Vitamins Blog

Immortal Guardian – Lembar 7 (Something called home)

Bookmark
ClosePlease login

No account yet? Register

16 votes, average: 1.00 out of 1 (16 votes, average: 1.00 out of 1)
You need to be a registered member to rate this post.
Loading...

 

Semilir angin yang terasa lebih dingin dari yang tidak pernah di rasakan membangunkan Unique dari tidur lelapnya. Kelopak mata yang terasa berat dipaksanya untuk dibuka. Pandangan matanya langsung terarah pada langit-langit yang berwarna gelap dan di penuhi dedaunan. Ini tentu bukan kamarnya. Kamarnya tidak mungkin terdapat pohon di dalamnya, apalagi alas yang berada di bawahnya terasa keras sekali, tidak seperti tempat tidur empuknya.

Suara perdebatan kecil di sisi kanannya membuat Unique memalingkan wajahnya. Matanya haru memincing untuk bisa memandang di kegelapan malam yang terasa asing di pikirannya. Berjarak beberapa langkah darinya terdapat tiga orang yang tengah seikit bersiteru. Salah satunya terlihat memiliki rambut panjang yang di kenalinya.

Unique mencoba mengeluarkan suaranya meski terasa mencekat di tenggorokannya. “Honey,” Unique bahkan merasa asing dengan suara yang baru saja di keluarkannya. Namun sepertinya salah satu sosok itu mendengar dengan jelas ucapan Unique sehingga segera mengampiri Unique.

“Anda tidak apa-apa tuan putri?” Honey mencoba membangunkan tuan putrinya hingga bisa duduk bersandar pada dirinya.

“Dimana ini?”

“Kita sedang berada di tengah hutan tuan putri,” ucap Honey menjawab pertanyaan tuan putrinya.

“Tapi kenapa? Apa yang terjadi? Dimana ayah dan ibu? Kenapa kita disini?” Honey tampak bungkam, sedangkan Alford mendekat ke arah keduanya. Pria itu membungkuk dalam sebelum akhirnya berani menjawab pertanyaan Unique yang bertubi-tubi.

“Kerajaan telah diserang oleh musuh tuan putri, kerajaan terbakar dan kami terpaksa membawa kabur anda sebelum anda ikut terbakar atau dibunuh oleh musuh.” Alford tidak berani untuk menegakkan badannya, matanya takut memandang ke arah Unique yang mungkin akan menampilkan rasa sedih yang luar biasa.

Sedangkan Unique, otaknya mencoba mencari petunjuk atas ucapan tersirat yang dilontarkan oleh Alfors. Tak perlu menunggu lama hingga gadis itu paham dengan kondisi yang terjadi. “Jadi, ayahku sudah tiada, ibuku juga. Para pelayan, rakyat kerajaan, mereka sudah tiada?”

Alford menunduk semakin dalam, “Maafkan kami tuan putri.”

“Kau…kau bercanda kan. Ini….ini…. lelucon bukan. Ini bohongkan!” Unique tak dapat melihat wajah Alford yang setia menunduk. Dengan sekejap gadis itu segera menoleh ke belakang, meminta jawaban dari sosok yang menopangnya. “Bilang padaku jika semuanya bohong. Katakan padaku jika…jika… ayah dan ibu masih hidup… mereka semua masih ada di istana…”

Honey ikut menunduk, tidak berani melihat wajah Unique yang penuh dengan kesedihan. “Maafkan aku, Tuan Putri.”

Tangan Unique yang terkulai lemah mulai memiliki tenaganya. Tangannya membungkan mulutnya yang mulai mengeluarkan suara isak tangis yang mendalam. “Bohong… bohong… Ini semua pasti bohong!” Unique segera berlari ke arah Alfred. Tangan mungilnya memukul badan Alfred yang masih setia menunduk. “Kau seharusnya menyelamatkan mereka! Kalian seharusnya membantu mereka! Kenapa Cuma menyelamatkanku! Kenapa… kenapa…kenapa…!”

