Vitamins Blog

Kella Rumble – 03

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

15 votes, average: 1.00 out of 1 (15 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

London ditimpa musim dingin, dan saat ini salju sombong telah mencapai masa-masa jayanya ketika berhasil mengubah banyak unsur menjadi sewarna dengannya: putih.

Kella tahu harinya akan memakan banyak waktu untuk meringkuk diam di depan perapian, tapi laptopnya butuh lebih perhatian ketimbang dirinya yang butuh kehangatan.

Pada akhirnya Kella memeluk diri dengan menjejalkan kaki di dalam sepatu bot berbulu yang ditelan lautan salju. Ia terus menyeret kakinya di dalam sana sampai jalanan yang telah dibersihkan menyambut kakinya untuk berjalan lebih ringan. Jalanan itu tak ubahnya seperti setapak-setapak bercabang di dalam kungkungan sawah putih.

Ketahuilah, Kella bukanlah makhluk yang keren tanpa laptop. Pekerjaannya terbekati olehnya, penghasilannya muncul lewat sana karena dengan laptopnya yang rusak, Kella sangat yakin hari-harinya akan buruk tanpa me-review satu cerita pun.

Oke, ponsel. Namun, Kella malas ambil risiko sakit mata—minus—karena faktor membaca beratus-ratus halaman dengan ponsel. Pun dari ponsel yang perbandingan ukurannya sangat jauh dengan laptop, tidak memberi keleluasaan Kella untuk mengetik kritikan sejahat mungkin bila cerita yang muncul di e-mail-nya sama sekali tidak memuaskan hasrat.

Kella sibuk mengukung kepalanya dalam topi mantel berbulu. Ia baru akan melonggarkan syal ketika tiba di depan rumah dan mendapati seorang pria berseragam hijau, berkerah, dan bertopi. Pria itu membawa kantong bening yang membuat isi berbentuk kotaknya kelihatan. Dari balik punggungnya, Kella menyentuh dadanya sendiri.

“Permisi, selamat siang.”

Kella menelan saliva. Pria itu kembali memanggil sembari menyapu pandang segala rumah yang kosong. Jelas kosong karena pemilik rumah itu ada di belakang pria itu sekarang.

Hampir ingin berlari menuju pintu belakang, suara sepatu bot Kella membuat kacau karena kurir di teras rumahnya berbalik sebelum menegurnya.

“Permisi, Nona, apa Anda tahu di mana Kella Rumble?” Kurir itu turun dari dua undakan teras untuk semakin mendekati Kella. Kella sendiri malah merespon dengan gerakan mundur serta menangkupkan kedua tangannya di dada.

“A-aku! Aku Kella Rumble!”

Tepat seperti yang Kella duga, kurir itu mengangkat alis. Dia tampak sangat heran. “Anda Kella Rumble?”

“I-iya.”

“Aku seorang kurir, Nona. Anda melihatku di teras Anda, tapi malah lari.” Kurir itu menyelidik, tampak dongkol karena perempuan belia di hadapannya menjaga jarak. Ia yakin pekerjaannya sebagai kurir tidak perlu ditakuti-diwaspadai-seperti pencuri yang melongok-longok jendela rumah orang. Namun, keramahan kurir itu patut diacungi jempol, sekali pun pada orang seperti Kella. “Aku mengantar paket, Nona. Anda perlu menandatanganinya di sini.”

Kella mengangguk giat. Dengan cekatan ia mengambil pena dan tanda bukti yang disodorkan padanya, menandatangani segera, merampas paket berbentuk kotak bahkan sebelum disodorkan, lalu berlari menemui pintu rumahnya.

Kella yakin bahwa kurir itu merasa tersinggung dan marah karena merasa dipermainkan.

Kella bisa merasakan bagaimana beratnya dipermainkan, apalagi seperti dirinya yang sudah merasakan itu sejak lama.

***

Kella baru bernapas lega setelah menutup pintu di belakangnya dan mendengar motor kurir menjauhi halaman rumahnya yang berbalut salju. Napasnya berangsur normal bersamaan dengan ia menghapus keringat di pelipis.

Sebelum duduk di atas sofa tunggal di sudut ruangan yang bersebelahan dengan perapian, Kella membenahi dirinya hingga yang tersisa kaus berlengan panjang dan celana panjang. Ia merilekskan diri dengan memangku paket pemberian kurir.

Dia membuka bungkusannya dan begitu tahu pengirim paket itu ibunya sendiri ketika sepucuk surat tertempel dengan kotak berisi pakaian berbahan wol.

Halo, Sayang. Aku membeli ini di festival. Pakai ini selagi musim dingin.

Oh, ya. Akan ada anak temanku yang menghubungimu. Dia seorang Jurnalis. Dia meminta izinku untuk mewawancaraimu. Bersedia atau tidak, hubungi dia. Jangan diabaikan, kumohon. Dia sangat sopan, dan kalau kau ingat, kalian pernah bertemu, kok, sewaktu kecil.

Ini e-mail-nya [email protected].

Kuharap kau bisa berteman baik dengan Petter. Dia laki-laki yang baik, kuharap … ah, sudahlah.

Mom

Kella mengembuskan napas sambil menyandarkan punggung pada sofa. Ia mengambil ponsel di meja rendah, dan membuka aplikasi e-mail-nya.

Kepada: [email protected]
Subyek: Wawancara?

Selamat siang. Aku Kella Rumble. Kubaca dari surat ibuku, kau berniat mewawancaraiku. Apa tujuanmu dan sebagai narasumber, apa keuntungan yang kuperoleh? Aku tidak suka bertele-tele. Bila jawabanmu bagus, akan kupertimbangkan lagi.

***

1 Komentar

  1. Tpo