaa! Saya kira kamu udah siap-siap!”
Aku tidak mempedulikan kemudian melenggang, tapi herannya Dimas masih mengekor.
Lah udah kayak anak ayam ini bocah!
“Eeet! Eet! Mau kemana lo?”
Dimsun Neraka mengedik bahu acuh sambil menjawab santai, “Barangkali kamu butuh bantuan buat gosokin punggung, saya siap.”
Seketika aku melongo. “Gimana?!”
“Bercanda, saya tunggu di mobil.” Dan sebelum aku sempat bereaksi apapun Dimas sudah meraup wajahku dan mencuri kecupan di puncak kepalaku, kemudian ia melepas begitu saja dan melenggang keluar meninggalkanku dengan kesyookan di wajahku.
Ba, bangkeeeeeek!! Apa-apaan itu?!

TBC 😅

8 Komentar

  1. rosefinratn menulis:

    Wkwkwkwkkwk,aku kangen si ipah ini,sumpah.

    1. Wkwkwkwk, makasih masih mau nunggu si Arivah :kisskiss :kisskiss

  2. Dhian Sarahwati menulis:

    Wkwkwkwkk…akhirnya ada lanjutannya..

    1. Happy reading :kisskiss

  3. Sily ayu ningtias menulis:

    Aaaaaaaa
    Nemu cerita yang ku suka :kisskiss

  4. Ari K. Yushinta menulis:

    :kisskiss

  5. rillapermatasari93 menulis:

    Kocak abis liat kelakuan abnormal mu vah :bantingkursi

  6. Indah Narty menulis:

    Wkwkwk