“Karena ini adalah perintah Raja Barda tuan putri.” Unique menolehkan kepalanya ke arah sumber suara. Dirinya mendapati sosok berambut coklat dengan perban kusam yang mengelilingi seluruh bagian tubuhnya. Itu Agni? “Dan ini sekaligus tugas utama kami tuan Putri. Mohon untuk dimengerti.”

Ini adalah pertama kalinya Unique bisa memandang sosok di balik perban itu. rambutnya yang selalu di bawah perlindungan perban itu berwarna coklat. Warna mata Agni berwarna hitam pekat, sangat berbanding terbalik dengan warna putih kulit pria itu. tentu saja itu bukan fokus utama Unique, mata gadis itu langsung terpaku pada bayang-bayang di punggung Agni diamana terdapat beberapa senjata yang tertancap di balik punggungnya.

“Agni…. punggungmu…” bahkan sebelum Unique menyelesaikan perkataannya, Agni sudah memotongnya lebih dulu.

“Maafkan saya jika penampilan saya agak menakuti Tuan Putri. Ini adalah efek melindungi anda dari kejaran para penjahat tadi, jadi mohon dimengerti. Kalau begitu saya mohon ijin untuk mengobati dan membersihkan diri. Alford, tolong bantu aku. Honey, tolong jaga Tuan Putri.” Dengan begitu Agni segera menghilang di balik pepohonan diikuti oleh Alford. Sedangkan Unique hanya bisa terpaku mengikuti Honey yang menuntunnya untuk beristirahat kembali.

***

Agni menemukan batang pohon yang cukup besar. Dirinya langsung duduk diatasnya tanpa memastikan apakah Alford masih mengikutinya atau tidak. Fokusnya kini adalah untuk membuka semua perban yang sudah banyak terkoyak akibat api di kerajaan tadi. Dia harus cepat-cepat mengganti perbannya dengan yang baru.

“Anda yakin anda tidak apa-apa Tuan Agni?” Agni mendongak sesaat untuk melihat sosok Alford yang terpaku di depannya. Meski hanya pertanyaan sederhana, Alford tidak bisa menyembunyikan rasa ngeri yang tergambar jelas di matanya.

“Aku tidak apa-apa. Ini tidak akan berefek kepadaku, ingatkan?” Alford mengangguk ragu meski masih ngeri jika punggungnya yang tertancap semua senjata senjata itu. dirinya pasti sudah mati. “Daripada itu, bisa kau membantuku melepas semua senjata yang ada di punggungku. Itupun jika kau mau, Alford,” tambah Agni meminta tolong meski tak yakin jika pria di depannya akan menyanggupi permintaannya melihat ekspresi di wajahnya.

Wajah Alford menampilkan ekspresi datar tapi terlihat dari lehernya jika pria itu sedikit kesulitan untuk menelan ludahnya. “Baiklah.” Alford segera berjalan ke belakang Agni, menatap lama punggung pria di depannya yang banyak senjata menancap di sana. Satu persatu, tangannya mulai melepas senjata yang menancap, sesekali melihat respon wajah Agni yang tidak terpengaruh sama sekali.

‘Klek’

Alford menatap panik pada batang kayu di tangannya. Pasalnya batang kayu itu mulanya adalah panah yang menancap di punggung Agni tapi entah kenapa saat Alford mencoba untuk mencabutnya, batangnya patah begitu saja. meninggalkan ujung mata panah itu menancap di punggung Agni.

Agni pun yang mendengar suara patah tersebut segera menolehkan kepalanya, manatap wajah Alford yang sudah menampakkan wajah penuh penyesalan. “Ada apa Alford?”

“Maafkan saya Tuan Agni. saya tidak sengaja mematahkan anak panah ini dan meninggalkan ujung mata panahnya menancap di punggung anda,” Agni memandang batang kayu yang berada di tangan Alford.

Menghela napas panjang, Agni menatap Alford dengan wajah santainya, “Tidak apa-apa. Tapi kali ini coba untuk keluarkan anak panahnya, Alford.” Setelah mengucapkannya, Agni membuka membuka bajunya, memperlihatkan punggungnya yang masih menampakkan lupa berlubang akibat senjata-senjata tadi.

Alford pada mulanya tercengang pada punggung milik Agni. bukan karena ini pertama kalinya dia melihat penampakkan dari punggung ketuanya tersebut, tapi dia tercengang dengan regenerasi pemulihan yang dilimiki oleh Agni. lubang luka yang diakibatkan senjata yang menancap itu berangsur-angsur menutup dan tidak meninggalkan bekas. Dan disanalah Alford menemukan anak panah yang mana lubang di sekitar anak pana tersebut semakin lama semakin menutup.

“Kau harus mencabutnya sebelum luka di sekitar anak panah tersebut menutu[ Alford. Atau kau akan semakin kesulitan untuk mencabutnya nanti.” Alford terkesiap mendengar saran Agni. Alford langsung mencoba menarik anak panah tersebut. Meski sulit dan harus sedikit mengoyak daging di sekitar anak panah tersebut, Alford berhasil mencabut anak panah tersebut. Dalam sekietika, luka anak panah tersebut segera menutup.

Meninggalkan dua buah luka besar disisi kanan dan kiri punggung Agni. Itu tentu bukan akibat senjata yang tadi dicabutnya. Luka itu lebih mirip seperti luka terkoyak yang diakibatkan dua pedang besar dengan  posisi yang sama persis atau luka akibat dua bagian tubuh yang dicabut secara paksa. Tapi Alford tidak menanyakan lebih lanjut karena Agni sudah memakai bajunya kembali.

“Alford, kau membawa perban?”

Alford segera mengambil perban yang disimpannya dan diberikannya kepada Agni, “ Iya Tuan, tapi tidak banyak.”

“Terima kasih, ini sudah cukup,” cuap Agni seraya menerima perban yang diberikan oleh Alford. Akibat jumlah perban yang terbatas, Agni memutuskan untuk memperban tangannya saja. Dengan cekatan Agni segera melilitkan perban di tangan kanannya. Setelah selesai Agni mulai melilitkan perban ke tangan kirinya.

Alford mengamati dengan seksama apa yang Agni lakukan. Hingga pandangan Alford terpaku pada pergelangan tangan kiri Agni yang memiliki luka berbekas sama seperti punggungnya. Bedanya, luka di dekat pergelangan tangan itu seperti disengaja dibuat, tidak seperti di punggung Agni. mau tidak mau, Alford langsung bertanya karena penasaran. “Luka apa itu, Tuan?”

Agni menghentikan kegiatan melilitkan perbannya. Dia memandang arah tatapan Alford yang terpaku pada luka-luka sayatan yang terdapat di sekitar pergeleangan tangan sampai ke siku bagian dalamnya. “Ah, hanya luka sayatan yang aku buat.”

Alfor menghitung dalam hati luka sayatan itu. luka sayatan itu membantuk angka romawi yang bisa dihitung oleh semua yang  melihat. “201? Apa itu menandakan umur anda Tuan Agni? 201 tahun?”

Agni tersenyum samar sambil meneruskan melilitkan perban di tangannya sampai semua tangan kirinya tertutup oleh perban. “Mungkin.”

***

Katiganya kembali melanjutkan perjalanan untuk menghindari kejaran dari para penjahat yang kemungkinan masih mengejar mereka. Unique kali ini berada di atas kuda bersama Alford, sedangkan Agni dan Honey menaikinya kuda sendiri. Formasi ini tentu berbeda saat mereka pertama kali kabur tadi saat Unique berada di atas kuda yang sama dengan Agni. Seakan formasi ini dibuat oleh Agni karena pria itu karena dia ingin menghindari Unique.

Hujan yang tibda-tiba turun disertai oleh petir yang menyambar mempersulit penglihatan mereka. Honey yang pandai dalam memperkirakan cuaca langsung mendekati Agni yang memipin rombongan. “Tuan Agni, sepertinya akan ada badai. Kita harus segera menemukan tempat berteduh.”

Agni mengangguk paham. Agni pun segera melajukan kudanya diikuti kedua kuda yang lainnya. Tujuannya kini sudah pasti pada satu tempat yang sudah lama tidak dikunjunginya dan tempat itu mungkin menjadi satu-satunya tempat yang cocok untuk berlindung dari ganasnya badai yang akan datang.

Ketiganya segera menghentikan kudanya tepat di bawah rongga sebuah pohon besar. Rongga itu cukup besar untuk memuat ketiga kuda milik mereka, terlebih lagi terdapat pondok kecil yang sudah menyatu dengan pohon tersebut. Meski terihat sangat tua, tapi tampaknya masih cukup kuat untuk tempat berteduh.

Agni yang pertema kali turun dan menambatkan kudanya langsung menuju pondok tersebut. Seolah sudah terbiasa, pria itu langsung masuk ke dalam pondok dan menuju ke perapian yang terletak di tengah ruangan yang ternyata ruang tamu itu. Uniqe, Alford, dan Honey pun mengikuti langkah Agni meski sedikit ragu. Ketiganya langsung disambut dengan suasana nyaman terumata tata ruang yang sangat sederhana dengan semua perkakas lengkap yang terlihat tua tapi masih kuat.

“Kita akan berlindung disini sampai badai berakhir. Tempat ini tersembunyi jadi kita tidak perlu khawatir dengan kejaran para penjahat tadi. Lebih baik kalian menyamankan diri disini. Honey, tolong temani Tuan Putri untuk beristirahat di ruangan sebelah.” Honey mengangguk paham dan segera menggiring Unique untuk masuk ke ruangan yang dimaksud oleh Agni.

Unique dan Honey dibuat tercengang sesaat setelah membuka pintu. Pasalnya yang menyambut kedatangan mereka adalah sebuah kamar dengan perabotan lengkap, seakan semua itu sangat dijaga meski terdapat debu yang menumpuk di atasnya. “Biarkan saya membersihkan tempat tidurnya untuk anda, Tuan Putri.” Unique mengangguk.

Honey dengan cekatan langsung membersihkan tempat tidur itu dari debu yang menempel. Meski tempat tidur itu tidak seempuk dan senyaman yang dimiliki oleh Unique di istana tapi dia rasa tempat tidur itu cukup untuk membuat Tuan Putrinya tidur malam ini ditengah situasi mencekam ini.

Sedangkan Uniqe sendiri langsung menuju ke meja di sisi kirinya yang menempel dengan dinding. Di atasnya terdapat beberapa miniatur lucu yang terpajang dan satu buah foto yang tertutup debu. Unique pun mengambilnya dan mencoba membersihkannya. “Honey, apa kau tidak merasa aneh?”

“Tentang apa Tuan Putri?” tanya Honey masih sibuk membersihkan tempat tidur di depannya.

“Tentang semua ini. maksudku, tentang pondok kecil ini dan Tuan Agni. Seakan Tuan Agni mengenal tempat ini.” Unique mengernyit saat foto yang terpampang pada bingkai kayu di tangannya adalah sebuah lukisan sosok malaikat pria dengan sayap besarnya yang tengah  memeluk sosok wanita. Karena terlalu tua, wajah kedua makhluk tersebut sedikit kabur dan hanya menyisahkan badannya saja. meski begitu, lukisan itu menampakkan kasih sayang yang besar dan agak menghayal? Lagipula mana aja sosok malaikat bersayap di dunia ini.

“Kalau begitu saya tidak akan heran mengingat tuan Agni telah lama hidup jadi kemungkinan beliau mengetahui banyak tempat tersembunyi seperti ini.” Setelah selesai membereskan bantal di atas tempat tidur, Honey segera kembali menggiring Unique ke arah tempat tidur, memaksa secara tersirat agar tuan putrinya segera beristirahat. “Daripada itu, lebih baik sekarang Tuan Putri beritirahat terlebih dahulu. Masih ada perjalanan panjang yang akan menanti besok.

Unique pun  tanpa pikir panjang langsung tidur untukmengistirahatkan badannya. Suhu tubuhnya yang agak menghangat dan kelopak matanya yang agak berat membuatnya mudah untuk menutupp mata. Hingga akhirnya Unique pun langsung tertidur di detik ke lima setelah dia menutup mata.

suara gemerisik huja masuk ke dalam telinga Unique. Dalam sekejap mata, Unique kembali terbangun dari tidurnya. Unique menelaah keadaan disekitarnya. Kondisi disekitar masih gelap, mungkin masih malam atau pagi buta mengingat kondisi di luar masih gelap disertai hujan badai yang belum juga reda. Di sisi tempat tidurnya terdapat Honey yang setia tertidur dengan posisi duduk yang terlihat tidka nyaman.

Merasa tidak bisa tertidur kembali setelah merasa cukup istirahat, Unique bangkit dari tempat tidurnya. Dengan langkah sangat perlahan, Uniqe keluar dari ruangan yang menjadi kamar pribadinya. Untunglah pintu ruangan tersebut tidak tertutup rapat, menyisakan ruang kecil yang bisa dilewati oleh Uniqe untuk keluar.

Kondisi ruangan yang menyambut Unique tidak berubah dari yang Unique lihat kemarin. Hanya saja ruangan tersebut sedikit terlihat jelas akibat cahaya temaram yang ditimbulkan perapian yang dinyalakan. Terdapat Alford yang tidur menyandar pada sofa dengan mulu menganga serta Agni yang masih terjaga menatap ke dalam perapian yang menyala.

Unique terpaku sejenak. Penampilan Agni saat ini, yang wajahnya nampak karena tidak tertutup oleh perban seperti biasanya, entah kenapa tidak asing bagi Unique. Bahkan wajah itu terlihat familier di ingatan Unique. Namun sekuat Unique berusaha mengingat dimana dia pernah melihat tampang itu, Unique tidak bisa mengetahuinya.

“Anda sudah sembut Tuan Putri?” Unique tersentak kaget. Dilihatnya Agni yang sudah menatapnya dengan sinar penuh kelembutan.

“Iya, aku sudah tidak apa-apa.” Agni balas tersenyum akan jawaban Unique.

Pria itu menepuk papan kayu di sebelahnya, memberikan isyarat seraya berkata, “Apakah Tuan Putri berkenan menemaniku duduk di sini.” Tanpa keraguan, Unique segera duduk tepat di samping Agni. Agni pun langsung menyampirkan selimut ke pundak Unique agar gadis itu tidak kedinginan.

Keduanya terdiam memandangi perapian di depan mereka. Rasa hangat dari perapian lama-kelamaan menyeruak ke dalam tubuh Unique, membuat gadis itu merasa nyaman berada di tempatnya. “Jadi, sepertinya Tuan Putri memiliki  banyak seklai pertanyaan di benak anda? Kalau boleh tau apa itu?”

Unique tersentak kaget dengan pertanyaan Agni. secara spontan dia menoleh ke arah Agni yang sudah memasang senyum lembut penertiannya. Sugguh, bagaimana bisa pria di depannya mengetahui apa yang ada di pikirannya. “Kenapa Tuan Agni seperti mengenal pondok ini?”

Agni tidak langsung menjawab. Orang  itu kembali menghadap ke arah perapian, menekuri setiap api yang berkobar disana. saat Unique mengira jika pria itu tidak akan menjawab pertanyaannya, secara mengejutkan Agni menjawab pertanyaan Unique dengan jawaban yang tidak pernah Uniqe kira sebelumnya. “Orang mana yang tidak mengenal rumahnya sendiri?”

1 Komentar

  1. Apakah itu??